BAB II. Landasan Teori

dokumen-dokumen yang mirip
3. Informasi yang ambigu, menyesatkan atau tidak lengkap yang disampaikan. a. Pendapat kebingungan konsumen atas kemiripan produk

BAB II LANDASAN TEORI

PASAR KONSUMEN. Meet -2. BY.Hariyatno.SE.Mmsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. adalah meningkatnya kinerja perusahaan yang dapat diukur dari peningkatan

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan pengertian jasa menurut beberapa pakar : Definisi jasa menurut Phillip Kotler (Lupiyoadi ; 2006 : 6) :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan sebagai acuan adalah dengan menggunakan penelitian terdahulu.

BAB II LANDASAN TEORI. sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, kualitas, dan merek serta pelayanan dan reputasi penjual.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Dalam kegiatan bisnis selalu ada kompetisi. Perusahaan akan terus

BAB I PENDAHULUAN. jenis produk yang di tawarkan dipasar oleh para pelaku bisnis. Hal ini

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengeluarkan produk-produk terbaru mereka yang berkualitas untuk

HAND OUT PERKULIAHAN. Kelompok Mata Kuliah : Mata Kuliah Lanjutan Nama Mata kuliah : Perencanaan Citra dan Merek

Pertemuan 12 STRATEGI KEPUASAN PELANGGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang sejenis dan merupakan suatu proses psikologis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pemasaran modern. Bauran pemasaran dapat didefinsikan sebagai serangkaian alat

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan pengertian jasa menurut 3 pakar : Definisi jasa menurut Phillip Kotler (Lupiyoadi 2006 : 6):

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan oleh konsumen. Perilaku konsumen didefinisikan sebagai studi

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian peluang pasar menurut Kotler (2008) adalah suatu bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan yang sangat cepat pada teknologi informasi dan. komunikasi telah membawa dan akan terus membawa perubahan yang sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Modul ke: Kewirausahaan 1. Persiapan diri pengusaha muda. Fakultas Informatika. Mappesona, MSc. Program Studi Kewirausahaan.

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. 1. Pengertian Manajemen Pemasaran

BAB 2 LANDASAN TEORI. Menurut Mulyana (2001:167), persepsi adalah proses internal yang

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. mempengaruhi segala aspek perusahaan. Tanpa pemasaran tidak ada satupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan harus dapat memahami keinginan konsumen, sehingga perusahaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam era yang mengglobalisasi ini persaingan menjadi semakin. semarak dan meningkat khususnya dalam dunia bisnis.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Kotler & Keller (2012 : 41) :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nilai yang terkandung didalam produk tersebut. Salah satu nilai yang

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Pemasaran dan Manajemen Pemasaran. Pemasaran adalah kegiatan manusia yang diarahkan untuk memenuhi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. pendukung dan acuan penelitian. Teori-teori ini menjadi bahan rujukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. KERANGKA PEMIKIRAN. yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkosumsi, menghabiskan barang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanggapan yang diinginkan perusahaan dalam pasar sasaran (Kotler,2003).

DEFINISI PEMASARAN DAN BAURAN PEMASARAN. Tugas Individu I Manajemen Pemasaran (MP) Dosen : Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc.

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam mengembangkan sebuah program untuk mencapai pasar yang diinginkan,

Lima level produk : dibeli oleh pelanggan. yang biasanya diharapkan oleh para pembeli ketika membeli produk itu. pelanggan.

BAB II LANDASAN TEORITIS

#### Selamat Mengerjakan ####

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. NIlai, Biaya dan Kepuasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagaimana suatu perilaku terbentuk dan factor apa saja yang mempengaruhi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian Service menurut Gronroos (1990). A SERVICE IS AN ACTIVITY OR SERIES OF ACTIVITY OF MORE OR LESS INTANGIBLE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pasar produk dari perusahaan Indonesia. Di sisi lain, keadaan tersebut

Bab II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. kompetitif dalam menghadapi munculnya pesaing-pesaing lainnya yang. tapi tetap memenuhi permintaan konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. ketatnya persaingan. Masing-masing restoran harus mampu menyediakan

Pertemuan 5 KEBIJAKSANAAN PRODUK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BEBERAPA MODEL KEBUTUHAN KONSUMEN

BAB II LANDASAN TEORI

LANDASAN TEORI. merupakan salah satu kegiatan jual beli yang di dalamnya meliputi kegiatan. penyaluran barang dan jasa dari produsen ke konsumen.

