KEJAKSAAN Nomor : B-1106/F.3/Ft.1/05/2011 Sifat : Biasa Lampiran : 3 (tiga) eksemplar Perihal : Petunjuk Teknis Pelimpahan AGUNG REPUBLlK INDONESIA JAKARTA Perkara Tindak Pidana Korupsi ke Pengadilan Tindak Pidana ~~r~e.s~ _ Jakarta, 18 Mei 2011 KEPADAYTH. PARA KEPALA KEJAKSAAN 01- SELURUH INDONESIA TINGGI Sehubungan dengan telah dioperasikannya beberapa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, dengan ini diminta perhatiannya : 1. Dasar: a. Undang-undang No. 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. b. Keputusan Ketua MahkamahAgung RI No. 191/KMNSKI XI1I2010 tanqqal 1 Desember 2010 tentang Pengoperasian Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung, Pengadilan Negeri Semarang dan Pengadilan Negeri Surabaya. c. Keputusan Ketua MahkamahAgung RI No. 022/KMNSKI 1112011tanggal 7 Februari 2011 tentang Pengoperasian Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Padang, Pengadilan Negeri Pekanbaru, Pengadilan Negeri Palembang, Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Pengadilan Negeri Serang, Pengadilan Negeri Yogyakarta, Pengadilan Negeri Banjarmasin, Pengadilan Negeri Pontianak, Pengadilan Negeri Samarinda, Pengadilan Negeri Makasar, Pengadilan Negeri Mataram, Pengadilan Negeri Kupang, Pengadilan Negeri Jayapura. d. Surat Ketua Mahkamah Agung RI No. 183/KMNSKlXIII 2010 tanggal 28 Desember 2010 tentang Pelimpahan Berkas Perkara Pidana Korupsi dari Pengadilan Negeri ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat. 2. Berdasarkan butir 1 di atas, perlu diberikan Petunjuk Teknis pelimpahan perkara tindak pidana korupsi ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, sebagai berikut : a. Bagi daerah-daerah yang sudah beroperasi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, maka terhitung sejak 1 Januari 2011 semua pelimpahan berkas perkara tindak pidana korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang kejahatan pokoknya (predicate crime) tindak pidana korupsi, didaftarkan, diperiksa dan diadili oleh Penqadilan Tindak Pidana Korupsi. b. Mengingat untuk sementara kedudukan Pengadilan Tindak Pidana korupsi berada di Pengadilan Negeri Ibukota Provinsi yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum provinsi yang bersangkutan, maka semua perkara tindak pidana korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang kejahatan pokoknya (predicate crime) tindak pidana korupsi yang ditangani oleh Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaaan Negeri, pelimpahannya ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sesuai daerah hukumnya. c. Untuk Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri yang daerah hukumnya belum dioperasikan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, maka semua perkara Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang kejahatan pokoknya (predicate crime) tindak pidana korupsi, pelimpahannya ke Pengadilan Negeri sesuai dengan locus delicti perkara. d. Teknis pelimpahan perkara Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang kejahatan pokoknya (predicate crime) tindak pidana korupsi, perlu diperhatikan : 76 77
d.1. Tanggung jawab penanganan perkara yang meliputi berkas perkara, tersangka/terdakwa, saksi dan barang bukti tetap berada pada Kejaksaan Negeri yang menangani perkara terse but. d.2. Penanganan tahanan agardikoordinasikan dengan Kejaksaan linggi dan atau Kejaksaan Negeri serta Rumah Tahanan Negara/Lembaga Pemasyarakatan terdekat dengan Pengadilan lindak Pidana Korupsi tempat penyidangan perkara tersebut. 3. Agar Petunjuk Teknis ini disampaikan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri di daerah masing-masing. Demikian untuk dilaksanakan. JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA KHUSUS, Tembusan: 1. Yth. JaksaAgung RI; 2. Yth. Wakil Jaksa Agung RI; (1 dan 2 sebagai laporan) 3. Yth. Para Jaksa Agung Muda; 4. Arsip. 78
KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLlK INDONESIA KEPUTUSAN KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLlK INDONESIA, NOMOR : 191/KMAlSKlXII/2010 TENTANG PENGOPERASIAN PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI PADA PENGADILAN NEGERI BANDUNG, PENGADILAN NEGERI SEMARANG DAN PENGADILAN NEGERI SURABAYA. KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLlK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Undang-undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi merupakan Pengadilan Khusus yang berada di lingkungan Peradilan Umum, yang dalam Undang-undang ini untuk pertama kali dibentuk pad a setiap Pengadilan Negeri di Ibukota Provinsi paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-undang ini diundangkan; b. bahwa pengoperasian Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di tiap Ibukota Provinsi, dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan ketersediaan sarana dan prasarana yang diperlukan dan ketersediaan HakimAd Hoc; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b tersebut di atas perlu menetapkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia tentang Pengoperasian 79
