I. PENDAHULUAN. sebagai penyelenggara pemerintahan dan pelayanan publik. Hal ini sesuai

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Sejak jatuhnya pemerintahan Orde Baru dan digantikan dengan gerakan

ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Auditor merupakan profesi yang mendapat kepercayaan dari publik untuk

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG

I. PENDAHULUAN. terdiri dari pejabat negara dan pegawai negeri untuk menyelenggarakan tugas

ASAS DAN PRINSIP PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia sampai dengan saat ini telah memasuki tahun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN ANGGARAN PUSAT LINGKUP KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SULAWESI BARAT BULAN OKTOBER TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Instansi pemerintah secara umum berperan dalam pemberian. pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan bidangnya masing-masing

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN ANGGARAN PUSAT LINGKUP KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SULAWESI BARAT BULAN AGUSTUS TAHUN 2014

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Asas Dekonsentrasi dan Asas Tugas Pembantuan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN DANA DEKONSENTRASI

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN ANGGARAN PUSAT LINGKUP KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SULAWESI BARAT BULAN SEPTEMBER TAHUN 2014

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2089, 2014 ANRI. Dana Dekonsentrasi. Kegiatan. Pelaksanaan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penelitian. Dalam penyelengaraan otonomi daerah, pemerintah diberikan

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 2008 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP DEPARTEMEN DALAM NEGERI TAHUN 2009

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari yang semula terpusat menjadi

BAB II DASAR TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Pengertian Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. No 23 Tahun 2014 BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN DANA DEKONSENTRASI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tata kelola yang baik (good governance),

Bab 1. Pendahuluan. baik. Penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari perannya yang khusus di masyarakat.

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN ANGGARAN PUSAT LINGKUP KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SULAWESI BARAT BULAN DESEMBER TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Terjadinya krisis multi dimensi di Indonesia menyadarkan masyarakat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

BAB I PENDAHULUAN. pagu anggaran yang dapat direalisasikan dapat mencerminkan berjalannya fungsi-fungsi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan kemandirian. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 Angka 5 memberikan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Keberadaan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara ( KPPN) Bandar

BAB I PENDAHULUAN. era baru dengan dijalankannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. organisasi (Hasibuan, 2011:10). Walaupun suatu organisasi telah memiliki visi,

LAPORAN KINERJA PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

multiplier effect bagi indikator lainnya. Misalnya pencapaian kinerja yang cukup tinggi

Sinergi DPD- RI dan Pemda Dalam Penyusunan APBD Pro- Rakyat

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN ANGGARAN PUSAT LINGKUP KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SULAWESI BARAT BULAN NOVEMBER TAHUN 2014

TINJAUAN TERHADAP TATA CARA PEMBERIAN DAN PEMANFAATAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

RINGKASAN EKSEKUTIF. Halaman ii

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan gerak yang tidak dapat dibendung akibat sistem penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DALAM RANGKA MEWUJUDKAN KESEIMBANGAN ALOKASI BELANJA PEGAWAI DAN BELANJA PUBLIK. Oleh: DIREKTUR JENDERAL KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Perangkat Daerah dalam lingkungan Pemerintah kabupaten Karanganyar

-2- Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3455); 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Perbendaharaan Negara (Lembaga N

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya penyelenggaraan Otonomi Daerah menyebabkan terjadinya

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM INFORMASI KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan aspirasi masyarakat dalam rangka meningkatkan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. penerapan sistem pertanggung jawaban yang tepat, jelas, terukur, dan legitimate

S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 42 TAHUN No. 42, 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN ANGGARAN PUSAT LINGKUP KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SULAWESI BARAT BULAN PEBRUARI TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai negara,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di berbagai aspek kehidupan. Salah satu dari perubahan tersebut adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK

Kebijakan Pemerintah Daerah VII-2

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan oleh stakeholders atas pengelolaan keuangan negara/daerah. Bentuk

1 UNIVERSITAS INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BREBES

- 1 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 46 / PMK.02 / 2006 TENTANG TATA CARA PENYAMPAIAN INFORMASI KEUANGAN DAERAH MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM INFORMASI KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BREBES

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH. PLUT. KUMKM. Program. Pedoman.