BAB II KERANGKA TEORI. Menurut Tjiptono (2005:56). Semakin beragamnya jumlah dan jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan tersebut (Engel et al

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dewi Kurniawati, Suharyono, Andriani Kusumawati (2014)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Faizah, Nadia Rizqiyatul. & Suryoko, Sri. & Saryadi. Dengan judul Pengaruh

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh perusahaan dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya,

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, membuat perusahaan penyedia alat telekomuniasi (handphone)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Di era industri ini, masyarakat dimanjakan dengan kemudahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Keputusan merupakan suatu pemecahan masalah sebagai suatu hukum situasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Menurut Kotler dan Armstrong (2019:253) produk adalah segala sesuatu yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ini, dengan materi yang berkaitan. Penelitian yang telah dilakukan yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang, banyak institusi pendidikan preschool yang. menyediakan berbagai kegiatan bagi anak-anak balita secara lebih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KERANGKA TEORI. Pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan, bab ini akan memaparkan hasil analisis dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. anything that can be offered to a market to satisfy a want or need. Artinya, produk

Pengaruh Harga dan Kualitas Produk Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen. Nila Wijayanti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh para konsumen dalam memenuhi kebutuhannya. Kualitas yang baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan perpindahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

II. LANDASAN TEORI. Menurut Phillip Kotler (2002:9): Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di

HAND OUT PERKULIAHAN. Kelompok Mata Kuliah : M P B Nama Mata kuliah : Perencanaan Citra dan Merek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Tugas & Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi.

BAB I PENDAHULUAN. bersaing untuk meningkatkan kualitas produk masing-masing. Perubahan konsep

Transkripsi:

11 BAB II Landasan Teori 2.1 Barang 2.1.1 Definisi Barang Barang merupakan produk yang berwujud fisik, sehingga bisa dilihat, diraba/disentuh, dirasa, dipegang, disimpan, dipindahkan, dan perlakuan fisik lainnya (Tjiptono,1997: 98) 2.1.2 Klasifikasi Barang Di tinjau dari aspek daya tahannya, terdapat dua macam barang, yaitu (Tjiptono,1997: 98): 1. Barang Tidak Tahan Lama (Nondurable Goods) Barang tidak tahan lama adalah barang berwujud yang biasanya habis dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali pemakaian. Dengan kata lain, umur ekonomisnya dalam kondisi pemakaian normal kurang dari satu tahun. Contohnya adalah sabun, minuman dan makanan ringan, kapur tulis, gula, garam. Oleh karena barang jenis ini dikonsumsi dengan cepat (dalam waktu singkat) dan frekuensi pembeliannya sering terjadi, maka strategi yang paling tepat adalah menyediakannya di banyak lokasi, menerapkan mark- up yang kecil, dan mengiklankannya secara gencar untuk merangsang orang agar mencobanya dan sekaligus untuk membentuk preferensi.

12 2. Barang tahan lama (Durable Goods) Barang tahan lama merupakan barang terwujud yang biasanya bisa bertahan lama dengan banyak pemakaian (umur ekonomisnya untuk pemakaian normal adalah satu tahun atau lebih). Contohnya antara lain TV, lemari es, mobil, komputer, dan lain-lain. Umumnya jenis barang ini membutuhkan personal selling dan pelayanan yang lebih banyak daripada barang tidak tahan lama, memberikan keuntungan yang lebih besar, dan membutuhkan jaminan/garansi tertentu dari penjualnya. Ditinjau berdasarkan siapa konsumennya dan untuk apa produk tersebut dikonsumsi terdapat dua macam barang yaitu. a. Barang Konsumen Barang konsumen adalah barang yang dikonsumsi untuk kepentingan konsumen akhir sendiri (individu dan rumah tangga), bukan untuk tujuan bisnis. Umumnya barang konsumen dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu convenience goods, shopping goods, speciality goods, dan unsought goods. Klasifikasi ini didasarkan pada kebiasaan konsumen yang berbelanja (Berkowitz, et al. melalui Tjiptono, 1997: 99), yang dicerminkan dalam tiga aspek berikut (a) usaha yang dilakukan konsumen untuk sampai pada suatu keputusan pembelian, (b) atributatribut yang digunakan konsumen dalam pembelian, dan (c) frekuensi pembelian.

