BAB IV HIDROGEOLOGI DAERAH PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV KONDISI HIDROGEOLOGI

BAB IV ANALISIS HASIL PENGOLAHAN DATA INFILTRASI

KELOMPOK

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9

HIDROGEOLOGI MATA AIR

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Air Tanah Magelang Temanggung meliputi beberapa wilayah

3,28x10 11, 7,10x10 12, 5,19x10 12, 4,95x10 12, 3,10x xviii

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen.

Tugas Akhir Pemodelan Dan Analisis Kimia Airtanah Dengan Menggunakan Software Modflow Di Daerah Bekas TPA Pasir Impun Bandung, Jawa Barat

POTENSI AIR TANAH DANGKAL DAERAH KECAMATAN NGEMPLAK DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SLEMAN, D.I. YOGYAKARTA

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. modern ini, baik untuk kebutuhan sehari-hari yang bersifat individu maupun

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Peta administrasi Kota Tangerang Selatan. Sumber : BLH Kota Tangerang Selatan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Oktober 2014

KARAKTERISTIK GEOLOGI DAERAH VOLKANIK KUARTER KAKI TENGGARA GUNUNG SALAK

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

Model Hydrogeology for Conservation Zone in Jatinangor using Physical and Chemical Characteristic of Groundwater

GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI DAERAH GUNUNG PALASARI DAN SEKITARNYA KECAMATAN CILENGKRANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. SKRIPSI

Prof. Dr. Ir. Sari Bahagiarti, M.Sc. Teknik Geologi

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1:

Disusun Oleh: Alva. Kurniawann

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

bahwa jumlah air lebih penting dibandingkan dengan kualitas air dari sumber air yang ada. Bentuklahan asal proses solusional (karst) merupakan

Humaedi Aldi Alfarizky #1, M. Sapari Dwi Hadian #2, Febriwan Mohamad #3. Jalan Bandung-Sumedang km. 21, Jawa Barat, Indonesia

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Bab I. Pendahuluan. I Putu Krishna Wijaya 11/324702/PTK/07739 BAB I PENDAHULUAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Seminar Nasional Ke III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TATANAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Tinjauan Geohidrologi Lokasi TPA Sampah Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan (Studi Kasus TPA Sampah Tamangapa Antang)

American Association of Petroleum Geologists, Universitas Gadjah Mada Student Chapter 2

GEOLOGI DAN STUDI MATAAIR DAERAH PASEH-CIKANCUNG DAN SEKITARNYA, KABUPATEN BANDUNG, PROVINSI JAWA BARAT

Week 4. Struktur Geologi dalam Hidrogeologi. (Geological structure in hydrogeology)

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR INTISARI

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

mengakibatkan Kabupaten Gunungkidul dikatakan sebagai daerah miskin air dan bencana kekeringan menjadi permasalahan yang sering dihadapi oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Raden Ario Wicaksono/

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN. pembangkit tenaga listrik. Secara kuantitas, jumlah air yang ada di bumi relatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TATANAN GEOLOGI

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan Embung Logung Dusun Slalang, Kelurahan Tanjungrejo, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus

BAB I PENDAHULUAN. butiran batuan atau rekahan batuan yang dibutuhkan manusia sebagai sumber air

Konfigurasi Geologi Bawah Permukaan Untuk Menelusuri Zona Kontaminasi di Daerah Jatinangor dan Rancaekek, Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Bandung

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard Km 3 air dengan persentase 97,5%

PENGARUH FORMASI GEOLOGI TERHADAP POTENSI MATA AIR DI KOTA BATU. Didik Taryana 1.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

POTENSI ENDAPAN EMAS SEKUNDER DAERAH MALINAU, KALIMANTAN TIMUR

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasrkan peta geologi daerah Leles-Papandayan yang dibuat oleh N.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ibukota Jawa Barat berada disekitar gunung Tangkuban Perahu (Gambar 1).

IDENTIFIKASI AIRTANAH DAERAH CIEMAS, KABUPATEN SUKABUMI BERDASARKAN CITRA SATELIT, GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDUGAAN KETERDAPATAN AKIFER AIRTANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK DI KECAMATAN SUKATANI - KABUPATEN PURWAKARTA

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Persetujuan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Peta... Daftar Lampiran...

BAB IV PENGOLAHAN DATA dan ANALISIS

BAB V PEMBAHASAN. lereng tambang. Pada analisis ini, akan dipilih model lereng stabil dengan FK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB II TATANAN GEOLOGI

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

BAB III HIDROGEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN UMUM

Transkripsi:

BAB IV HIDROGEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan klasifikasi Mendel (1980) sistem hidrogeologi daerah penelitian adalah sistem akifer volkanik. Pada sistem akifer volkanik ini batuan segar yang mempunyai permeabilitas buruk tidak berpotensi menjadi akifer sementara zona rekahan atau pelapukan batuan tersebut berpotensi sebagai akifer. IV.1 Potensi Akifer Daerah Penelitian Berdasarkan ciri litologi dan keterdapatan tubuh air di lapangan secara keseluruhan, daerah penelitian mempunyai sistem akifer bebas. Lapisan batuan yang diidentifikasi sebagai akifer adalah pelapukan dan rekahan di Satuan Breksi I, rekahan di Satuan Lava Andesit I, pelapukan di Satuan Breksi II, pelapukan di Lava Andesit II dan Satuan Tuf. Sedangkan satuan impermeabel yang diidentifikasi sebagai akifug adalah Satuan Intrusi. Dari informasi warga setempat tinggi muka airtanah di daerah penelitian sangat dipengaruhi oleh musim. Potensi akifer akan meningkat di musim hujan dan menurun di musim kemarau. IV.1.1 Satuan Breksi I Satuan ini terdiri dari breksi piroklastik yang mempunyai fragmen monomik dengan massa dasar piroklastik dan mineral-mineral mafik. Hasil pengamatan pada batuan segar dari batuan ini menunjukkan permeabilitas yang rendah. Penyebabnya adalah fragmen batuan yang kompak. Permeabilitas pada pelapukan dari Satuan Breksi I ini sangat baik dan tersebar hampir diseluruh lereng Gunung Padang. Pada pelapukan yang intensif, ditemukan mataair depresi dimana elevasi muka airtanah lebih tinggi dari pada topografi (Gambar 4.1 dan Foto 4.1). Debit mataair menunjukkan angka 0,01-0,09 l/detik (lampiran D). Debit mataair ini IV - 1

termasuk debit magnitude ketujuh (Meinzer,1923 dalam Todd, 1980). Pada zona pelapukan ini juga terdapat sumur-sumur gali penduduk dengan kedalaman muka airtanah antara 3,4 m sampai 7,2 m (Lampiran D dan Lampiran E-4). Gambar 4.1 Sketsa genesa mata air depresi pada pelapukan Breksi I Foto 4.1 Mataair depresi di Stasiun Rw 3 Pada zona rekahan, mataair muncul pada kekar-kekar yang saling terhubung sehingga menyebabkan rembesan air pada batuan setempat. Mataair pada sistem ini mempunyai debit kecil antara 0,01-0,32 l/detik (Lampiran D). Mata air ini antara lain ditemukan di Desa Rawabogo (Foto 4.2) IV - 2

Foto 4.2 Mataair rekahan di stasiun Ma 6 IV.1.2 Satuan Lava Andesit I Satuan ini terdiri dari lava andesit. Pengamatan dilapangan menunjukkan bahwa satuan ini kompak dan impermeabel. Dengan demikian, batuan segar pada satuan ini tidak berpotensi menjadi akifer. Tetapi pada zona kekar terdapat permeabilitas sekunder (Gambar 4.2). Buktinya adalah mataair dengan debit 0,1 l/detik (Lampiran D) di stasiun Ma G (Lampiran E-4) atau di dekat batas satuan Breksi I dengan Lava I (Foto 4.3). Debit mataair tersebut termasuk dalam jenis mataair magnitude kelima (Meinzer,1923 dalam Todd, 1980). Selain itu, pelapukan pada satuan ini sebenarnya juga berpotensi sebagai akifer, tetapi tidak ditemukan data hidrogeologi pada zona pelapukan tersebut. IV - 3

Gambar 4.2 Sketsa mataair rekahan di Satuan Lava I Foto 4.3 Mata air rekahan yang berada di Stasiun Ma G IV - 4