Daftar Tabel Data Fiskal Regional Kanwil Ditjen Perbendaharaan

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah dambaan semua daerah maupun Negara.

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan Pemerintah kabupaten Karanganyar yang berkedudukan

BAB I PENDAHULUAN. yang membawa kepada suatu perubahan adalah reformasi hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia telah melewati serangkain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintahan Daerah di era otonomi daerah harus mampu menampilkan profesionalitas, etos kerja tinggi, keunggulan kompetitif dan kemampuan memegang teguh etika birokrasi dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara pemerintahan dan pelayanan publik. Hal ini sesuai dengan tuntutan masyarakat terhadap terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan dengan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Tata kelola pemerintahan yang baik dapat terwujud apabila didukung oleh pegawai yang memiliki profesionalitas tinggi yang mengedepankan aspek akuntabilitas dalam setiap pelaksanaan tugas-tugasnya. Akuntabilitas ini sangat diperlukan dalam kaitannya dengan penggunaan keuangan pemerintah (negara), sehingga potensi pemborosan anggaran akan dapat diminimalisasi. Akuntabilitas publik pada hakikatnya merupakan standar professional yang harus dicapai atau dilaksanakan aparat pemerintah dalam memberikan pelayanan dengan daya tanggap yang tinggi sesuai aspirasi masyarakat secara bertanggungjawab atas pelaksanaan tugas-tugasnya.

2 Akuntabilitas publik tersebut dapat terlaksana apabila pegawai memiliki profesionalitas dalam bekerja. Profesionalitas kerja sangat tergantung pada kemampuan dan kompetensi seseorang dalam melakukan pekerjaan menurut bidang tugas dan tingkatan masing-masing. Hasil dari pekerjaan itu lebih ditinjau dari segala segi sesuai dengan porsi, obyek, bersifat terus menerus dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun serta jangka waktu penyelesaian pekerjaan yang relatif singkat. Profesionalitas pegawai pemerintahan ini sejalan dengan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yang menyebutkan: Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur pegawai negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan Pada tataran tersebut, pendekatan manajemen sumber daya manusia yang berbasis pada perkembangan pengetahuan merupakan salah satu pilar penting, karena manajemen pengelolaan sumber daya manusia dapat dipandang sebagai pendekatan baru secara komparatif terhadap manajemen personalia yang memandang orang sebagai sumber daya kunci (Susanto, 2000: 12).

3 Kesiapan sumber daya pegawai pemerintah daerah dalam pelaksanaan wewenang dari daerah merupakan suatu tuntutan profesionalitas pegawai pemerintah yang berarti memiliki kemampuan pelaksanaan tugas, adanya komitmen terhadap kualitas kerja, dedikasi terhadap kepentingan masyarakat sebagai pihak yang dilayani oleh pemerintah daerah. Hal ini sesuai dengan pendapat M. Irfan Islamy (2000:12), apabila kepentingan publik adalah sentral, maka menjadikan administrator publik sebagai profesional yang proaktif adalah mutlak, yaitu administrator publik yang selalu berusaha meningkatkan responsibilitas obyektif dan subyektifnya serta meningkatkan aktualisasi dirinya. Pengelolaan keuangan daerah harus dilaksanakan secara professional, terbuka, dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, yang diwujudkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Landasan hukum pengelolaan keuangan negara termasuk di dalamnya pengelolaan keuangan daerah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan negara. Ketentuan mengenai pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN dan APBD ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Pelaksanaan Undang-undang Keuangan negara dan Perbendaharaan Negara ini selain menjadi acuan dalam reformasi manajemen keuangan negara, sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh landasan pelaksanaan

