Rata-rata usia kawin pertama seseorang dapat mencerminkan keadaan sosial ekonomi seseorang. Seseorang yang memilih untuk melakukan perkawinan di usia

dokumen-dokumen yang mirip
STUDI DINAMIKA CERAI KAWIN TERHADAP JUMLAH ANAK DI KECAMATAN SAPTOSARI, KABUPATEN GUNUNGKIDUL

Minggu ke 2, 3 Teori Fertilitas Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tinggi Rendahnya Fertilitas Penduduk

GAMBARAN KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN REPRODUKSI DI PROPINSI BENGKULU TAHUN 2007 (SURVEI DEMOGRAFI KESEHATAN INDONESIA 2007)

ANALISA PENURUNAN TFR DAN BONUS DEMOGRAFI DI PROPINSI BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. pekerjaan, dan tingkat penghasilan keluarga. Indikator status sosial adalah kasta,

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

I. PENDAHULUAN. seluruh kebijaksanaan dan program pembangunan yang dilakukan. Penduduk

FERTILITAS. Ni mal Baroya, S. KM., M. PH.

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI DENGAN JUMLAH ANAK YANG DILAHIRKAN WANITA PUS. (Jurnal) Oleh AYU FITRI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. setelah ayah dan ibu (Poerdarminta, 2003) Sedangkan menurut Undang Undang

5. FERTILITAS (KELAHIRAN)

BAB 1 PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk diperlukan adanya program Keluarga Berencana dan

BAB 2 TINJAUAN TEORI. Kata demografi berasal dari bahasa Yunani yang berarti: Demos adalah rakyat atau

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FERTILITAS PASANGAN USIA SUBUR PESERTA KB DI KELURAHAN AUR KUNING KECAMATAN AUR BIRUGO TIGO BALEH

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), jumlah penduduk Indonesia akan

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. KB, keinginan dalam memiliki sejumlah anak, serta nilai anak bagi PUS.

BAB 2 LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. dengan jumlah penduduk sebanyak juta jiwa penduduk (BPS, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

ANALISA PELAKSANAAN PROGRAM KB PROPINSI BENGKULU

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FERTILITAS PASANGAN USIA SUBUR PESERTA KB DI KELURAHAN AUR KUNING KECAMATAN AUR BIRUGO TIGO BALEH BUKITTINGGI

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dalam hal ini adalah keluarga.

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

ABSTRACT PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN USIA KAWIN PERTAMA PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI TERHADAP JUMLAH ANAK

BAB I PENDAHULUAN. biologis, psikologis maupun secara sosial. Seseorang dengan melangsungkan

BAB I PENDAHULUAN. setelah Amerika, China, dan India. Jumlah penduduk Indonesia dari hasil Sensus

EKONOMI FERTILITAS 1



I. PENDAHULUAN. di Indonesia tersebut, pada hakekatnya digolongkan menjadi dua yaitu laju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FERTILITAS DI DESA PIASA WETAN DAN GUMELEM KULON KECAMATAN SUSUKAN KABUPATEN BANJARNEGARA

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

I. PENDAHULUAN. nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

BAB I PENDAHULUAN. satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi

PEREMPUAN, PENDIDIKAN DAN KEMISKINAN DI KALIMANTAN SELATAN (Analisis Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2012)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan/ perkawinan adalah ( ikatan lahir batin antara seorang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap keluarga umumnya mendambakan anak, karena anak adalah harapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, perempuan usia 15-19

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah remaja, dan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Negara-negara

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2010), Indonesia termasuk negara dengan persentase pernikahan usia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Dalam tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai penyebab banyaknya jumlah

BAB I PENDAHULUAN. seperti Negara Indonesia akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Negara

POKOK BAHASAN IV PROSES DEMOGRAFI

BAB 2 LANDASAN TEORI. Beberapa pengertian singkat yang perlu diketahui untuk mendukung tulisan ini dan

I. PENDAHULUAN. tinggi. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk pada bulan Agustus 2010 jumlah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB 1 PENDAHULUAN. (usia tahun) berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61 persen dari jumlah

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

I. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. mencitrakan (to describe), menerangkan sifat bumi, serta menganalisa gejalagejala

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan untuk laki-laki adalah 19 tahun. Namun data susenas 2006

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari proses interaksi sosial. Soerjono Soekanto (1986) mengutip

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan pada remaja adalah masalah serius dan sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Delapan tujuan Millenium Development Goals (MDG s) telah disepakati

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Purwadarminta (dalam Walgito, 2004, h. 11) menjelaskan

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat fertilitas di perdesaan (Studi pada Desa Pelayangan Kecamatan Muara Tembesi Kabupaten Batanghari)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 menjelaskan bahwa sejak tahun laju

BAB I PENDAHULUAN UKDW

PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA

BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Seiring dengan berkembangnya zaman manusia untuk mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk merupakan perubahan populasi sewaktu-waktu, dan

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis dan teologis.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya laju pertumbuhan penduduk merupakan salah satu masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu bagi siapa yang hendak

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat agar dapat menerima pembentukan Norma Keluarga Kecil Bahagia. dan Sejahtera (NKKBS) (Manuaba, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Aspek kependudukan merupakan hal paling mendasar dalam. pembangunan. Dalam nilai universal, penduduk merupakan pelaku dan sasaran

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, sebagai kehendak Sang pencipta yang telah

BAB I PENDAHULUAN. cara operasional dan dampaknya terhadap pencegahan kelahiran.tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. penduduk harus menjadi subjek sekaligus objek pembangunan. Kualitas

1. Masalah Jumlah Penduduk

BAB I PENDAHULUAN. penduduk besar. Jumlah penduduk yang besar ini telah membawa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa (UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974). Perkawinan pada pasal 6 menyatakan bahwa Untuk

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan makluk sosial (zoonpoliticoon), sehingga tidak bisa hidup

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun Dalam pasal 1 ayat 1

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk merupakan bagian integral dari suatu negara. Komposisi dan

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina

PENDAHULUAN Latar Belakang

ABSTRACT HUBUNGAN PERSEPSI MAHASISWA TENTANG NILAI ANAK PROGRAM KELUARGA BERENCANA DENGAN JUMLAH ANAK

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan merupakan sebuah ikatan antara laki- laki dan perempuan sebagai suami dan istri dalam membentuk rumah tangga yang harmonis dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU Nomor 1 Tahun 1974 pasal 1). Tujuan dari perkawinan salah satunya adalah untuk mendapatkan keturunan, melalui proses kelahiran. Peningkatan jumlah kelahiran (fertilitas) disebabkan meningkatnya jumlah perkawinan akibat tuntutan dari setiap pasangan untuk memiliki anak. Jumlah kelahiran tidak akan menjadi masalah selama memiliki jumlah anak yang dimiliki tidak melebih jumlah yang ditentukan dalam program Keluarga Berencana (KB) yang sudah dicanangkan oleh pemerintah. Akan tetapi, jumlah anak yang dilahirkan dapat menjadi masalah ketika suatu pasangan bercerai dan menikah lagi dengan orang lain. Perkawinan yang dilakukan setelah perceraian pasti akan memberikan dampak, terutama berkaitan dengan keinginan pasangan untuk memperoleh anak lagi. Perceraian terjadi karena suatu pasangan tidak ingin melanjutkan hubungan pekawinannya. Seorang wanita yang bercerai untuk kemudian melakukan perkawinan kembali dengan orang lain maka wanita tersebut akan mendapat tuntutan untuk memiliki anak dari pasangan barunya. Peluang setiap wanita melahirkan anak lebih dari jumlah yang ditentukan pemerintah akan semakin besar. Dalam sudut pandang demografi, kasus perceraian dapat meningkatkan fertilitas (Syarief, 2011). Tren perceraian secara nasional di Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama pada tahun 2010, dari 2 juta orang yang melakukan perkawinan setiap tahun se-indonesia, ada 285.184 perkara berakhir dengan perceraian per tahun. Kejadian perceraian dapat dipicu oleh berbagai macam faktor, seperti usia kawin pertama, alasan ekonomi, alasan psikologis, pendidikan dan lain sebagainya. 1

Rata-rata usia kawin pertama seseorang dapat mencerminkan keadaan sosial ekonomi seseorang. Seseorang yang memilih untuk melakukan perkawinan di usia muda disebabkan karena tuntutan ekonomi keluarga. Seorang wanita yang berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah cenderung tidak melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi dan memilih untuk bekerja atau menikah (BPS, 2013). Kecamatan Saptosari merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Gunungkidul yang memiliki angka cerai kawin cukup tinggi. Kondisi sumberdaya alam dan topografis di Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunungkidul yang kurang mendukung, menyebabkan seseorang lebih memilih bekerja di tempat lain dengan merantau ke luar kota. Budaya merantau ini banyak dilakukan oleh penduduk usia produktif dengan tujuan untuk meningkatkan perekonomian keluarga. Besarnya arus migrasi keluar juga sering dikaitkan dengan permasalahan rumah tangga yang berujung pada rusaknya hubungan perkawinan. Pemicu kerusakan rumah tangga tersebut seperti suami yang menikah lagi di perantauan maupun suami yang tidak pulang ke daerah asal. Tingginya kasus cerai kawin di Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunungkidul ini pasti akan memberikan pengaruh dalam kehidupan sosial masyarakatnya, salah satunya adalah kelahiran. Penelitian dalam kasus ini didasari dengan asumsi bahwa kejadian perceraian akan memicu terjadinya perkawinan selanjutnya. Perceraian yang terjadi lebih dari satu kali pada seorang wanita akan menyebabkan perkawinan kedua, ketiga, dan seterusnya yang pada akhirnya akan meningkatkan kelahiran. Fenomena cerai kawin di suatu lingkup masyarakat mungkin hanya disadari sebagai suatu yang lazim dilakukan untuk mendapatkan kebahagiaan rumah tangga tanpa melihat dampak nyata dari fenomena tersebut. Atas dasar itulah peneliti mengambil judul Studi Dinamika Cerai Kawin Terhadap Kelahiran Anak di Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunungkidul. 2

1.2. Rumusan Masalah Dinamika cerai kawin merupakan segala proses perubahan karakteristik perceraian dan perkawinan kembali di suatu wilayah. Giolito (2010) mengatakan bahwa dinamika dalam perkawinan dipengaruhi oleh struktur populasi dan rata-rata usia kawin pertama bagi wanita di sutau wilayah. Pengaruh dari dinamika dalam perkawinan tersebut dapat berupa meningkatnya jumlah kelahiran dan berimbas pada meningkatnya populasi penduduk (Giolito, 2010). Seperti halnya dinamika cerai kawin di Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunungkidul. Dinamika cerai kawin yang dipengaruhi oleh berbagai macam faktor ini tentunya akan memberikan pengaruh pada tingkat kelahiran anak. Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan di atas, maka permasalahan yang dapat dikaji di daerah penelitian adalah : 1. Bagaimana dinamika kasus cerai kawin di Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunungkidul? 2. Bagaimana pengaruh cerai kawin terhadap fertilitas di Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunungkidul? 1.3. Tujuan Adapun tujuan penelitian berdasarkan perumusan masalah di atas adalah sebagai berikut : 1. Mempelajari dinamika kasus cerai kawin di Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunungkidul. 2. Mengetahui pengaruh cerai kawin terhadap fertilitas di Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunungkidul. 3

1.4. Manfaat Manfaat yang ingin diperoleh melalui penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sebagai karya penelitian ilmiah dalam memenuhi persyaratan akademik dalam menyelesaikan program Sarjana S-1 Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada 2. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan terhadap penelitian-penelitian mengenai fertilitas maupun penelitian yang akan datang sebagai referensi guna meningkatkan pengetahuan dan pemikiran mengenai pengaruh dinamika cerai kawin terhadap fertilitas bagi masyarakat luas. 1.5. Tinjauan Pustaka 1.5.1. Perceraian dan Perkawinan Perkawinan merupakan faktor yang penting dalam menentukan pola fertilitas di suatu wilayah (Uddin dan Hosain, 2013). Hal mendasar yang menjadi tolok ukur dari hubungan antara perkawinan dan kelahiran adalah usia kawin pertama. Seorang wanita yang menikah pada usia muda memiliki waktu yang lebih banyak untuk memiliki anak. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan fertilitas di suatu wilayah (Uddin dan Hosain, 2013). Nag dan Singhal (2013) menyatakan bahwa usia kawin pertama bagi seorang wanita sangat dipengaruhi oleh pendidikan. Perempuan yang memiliki pendidikan tinggi cenderung akan menunda usia kawin pertamanya, sehingga dapat menekan tingkat kelahiran suatu wilayah. Dalam hal ini pendidikan memiliki pengaruh langsung dan signifikan terhadap perkawinan, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kelahiran dan struktur penduduk (Giolito, 2010). Usia kawin pertama, baik bagi wanita maupun laki-laki, selain berpengaruh terhadap fertilitas juga dapat berpengaruh pada ketidakstabilan dalam rumah tangga. Semakin muda usia seseorang 4

ketika menikah yang pertama kali, maka peluang untuk terjadi keretakan dalam rumah tangga akan semakin besar (Uddin dan Hosain, 2013). Ketidakstabilan dalam rumah tangga pada akhirnya dapat memicu terjadinya perceraian. Perceraian dapat diartikan sebagai putusnya ikatan perkawinan antara suami dan istri. Perceraian dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu cerai hidup dan cerai mati. Cerai hidup terjadi karena pasangan suami istri memilih untuk mengakhiri pernikahan dengan berbagai macam alasan sedangkan cerai mati karena salah satu pasangan baik suami atau istri meninggal dunia. Faktor-faktor yang mempengaruhi perceraian menurut Amato dan Previti (2003) dapat dibagi menjadi tiga, yaitu gender atau jenis kelamin, status sosial-ekonomi dan gaya hidup. Menurut Amato dan Previti (2003), perempuan merupakan pihak yang lebih banyak menuntut perceraian daripada laki-laki. Hal ini disebabkan perempuan lebih banyak menggunakan perasaan dalam menjalani hubungan pernikahan. Faktor kenyamanan dalam menjalani hubungan pernikahan menjadi faktor yang sangat berpengaruh jika ditinjau dari segi gender. Karakter sosial-ekonomi, terutama bagi wanita, memiliki hubungan yang positif dengan peluang meningkatnya permasalahan dalam rumah tangga (Uddin dan Hosain, 2013). Wanita yang memiliki status sosial-ekonomi yang tinggi akan semakin sulit untuk membagi waktu dengan keluarga. Hal ini yang pada akhirnya akan menurunkan kualitas hubungan dan komunikasi dalam rumah tangga. Lebih jelas Amato dan Previti (2003) memaparkan beberapa faktor yang menyebabkan terjadi perceraian antara lain adalah ketidaksetiaan yang diikuti oleh ketidakcocokan, penggunaan obatobatan dan alkohol, perpisahan, masalah pribadi, jarangnya terjadi komunikasi antara suami dan istri serta kekerasan dalam rumah tangga. Perkawinan kembali (remarriage) pada mayoritas survey penelitian menyatakan bahwa kemungkinan perceraian sedikit lebih 5

besar dalam remarriage dibandingkan pernikahan pertama (Booth & Edwards, 1992). Ini artinya bahwa setengah anak-anak dari orangtua yang bercerai dan menikah kembali akan mengalami perceraian orangtuanya untuk kedua kalinya. Meskipun resiko perceraian pada pasangan menikah lagi lebih tinggi, namun banyak dari mereka yang pada akhirnya membangun hubungan perkawinan yang positif dan kuat terhadap diri mereka dan lingkungan sekitarnya. 1.5.2. Fertilitas Fertilitas adalah faktor yang menyebabkan paling mendasar dalam pertumbuhan penduduk. Faktor- faktor yang mempengaruhi fertilitas dibagi menjadi dua yaitu faktor demografi dan faktor non demografi. Faktor demografi antara lain adalah struktur umum, status perkawinan, umur kawin pertama, paritas, distruksi perkawinan dan proposi yang kawin. Faktor non demografi antara lain kondisi ekonomi, pendidikan, perbaikan status wanita, urbanisasi dan industrialisasi. (Mantra, 1985). Fertilitas merupakan salah satu faktor penyebab pertumbuhan penduduk yang paling mendasar. Tingkat pertumbuhan yang tinggi secara langsung menggambarkan semakin bertambahnya jumlah pertumbuhan penduduk. (Maryamah, 1986; Putri, 2000 ). Davis dan Blake (1974) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas, mereka menyebutnya dengan variabel antara (intermediate variables). Menurut Davis dan Blake (1974) ada 11 variabel antara yang mempengaruhi fertilitas, seperti sosial, ekonomi dan budaya yang masing-masing dikelompokkan dalam tiga tahap proses reproduksi sebagai berikut: 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hubungan kelamin (intercouse variables): A. Faktor-faktor yang mengatur tidak terjadinya hubungan kelamin: - Umur mulai hubungan kelamin 6

-Selibat permanen: proporsi wanita yang tidak pernah mengadakan hubungan kelamin - Lamanya masa reproduksi sesudah atau diantara masa hubungan kelamin: a.bila kehidupan suami istri cerai atau pisah b.bila kehidupan suami istri berakhir karena suami meninggal dunia B. Faktor-faktor yang mengatur terjadinya hubungan kelamin - Abstinensi sukarela - Berpantang karena terpaksa (oleh impotensi, sakit, pisah sementara) - Frekuensi hubungan seksual 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konsepsi (conception variables): - Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak disengaja - Menggunakan atau tidak menggunakan metode kontrasepsi: a. Menggunakan cara-cara mekanik dan bahan-bahan kimia b. Menggunakan cara-cara lain - Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang disengaja (sterilisasi, subinsisi, obat-obatan dan sebagainya) 3. Faktor yang mempengaruhi kehamilan dan kelahiran (gestation variables) - Mortalitas janin yang disebabkan oleh faktor-faktor yang tidak disengaja - Mortalitas janin oleh faktor-faktor yang disengaja Freedman (1983) dalam teorinya juga membuat sebuah bagan tentang faktor faktor penyebab fertilitas yang menghubungkan antara norma sosial dengan variabel antara yang dikemukakan oleh Davis dan Blake (1974). Dengan bagan yang sedikit lebih rumit ini Freedman mencoba menjelaskan tentang bagaimana sistem norma keluarga dapat 7

mempengaruhi fertilitas. Menurut Freedman (1983), norma sosial merupakan faktor yang sangat dominan. Gambar 1.1. Faktor yang Mempengaruhi Fertilitas oleh Ronald Freedman Skema diatas menunjukkan bahwa yang mempengaruhi variabel antara ada beberapa faktor antara lain tingkat kematian dan kondisi sosial ekonomi. Tingkat kematian pada sebuah rumah tangga sangat mempengaruhi keputusan dalam memiliki keturunan, hal ini dikarenakan kematian merupakan bagian dari penyusun norma ukuran keluarga. Struktur sosial ekonomi juga merupakan faktor yang mempengaruhi variabel antara. Struktur sosial dan ekonomi memilki hubungan timbal balik dengan norma besar keluarga yang berpengaruh dengan norma variabel antara, dengan kata lain fertilitas sendiri lebih di dominasi oleh norma yang mendapat pengaruh dari lingkungan. Freedman (1983) juga mengatakan bahwa permasalahan umum yang timbul dalam masyarakat akan membawa suatu dampak sosial. Penyelesaian suatu permasalahan cenderung dilakukan dengan cara normatif meliputi serangkaian aturan bertingkah laku pada situasi tertentu. Pelanggaran terhadap norma sosial akan mendapat hukuman, dan sebaliknya. 8

1.5.3. Nilai Anak dalam Keluarga Keinginan setiap keluarga dalam memiliki anak merupakan hal yang wajar dari setiap pernikahan. Setiap orang memiliki pandangan yang berbeda dalam memiliki anak seperti faktor pendidikan, pekerjaan, kesehatan, kebudayaan. Di daerah pedesaan nilai anak masih cukup tinggi, mereka yang memiliki anak beranggapan bahwa anak merupakan sumber penghasilan dan jaminan di hari tua (Siregar, 2003). Di negara berkembang terutama daerah pedesaan beban hidup terasa lebih berat jika anak bersekolah, kecenderungan anak tidak sekolah dan banyak diantara mereka memilih untuk bekerja membantu orangtua. Penelitian pada penduduk sekitar Yogyakarta menunjukkan bahwa jumlah ideal memiliki anak adalah empat sampai lima orang. (Singarimbun, 1974). Persepsi semacam ini tidak akan banyak berubah pada wanita yang telah menikah lebih dari sekali. 9

1.6. Penelitian Terdahulu Nama Peneliti Paul Amato dan Denise Praviti Adam Isen dan Betsey Stevenson Anu Nag dan Praveen Singhal Judul Penelitian People s Reasons for Divorcing: Gender, Social Class, the Life Course and Adjustment Women s Education and Family Behavior: Trends in Marriage, Divorce and Fertility Impact of Education and Age at Marriage on Fertility among Uttar Pradesh Migrants of Tabel 1.1. Penelitian Terdahulu Terkait Tema Tahun Hasil Penelitian Penelitian 2003 - Alasan terjadi perceraian sebagian besar adalah karena ketidaksetiaan yang diikuti oleh ketidakcocokan, penggunaan obat-obatan dan alkohol, perpisahan, masalah pribadi, jarangnya terjadi komunikasi antara suami dan istri serta kekerasan dalam rumah tangga - Secara gender, perceraian lebih diinginkan 70 persen oleh wanita daripada laki-laki 2012 - Laki-laki dan perempuan yang diberikan pendidikan yang tinggi memiliki usia perkawinan yang panjang dan hanya sedikit yang berakhir dengan perceraian. Sebaliknya laki-laki dan perempuan dengan tingkat pendidikan rendah lebih rentan terjadi perceraian dalam perkawinan mereka - Saat ini, perempuan yang berpendidikan tinggi cenderung menunda usia kawin pertama - Saat ini, tren dalam perkawinan mengalami pergeseran dari semula menikah, memiliki anak, bercerai dan menikah kembali menjadi terlebih dahulu memiliki anak, menikah, bercerai dan menjadi single parent atau tinggal bersama pasangan tanpa ikatan perkawinan sebelumnya akhirnya menikah kembali - Wanita memiliki kecenderungan untuk menikah di usia yang 2013 lebih muda daripada laki-laki - Usia kawin pertama memiliki hubungan negatif (berbanding 10

M. Seikh Giash Uddin dan Md. Mozaffar Hosain Ludhiana, Punjab, India Factors Affecting Marital Instability and Its Impact on Fertility in Bangladesh 2013 terbalik) dengan fertilitas - Pendidikan pada wanita memiliki hubungan negatif dengan tingkat fertilitas. Semakin tinggi tingkat pendidikan wanita, kelahiran anak semakin terbatas - Perkawinan pada usia remaja lebih rentan untuk terjadi perpisahan daripada perkawinan pada usia dewasa - Status sosial-ekonomi seorang wanita memiliki hubungan positif dengan ketidakstabilan rumah tangga. Semakin tinggi status sosial-ekonomi seorang wanita, kerentanan rumah tangga terhadap terjadinya permasalahan semakin besar - Usia kawin pertama dan status perkawinan seorang wanita memiliki pengaruh tidak langsung terhadap fertilitas 11

1.7. Kerangka Pemikiran Pertumbuhan penduduk di Indonesia sangat dipengaruhi oleh faktor keluarga. Dari sebuah keluarga akan tercipta individu- individu baru yang akan membuat laju pertumbuhan penduduk. Di Indonesia sendiri sedang ramai dibicarakan tentang penekanan laju pertumbuhan penduduk melalui program Keluarga Berencana (KB) yang mana program tersebut diharapkan mampu berjalan sesuian dengan yang diharapkan. Perceraian dalam sebuah keluarga tanpa disadari dapat merubah pola pertumbuhan penduduk di Indonesia. Perceraian terjadi karena beberapa faktor. Dari perceraian secara sekilas akan mengurangi atau menghambat laju pertumbuhan penduduk karena pasangan yang telah bercerai tidak memiliki hak untuk menghasilkan keturunan, hal tersebut benar. Namun ketika pasangan yang telah bercerai tersebut melakukan perkawinan lagi dengan orang lain dan memilki anak maka hal tersebut perlu dikaji dan diteliti. Dinamika cerai kawin dalam suatu wilayah meliputi usia kawin pertama, alasan terjadi perceraian, lama bercerai, usia ketika menikah lagi dan alasan menikah lagi, pasti akan memberikan pengaruh terhadap fertilitas. Variabel-variabel yang termasuk dalam dinamika cerai kawin dan nilai anak dalam keluarga menjadi faktor-faktor yang penting bagi seorang wanita apakah akan memiliki anak lagi atau tidak pada perkawinan selanjutnya. Usia pada seorang wanita sangat berpengaruh terhadap peluang untuk memiki anak, ketika seorang wanita yang bercerai dan menikah lagi pada usia yang tidak produktif maka tidak akan mempengaruhi tingkat fertilitas didaerah tersebut namun berbeda jika sebaliknya pernikahan yang kedua tersebut terjadi pada usia produktif memiliki keturunan lagi. Jumlah anak juga merupakan faktor dari seorang wanita dalam memutuskan ingin memiliki anak lagi atau tidak dari suami barunya, ketika dipernikahan sebelumnya telah memiliki anak yang cukup maka kemungkinan untuk memiliki anak lagi akan kecil, sebaliknya jika anak yang diinginkan masih kurang maka peluang memilki anak dari suami baru akan besar. 12

Melihat dari berbagai macam variabel tersebut maka wanita yang telah menikah lagi dapat memutuskan tentang keinginan untuk memiliki keturunan, sehingga fenomena cerai kawin ini dapat berpengaruh terhadap fertilitas di suatu daerah. Wanita bercerai Menikah lagi -Faktor ekonomi - Faktor sosial - Faktor psikologi Tidak menikah lagi Tingka fertilitas Tidak ada fertilitas Punya anak Tidak memiliki anak : Bukan Termasuk dalam Pembahasan Gambar 1.2. Diagram Alir Kerangka Pemikiran 13

1.8. Batasan Istilah Cerai kawin adalah proses dimana seorang wanita yang telah bercerai melakukan perkawinan lagi dengan laki-laki yang berbeda. Dinamika cerai kawin merupakan segala proses perubahan dalam perceraian dan perkawinan di suatu wilayah, meliputi faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jumlah anak adalah total anak yang dilahirkan selama perkawinan. Perceraian adalah berakhirnya suatu hubungan atau ikatan suami istri di dalam rumah tangga dengan tidak melanjutkan hubungan keduanya dan disahkan oleh pemerintah. Perkawinan adalah ikatan antara laki- laki dan perempuan sebagai suami dan istri yang sah dalam membentuk rumah tangga. Usia kawin pertama adalah usia seorang wanita pada saat melakukan perkawinan yang pertama kali. Usia menikah lagi adalah usia seorang wanita pada saat melakukan perkawinan setelah terjadi perceraian. 14