IV.1.3 Satuan Intrusi Andesit Satuan ini mempunyai batuan segar yang sangat kompak. Dengan demikian batuan pada satuan ini tidak berpotensi sebagai akifer karena bersifat impermeabel. IV.1.4 Satuan Breksi II Satuan ini terdiri dari breksi lahar dengan fragmen polimik yang mayoritas berupa andesit dan basalt. Berdasarkan pengamatan di lapangan, batuan segar pada satuan ini mempunyai permeabilitas sedang. Penyebabnya adalah batuan yang tidak terlalu kompak. Selain itu, satuan ini juga mengalami pelapukan yang intensif, sehingga membentuk mataair depresi (Todd, 1980) Pada zona pelapukan dari Breksi II dijumpai mataair-mataair depresi atau depression spring (Klasifikasi Todd, 1980). Mataair di satuan ini ditemukan di Desa Lebakmuncang (Foto 4.4). Debit mataair menunjukkan angka 1,1-1,9 l/detik (Lampiran E). Debit mataair ini termasuk debit sedang atau magnitude keempat (Meinzer, 1923 dalam Todd, 1980). Pada zona pelapukan ini juga terdapat sumursumur gali penduduk dengan kedalaman muka airtanah antara 0,5 m sampai 0,7 m (Lampiran E). IV.1.2.1 Satuan Lava II Satuan ini terdiri dari lava andesit yang tersebar di lembah Ci Tambakruyung. Permeabilitas pada batuan segar di daerah ini sangat rendah karena sangat kompak. Karena permeabilitasnya yang rendah, batuan segar tersebut tidak berpotensi sebagai akifer. Tetapi pelapukan pada satuan ini berpotensi sebagai akifer karena mempunyai permeabilitas yang baik. IV - 5

Foto 4.4 Mataair depresi di stasiun Ma 8 IV.1.2.1 Satuan Tuf Satuan ini terdiri dari tuf yang berukuran pasir halus sampai dengan tuf berukuran pasir sangat kasar. Pada batuan segar tuf halus, permeabilitas batuan sedang, tetapi pada singkapan tuf kasar yang rapuh atau tidak terkonsolidasi dengan baik, permeabilitas batuannya baik. Batuan tuf yang berpotensi sebagai akifer ditemukan pada batuan segar dan juga pelapukannya. Di satuan ini, sumur-sumur warga mempunyai kedalaman muka airtanah 0,5 m sampai 2 m dan tidak kering di musim kemarau (Foto 4.5). IV - 6

Foto 4.5 Foto sumur di stasiun Mg 21 IV.2 Peta Muka Airtanah Akifer Bebas Peta muka airtanah yang dibuat adalah peta muka airtanah bebas. Akifer di bentuk oleh pelapukan dan rekahan di Satuan Breksi I, pelapukan Satuan Breksi II, pelapukan dan rekahan Satuan Lava I, pelapukan Satuan Lava II dan Satuan Tuf. Data yang dipakai untuk pembuatan muka airtanah adalah data dari sumur gali warga dan mataair. Data tersebut menunjukkan arah aliran airtanah yang berbeda-beda. Berdasarkan nilai ketinggian MAT daerah penelitian (Lampiran E-4), diperoleh aliran air tanah di daerah penelitian sebagai berikut: Desa Mekarwangi (Satuan Breksi I): airtanah mengalir ke arah barat daya. Desa Rawabogo (Satuan Tuf dan Breksi I): airtanah mengalir arah timur, tenggara, dan seatan. Desa Lebakmuncang (Satuan Breksi II): airtanah mengalir ke timur laut. IV - 7

Desa Wangunsari (Satuan Breksi I): airtanah mengalir ke arah baratlaut. IV.3 Karakteristik Fisik Airtanah Selain pengukuran pada debit air penulis juga melakukan pengukuran pada sifat fisik air tanah yang dilakukan pada bulan April sampai Juli 2009. Parameter yang diukur adalah keasaman (ph), temperatur airtanah, dan mineral terlarut (TDS) (Data terlampir di Lampiran C). Data ini diharapkan dapat menjadi petunjuk awal bagi eksplorasi airtanah selanjutnya di daerah penelitian. Adapun rekapitulasi data dapat dilihat pada Tabel 4.1: Tabel 4.1 Data kisaran hasil pengukuran karakter fisik airtanah di lapangan Pengukuran Debit Kedalaman T ( 0 C) ph TDS Airtanah (l/detik) M.A.T (m) (mg/l) Mata air O,01-1,96-20-26 7,02-8,1 25-73 Sumur - 0,5-7,2 19-26 6,7-8,1 30-185 1. Derajat Keasaman (ph) Dari hasil pengukuran derajat keasaman terhadap mataair dan sumur gali di lapangan, diperoleh nilai ph yang berkisar antara 6,7 sampai 8,1. Berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan No. 416/Menkes/PER IX/1990 tentang syarat-syarat kualitas air, nilai derajat keasaman tersebut termasuk golongan A (air dapat diminum langsung). IV - 8

2. Total Padatan Terlarut (Total Dissolved Solution) Hasil pengukuran Total Dissolved Solution (TDS) di lapangan menunjukkan nilai 25 sampai 185 mg/l. Nilai tersebut masih di bawah ambang batas sesuai Peraturan Mentri Kesehatan No. 416/Menkes/PER IX/1990 tentang syarat-syarat kualitas air. Nilai tersebut juga termasuk golongan A (air dapat diminum langsung). IV - 9