4 desentralisasi dan otonomi daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sesuai dengan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara, sebagian kekuasaan Presiden diserahkan kepada Gubernur/Bupati/Walikota selaku pengelola keuangan daerah. Suatu daerah akan dapat menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri jika memiliki sumber-sumber keuangan yang memadai. Hal di atas sesuai dengan pendapat Josef Riwo Kaho (2005: 65), bahwa salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri adalah kemampuan self supporting dalam bidang keuangan. Keuangan daerah memiliki posisi yang amat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagaimana dinyatakan bahwa: Pemerintahan daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan, pembangunan dan keuangan inilah yang merupakan salah satu kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri. Dana pembangunan daerah berasal dari dua sumber yaitu dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Kelancaran pembangunan daerah sangat tergantung dari dua sumber pendanaan pembangunan tersebut.

5 Penyaluran dana pembangunan yang bersumber dari APBN dikelola oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN), yang dikelola oleh KPPN Wilayah Bandar Lampung. Sumber dana pembangunan yang bersumber dari APBD berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU). Penelitian ini difokuskan pada penyaluran dana APBN dari pemerintah pusat kepada Provinsi Lampung, adapun data distribusi atau penyebaran dana APBN Provinsi Lampung pada tahun 2012 yang diperuntukkan bagi kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh SKPD yang ada di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Lampung tersaji dalam Tabel 1: Tabel 1. Alokasi Dana APBN Provinsi Lampung Tahun 2012 No Asal Dana Tahun 2012 (Milyar) DK TP UB 1 2 3 4 5 1. Dalam Negeri 38,87 2,87 322,18 2. Pertanian 83,47 227,03-3. Perindustrian 3,180 - - 4. ESDM 0,74 - - 5. Pendidikan 467,28 0,71-6. Kesehatan 22,67 23,41-7. Nakertrans 16,64 26,31-8. Sosial 18,41 0,93-9. Kehutanan 7,68 - - 10. Kelautan & Perikanan 9,81 17,48-11. Pekerjaan Umum 6,61 50,72 22,05 12. Budaya & Pariwisata 2 1,50-13. Lingkungan Hidup 6,40 - - 14. Koperasi & UKM 3,65 - - 15. Perpustakaan 3,25 - - 16. BKPM 0,50 - - 17. Arsip nasional 0,01 - - 18. Perdagangan 2,16 20,00-19. Pemuda & OR 7,2 - Sumber : KPPN VII Bandar Lampung, 2012. Keterangan: DK= Dekonsentrasi, TP= Tugas Pembantuan, UB= Urusan Bersama

6 Selain penyaluran dana bagi SKPD di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Lampung, dana APBN juga disalurkan bagi instansi vertikal (Kantor Daerah dan Kantor Pusat). Adapun jumlah dana bagi Satuan kerja Kantor Daerah adalah sebesar 4,75 Trilyun dan 1,68 Trilyun. Dana APBN merupakan penyumbang yang besar bagi pendanaan pembangunan daerah Provinsi Lampung. Evaluasi penyaluran dana APBN tersebut dilakukan dalam empat Triwulan setiap tahunnya. Mengingat besarnya peran APBN bagi pembangunan, maka sudah seharusnya penyaluran dana berjalan lancar, tetapi pada kenyataannya penyaluran dana pada Triwulan I dan Triwulan II berjalan tersendat, bahkan sampai Triwulan III sehingga terjadi penumpukan di akhir tahun Anggaran. Penumpukan di akhir tahun anggaran memicu pelaksanaan pembangunan yang kurang efektif. Gambaran kondisi penyaluran dana APBN Provinsi Lampung tersaji pada tabel 2 berikut: Tabel 2. Realisasi Penyaluran Dana Pembangunan APBN Provinsi Lampung oleh KPPN VIII Wilayah Provinsi Lampung Tahun 2011 2012 TAHUN TOTAL DIPA (000) TW I TW II TW III TW IV 2011 4.400.567.301 7,5 24,69 48,40 78,10 2012 4.893.671.568 10,5 32,77 56,17 94,81 Sumber : KPPN VII Bandar Lampung, 2013. Berdasarkan data pada tabel di atas, maka diketahui bahwa tingkat penyerapan anggaran APBN di wilayah Provinsi Lampung oleh Satuan

