Kata kunci: filariasis; IgG4, antifilaria; status kependudukan; status ekonomi; status pendidikan; pekerjaan

dokumen-dokumen yang mirip
DI DAERAH ENDEMIS FILARIASIS KECAMATAN PONDOK GEDE, KABUPATEN BEKASI, JAWA BARAT

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PENDIDIKAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS YANG DITENTUKAN BERDASARKAN DISTRIBUSI IGG4 ANTIFILARIA. Biyan Maulana*, Heri Wibowo**

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ABSTRAK. Pembimbing I : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc Pembimbing II : Hartini Tiono, dr.,m. Kes

DESCRIPTION OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND BEHAVIOR OF THE PEOPLE AT NANJUNG VILLAGE RW 1 MARGAASIH DISTRICT BANDUNG REGENCY WEST JAVA ABOUT FILARIASIS

ABSTRAK PREVALENSI FILARIASIS DI KOTA BEKASI PERIODE

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Proses Penularan Penyakit

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT FILARIASIS DI KABUPATEN BEKASI, PROVINSI JAWA BARAT PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT DI RW 1 DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT TENTANG FILARIASIS TAHUN

ABSTRAK STUDI KASUS PENENTUAN DAERAH ENDEMIS FILARIASIS DI DESA RANCAKALONG KABUPATEN SUMEDANG JAWA BARAT TAHUN 2008

Prevalensi pre_treatment

FAKTO-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI PUSKESMAS TIRTO I KABUPATEN PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.

BAB 1 : PENDAHULUAN. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Filariasis di Kabupaten Padang Pariaman Tahun

FAKTOR RISIKO KEJADIAN FILARIASIS DI KELURAHAN JATI SAMPURNA

RISIKO KEJADIAN FILARIASIS PADA MASYARAKAT DENGAN AKSES PELAYANAN KESEHATAN YANG SULIT

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

Analisis Spasial Distribusi Kasus Filariasis di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun

SITUASI FILARIASIS DI KABUPATEN SUMBA TENGAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2009

Faktor Risiko Kejadian Filarisis Limfatik di Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi

Cakupan Pemberian Obat Pencegahan Massal Filariasis di Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik

GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA FILARIASIS DI DESA SANGGU KABUPATEN BARITO SELATAN KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Filariasis limfatik atau Elephantiasis adalah. penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit di mana

ABSTRAK GAMBARAN RERATA KADAR TRIGLISERIDA PADA PRIA DEWASA MUDA OBES DAN NON OBES

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan

UPAYA KELUARGA DALAM PENCEGAHAN PRIMER FILARIASIS DI DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG

Filariasis cases In Tanta Subdistrict, Tabalong District on 2009 After 5 Years Of Treatment

BAB I PENDAHULUAN. Akibat yang paling fatal bagi penderita yaitu kecacatan permanen yang sangat. mengganggu produktivitas (Widoyono, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan

PENGOBATAN FILARIASIS DI DESA BURU KAGHU KECAMATAN WEWEWA SELATAN KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN FILARIASIS DI PUSKESMAS SE-KOTA PEKALONGAN TAHUN 2016

Faktor Risiko Kejadian Penyakit Filariasis Pada Masyarakat di Indonesia. Santoso*, Aprioza Yenni*, Rika Mayasari*

BAB 1 PENDAHULUAN. Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah

BAB 4 HASIL PENELITIAN

HIPERTENSI SKRIPSI. Persyaratan. Diajukan Oleh J

Kajian Epidemiologi Limfatikfilariasis Di Kabupaten Sumba Barat (Desa Gaura) dan Sumba Tengah (Desa Ole Ate) Tahun Hanani M.

BAB I PENDAHULUAN. menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular

Kondisi Filariasis Pasca Pengobatan Massal di Kelurahan Pabean Kecamatan Pekalongan Utara Kota Pekalongan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

Identification of vector and filariasis potential vector in Tanta Subdistrict, Tabalong District

ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI RSUD TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA PERIODE JANUARI DESEMBER 2012

BAB I PENDAHULUAN UKDW. sebagai vektor penyakit seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese

ABSTRAK GAMBARAN RERATA KADAR KOLESTEROL HDL PADA PRIA DEWASA MUDA OBES DAN NON OBES

Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah di Kelurahan Jati Sampurna

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui

ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI PUSKESMAS SUNGAI AYAK III KALIMANTAN BARAT TAHUN 2010

ABSTRAK. Helendra Taribuka, Pembimbing I : Dr. Felix Kasim, dr., M.Kes Pembimbing II : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Filariasis Limfatik atau penyakit Kaki Gajah merupakan salah

IQBAL OCTARI PURBA /IKM

ABSTRAK PERBEDAAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU SISWA-SISWI SMA NEGERI X DENGAN SMA SWASTA X KOTA BANDUNG TERHADAP INFFEKSI MENULAR SEKSUAL

Risk factor of malaria in Central Sulawesi (analysis of Riskesdas 2007 data)

FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KOTA PADANG TAHUN

IDENTIFIKASI FILARIASIS YANG DISEBABKAN OLEH CACING NEMATODA WHECERERIA

Sri Marisya Setiarni, Adi Heru Sutomo, Widodo Hariyono Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

HUBUNGAN BREEDING PLACE DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEBERADAAN JENTIK VEKTOR DBD DI DESA GAGAK SIPAT KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI

SURVEI DARAH JARI FILARIASIS DI DESA BATUMARTA X KEC. MADANG SUKU III KABUPATEN OGAN KOMERING ULU (OKU) TIMUR, SUMATERA SELATAN TAHUN 2012

Analisis Nyamuk Vektor Filariasis Di Tiga Kecamatan Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam

HUBUNGAN RESPON IMUN ADAPTIF SELULAR DAN HUMORAL PADA IBU HAMIL DENGAN INFEKSI WUCHERERIA BANCROFTI

!"#$%&'()*'"%+),#&#+%-%'&).'&),#&/'0.%'&)$'"1'('2'-) 3&-32),#&%&/2'-'&)$3-3),#&.%.%2'&).'&),#+'1'&'&) 2#,'.')$'"1'('2' :;<5:;=)>9?

ANALISIS SITUASI FILARIASIS LIMFATIK DI KELURAHAN SIMBANG KULON, KECAMATAN BUARAN, KABUPATEN PEKALONGAN Tri Wijayanti* ABSTRACT

Elly Yane Bangkele*, Ari Krisna**

PERANAN LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN SILIAN RAYA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

BIOEDUKASI Jurnal Pendidikan Biologi e ISSN Universitas Muhammadiyah Metro p ISSN

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA DENGUE HAEMORRAGIC FEVER DI RUMAH SAKIT IMMANUEL TAHUN 2011

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan

HUBUNGAN PERILAKU PENCARIAN LAYANAN KESEHATAN DENGAN KETERLAMBATAN PASIEN DALAM DIAGNOSIS TB PARU DI BBKPM SURAKARTA SKRIPSI

PERBEDAAN PERAWATAN TALI PUSAT TERBUKA DAN KASA KERING DENGAN LAMA PELEPASAN TALI PUSAT PADA BAYI BARU LAHIR KARYA TULIS ILMIAH

Korelasi IgG4 Antifilarial pada Ibu Hamil dan Bayi yang Dilahirkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

PENGARUH FAKTOR PRILAKU PENDUDUK TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMBELANG KECAMATAN TOULUAAN SELATAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

SITUASI FILARIASIS SETELAH PENGOBATAN MASSAL DI KABUPATEN MUARO JAMBI, JAMBI Santoso 1, Yulian Taviv 1

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI INDONESIA. Physical Environtment Faktor Relation with Filariasis in Indonesia

Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Ibu dalam Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan Tahun 2011

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PAPARAN PADA PEROKOK PASIF DENGAN VOLUME OKSIGEN MAKSIMAL (VO2MAX) PADA REMAJA USIA TAHUN SKRIPSI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN FILARIASIS DI INDONESIA (DATA RISKESDAS 2007)

BAB 4 HASIL PENELITIAN

ABSTRAK KARAKTERISTIK PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN KEPUALAUAN MENTAWAI SELAMA JANUARI-DESEMBER 2012

MALATHION DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN SLEMAN, KABUPATEN SLEMAN, YOGYAKARTA

ABSTRAK ANGKA KEJADIAN INFEKSI CACING DI PUSKESMAS KOTA KALER KECAMATAN SUMEDANG UTARA KABUPATEN SUMEDANG TAHUN

HUBUNGAN PAPARAN MEDIA INFORMASI DENGAN PENGETAHUAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE PADA IBU-IBU DI KELURAHAN SAMBIROTO SEMARANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 2013 jumlah kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 24 kasus,

Transkripsi:

Perbandingan Prevalensi Filariasis berdasarkan Status IgG4 Antifilaria pada Penduduk Daerah Endemik Filariasis Kelurahan Jati Sampurna dan Jati Karya Kecamatan Pondokgede Kabupaten Bekasi Jawa Barat Gracia Jovita Kartiko*, Heri Wibowo** *Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia **Staf Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Abstrak Latar Belakang: Filariasis limfatik merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing nematoda dan ditularkan melalui gigitan nyamuk. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan proporsi filariasis berdasarkan status IgG4 antifilaria antara dua daerah endemis dan mengukur distribusi faktor risiko yang berhubungan signifikan dengan kejadian filariasis pada kedua daerah tersebut. Metode: Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional dengan desain studi cross-sectional. Analisis dilakukan terhadap proporsi filariasis berdasarkan status IgG4 antifilaria dan distribusi faktor risiko filariasis pada kedua daerah. Analisis menggunakan uji proporsi kelompok tidak berpasangan Chi-Square. Hasil: Prevalensi filariasis berdasarkan status IgG4 antifilaria pada penduduk kelurahan Jati Karya (73.9%) secara signifikan (p<0.001) lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk kelurahan Jati Sampurna (53.2%). Analisis distribusi faktor risiko menunjukkan faktor risiko yang signifikan (p=0.001) menentukan perbedaan prevalensi filariasis berdasarkan status IgG4 antifilaria antara kedua daerah adalah status kependudukan, yang dibedakan menjadi penduduk asli dan pendatang. Kesimpulan: Prevalensi filariasis berdasarkan status IgG4 antifilaria signifikan lebih tinggi pada penduduk kelurahan Jati Karya dibandingkan dengan penduduk kelurahan Jati Sampurna. Tingginya prevalensi filariasis pada penduduk kelurahan Jati Karya dipengaruhi penduduk asli yang secara signifikan lebih tinggi menyebabkan risiko pajanan filariasis lebih tinggi pada penduduk kelurahan Jati Karya dibandingkan dengan penduduk pada kelurahan Jati Sampurna. Kata kunci: filariasis; IgG4, antifilaria; status kependudukan; status ekonomi; status pendidikan; pekerjaan Abstract Background: Lymphatic filariasis is an infectious disease caused by nematode and transmitted by mosquito s bite. This research aims to compare filariasis proportion based on IgG4 antifilaria status between two endemic areas and to measure filariasis risk factors distribution in these two endemic areas. Method: The method used in this research is observational analitic with cross-sectional design. The number of filariasis based on IgG4 antifilaria in the two regions was then compared, and the distribution of the risk factors of filarial infection affecting the difference of filariasis prevalence between the two regions were analyzed. Data analysis was made using Chi-Square test. Result: Filariasis status based on IgG4 antifilaria in subjects living on kelurahan Jati Karya (73,9%) was significantly (p < 0.001) higher than subjects living on kelurahan Jati Sampurna (53.2%). Analysis of distribution of filariasis risk factors showed that the most important risk 1

factors affecting the difference of IgG4 antifilaria status between the two regions was the demographic profile (p = 0.001), which was divided into indigenous and migrants. Conclusion: Filariasis prevalence based on IgG4 antifilaria status was significantly higher in the residents of kelurahan Jati Karya than in the residents of kelurahan Jati Sampurna. The high prevalence of filariasis in kelurahan Jati Karya was affected by demographic profile, where indigenous people in kelurahan Jati Karya had significantly higher filarial status than those in kelurahan Jati Sampurna. As a result, compared to the residents of kelurahan Jati Sampurna, there was an increase in filariasis exposure to the residents of kelurahan Jati Karya. Keywords: filariasis; IgG4; antifilaria; demographic profile; economic status; educational status; occupation LATAR BELAKANG Filariasis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing dari genus filaria. 1 Di Indonesia, ditemukan tiga spesies cacing filaria, yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori, serta 23 spesies nyamuk vektor filariasis, terdiri dari genus Anopheles, Aedes, Culex, Mansonia, dan Armigeres. Terdapat 1,3 miliar penduduk di lebih dari 83 negara yang berisiko tertular filariasis dan 60% berada di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Hampir seluruh wilayah Indonesia endemis filariasis. 1 Beberapa daerah dinyatakan memiliki tingkat endemisitas cukup tinggi, yaitu daerah dengan microfilarial rate lebih dari 1%. 2 Sejak tahun 2000 hingga 2009, kasus kronis filariasis dilaporkan mencapai 11.914 kasus yang tersebar di 337 kabupaten/kota endemis dan 135 kabupaten/kota non endemis. 1 Kelurahan Jati Sampurna dan Jati Karya Kecamatan Pondokgede Kabupaten Bekasi Jawa Barat merupakan daerah endemis kecacingan. 3,4 Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui perbandingan prevalensi filariasis antara kedua kelurahan tersebut. Dasar penelitian adalah perbedaan karakteristik yang dijumpai pada survei awal dimana sebagian penduduk kelurahan Jati Sampurna tinggal di kompleks perumahan dengan tata lingkungan yang lebih baik daripada kelurahan Jati Karya. Tata lingkungan yang baik tercermin dari bagusnya sistem drainase, yaitu tidak ada kubangan atau tampungan limbah di sekitar rumah penduduk. Limbah yang tergenang merupakan tempat yang cocok untuk perindukan nyamuk Culex quinquefasciatus sebagai vektor filariasis. 5 Uraian dalam latar belakang masalah di atas memberi dasar bagi peneliti untuk merumuskan pertanyaan penelitian mengenai bagaimana perbandingan prevalensi filariasis berdasarkan status IgG4 antifilaria antara penduduk Kelurahan Jati Sampurna dengan penduduk Kelurahan Jati Karya. 2

METODE PENELITIAN Penelitian ini berbasis data sekunder dan menggunakan metode analitik observasional dengan desain studi cross-sectional. Penelitian dilaksanakan di departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Juni 2011 Mei 2012. Subjek penelitian adalah ibu hamil trimester ketiga yang datang ke Klinik Ibu dan Anak (bidan, dokter, puskesmas, dan tenaga kesehatan lainnya dari puskesmas setempat) yang terdapat pada kelurahan Jati Karya dan Jati Sampurna untuk pemeriksaan kandungan dan tinggal di daerah setempat dalam jangka waktu antara 2001 sampai 2005. Besar sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat dihitung sesuai dengan rumus mencari sampel untuk uji hipotesis terhadap 2 proporsi dua kelompok independen dan didapatkan hasil 131 orang. Namun, berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan dan mampu laksana, penelitian ini melakukan analisis dengan menggunakan data sebanyak 286 orang, dengan rerata umur 24 tahun, terendah 15 tahun, dan tertinggi 45 tahun. Variabel bebas penelitian adalah daerah tempat tinggal dan variabel terikat adalah status filariasis berdasarkan IgG4 antifilaria. Analisis dimulai dengan mengakses data IgG4 antifilaria dan faktor risiko yang ada pada kedua daerah endemis. Dilakukan analisis perbandingan proporsi filariasis positif berdasarkan IgG4 antifilaria antara kedua daerah. Setelah itu, dilakukan analisis distribusi faktor risiko filariasis berdasarkan IgG4 antifilaria pada kedua daerah. Analisis menggunakan uji proporsi kelompok tidak berpasangan Chi-Square. Data yang digunakan adalah faktor risiko, yaitu status filariasis berdasarkan IgG4 antifilaria sebagai variabel independen dan daerah tempat tinggal sebagai variabel dependen. Analisis menggunakan SPSS 16.0 for Windows. HASIL PENELITIAN Penetapan status infeksi filaria didasarkan pada pemeriksaan adanya mikrofilaria pada sediaan darah malam yang diperiksa secara miroskopis, adanya antigen filaria yang diperiksa dengan metode Immunochromatography test (ICT), dan adanya IgG4 antifilaria dalam darah. Hasil pemeriksaan IgG4 antifilaria kemudian diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu positif dan negatif berdasarkan nilai batas ukur 503,3750 (uji ROC oleh Valencia). 6 Hasil pemeriksaan terhadap status filariasis ditetapkan berdasarkan adanya IgG4 antifilaria di kedua kelurahan tersebut. 3

Tabel 1. Analisis Perbandingan Proporsi Filaria Positif berdasarkan IgG4 Antifilaria antara Kelurahan Jati Sampurna dan Jati Karya Kelurahan Jati Sampurna Jati Karya Status IgG4 Antifilaria (%) (+) (-) Total 66 58 124 (53.2%) (46.8%) (100%) 105 37 142 (73.9%) (26.1%) (100%) Analisis perbandingan proporsi filaria positif berdasarkan IgG4 antifilaria kedua kelurahan (tabel 1) menunjukkan bahwa status filariasis berdasarkan IgG4 antifilaria pada subyek yang tinggal di kelurahan Jati Karya adalah sebanyak 73.9%. Jumlah ini signifikan (p<0.001) lebih tinggi dibandingkan dengan status filariasis berdasarkan IgG4 antifilaria sebanyak 53.2% pada subyek yang tinggal di kelurahan Jati Sampurna. Tabel 2. Analisis Perbandingan Distribusi Faktor Risiko Filaria Positif berdasarkan IgG4 Antifilaria pada Kelurahan Jati Sampurna dan Jati Karya Status Kependudukan Status Ekonomi Status Pendidikan Pekerjaan Faktor Risiko Asli Pendatang Baik Kurang Sedang/tinggi Rendah IRT Pegawai Pedagang Kelurahan Jati Jati Sampurna Karya 72 109 (54.1%) (72.7%) 61 41 (45.9%) (27.3%) 60 65 (45.5%) (44.2%) 72 82 (54.5%) (55.8%) 54 47 (40.6%) (31.3%) 79 103 (59.4%) (68.7%) 122 139 (92.4%) (92.7%) 5 5 (3.8%) (3.3%) 5 6 (3.8%) (4.0%) Total 181 102 125 154 101 182 261 10 11 Chi- Square (p<0.05) p=0.001 p=0.836 p=0.104 p=0.976 Hasil dari analisis perbandingan distribusi faktor risiko filarisis antara kedua kelurahan (tabel 2) memperlihatkan faktor risiko yang secara signifikan (p=0.001) mempengaruhi perbedaan prevalensi filariasis antara kedua kelurahan adalah status kependudukan. 4

DISKUSI Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui perbandingan proporsi filariasis berdasarkan status IgG4 antifilaria antara kelurahan Jati Sampurna dengan kelurahan Jati Karya, kecamatan Pondok Gede, kabupaten Bekasi, Jawa Barat, dan kemudian mengetahui distribusi faktor risiko status kependudukan, status ekonomi, status pendidikan, dan pekerjaan yang telah diketahui signifikan berpengaruh terhadap filariasis pada kedua kelurahan. Melalui analisis perbandingan proporsi filariasis berdasarkan status IgG4 antifilaria antara kedua kelurahan, didapatkan bahwa proporsi filariasis berdasarkan status IgG4 antifilaria pada kelurahan Jati Karya (73.9%) signifikan (p<0.001) lebih tinggi dibandingkan dengan kelurahan Jati Sampurna (53.2%). Berdasarkan hasil penelitian Jeffry, pada subyek yang sama, didapatkan hasil bahwa status kependudukan (p=0.017) berpengaruh terhadap filariasis berdasarkan IgG4 antifilaria pada kedua kelurahan. Status kependudukan dibedakan menjadi penduduk asli dan pendatang, dimana rata-rata penduduk asli memiliki lama tinggal yang lebih panjang dibandingkan dengan pendatang (berdasarkan uji Mann-Whitney). 7 Penelitian lain oleh Wulan menunjukkan bahwa status pendidikan (p=0.040) dan ekonomi ibu (p=0.037) merupakan faktor yang dominan berpengaruh terhadap filariasis berdasarkan IgG4 antifilaria pada kedua kelurahan. 8 Tingkat pendidikan dan status ekonomi saling berhubungan, dimana status ekonomi juga ditentukan oleh pekerjaan ibu dan pekerjaan ibu juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Perbedaan prevalensi filariasis berdasarkan status IgG4 antifilaria antara kedua kelurahan dan pengaruh status kependudukan, status ekonomi, status pendidikan, serta pekerjaan ibu terhadap kejadian filariasis, menjadi dasar bagi peneliti untuk menganalisis bagaimanakah distibusi faktor risiko filariasis pada kedua kelurahan dan apakah faktor risiko yang telah diteliti berpengaruh terhadap filariasis akan didapatkan lebih tinggi pada kelurahan yang memiliki prevalensi filariasis berdasarkan status IgG4 antifilaria lebih tinggi dibandingkan dengan kelurahan dengan prevalensi filariasis berdasarkan status IgG4 antifilaria yang lebih rendah. Analisis distribusi faktor risiko menunjukkan faktor risiko yang signifikan (p=0.001) menentukan perbedaan prevalensi filarisis berdasarkan status IgG4 antifilaria antara kedua kelurahan adalah status kependudukan, yang dibedakan menjadi penduduk asli dan pendatang. Rata-rata penduduk asli memiliki lama tinggal yang lebih panjang dibandingkan dengan pendatang sehingga risiko pajanan terhadap antigen filaria pada penduduk asli lebih tinggi dibandingkan dengan pendatang. 5

Faktor risiko status pendidikan yang dibedakan menjadi pendidikan sedang/tinggi dan pendidikan rendah telah diteliti mempengaruhi (p=0.040) kejadian filariasis pada kedua kelurahan. Pada analisis perbandingan distribusi faktor risiko, didapatkan bahwa faktor risiko pendidikan rendah tidak signifikan (p=0.104) menentukan perbedaan prevalensi filariasis berdasarkan status IgG4 antifilaria antara kedua kelurahan. Namun, dapat dilihat kecenderungan faktor risiko pendidikan rendah yang lebih tinggi pada kelurahan Jati Karya yang memiliki angka kejadian filariasis berdasarkan status IgG4 antifilaria lebih tinggi dibandingkan dengan kelurahan Jati Sampurna. Faktor risiko status ekonomi yang dibedakan menjadi ekonomi baik dan ekonomi kurang telah diteliti mempengaruhi (p=0.037) kejadian filariasis pada kedua kelurahan. Pada analisis perbandingan distribusi faktor risiko, didapatkan bahwa faktor risiko ekonomi kurang tidak signifikan (p=0.836) berbeda antara kedua kelurahan. Hal ini menunjukkan bahwa faktor risiko tersebut tersebar merata dan tidak menentukan perbedaan prevalensi filariasis berdasarkan status IgG4 antifilaria antara kedua kelurahan. Faktor risko pekerjaan ibu dibedakan menjadi ibu rumah tangga, pegawai, dan pedagang. Ibu rumah tangga adalah ibu yang tidak bekerja dan dihubungkan dengan pendidikan rendah dan ekonomi kurang karena tidak memiliki penghasilan sendiri. Faktor risiko pekerjaan ibu tidak signifikan (p=0.976) berbeda antara kedua kelurahan. Meskipun mayoritas pekerjaan ibu pada kedua kelurahan adalah sebagai ibu rumah tangga, distribusi ibu rumah tangga merata pada kedua kelurahan sehingga tidak menentukan perbedaan prevalensi filariasis berdasarkan status IgG4 antifilaria antara kedua kelurahan. KESIMPULAN Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa: (1) Prevalensi filariasis berdasarkan status IgG4 antifilaria signifikan lebih tinggi pada penduduk kelurahan Jati Karya dibandingkan dengan penduduk kelurahan Jati Sampurna; (2) Tingginya prevalensi filariasis pada penduduk kelurahan Jati Karya dipengaruhi penduduk asli secara signifikan lebih tinggi sehingga menyebabkan risiko pajanan filariasis lebih tinggi pada penduduk kelurahan Jati Karya dibandingkan dengan penduduk pada kelurahan Jati Sampurna. SARAN Kejadian filariasis pada penduduk kelurahan Jati Karya dan Jati Sampurna perlu diturunkan melalui edukasi dan pengendalian faktor risiko. Selain itu, diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh pengetahuan masyarakat terhadap kejadian filariasis. 6

DAFTAR PUSTAKA 1. Rencana Nasional Program Pencegahan Filariasis di Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2010. 2. Wahyono TY, Purwantyastuti, Supali T. Jendela Epidemiologi Filariasis di Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2010. 3. Juriastuti P, Kartika M, Djaja IM, Susanna D. Faktor Risiko Kejadian Filariasis di Kelurahan Jati Sampurna. Jakarta: Makara Kesehatan; 2010. 4. Tabel Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat. Bandung: Dinas Kesehatan Jawa Barat; 2007. 5. Astuti UN, Hasisusanto S, Sari IY. Periodisitas Nyamuk Culex quinquefasciatus dalam hubungannya dengan Potensi Transmisi Filariasis di Kelurahan Ngampilan dan Notoprajan Kecamatan Ngampilan Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada; 2010. 6. Livia V. Perbandingan Diagnosis Filariasis berdasarkan Pemeriksaan Antigen dan Kadar IgG4 Antifilaria. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013. 7. Susatyo JA. Hubungan antara Status IgG4 Antifilaria dengan Lama Menetap di Daerah Endemis Filariasis Kecamatan Pondok Gede, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013. 8. Lestari WA. Distribusi IgG4 Antifilaria pada Ibu Hamil yang Tinggal di Daerah Endemik Kecacingan di Kecamatan Pondok Gede, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013. 7