PENTINGNYA PENELITIAN DETIL DI CEKUNGAN BATURETNO

dokumen-dokumen yang mirip
KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Bab III Geologi Daerah Penelitian

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian.

ANALISIS TAFONOMI MOLUSKA PADA FORMASI DAMAR DI KALI SIWUNGU TEMBALANG SEMARANG

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Raden Ario Wicaksono/

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. BAB I PENDAHULUAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

GEOLOGI DAERAH KLABANG

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III Perolehan dan Analisis Data

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

BAB I PENDAHULUAN. ditemukannya fosil hominid berupa tengkorak dan rahang bawah oleh von

BAB IV GEOLOGI PANTAI SERUNI DAERAH TAPPANJENG. pedataran menempati sekitar wilayah Tappanjeng dan Pantai Seruni. Berdasarkan

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R.

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab II Geologi Regional

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang (lokasi dlk-13, foto menghadap ke arah barat )

BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

Ciri Litologi

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Maksud dan Tujuan Lingkup Kajian

Transkripsi:

PENTINGNYA PENELITIAN DETIL DI CEKUNGAN BATURETNO Purna Sulastya Putra Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Bandung Sari Hasil penelitian terbaru yang dilakukan oleh penulis di bagian barat Cekungan Baturetno menyimpulkan bahwa tidak terdapat indikasi adanya Danau Baturetno Purba serta pembalikan arah Bengawan Solo Purba tidak pernah terjadi. Kesimpulan tersebut diperoleh berdasarkan karakteristik stratigrafi dan sedimentologi Formasi Baturetno. Karakteristik sedimentologi dan mikropaleontologi endapan lempung hitam tidak mencerminkan hasil pengendapan danau Baturetno Purba. Dua hal penting hasil penelitian penulis tersebut sangat berbeda dengan penelitian penelitian terdahulu. Tulisan ini bermaksud mengurai fakta lapangan dan laboratorium yang terbaru tentang Formasi Baturetno dan keterkaitannya dengan Danau Baturetno Purba dan Bengawan Solo Purba serta hal hal yang harus dilakukan untuk menguak kebenaran ilmiah ada tidaknya pembalikan arah Bengawan Solo Purba dan pembentukan danau Baturetno Purba Pendahuluan Cekungan Baturetno merupakan cekungan yang berisi endapan Formasi Baturetno yang berumur Kuarter. Cekungan Baturetno secara fisiografis merupakan bagian dari Zona Depresi Solo (Gambar 1) (Lehman, 1936; van Bemmelen, 1949). Formasi Baturetno secara umum tersusun oleh konglomerat, pasir dan lempung. Lempung hitam yang melampar luas dibagian tengah cekungan Baturetno merupakan penyusun utama Formasi Baturetno yang nampak di permukaan, yang saat ini dijadikan persawahan oleh masyarakat. Cekungan Baturetno secara administratif merupakan bagian dari Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Lehmann (1936 dalam van Bemmelen,1949) memperhatikan keberadaan endapan fluvial dan endapan lempung hitam yang sangat luas tersebut. Cekungan Baturetno terletak di sebelah utara lembah kering yang lebar sepanjang 22 km yang terentang dari daerah Giritontro hingga ke Teluk Sadeng di Samudra India (selanjutnya dikenal sebagai Lembah Kering Sadeng - Giritontro). Proses tilting Pulau Jawa bagian selatan pada Kala Plistosen menyebabkan alur Bengawan Solo Purba yang semula mengalir ke selatan berbalik mengalir ke utara. Anak sungai-anak sungai Bengawan Solo Purba juga mengalami pembalikan arah aliran. Lembah Sadeng Giritontro mengering.

Lehmann mengasumsikan bahwa lempung hitam yang memiliki sebaran yang sangat luas dan menempati morfologi yang datar sebagai endapan danau. Sayangnya, baik Lehmann (1936) maupun van Bemmelen (1949) tidak memberikan bukti-bukti lain yang mendukung hipotesisnya selain bukti-bukti geomorfologi tersebut. Cekungan Baturetno Gambar 1. Lokasi Cekungan Baturetno yang merupakan bagian Zona Depresi Solo (van Bemmelen, 1946)

Gambar 2. Lokasi penelitian yang terfokus di bagian barat Cekungan Baturetno.