7 kerja Perangkat Daerah (SKPD) mulai dari Triwulan I sampai dengan Triwulan III sangat rendah. Rendahnya penyerapan anggaran ini merupakan permasalahan penelitian (problem research), karena penyerapan anggaran mulai dari Triwulan I sampai dengan Triwulan III seharusnya tinggi atau di atas 75%. Rendahnya penyerapan anggaran tersebut dapat berkaitan dengan belum optimalnya profesionalitas pegawai. Hal ini menunjukkan pelaksanaan pembangunan di Provinsi Lampung terjadi penumpukan di akhir tahun atau pada Triwulan IV setiap tahunnya. Secara teoritis penyaluran dana pembangunan wilayah seyogyanya pada setiap tahunnya terbagi rata pada setiap termin pembangunan atau setiap triwulannya. Pada setiap triwulan sebesar 25%, sehingga pada akhir tahun atau triwulan IV secara akumulatif mencapai 100% seperti tercermin pada Tabel 3 berikut: Tabel 3. Pembagian Realisasi Penyaluran Dana Pembangunan APBN setiap Triwulan TOTAL PAGU DIPA TW I TW II TW III TW IV 100 % 25 50 75 100 Sumber : KPPN VII Bandar Lampung, 2013. Berdasarkan data pada tabel di atas maka diketahui bahwa apabila penyaluran sumber dana APBN tidak terjadi penumpukan pembangunan di akhir tahun, pembangunan akan berjalan lebih lancar. Penumpukkan dana diakhir tahun diduga menjadi penyebab pelaksanaan pembangunan tidak efektif dan efisien karena akan terkendala waktu.

8 Pembangunan fisik akan juga dipengaruhi oleh faktor lain yang dapat menggangu kelancaran dan kualitas pembangunan yaitu faktor cuaca, di mana wilayah di negara tropis akan memasuki musim penghujan. Tingkat penyerapan yang rendah ini menjadi trend di setiap awal tahun anggaran. Hal ini memerlukan kajian untuk mengetahui sumber penyebab rendahnya tingkat penyerapan anggaran yang tidak terdidistribusi secara sempurna pada setiap awal tahun (TW 1, TW II dan TW III ). Tingkat penyerapan anggaran pembangunan sangat ditentukan oleh profesionalitas pegawai penyelenggara negara, baik di Pemerintah Daerah Provinsi Lampung maupun di KKPN Wilayan Bandar Lampung. Profesionalitas yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada pendapat Mulyasa (2006: 40), bahwa profesionalitas kerja terdiri dari keterampilan, pendidikan, pelatihan, otonomi kerja dan kode etik. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis akan melakukan penelitian untuk mengkaji lebih lanjut mengenai profesionalitas pegawai KPPN Wilayah Bandar Lampung dalam penyaluran dana APBN di Provinsi Lampung. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah profesionalitas pegawai KPPN Wilayah Bandar Lampung dalam penyaluran dana APBN di Provinsi Lampung?

9 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profesionalitas pegawai KPPN Wilayah Bandar Lampung dalam penyaluran dana APBN di Provinsi Lampung. D. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi pengembangan ilmu mengetahuan khususnya ilmu pemerintahan dalam mengkaji tentang proses kelancaran pendanaan pembangunan di Provinsi Lampung. 2. Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan berguna sebagai kontribusi bagi pegawai KPPN Bandar Lampung dalam meningkatkan profesionalitas di bidang pengelolaan keuangan daerah di Provinsi Lampung. Selain itu diharapkan bermanfaat bagi pihakpihak yang membutuhkan informasi mengenai profesionalitas pegawai pemerintah KPPN dalam pengelolaan Keuangan Daerah di era otonomi daerah.