1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN TIPE DASAR PERAIRAN DENGAN DISTRIBUSI IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANGKAJENE SULAWESI SELATAN 2011

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Kapal Survei dan Instrumen Penelitian

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perairan Laut Arafura di lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada koordinat 5º - 8 º LS dan 133 º º BT

EFEK UKURAN BUTIRAN, KEKASARAN, DAN KEKERASAN DASAR PERAIRAN TERHADAP NILAI HAMBUR BALIK HASIL DETEKSI HYDROAKUSTIK ABSTRACT

4. BAHAN DAN METODA. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 8 Peta lokasi penelitian.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Oleh : HARDHANI EKO SAPUTRO C SKRIPSI

6. PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Batimetri

2. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar Laut Arafura merupakan paparan yang sangat luas. Menurut Nontji

PENDEKATAN METODE HIDROAKUSTIK UNTUK ANALISIS KETERKAITAN ANTARA TIPE SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DENGAN KOMUNITAS IKAN DEMERSAL SRI PUJIYATI

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sedimen dasar laut

5. HASIL PENELITIAN 5.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Batimetri Perairan

PENDUGAAN KELIMPAHAN DAN SEBARAN IKAN DEMERSAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI PERAIRAN BELITUNG

Gambar 8. Lokasi penelitian

Oleh : PAHMI PARHANI C SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

5. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN BERDASARKAN METODE HIDROAKUSTIK

PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN TIPE DASAR PERAIRAN TERHADAP DISTRIBUSI IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANGKAJENE SULAWESI SELATAN 2011

0643 DISTRIBUSI NILAI TARGETSTRENGTH DAN DENSITAS I ON PELAGIS DENGAN SISTEM AKUSTIK BIM TERBAGI D1 LAUT TIMOR PADA BULAN DESEMBER 2003

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan.

terdistribusi pada seluruh strata kedalaman, bahkan umumnya terdapat dalam frekuensi yang ringgi. Secara horisontal, nilai target strength pada

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3 METODOLOGI PENELITIAN

I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

Ikan Pelagis Ekonomis Penting dan Karakteristik DPI Demersal

PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

3 METODOLOGI PENELITIAN

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan

Pengumunan terkait revisi Dosen Pengampu dan Materi DPI

PENGUKURAN KARAKTERISTIK AKUSTIK SUMBER DAYA PERIKANAN DI LAGUNA GUGUSAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ilustrasi morfologi lamun yang membedakan tiap spesies. (Lanyon, 1986, diacu dalam McKenzie and Campbell, 2002)

Citra akustik Ikan Uji. Matriks Data Akustik. Hitungan Deskriptor. 15 Desk. teridentifikasi. 8 Desk. utama. Rancangan awal JSTPB JSTPB1

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGOLAHAN DATA SINGLE BEAM ECHOSOUNDER. Septian Nanda dan Aprillina Idha Geomatics Engineering

AKUSTIK REMOTE SENSING/PENGINDERAAN JAUH

ME FEnR OF ME LORD IS ME BECIHtlIHG Of WLEDGE : BUT FOOLS DESPISE WISDGii N(D IHSIRUCTIM1.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH KEDALAMAN DAN SUHU MENGGUNAKAN FISH FINDER TERHADAP HASIL TANGKAPAN ARAD (SMALL BOTTOM TRAWL) DI PERAIRAN REMBANG

3. DISTRIBUSI IKAN DI LAUT CINA SELATAN

SEBARAN DAN KELIMPAHAN IKAN PARI DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) 711 NRI

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah

Densitas Ikan Pelagis Kecil Secara Akustik di Laut Arafura

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL PEMBAHASAN. Sta Latitude Longitude Spesies Keterangan

PENDEKATAN METODE HIDROAKUSTIK UNTUK ANALISIS KETERKAITAN ANTARA TIPE SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DENGAN KOMUNITAS IKAN DEMERSAL SRI PUJIYATI

DISTRIBUSI, DENSITAS IKAN DAN KONDISI FISIK OSEANOGRAFI DI SELAT MALAKA

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

DIRECTORY PERALATAN PENELITIAN LAUT DALAM PUSAT PENELITIAN LAUT DALAM LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA BIDANG SARANA PENELITIAN