Permasalahan Hasil penelitian terbaru pada bagian barat Cekungan Baturetno oleh penulis menyimpulkan bahwa karakter stratigrafi dan sedimentologi endapan Formasi Baturetno tidak merefleksikan adanya pembalikan arah aliran Bengawan Solo Purba. Karakter endapan lempung hitam Formasi Baturetno juga tidak mencirikan hasil dari pengendapan danau, dengan demikian danau Baturetno Purba tidak pernah terbentuk. Hipotesis Lehman (1936) yang dikutip oleh van Bemmelen (1949) tentang pembelokan arah aliran Bengawan Solo Purba yang kemudian membentuk danau Baturetno Purba, yang hingga sekarang menjadi dasar pemahaman geologi Formasi Baturetno harus ditinjau ulang. Keberadaan Lembah Kering Sadeng Giritontro yang selama ini diinterpretasikan sebagai Bengawan Solo Purba harus ditinjau lebih lanjut. Kebenaran ilmiah geologi Cekungan Baturetno sangat penting untuk dikuak, terutama untuk membuktikan kebenaran ilmiah ada / tidaknya Bengawan Solo Purba atau terjadi / tidaknya pembalikan arah Bengawan Solo Purba, terlebih saat ini kawasan Lembah Kering Sadeng Giritontro sudah dijadikan kawasan lindung geologi. Stratigrafi Analisis stratigrafi dan sedimentologi Formasi Baturetno dilakukan untuk membuktikan kebenaran hipotesis Lehman (1936). Jika pembalikan arah aliran Bengawan Solo Purba memang terjadi maka proses itu akan terepresentasikan di dalam stratigrafi endapan Cekungan Baturetno. Stratigrafi bagian bawah endapan, yang diendapkan pada saat Bengawan Solo Purba mengalir ke selatan, akan dicirikan oleh dominasi fragmen batuan beku andesit. Fragmen ini bersumber dari formasi-formasi batuan volkanik berumur Tersier yang mendominasi bagian utara Cekungan Baturetno. Stratigrafi bagian atas Formasi Baturetno, yang diendapkan pada saat Bengawan Solo Purba mengalir ke utara, akan didominasi oleh fragmen batugamping. Bagian selatan Cekungan Baturetno didominasi oleh formasi-formasi batugamping berumur Tersier. Berdasarkan lapisan marker (lapisan lempung putih yang dijumpai di setiap transek), Formasi Baturetno dapat dibagi menjadi tiga satuan yaitu Satuan Pasir Konglomerat (SPK), Satuan Lempung Hitam (SLH) dan satuan Konglomerat (SK) (Gambar 3.). SPK menempati bagian bawah, SLH bagian tengah dan SK berada di bagian atas dari Formasi Baturetno. SPK tersingkap di daerah Watulembu dan Baran (transek 4 dan transek 5). Satuan ini tersusun oleh lapisan pasir halus dan lapisan pasir sangat kasar. Lapisan lapisan pasir tersebut bersifat lempungan (khususnya pasir halus) serta kerikilan. Kerikil yang terdapat di dalam lapisan lapisan pasir itu berupa andesit dalam kondisi masih segar dan lapuk, diorit dan batulempung tufan.