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Bandung, Pengadilan Negeri Semarang, dan Pengadilan Negeri Surabaya. Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan Kehakiman (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076); 2. Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 155, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074); 3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 49lahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5077); MEMUTUSKAN : Menetapkan: 80 KEPUTUSAN KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLlK INDONESIATENTANG PENGOPERASIAN PENGADILAN TINDAK PIDANAKORUPSI PADAPENGADILAN NEGERI BANDUNG, PENGADILAN NEGERI SEMARANG DAN PENGADILAN NEGERI SURABAYA Pasal1 Mengoperasikan Pengadilan Tlndak Pidana Korupsi yang berada di lingkungan Peradilan Umum pada Pengadilan Negeri Bandung, Pengadilan Negeri Semarang dan Pengadilan Negeri Surabaya. Pasal2 Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung, Pengadilan Negeri Semarang dan Pengadilan Negeri Surabaya. Pasal3 1. Daerah Hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Bandung meliputi Daerah Hukum Provinsi Jawa Barat; 2. Daerah Hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Semarang meliputi Daerah Hukum Provinsi Jawa Tengah; 3. Daerah Hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Surabaya meliputi Daerah Hukum Provinsi Jawa Tlrnur; Pasal4 Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 berwenang memeriksa dan memutus lindak Pidana Korupsi yang dilakukan di daerah Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. Pasal5 Perkara Tindak Pidana Korupsi yang sedang diperiksa oleh Pengadilan Negeri lain dalam daerah hukum Pengadilan lindak Pidana Korupsi tersebut pada Pasal1 atau yang sedang diperiksa pada setiap tingkat pemeriksaan, tetap diperiksa dan diadili sampai Perkara Tindak Pidana Korupsi tersebut diputus sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan. Pasal6 Pembiayaan yang diperlukan dalam rangka pengoperasian Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung, Pengadilan 81
Negeri Semarang dan Pengadilan Negeri Surabaya tersebut dibebankan pada anggaran MahkamahAgung yang berasal darianggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pasal7 Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di: Jakarta, Pada tanggal: 01 Desember 2010 MAHKAMAHAGUNG ~~~!C.~: BLlK INDONEISA, ~ ZC1 IFIN A. TUMPA, SH. MH. 82
KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLlK INDONESIA Nomor 183/KMAlXII/2010 Perihal Pelimpahan berkas Perkara Pidana Korupsi dari Pengadilan ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat. Jakarta, 28 Desember 2010 KepadaYth, 1. Sdr. Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 2. Sdr. Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Barat, 3. Sdr. Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Ttmur, 4. Sdr. Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara, 5. Sdr. Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. di Jakarta Bersama ini disampaikan bahwa sebagai rangkaian lanjutan pembentukan Pengadilan Ttndak Pidana Korupsi di tiga ibu kota provinsi yakni : Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Ttmur yang secara simbolis diresmikan oleh Ketua Mahkamah Agung di Surabaya pada tanggal 17 Desember 2010, sebagai implementasi dan Pasal 35 (1) Undang-Undang No. 46 Tahun 2009, tentang Pengadilan Tindak Korupsi maka ketiga Pengadilan Ttndak Pidana Korupsi tersebut masing-masing berkedudukan di Surabaya, Semarang, dan Bandung. Dengan merujuk pada ketentuan Pasal 35 (3) Undang-Undang No. 46 Tahun 2009, mengingat di Daerah Ibu Kota Jakarta telah terlebih dahulu dibentuk Pengadilan Tindak Pidana 83
Korupsi di Jakarta Pusat, yang menu rut ketentuan baru a quo jurisdiksi nya meliputi daerah hukum Provinsi Oaerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Oleh karena itu dengan ini diinstruksikan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta Tirnur; Jakarta Utara dan Jakarta Pusat, agar terhitung sejak tanggal1 Januari 2011, semua limpahan berkas perkara tindak pidana korupsi dan pencucian uang, dimana predicate crime nya adalah korupsi termasuk limpahan berkas perkara tindak pidana korupsi yang penuntutannya dilakukan oleh Jaksa/ Penuntut Umum di wilayah Provinsi Oaerah Khusus Ibu Kota Jakarta, didaftarkan serta diperiksa dan diadili oleh Pengadilan Tlndak Pidana Korupsi Jakarta Pusat. Dernikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.. H. HARIFIN A. TUMPA, SH. MH. Tembusan dikirim Kepada Yth. : 1. Sdr. Menteri Hukum dan HAM; 2. Sdr. JaksaAgung RI; 3. Sdr. Kepala Kepolisian RI; 4. Sdr. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi; 5. Sdr. Ketua Pengadilan Tlnggi OKI; 6. Sdr. Kepala Kejaksaan Tlnggi OKI. 84