Daerah Penangkapan Ikan (fishing ground) Oleh: Ririn Irnawati

TEKNOLOGI AKUSTIK BAWAH AIR: SOLUSI DATA PERIKANAN LAUT INDONESIA

Scientific Echosounders

Oleh : MUHAMMAD ALI MUSTOFA C SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Lintuk Melnperoleh Ge!ar Sajanz pada Fakultas Perikanan dan Illnu Kelaulan

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Bentuk Pertumbuhan Karang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMAlUIAN DUAL FREKUENSI DALAM PENDUGAAN DISTRIBUSI IKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK (FURUNO FQ 80) DI PERAIRAN LAUT CINA SELATAN.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INTERPRETASI SEB NILAI TARGET STRENGTH (TS) DAN DENSITAS DEmRSAL DENGAN BlETODE AIE)ROAKUSTIK DI TELUK PELABUWAN RATU

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

KOMPOSISI BUTIRAN PASIR SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU

DISTRIBUSI SPASIAL KEPADATAN IKAN PELAGIS DI PERAIRAN ENGGANO

UJI BEDA KETEBALAN INTEGRASI PADA PANTULAN PERTAMA DAN KEDUA HASIL DETEKSI AKUSTIK MULYANI

PENGUKURAN DAN ANALISIS NILAI HAMBUR BALIK AKUSTIK UNTUK KLASIFIKASI DASAR PERAIRAN DELTA MAHAKAM

Keberadaan sumber daya ikan sangat tergantung pada faktor-faktor. yang sangat berfluktuasi dari tahun ke tahun. Kemungkinan ini disebabkan karena

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR

Analisis Sebaran Schooling Ikan Demersal Di Perairan Tarakan Kalimantan Utara Menggunakan Metode Hidroakustik. Oleh

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk kedalam negara kepulauan yang memiliki garis

BAB I PENDAHULUAN. kepulauan terbesar di dunia, dengan luas laut 5,8 juta km 2 atau 3/4 dari total

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati membuat laut Indonesia dijuluki Marine Mega-

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Sumber : Mckenzie (2009) Gambar 2. Morfologi Lamun

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan dan mempunyai luas daratan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

Transkripsi:

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Substrat dasar perairan memiliki peranan yang sangat penting yaitu sebagai habitat bagi bermacam-macam biota baik itu mikrofauna maupun makrofauna. Mikrofauna berperan sebagai pengurai bahan-bahan anorganik menjadi bahan-bahan organik yang banyak dimanfaatkan oleh biota-biota lain. Laevastu dan Hela (1981) menggambarkan bahwa mikrofauna sebagai awal terbentuknya mata rantai makanan bagi biota-biota laut lainnya. Kesuburan suatu perairan juga ditentukan oleh mikrofauna yang berada di dalam dasar perairan. Salah satu jenis makrofauna adalah ikan demersal. Ikan demersal mempunyai potensi yang seharusnya diperhitungkan dalam pengelolaan sumberdaya hayati laut yang berkelanjutan. Hal ini disebabkan potensi sumberdaya ikan demersal memberikan sumbangan terbesar ke dua setelah ikan pelagis untuk total produksi ikan di Indonesia. Selain itu ikan demersal memiliki nilai ekonomis penting, baik untuk di ekspor ke luar negeri maupun untuk konsumsi dalam negeri. Salah satu sumberdaya ikan demersal yang memiliki potensi yang cukup besar berada di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) III yaitu Perairan Laut Jawa dan sekitarnya, yaitu sebesar 431,20 x 10 3 ton/tahun namun baru 40,18 % tingkat pemanfaatnya. Menurut Boer et al (2001) sumberdaya ikan demersal di perairan ini masih memiliki peluang pengembangannya sebesar 49,82%. Penelitian mengenai ikan demersal itu sendiri telah dilakukan oleh ilmuan Jerman bekerjasama dengan ilmuan Indonesia dimulai tahun 1974 sampai 1979 (Widodo, 1980) dengan melakukan identifikasi jenis ikan yang tertangkap dan komposisinya. Setelah itu, dengan adanya pelarangan penggunaan alat tangkap trawl oleh pemerintah, penelitian mengenai ikan demersal sempat terhenti. Namun beberapa peneliti mencoba kembali melanjutkan penelitian tersebut, antara lain Sadhotomo (1990) melakukan penelitian mengenai Ordinasi Komunitas Ikan Demersal di Pantai Utara Jawa I, dimana terungkap bahwa ada dua populasi ikan demersal yang dibatasi oleh Tanjung Mandalika. Sumiono et al. (2002) juga telah melakukan survei trawl dengan kapal KM Mutiara IV pada bulan Juni 2000 di Perairan antara Semarang Pekalongan dan Rembang