Struktur sedimen yang berkembang dalam lapisan lapisan pasir tersebut perlapisan sejajar pada lapisan pasir sedang, serta silang siur pada pasir kasar. Lensa lensa konglomerat terdapat di dalam lapisan lapisan pasir tersebut, khususnya di bagian bawah. Lensa lensa konglomerat ini adalah konglomerat clast supported dengan pemilahan yang buruk. Lensa lensa konglomerat yang berkembang ini memiliki kebundaran fragmen membundar hingga membundar tanggung dengan matriks yang bersifat lepas lepas. Diameter fragmen penyusunnya mencapai 22 cm, dengan fragmen berupa andesit, diorit dan batulempung tufan, serta batugamping. Dua buah lapisan lempung juga menyusun di bagian tengah dan atas SPK di daerah Baran. Lapisan lapisan lempung itu mengandung fragmen andesit lapuk dan di beberapa tempat terdapat fragmen kaliche. SL tersusun oleh lapisan lempung hitam, lempung hijau dan lempung putih. Lapisan lapisan lempung tersebut mengandung fragmen fagmen andesit, batulempung tufan, koral serta batugamping dengan diameter mencapai mencapai 10 cm. Lapisan lempung putih terdapat di antara lapisan lapisan lempung hitam, seperti yang terdapat di Nglegong pada transek 1. Ketebalan lapisan lempung hitam mencapai 2 meter, ketebalan lapisan lempung putih mencapai 60 cm. Lempung hijau hanya dijumpai di beberapa tempat seperti di daerah Banaran dan Kranding. Di daerah Kranding dijumpai 2 lapis lempung hijau dengan ketebalan mencapai kurang lebih 60 cm. Di daerah Banaran, lempung hijau ini diduga mempunyai kontak menjemari dengan lapisan lempung putih. SK dapat diamati di semua transek, secara sepintas mirip dengan SPK, tersusun oleh lapisan pasir halus hingga pasir kasar dengan lensa lensa konglomerat. Perbedaan SK dan SPK yaitu SK lebih banyak mengandung komponen lempung. Komponen ini muncul sebagai campuran pasir dan lapisan lempung yang berselang seling dengan lapisan lapisan pasir. Lebih dari itu fragmen penyusun lensa konglomerat dalam SK selain tersusun oleh andesit dan diorit sebagai fragmen utama juga tersusun oleh sedikit batulempung tufan, batugamping. Batugamping menjadi fragmen konglomerat yang berkembang di transek 3b, transek 6 dan transek 7. Persentase fragmen batugamping tersebut tidak lebih dari 12 % dari total fragmen penyusun konglomerat. Pada transek 6 di dalam pasir kerikilan ditemukan juga fragmen batugamping serta koral. Pada lapisan lempung selain fragmen andesit, di hampir semua transek dijumpai fragmen kaliche. Struktur sedimen silang siur pada SK berkembang dengan dimensi lebih besar dibandingkan dengan SPK. SK hanya berkembang di bagian barat Cekungan Baturetno.

Gambar 3. Stratigrafi komposit Formasi Baturetno Bagian atas maupun bawah Formasi Baturetno disusun oleh fragmen batuan vulkanik yang mendominasi lensa lensa konglomerat (Tabel 1.). Fragmen batugamping memang dijumpai sebagai fragmen lensa konglomerat pada bagian atas dan bawah Formasi Baturetno, namun merupakan fragmen minoritas. Analisa komposisi fragmen lensa konglomerat menunjukkan bahwa fragmen penyusun utama lensa lensa konglomerat adalah andesit dengan prosentase antara 48 % - 96 %. Hipotesis akan ditemuinya dominasi fragmen batugamping pada bagian atas stratigrafi Formasi Baturetno tidak dapat dibuktikan di lapangan. Mayoritas fragmen yang berupa andesit menunjukkan bahwa provenance dari lensa lensa konglomerat ini adalah relatif berasal dari arah utara atau baratlaut. Hal ini berhubungan dengan adanya Formasi Mandalika yang tersusun oleh material material vulkaniklastik yang terdapat di bagian utara / baratlaut daerah telitian (Gambar 4). Fakta ini menunjukkan bahwa pembalikan arah Bengawan Solo Purba dulu tidak ada, karena tidak terekam pada stratigrafi bagian atas Formasi Baturetno.

Gambar 4. Peta geologi yang menunjukkan Formasi Mandalika di sebelah utara Cekungan Baturetno yang menjadi provenance utama Formasi Baturetno (Modifikasi dari Surono, 1992) Analisis Lempung Hitam Formasi Baturetno Hipotesis Lehman (1936) dan hasil penelitian peneitian terdahulu menyebutkan bahwa lempung hitam Formasi Baturetno adalah endapan danau, jika benar maka karakter sedimentologi (besar butir, kemas, kebundaran fragmen, keseragaman butir) dan stratigrafi formasi ini akan mencirikan lingkungan danau. Kandungan material organik di dalam lapisan lempung hitam akan tinggi. Pada sisi lain, danau itu akan menjadi tempat pengendapan yang baik untuk polen dan spora dari tumbuhan yang tumbuh di sekitar danau, dengan demikian lapisan lempung hitam itu akan memiliki kandungan polen dan spora yang melimpah. Kandungan polen dan spora ini dapat digunakan untuk merekonstruksi perubahan bentang vegetasi lingkungan sekitar danau. Kandungan diatom dalam lempung hitam juga akan melimpah. Kandungan fosil diatom ini akan dapat digunakan untuk merekonstruksi dinamika lingkungan perairan danau. Analisa polen yang dilakukan (lihat Tabel 1) menunjukkan bahwa kandungan polen dalam lempung hitam adalah sangat rendah bahkan sebagian besar dari sampel yang dianalisis tidak mengandung polen. Endapan lempung dengan kondisi seperti ini kemungkinan bukan endapan danau. Pengendapan lempung mungkin berlangsung sangat cepat. Pada kondisi demikian lempung itu bukan merupakan pemerangkap yang baik bagi butiran polen. Pada sisi lain, hasil analisa hilang dibakar (LoI) menunjukkan bahwa kandungan material organik yang ada di dalam lempung hitam adalah rendah (berkisar dari 4.7% hingga 14.58%). Rendahnya kadar material organik ini mengindikasikan bahwa lempung hitam itu bukanlah endapan danau. Tabel 1. Hasil analisis polen lempung hitam Formasi Baturetno No Sampel Kandungan Polen/slide A. 0-2

A. 11-13 A. 16-18 A. 21-23 A. 26-28 A. 31-33 A. 36-38 A. 41-43 A. 46-48 A. 51-53 A. 56-58 A. 61-63 A. 66-68 A. 71-73 A. 76-78 10 butir A. 81-83 A. 86-88 A. 91-93 A.101-103 A.106-108 A.111-113 A.121-123 A.126-128 A.131-133 A.136-138 A.141-146 5 butir A.146-148 A.151-153 Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa di hampir semua tempat, lapisan lempung hitam ini banyak sekali mengandung fragmen fragmen (Gambar 5). Fragmen fragmen tersebut berupa andesit, batulempung tufan, batugamping, serta koral. Ukuran fragmen tersebut bisa mencapai panjang 10 cm. Adanya fragmen fragmen berukuran relatif besar di dalam endapan lempung tersebut hanya dapat dijelaskan jika lempung hitam tersebut diendapkan oleh suatu aliran massa (mass flow).

Gambar 5. Endapan lempung dengan fragmen fragmen di dalamnya di beberapa lokasi Berdasarkan hasil analisa polen, LoI, dan karakteristik stratigrafi - sedimentologi dapat disimpulkan bahwa endapan lempung hitam ini bukanlah endapan danau. Bukti-bukti yang ada tersebut menunjukkan bahwa lempung hitam itu terendapkan oleh sebuah aliran masa kemungkinan dalam sistem pengendapan mud-flow. Formasi Baturetno bukan Endapan Danau Purba Tatanan geologi seperti apakah yang dapat menyebabkan terjadinya aliran lumpur (mud-flow) dalam dimensi yang cukup luas ini? Peta topografi dan foto udara daerah penelitian mengindikasikan berkembangnya morfologi kipas aluvial. Kipas aluvial yang berkembang bukan lagi kipas aluvial tunggal melainkan gabungan dari beberapa kipas aluvial (bajada) sehingga bentuk kipasnya tidak teramati lagi. Bajada biasanya dikontrol oleh sesar. Kelurusan struktur berarah utara selatan pada bagian barat Cekungan Baturetno (Gambar

6.) kemungkinan merupakan sesar yang bertanggung jawab terhadap terbentuknya bajada di bagian barat Cekungan Baturetno. Gambar 6. Pola kelurusan berarah relative U-S pada bagian barat cekungan Baturetno dan pembelokan arah sungai secara tiba tiba pada bagian timur Cekungan Baturetno (anak panah merah) Keterkaitan Formasi Baturetno dengan Bengawan Solo Purba Beberapa anak sungai yang terletak di daerah dataran mengalami pembelokan arah aliran yang tiba tiba dari barat daya-timur laut (sisa alur anak sungai Bengawan Solo Purba ketika Bengawan Solo mengalir ke Samudra India) menjadi arah barat laut- tenggara. Jika danau purba memang pernah terbentuk, maka endapan danau itu mestinya telah mengubur alur-alur sungai berarah barat daya-timur laut (tanda panah merah dalam Gambar 6.) sehingga alur-alur itu seharusnya tidak kelihatan lagi. Masih terlihatnya alur-alur sungai berarah barat daya-tenggara yang berkembang di daerah datar mengindikasikan bahwa danau purba tidak pernah terbentuk. Tidak adanya perbedaan signifikan dalam komposisi fragmen konglomerat penyusun SPK (satuan bagian bawah Formasi Baturetno) dan SK (satuan bagian atas penyusun Formasi Baturetno), seperti

yang telah diuraikan di atas, memperkuat tesis tidak terjadinya pembalikan arah aliran Bengawan Solo. Pada sisi lain, jika hasil penanggalan dengan metode radiokarbon (Gambar 7.) adalah valid maka sangat jelas bahwa pengendapan Formasi Baturetno terjadi jauh setelah pengangkatan Pulau Jawa bagian selatan yang diduga berlangsung pada kala Plistosen. Lebih dari itu, analisis geomorfologi, geologi struktur maupun stratigrafi dan sedimentologi mengindikasikan dengan kuat bahwa Formasi Baturetno adalah endapan kipas aluvial, dengan demikian, pengendapan Formasi Baturetno tidak berkaitan dengan Bengawan Solo Purba. Gambar 7. Hasil analisis penanggalan sample L1 lempung hitam Pentingnya Penelitian lebih lanjut di Cekungan Baturetno Hasil penelitian yang berbeda dengan penelitian penelitian terdahulu ini sangat penting untuk ditindaklanjuti. Fakta lapangan berdasarkan karakteristik stratigrafi di dalam Cekungan Baturetno tidak mendukung hipotesis adanya pembalikan arah aliran Bengawan Solo Puba. Karakteristik sedimentologi dan mikropaleontologi endapan lempung hitam Formasi Baturetno tidak

mencerminkan hasil pengendapan danau. Dua hal tersebut menegasikan keterdapatan Sungai Bengawan Solo Purba. Kebenaran ilmiah Formasi Baturetno dan khususnya hubungannya dengan Bengawan Solo Purba harus dikuak dengan penelitian menyeluruh terhadap Cekungan Baturetno, untuk mengetahui sejarah pembentukan cekungan tersebut serta sejarah proses sedimentasi dan hubungan stratigrafi endapan endapan di dalamnya. Hal hal yang harus dilakukan - Penelitian geomorfologi detil di seluruh Cekungan Baturetno dan formasi formasi Tersier di sekitarnya berdasarkan data peta topografi, citra satelit serta pengamatan lapangan. - Penelitian geologi detil dengan melakukan pengukuran penampang terukur terhadap singkapan singkapan Formasi Baturetno (khususnya di bagian timur), untuk mengetahui stratigrafi dan sedimentologi Formasi Baturetno secara keseluruhan - Pemboran detil untuk mengetahui stratigrafi lengkap Formasi Baturetno dan untuk mendapatkan informasi ketebalan dan pelamparannya. Informasi jenis batuan dasar Formasi Baturetno juga bisa diperleh dari hasil pemboran ini - Pengambilan conto yang lengkap untuk analisa laboratorium yang meliputi analisis ukuran butir, komposisi penyususun batuan, XRD, analisis diatom, polen, makropaleontologi, serta penanggalan - Survey geofisika untuk memperoleh informasi ketebalan endapan Formasi Baturetno dan pelamparannya, serta untuk mengetahui pola pelamparan batuan dasar serta kemungkinan jenis litologinya Kesimpulan Formasi Baturetno dengan endapan lempung hitam didalamnya bukanlah endapan danau purba. Penelitian lebih lanjut terhadap Cekungan Baturetno perlu dilakukan, karena tidak ditemukannya fakta lapangan dan laboratrium yang mendukung hipotesis pembalikan arah aliran Bengawan Solo Purba yang kemudian membentuk danau Baturetno Purba. Kebenaran ilmiah terjadi / tidaknya pembalikan arah aliran Bengawan Solo Purba serta pembentukan danau Baturetno Purba akan sangat penting untuk ilmu kebumian, karena kawasan ini, khususnya kawasan Lembah Kering Sadeng Giritontro, yang selama ini diasumsikan sebagai Bengawan Solo Purba merupakan kawasan lindung geologi. Ucapan Terima kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Eko Yulianto, PhD (Puslit Geoteknologi LIPI) dan Prof. Dr. C. Danisworo (UPN Veteran Yogyakarta) atas bantuan teknis dan nonteknis selama kegiatan penelitian ini.

Daftar Pustaka Lehmann, H.H., 1936, Morphologische Studien auf Java. J. Engelhorus Nachf, Stuttgart Putra, P. S., 2007, Analisis Stratigrafi, Sedimentologi dan Mikropaleontologi Terhadap Sejarah Pengendapan Formasi Baturetno di Cekungan Bauretno bagian Barat, Thesis Magister UPN Veteran Yogyakarta, tidak dipublikasikan Surono, Sudarno, I., Wiryosujono, S., 1992, Peta Geologi lembar Surakarta- Giritontro, Jawa Tengah. Direktorat Jendral Geologi dan Sumberdaya Mineral, Bandung Van Bemmelen, R.W. 1949. The Geology of Indonesia, Vol. I-A, Martnus Nijhoff, The Hague