13 b. Convenience Goods Convenience goods merupakan barang yang pada umumnya memiliki frekuensi pembelian tinggi (sering dibeli), dibutuhkan dalam waktu segera, dan hanya memerlukan usaha yang minimum (sangat kecil) dalam pembandingan dan pembeliannya. Contohnya antara lain rokok, sabun, pasta gigi, baterai, permen, dan surat kabar. Convenience goods sendiri masih dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu staples, impulse goods, dan emergency goods. 1. Staples adalah barang yang dibeli konsumen secara regular atau rutin, misalnya sabun mandi dan pasta gigi. 2. Impulse goods merupakan barang yang dibeli tanpa perencanaan terlebih dahulu ataupun usaha-usaha mencarinya. Biasanya impulse goods tersedia dan dipajang di banyak tempat yang tersebar, sehingga konsumen tidak perlu repot-repot mencarinya. Contohnya permen, coklat, majalah. Biasanya impulse goods dipajang di dekat counter supermarket. 3. Emergency goods adalah barang yang dibeli bila suatu kebutuhan dirasa konsumen sangat mendesak, misalnya payung dan jas hujan dimusim hujan. c. Shopping Goods Shopping Goods adalah barang-barang yang dalam proses pemilihan dan pembeliannya dibandingkan oleh konsumen di antara

14 berbagai alternatif yang tersedia. Kriteria perbandingan tersebut meliputi harga, kualitas, dan model masing-masing barang. Contohnya alat-alat rumah tangga, pakaian, dan furniture. Shopping goods terdiri atas dua jenis, yaitu homogeneous shopping goods dan heterogeneous shopping goods. 1. Homogeneous shopping goods merupakan barang-barang yang oleh konsumen dianggap serupa dalam hal kualitas tetapi cukup berbeda dalam harga. Dengan demikian konsumen berusaha mencari harga yang termurah dengan cara membandingkan harga di satu toko dengan toko lainnya. Contohnya adalah tape recorder, TV dan mesin cuci. 2. Heterogeneous shopping goods adalah barang-barang yang aspek karakteristik atau ciri-cirinya (features) dianggap lebih penting oleh konsumen daripada aspek harganya. Dengan kata lain, konsumen mempersepsikannya berbeda dalam hal kualitas dan atribut. Contohnya perlengkapan rumah tangga, mebel, dan pakaian. d. Specialty Goods Specialty Goods adalah barang-barang yang memiliki karakteristik dan/atau identifikasi merek yang unik di mana sekelompok konsumen bersedia melakukan usaha khusus untuk membelinya. Umumnya jenis barang specialty terdiri atas barang-barang mewah dengan merek dan model spesifik, seperti mobil Lamborghini, pakaian yang dirancang oleh

15 perancang terkenal (misalnya Christian Dior dan Versace), kamera Nikon, dan lain-lain. e. Unsought goods Unsought goods merupakan barang-barang yang tidak diketahui oleh konsumen dan sudah diketahui, tetapi pada umumnya belum terpikirkan untuk membelinya. Ada dua jenis unsought goods, yaitu regularly unsought goods dan new unsought goods. 1. Regularly unsought goods adalah barang-barang yang sebetulnya sudah ada dan diketahui oleh konsumen, tetapi tidak terpikirkan untuk membelinya. Contohnya ensiklopedia, asuransi jiwa, batu nisan, tanah kuburan. 2. New unsought goods adalah barang yang benar-benar baru dan sama sekali belum diketahui oleh konsumen. Jenis barang ini merupakan hasil inovasi dan pengembangan produk baru, sehingga belum banyak konsumen yang mengetahuinya. Setiap perusahaan perlu memahami bahwa kriteria suatu produk termasuk jenis yang mana, tergantung pada masing-masing individu. Anna mungkin menganggap TV sebagai shopping goods, sehingga untuk membeli TV ia akan mendatangi beberapa toko sebelum memutuskan untuk membeli TV merek apa. Akan tetapi, bagi Elly mungkin TV merupakan specialty goods dan ia hanya mau membeli TV Sony.

16 Klasifikasi produk terhadap suatu barang konsumen dapat berubah seiring dengan semakin lamanya suatu barang tersedia di pasar. Sebagai contoh, pada waktu diperkenalkan, tape recorder Sony merupakan barang specialty. Saat ini dengan semakin banyaknya merek-merek lainnya, tape recorder sudah merupakan shopping goods bagi berbagai kelompok masyarakat. 2.2 Kualitas Barang 2.2.1 Definisi Kualitas Barang Definisi kualitas menurut Jay Heizer dan Barry Render (2006: 252) adalah Kemampuan suatu produk atau jasa dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Definisi kualitas menurut American Society for Quality (Jay Heizer dan Barry Render,2006: 252) adalah sebagai berikut Keseluruhan fitur dan karakteristik produk atau jasa yang mampu memuaskan kebutuhan baik terlihat atau yang tersamar. 2.2.2 Dimensi Kualitas Barang Kualitas produk merupakan hal yang penting bagi konsumen. Kualitas produk/barang ditentukan melalui dimensi-dimensinya. Garvin; Peppard dan Rowland (Tjiptono,1997:25) menyusun dimensi pokok yang menjadi faktor utama penentu kualitas produk sebagai berikut: a. Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti (core product) yang dibeli, misalnya kecepatan, konsumsi bahan bakar, jumlah

17 penumpang yang dapat diangkut, kemudahan dan kenyamanan dalam mengemudi, dan sebagainya. b. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), karakteristik sekunder atau pelengkap, misalnya kelengkapan interior dan eksterior seperti dash board, AC, sound system, door lock system, power steering, dan sebagainya. c. Keandalan (reliability), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai, misalnya mobil tidak sering ngadat/macet/rewel/rusak. d. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specification), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya standar keamanan dan emisi terpenuhi, seperti ukuran as roda untuk truk tentunya harus lebih besar daripada mobil sedan. e. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur ekonomis penggunaan mobil. Umumnya daya tahan mobil buatan Amerika atau Eropa lebih baik daripada mobil buatan Jepang. f. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, kemudahan direparasi serta penanganan keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan tidak terbatas hanya sebelum penjualan, tetapi juga selama proses penjualan hingga purna jual, yang juga mencakup pelayanan reparasi dan ketersediaan komponen yang dibutuhkan.

18 g. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera, misalnya bentuk fisik mobil yang menarik, model/desain yang artistik, warna, dan sebagainya. h. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya. Biasanya karena kurangnya pengetahuan pembeli akan atribut/ciri-ciri produk yang akan dibeli, maka pembeli mempersepsikan kualitasnya dari aspek harga, nama merek, iklan, reputasi perusahaan, maupun negara pembuatnya. Umumnya orang akan menganggap merek Mercedez, Roll Royce, Porsche, dan BMW sebagai jaminan mutu. 2.3 Brand 2.3.1 Pengertian Brand Merk adalah istilah, tanda, symbol atau rancangan atau kombinasi dari semua yang dimaksudkan untuk mengenali produk atau jasa dari seseorang atau beberapa kumpulan sifat, manfaat dan jasa spesifik secara konsisten kepada pembeli (Rangkuti,2002:2) 2.3.2 Persepsi Persepsi didefinisikan sebagai proses yang dilalui seseorang dalam memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasikan informasi tersebut, seseorang akan memberi makna atau arti dalam bentuk pendapat tentang obyek, benda, orang, dan