2 Lasem yang menghasilkan tangkapan terbanyak adalah ikan pepetek, dengan rata-rata laju tangkapan 285 kg/jam. Penelitian-penelitian mengenai ikan demersal ini umumnya menggunakan metode swept area. Metode swept area memiliki beberapa kendala antara lain bukaan mulut jaring yang sering tidak optimal, diperlukan kapal yang berukuran besar, dan diduga menyebabkan kerusakan sumberdaya ikan, sebab alat ini memiliki selektivitas yang rendah. Melihat kendala yang dimiliki oleh metode ini maka perlu dipikirkan inovasi-inovasi baru untuk menjawab permasalahan yang ada, atau dikembangkan metode lain yang sanggup melakukan eksplorasi tanpa merusak sumberdaya ikan yang ada. Metode hidroakustik merupakan satu alternatif yang dapat dikembangkan untuk dapat memberikan informasi mengenai ikan tunggal, densitas dan keberadaan ikan. Metode ini dapat melakukan pendeteksian langsung kepada target ikan dari permukaan hingga dasar perairan. Informasi yang diperoleh nantinya dapat memberikan masukan baru dalam pemetaan sumberdaya ikan demersal di setiap perairan. Penggunaan teknologi hidroakustik semakin dikenal di dunia perikanan Indonesia, yaitu dengan adanya kerjasama antara Balai Penelitian Perikanan Laut (BPPL) Jakarta bekerja sama dengan ORSTOM (Perancis) di bawah naungan Java Sea Pelagic Fisheries Assessment Project dari tahun 1992 hingga 1997. Penelitian hidroakustik ini dilakukan di Perairan Laut Jawa namun masih terbatas dalam eksplorasi ikan pelagis. Di Indonesia sendiri klasifikasi mengenai dasar perairan masih relatif sedikit. Wyrtki (1961) telah mengklasifikasikan tipe substrat dasar di Laut Jawa, sedangkan di wilayah yang lebih luas dan perairan yang lebih dalam masih belum banyak dilakukan. Hal ini disebabkan metode yang dipergunakan masih menggunakan metode sampling yang menggunakan grab, yang memiliki kelemahan hanya dapat dipergunakan dalam wilayah yang terbatas dan dangkal dengan waktu yang lama. Dewasa ini sudah berkembang metode baru untuk mendapatkan informasi mengenai tipe dasar, sedimen dasar dan tanaman-tanaman laut dengan menggunakan echosounder dan pengolahan data secara digital. Perbedaan tipe dasar laut dapat digambarkan melalui kekasaran (roughness) dasar dan kekerasan dasar (hardness) dari batu, pasir, lumpur atau

3 campurannya. Beberapa program pengolahan data yang digunakan adalah RoxAnn TM and QTC View TM systems. Penelitian mengenai klasifikasi akustik dasar dari habitat laut di perairan subtropis sudah dilakukan Freitas et al. (2003) di daerah pesisir barat Portugal, dengan menggunakan program QTC View dan RoxAnn yang memberikan hasil bahwa ada tiga kelas akustik yang teridentifikasi yaitu pasir dengan campuran sedikit lumpur dan liat, pasir halus dan Lumpur dan tiga kelompok biota bentik dengan indek keragaman dan kelimpahan yang berbeda. Siwabessy (2001) juga telah melakukan penelitian untuk melihat hubungan tipe substrat dan biota bentik, bento pelagik dengan metode akustik yang dilengkapi program ECHO. Hasil yang diperoleh adanya empat tipe substrat yang diklasifikasikan sebagai substrat lembut halus, keras halus, keras kasar dan lembut kasar dan di temukan juga empat kelompok berdasarkan komposisinya. Alat yang dipergunakan dalam penelitian Siwabessy (2001) adalah echosounder Simrad EK-500 dengan frekuensi 12, 38, 120 KHz. Freitas et al. (2003) menggunakan frekuensi 20 dan 5000 KHz. Penggunaan alat dengan frekuensi tinggi ini karena lokasi penelitian di lokasi dangkal. Namun berdasarkan informasi dari SIMRAD (2006), frekeunsi 12 KHz sanggup untuk mendeteksi hingga kedalaman 11.000 m. Dalam penelitian ini, penulis mencoba untuk melakukan penelitian untuk dapat mengklasifikasikan tipe substrat dasar perairan dan sumberdaya ikan demersal dengan akurasi yang tinggi, yaitu dengan metode hidroakustik dan di verifikasi dengan data hasil sapuan trawl dan pengambilan contoh dengan grab di perairan dangkal di daerah tropis, dengan menggunakan peralatan Simrad EY- 500 (38 KHZ), EY-60 dan EK-60 (120 KHz) serta program EP-500 dan Echo View. Hasil penelitian ini juga menjawab apakah faktor abiotik memiliki hubungan dengan komunitas ikan demersal di lokasi penelitian. Substrat dasar secara hidroakustik adalah substrat yang terintegrasi pada kedalaman 0,2 m dari permukaan dasar perairan. Densitas ikan demersal ini dianalisis dan dihubungkan dengan kondisi substrat dasar serta faktor oseanografi. Ikan demersal yang terdeteksi adalah ikan-ikan yang ada di kolom perairan dekat dasar dengan ketebalan lapisan air untuk integrasi 1,2 m dari permukaan dasar laut.

4 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis nilai hambur balik dasar perairan dari berbagai tipe substrat dan mengklasifikasinya serta menerapkan nilai tersebut untuk mengestimasi tipe substrat dasar perairan di lokasi lain. 2. Menganalisis faktor abiotik (parameter oseanografi) dari setiap habitat ikan demersal. 3. Menganalisis nilai target strength dan densitas ikan demersal hasil deteksi hidroakustik di setiap habitat. 4. Menganalisis hasil tangkapan ikan demersal dengan trawl untuk mengetahui keberadaan komunitas ikan demersal di setiap habitat. 5. Mencari hubungan antara keterkaitan faktor abiotik yaitu tipe substrat dasar dan parameter oseanografi terhadap keberadaan ikan demersal. 1.3 Hipotesis (1) Nilai hambur balik dasar perairan yang dimiliki oleh karang, pasir, dan lumpur sangat berbeda. Nilai hambur balik ini dipengaruhi oleh besarnya butiran partikel dari subtrat dasar perairan itu sendiri, (2) Faktor abiotik mempengaruhi keberadaan komunitas ikan demersal. 1.4 Kerangka Pemikiran Penentuan klasifikasi substrat dasar perairan dan sebaran sumberdaya ikan demersal dengan akurasi yang tinggi sangat di butuhkan dalam dunia kelautan dan perikanan. Hal ini di sebabkan substrat dasar perairan memiliki peranan yang sangat penting sebagai habitat bagi bermacam-macam biota baik itu mikrofauna maupun makrofauna, dimana mikrofauna berperan sebagai pengurai bahan-bahan anorganik menjadi bahan-bahan organik yang banyak dimanfaatkan oleh biota-biota lain. Salah satu jenis makrofauna yang memiliki nilai ekonomis adalah ikan demersal. Sumberdaya ikan demersal memberikan sumbangan terbesar kedua setelah ikan pelagis untuk total produksi ikan di Indonesia.