19 situasi tertentu. (menurut Kotler dan Amstrong, 2007, p.70). Dengan demikian persepsi pelanggan dapat diartikan sebagai pernyataan pendapat pelanggan tentang suatu obyek benda, orang dan situasi tertentu. 2.3.3 Brand Perceived Quality Brand Perceived Quality (Kualitas Merk yang Dipersepsikan) adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas suatu merek produk. Brand perceived quality dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas dari suatu merek produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan pelanggan (Durianto, dkk,2001:96). Brand Perceived Quality merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas, dan keunggulan suatu produk. 2.4 Word of Mouth 2.4.1Pengertian word of mouth Berikut ini 3 definisi dari word of mouth menurut beberapa ahli Definisi dari word of mouth menurut Tjiptono (2002: 29) adalah sebagai berikut: Word of mouth merupakan pernyataan (secara personal atau non personal) yang disampaikan oleh orang lain selain organisasi (service provider) kepada pelanggan.

20 Definisi dari word of mouth menurut Rosen (2004: 8) adalah sebagai berikut. Word of mouth adalah semua komunikasi dari mulut ke mulut mengenai suatu merk. Word of mouth adalah jumlah komunikasi dari mulut ke mulut mengenai produk, jasa atau perusahaan tertentu di setiap tahap pada waktu tertentu. Definisi word of mouth menurut Thurau dan Walsh (2003: 12) adalah sebagai berikut. Word of mouth adalah semua komunikasi informal yang diarahkan kepada pelanggan lain mengenai kepemilikan, penggunaan atau karakteristik atas suatu produk. Berdasarkan tiga definisi word of mouth di atas maka dapat disimpulkan bahwa word of mouth adalah suatu bentuk komunikasi perseorangan yang bertujuan untuk menginformasikan atau mempengaruhi orang lain untuk menggunakan produk atau jasa dari suatu organisasi tertentu. Word of mouth ini biasanya lebih cepat diterima oleh pelanggan karena yang menyampaikannya adalah mereka yang dapat dipercayainya. Di samping itu, word of mouth juga cepat diterima sebagai referensi karena pelanggan jasa biasanya sulit mengevaluasi jasa yang belum pernah dibelinya ataupun dirasakannya sendiri.

21 2.4.2 Karakteristik Word of Mouth Word of mouth seringkali disebut juga dengan sebutan iklan secara gratis (free advertising). Banyak pihak yang menganggap bahwa Word of mouth adalah iklan. Menurut Buttle (1998), Swan dan Oliver (1989), Word of mouth dan iklan adalah dua hal yang berbeda. Iklan dapat diartikan sebagai berbagai bentuk presentasi nonpersonal atas ide, produk atau jasa yang dibiayai oleh pihak sponsor (perusahaan), sedangkan Word of mouth lebih ditekankan pada hubungan personal antar pelanggan dengan pelanggan lain yang didasari atas pengalaman terhadap suatu produk yang dikomunikasikan ke pelanggan lain. Terkadang Word of mouth dilakukan dengan cara memberi imbalan kepada orang yang melakukannya atau dilakukan melalui media elektronik, terkadang pula Word of mouth juga dilakukan secara sukarela oleh konsumen karena merasa puas atauypun karena tidak puas atas kinerja dari produk atau jasa. Untuk mempermudah membedakan antara iklan (advertising) dan Word of mouth, maka Word of mouth dapat diidentifikasikan berdasarkan karakteristik yang dimiliknya. Buttle (1998:21), menyebutkan bahwa Word of mouth memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Valence Dari sudut pandang pemasar, Word of mouth dapat bersifat positif dan negatif. Word of mouth yang bersifat positif terjadi ketika konsumen merasa puas dengan kinerja dari produk atau jasa, sedangkan Word of

22 mouth yang bersifat negatif dapat terjadi ketika konsumen merasa kecewa dengan kinerja dari produk ataupun jasa. 2. Focus Perusahaan tidak hanya berusaha menciptakan Word of mouth di antara pelanggan saja, tapi juga berusaha menciptakan Word of mouth pada perantara, supplier, dan referral. 3. Timing Referral Word of mouth dapat terjadi pada sebelum dan sesudah pembelian. Word of mouth dapat berfungsi sebagai sumber informasi yang penting pada saat proses pra-pembelian, Hal ini disebut sebagai input Word of mouth. Pelanggan dapat pula melakukan Word of mouth setelah proses pembelian atau setelah mendapatkan pengalaman setelah mengkonsumsi suatu produk atau jasa, hal ini disebut dengan output Word of mouth. 4. Solicitations Tidak semua Word of mouth berasal dari pelanggan, Word of mouth dapat saja dirawarkan tanpa ataupun dengan permohonan, dan hal itu dapat saja terlihat. Bagaimanapun juga ketika informasi dari pihak yang berwenang atau resmi terlihat, pendengar akan mencari input dari opinion leader atau pemberi pengaruh. 5. Intervention Walaupun Word of mouth dapat secara langsung dilakukan oleh pelanggan, tapi perusahaan tidak lantas membiarkan Word of mouth

23 terjadi dengan sendirinya, Perusahaan secara pro-aktif melakukan intervensi untuk merangsang dan mengelola aktivitas Word of mouth. Mengelola Word of mouth dapat dilakukan dalam tingkatan individu dan organisai. Individual dapat saja menjadi pihak yang melakukan aktivitas Word of mouth atau sebagai pihak penerima lantas mengiktui pesan yang disampaikan di dalam Word of mouth. 2.4.3 Kekuatan dari Word of Mouth Menurut Kaplanidou dan Vogt (2001:2), terdapat beberapa alasan yang membuat word of mouth sebagai suatu sumber informasi yang kuat, yakni sebagai berikut: 1. Word of mouth adalah sumber informasi yang jujur dan independen. Hal ini ketika Word of mouth berasal dari sumber informasi yang diberikan akan menjadi terpercaya, dikarenakan orang tersebut tidak memiliki keterhubungan dengan perusahaan atau produk. 2. Word of mouth menjadi sumber informasi yang kuat karena Word of mouth memberikan gambaran yang sebenarnya mengenai suatu produk, jasa atau hal yang lain yang berasal dari pengalaman orang lain. 3. Word of mouth hanya disesuaikan kepada orang yang tertarik untuk mendengarkannya. Dengan kata lain orang tidak akan bergabung untuk ikut memperbincangkan suatu hal yang tidak menarik perhatiannya. 4. Word of Mouth tidak dibatasi oleh keadaan keuangan, keadaan sosial, waktu, atau hambatan fisik lainnya.

24 Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, secara umum menarik kesimpulan bahwa Word of mouth memberikan pengaruh yang lebih besar dibandingkan sumber informasi yang dikendalikan oleh pemasar lainnya. Seperti yang diungkapkan oleh Hair, et al., (1998), Word of mouth menunjukkan pengaruhnya pada berbagai kondisi seperti kesadaran (awareness), pengharapan, persepsi, sikap, dan perilaku. Buttle (1998) menyatakan bahwa pada bidang jasa profesional Word of mouth memiliki efek empati yang lebih besar pada saat pengambilan keputusan pembelian dibandingkan dengan sumber pengaruh lainnya. 2.5 Hipotesis Berdasarkan teori-teori yang digunakan sebagai landasan dalam penelitian skripsi ini, maka dapat dirumuskan beberapa hipotesis penelitian yang berkaitan dengan variabel-variabel yang diteliti, yakni Kualitas Produk, Brand Perceived Quality, Word of Mouth, dan Karakteristik Responden Hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: H1: Brand Perceived Quality memediasi sebagian hubungan kausal penilaian perseptif harga & kualitas produk (kinerja, feature, kehandalan, kesesuaian dengan spesifikasi, daya tahan, serviceability, estetika, fit & finish) dengan kesediaan untuk melakukan WOM Tingkat Brand Perceived Quality dipengaruhi oleh penilaian perseptif kualitas produk. Apabila Brand Perceived Quality terbentuk, maka akan mendorong pengguna jasa untuk melakukan WOM kepada orang lain. Namun

25 demikian, tingkat harga & kualitas produk yang dinilai baik/bagus dapat pula secara langsung mendorong pengguna produk untuk melakukan komunikasi WOM kepada orang lain. Oleh karena itu, dapat diduga bahwa Brand Perceived Quality memediasi sebagian hubungan kausal penilaian perseptif harga & kualitas produk (kinerja, feature, kehandalan, kesesuaian dengan spesifikasi, daya tahan, serviceability, estetika, fit & finish) dengan kesediaan untuk melakukan WOM. Untuk menguji H1, maka diperlukan pengujian atas H1a, H1b, dan H1c berikut ini: H1a: Penilaian perseptif kualitas produk (kinerja, feature, kehandalan, kesesuaian dengan spesifikasi, daya tahan, serviceability, estetika, fit & finish, price/harga) berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kesediaan untuk melakukan WOM Apabila tingkat harga & kualitas produk dinilai baik/bagus maka hal ini akan mendorong pengguna produk untuk memberitahukan pengalamannya tersebut kepada orang lain. Oleh karena itu, dapat diduga bahwa penilaian perseptif kualitas produk berpengaruh secara positif signifikan terhadap WOM. H1b: Penilaian perseptif harga & kualitas produk (kinerja, feature, kehandalan, kesesuaian dengan spesifikasi, daya tahan, serviceability, estetika, fit & finish)) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Brand Perceived Quality Apabila tingkat harga & kualitas produk dinilai baik/bagus atau memberikan nilai positif terhadap pengguna produk tersebut, maka akan mendorong mereka sehingga menjadi lebih percaya terhadap merek tersebut. Oleh

26 karena itu dapat diduga bahwa penilaian perseptif harga & kualitas produk berpengaruh positif signifikan terhadap Brand Perceived Quality. H1c: Penilaian perseptif harga & kualitas produk (kinerja, feature, kehandalan, kesesuaian dengan spesifikasi, daya tahan, serviceability, estetika, fit & finish) dan Brand Perceived Quality berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesediaan untuk melakukan komunikasi WOM Brand Perceived Quality yang juga menunjukkan kesediaan atau kemauan didalam menghadapi resiko yang berhubungan dengan merek dari pelayanan yang dipilih (dibeli), didasarkan pada harapan agar merek memberikan hasil positif dan menguntungkan (Lau dan Lee, 1999:343). Apabila Brand Perceived Quality terbentuk dan positif, demikian pula kualitas produk yang diterima dirasakannya memuaskan, maka akan mendorongnya untuk memberitahukan pengalamannya tersebut kepada orang lain. Oleh karena itu, dapat diduga bahwa penilaian perseptif harga & kualitas produk dan Brand Perceived Quality berpengaruh positif dan signifikan terhadap WOM. H2a: Brand Perceived Quality memperkuat (memoderasi) hubungan kausal harga & kualitas produk (kinerja, feature, kehandalan, kesesuaian dengan spesifikasi, daya tahan, serviceability, estetika, fit & finish) dengan kesediaan untuk melakukan komunikasi WOM Misal responden yang menaruh kepercayaan terhadap HP qwerty China. Kelompok yang menaruh kepercayaan terhadap HP qwerty China, dimungkinkan memberikan penilaian perseptif harga & kualitas produk (kinerja, feature, kehandalan, kesesuaian dengan spesifikasi, daya tahan, serviceability,

27 estetika, fit & finish) yang berbeda dengan kelompok yang tidak menaruh kepercayaan terhadap HP qwerty China. Oleh sebab itu, pengaruh terhadap kesediaan untuk melakukan komunikasi WOM juga diduga berbeda yakni pengaruhnya lebih kuat pada kelompok yang menaruh kepercayaan terhadap HP qwerty China. Semakin percaya responden itu terhadap suatu merek maka pengaruh penilaian perseptif harga & kualitas produk (kinerja, feature, kehandalan, kesesuaian dengan spesifikasi, daya tahan, serviceability, estetika, fit & finish) terhadap WOM semakin besar. H2b: Karakteristik responden tertentu memperkuat (memoderasi) hubungan kausal penilaian perseptif harga & kualitas produk (kinerja, feature, kehandalan, kesesuaian dengan spesifikasi, daya tahan, serviceability, estetika, fit & finish) dengan kesediaan pengguna produk untuk melakukan komunikasi WOM. Misal, karakteristik responden pemilik merek HP tertentu. Kelompok yang menganggap bahwa tipe HP itu penting, mempunyai kriteria kepuasan yang berbeda dengan kelompok yang menganggap bahwa tipe dan merek HP itu tidak penting. Oleh sebab itu, pengaruhnya terhadap kesediaan melakukan komunikasi WOM juga diduga berbeda antara yang menganggap itu penting dengan yang tidak penting.

28 H2c: Karakteristik responden tertentu memperkuat (memoderasi) hubungan kausal harga & kualitas produk (kinerja, feature, kehandalan, kesesuaian dengan spesifikasi, daya tahan, serviceability, estetika, fit & finish) dengan Brand Perceived Quality Misal karakteristik responden penilaian mengenai Nilai Sosial. Kelompok yang menilai bahwa Nilai Sosial yaitu diakui di lingkungan sosialnya penting, dimungkinkan mempunyai kriteria kepuasan yang berbeda dengan kelompok yang menilai bahwa Merek HP itu tidak penting, demikian pula dalam hal penilaian perseptif kualitas produk. Oleh sebab itu, pengaruhnya terhadap terciptanya Brand Perceived Quality pada diri responden juga diduga berbeda, dan diduga pula pengaruhnya lebih kuat pada responden yang menilai penting. H2d: Karakteristik responden tertentu memperkuat (memoderasi) hubungan kausal Brand Perceived Quality dengan kesediaan untuk melakukan komunikasi WOM Misal karakteristik responden yang menganggap bahwa merek HP itu penting. Kelompok yang menganggap bahwa merek HP itu penting, dimungkinkan mempunyai Brand Perceived Quality yang berbeda dengan kelompok yang menganggap bahwa merek HP itu tidaklah penting. Oleh sebab itu, pengaruhnya terhadap kesediaan untuk melakukan komunikasi WOM juga diduga berbeda. Pengaruh Brand Perceived Quality terhadap WOMnya diduga lebih kuat pada kelompok yang menganggap bahwa merek itu penting untuk dipertimbangkan. Semakin penting merek itu dipertimbangkan ketika membeli HP maka pengaruh Brand Perceived Quality terhadap WOM semakin besar.

29 H3: Terdapat perbedaan penilaian perseptif harga & kualitas produk (kinerja, feature, kehandalan, kesesuaian dengan spesifikasi, daya tahan, serviceability, estetika, fit & finish), Brand Perceived Quality, dan WOM jika ditinjau dari perbedaan karakteristik responden Responden dengan karakteristik yang berbeda dapat diduga memiliki penilaian baik/buruk mengenai harga & kualitas produk, Brand Perceived Quality, dan kesediaan untuk melakukan komunikasi WOM yang berbeda, misalnya dari aspek harga HP qwerty China. Mereka yang menilai HP Qwerty China lebih murah membuat kesediaan mereka untuk melakukan WOM lebih tinggi. Contoh lain, misalnya perbedaan karakteristik dari aspek model HP, antara pengguna produk yang menilai penting dan yang menilai tidak penting. dapat diduga bahwa pengguna produk yang menilai bahwa model HP penting, akan memiliki penilaian perseptif harga & kualitas produk, Brand Perceived Quality dan kesediaan untuk melakukan komunikasi WOM yang berbeda dengan pengguna produk yang menilai tidak penting. Hal ini dimungkinkan karena perbedaan penilaian perseptif harga & kualitas produk (kinerja, feature, kehandalan, kesesuaian dengan spesifikasi, daya tahan, serviceability, estetika, fit & finish) berarti pula terjadi perbedaan persepsi yang membentuk Brand Perceived Quality yang mendorong untuk melakukan komunikasi WOM.

30 2.6 Model Penelitian Berdasarkan tinjauan teori atas variabel-variabel penelitian ini maka hubungan hubungannya dapat digambarkan sebagai berikut: 1.Kualitas Produk Performance Feature Reliability Conformance Durability Serviceability Aesthetic Fit and Finish 2. Price/Harga Brand Perceived Quality Karakteristik Personal Responden Word of Mouth Communication Gambar 2.6.1