5 Namun untuk mendapatkan atau menentukan jenis subsrat dasar di suatu perairan mengalami kendala yang disebabkan metode yang selama ini dipergunakan (metode grab) belum mampu memberikan informasi mengenai pemetaan dasar secara luas dan jelas. Selain itu penelitian mengenai pemetaan dasar perairan belum dikaji lebih lanjut hubungannya dengan biotabiota yang ada di dalamnya. Berdasarkan permasalahan di atas, perlu dilakukan pengkajian mengenai habitat dan sumberdaya ikan demersal dengan pendekatan terpadu yaitu metode hidroakustik, dilengkapi hasil sapuan trawl, sampling grab dan parameter oseanografi. Data sapuan trawl dan grab dipergunakan sebagai verifikasi data yang diperoleh integrasi hidroakustik. Metode hidroakustik akan memberikan informasi mengenai nilai hambur balik substrat dasar perairan beserta target strength dan densitas ikan demersal. Hasil sapuan trawl akan memberikan informasi mengenai densitas dan komposisi ikan demersal, grab akan memberikan informasi mengenai tipe substrat dasar perairan, dan parameter oseanografi akan memberikan informasi mengenai penyebaran suhu, salinitas dari habitat ikan. Semua itu nantinya akan memberikan informasi mengenai faktor abiotik dan komunitas ikan demersal dan selanjutnya akan dicari hubungan antara faktor abiotik terhadap komunitas sumberdaya ikan demersal Gambar 1. Tahapan yang akan dilakukan untuk menjawab permasalah di atas adalah: Tahap I. Analisis dugaan tipe substrat dasar perairan berikut sebarannya berdasarkan hasil deteksi hidroakustik. Dugaan tipe substrat dasar perairan di lokasi penelitian diperoleh dengan menggunakan nilai hambur balik dasar perairan hasil pengolahan data hidroakustik dengan program EP-500 dan Echo view. Data ini akan di analisis untuk mengetahui tipe-tipe substrat dasar perairan secara hidroakustik dan selanjutnya dipetakan untuk mendapatkan penyebarannya. Tahap II. Analisis Faktor Oseanografi-grab dari dasar Perairan Tahapan ini menganalisis data oseanografi (suhu, salinitas, arus) untuk mengetahui penyebaran parameter oseanografi di wilayah studi.

6 Tahap III. Estimasi target strength dan densitas Ikan demersal Tahapan ini dilakukan dengan pengambilan data di lapangan dengan menggunakan peralatan Split Beam Acoustic System model EY-500 dan EY-60 sepanjang lintasan kapal. Selanjutnya, data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program EP-500 dan BI, kemudian dilakukan analisis untuk memetakan densitas dan target strength ikan. Tahap IV. Identifikasi kawanan ikan demersal hasil sapuan trawl Tahapan ini dilakukan pengoperasian alat tangkap trawl, kemudian hasil tangkapan dipisah-pisahkan sesuai jenisnya dan dilakukan identifikasi. Selain itu dilakukan penimbangan untuk mengetahui berat total setiap jenis, selanjutnya dilakukan pengambilan contoh dari setiap jenis/spesies yang ada kemudian diukur panjang dan berat dari masing-masing contoh. Data ini digunakan sebagai verifikasi data hidroakustik yang diperoleh dengan alat akustik split beam transducer. Tahap V. Keterkaitan faktor abiotik dan komunitas ikan demersal Tahapan ini merupakan upaya untuk mencari hubungan faktor abiotik (tipe substrat dasar perairan dan parameter oseanografi) dengan komunitas ikan demersal.

7 Permasalahan Utama Penentuan tipe substrat dasar perairan dan sebaran SDI demersal dengan akurasi yang tinggi Dasar perairan merupakan habitat bagi fauna dan flora yang keberadaannya dipengaruhi oleh tipe substrat Data substrat dasar perairan sangat terbatas, sehingga sulit mengkaitkan tipe substrat dasar dengan keberadaan fauna bentik (khususnya SDI demersal) Saran Pemecahan perlu dilakukan pengkajian mengenai tipe substrat dasar sebagai habitat ikan demersal dan SDI demersal Pemecahan Masalah: Pendekatan terpadu yang melibatkan metode hidroakustik, swept area dan sampling grab Trawl hidroakustik Grab CTD Jenis, Komposisi ikan demersal Densitas SV, TS SV bottom Substrat dasar Suhu, Salinitas arus SDI demersal Faktor Abiotik Hasil Hubungan antara faktor abiotik terhadap komunitas SDI demersal Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian