BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbentang antara

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak potensi wisata baik dari segi sumber daya

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Nama WAKATOBI diambil dengan merangkum nama. ngi- wangi, Kaledupa. dan Binongko

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR MALUKU KEPUTUSAN GUBERNUR MALUKU NOMOR 387 TAHUN 2016 TENTANG

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

BAB I PENDAHULUAN. negara yang memiliki kawasan pesisir yang sangat luas, karena Indonesia

I. PENDAHULUAN. negara Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara untuk meningkatkan devisa di negaranya. Salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. II/1999 seluas ha yang meliputi ,30 ha kawasan perairan dan

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

REPORT MONITORING MANGROVE PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI KABUPATEN WAKATOBI

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan memiliki prospek baik, potensi hutan alam yang menarik. memiliki potensi yang baik apabila digarap dan sungguh-sungguh

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

REPORT MONITORING SEAGRASS PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI KABUPATEN WAKATOBI

PERUBAHAN POLA KEHIDUPAN SUKU BAJO PASCA PENETAPAN ZONASI TAMAN NASIONAL (Studi di Desa Lamanggau Kecamatan Tomia Kabupaten Wakatobi)

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya banyak yang dihuni oleh manusia, salah satunya adalah Pulau Maratua

BAB I PENDAHULUAN. ikan) yang cukup tinggi, namun jika dibandingkan dengan wilayah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL LAUT DAN REKLAMASI TELUK BENOA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2014 TENTANG

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI

BAB I PENDAHULUAN. dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan pengenalan dan pemasaran produk

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di

PERATURAN DAERAH PROPINSI SULAWESI UTARA NOMOR : 14 TAHUN 2000 TENTANG PUNGUTAN MASUK PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL BUNAKEN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

DAFTAR PUSTAKA. BPS Kabupaten Wakatobi, 2014, Kecamatan Wangi-Wangi Selatan dalam Angka, Wangi-Wangi.

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

KEWENANGAN PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO

BAB I PENDAHULUAN. World Travel and Tourism Council mencatat bahwa Australia memiiki

BAB I PENDAHULUAN. ditengarai terdapat pergeseran orientasi, dari mass tourism menuju ke alternative

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA


GUBERNUR SULAWESI BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 4 Tahun 2007 Seri E Nomor 4 Tahun 2007 NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA

III KERANGKA PEMIKIRAN

FUNGSI KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA ALAM SECARA BIJAK* Oleh : IMRAN SL TOBING**

I. PENDAHULUAN. individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya

ANALISIS SUMBERDAYA PESISIR YANG BERPOTENSI SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BENGKULU

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan pemerintah untuk

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2002 KAWASAN INDUSTRI PERIKANAN TERPADU DI TELUK KELABAT B U P A T I B A N G K A,

IZIN USAHA JASA PARIWISATA

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Taman Nasional menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Dari pengertian tersebut, maka bentuk pemanfaatan dalam kawasan taman nasional hanya untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Terkait dengan pariwisata, Fandeli dan Nurdin (2005) menyatakan bahwa pariwisata di taman nasional dapat menjadi sebuah faktor kunci dalam mendukung konservasi warisan alam dan warisan budaya. Pariwisata dapat menghasilkan pendapatan dari biaya masuk dan pelayanan jasa serta pajak-pajak lokal atau sumber lainnya. Pendapatan ini dapat digunakan secara langsung untuk membantu memenuhi atau mengimbangi biaya-biaya konservasi, mempertahanankan tradisi budaya dan menyediakan pendidikan. Hal tersebut tentu dapat terealisasi jika Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah serius dalam mengelola sektor pariwisata, apalagi jika pemerintah menempatkan sektor pariwisata sebagai sektor ekonomi andalan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pariwisata yang dikembangkan dalam kawasan taman nasional khususnya dan kawasan konservasi pada umumnya adalah pariwisata yang berbasis alam utamanya ekowisata. Pengembangan ekowisata (pariwisata alam) di taman nasional

2 dapat memanfaatkan zona pemanfaatan 1. Dalam pengelolaannya, partisipasi atau peranserta masyarakat menjadi hal yang sangat penting. Diana Conyers dalam Hadiwijoyo (2012) menyebutkan bahwa terdapat tiga alasan utama mengapa partisipasi masyarakat merupakan unsur yang sangat penting. Pertama, partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat setempat, tanpa kehadirannya, program-program pembangunan pariwisata tidak akan berjalan secara optimal. Kedua, masyarakat akan lebih mempercayai program pembangunan pariwisata apabila masyarakat dilibatkan dalam setiap tahapan atau prosesnya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan monitoring. Ketiga, merupakan suatu hak demokrasi apabila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat sendiri, artinya masyarakat mempunyai hak untuk turut serta dalam menentukan dan merencanakan jenis pembangunan atau kegiatan apa yang akan dilaksanakan di daerah mereka. Hal demikian juga tertera dalam dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan pasal 19 ayat 2, bahwa setiap orang dan/atau masyarakat di dalam dan di sekitar destinasi pariwisata mempunyai hak prioritas yakni menjadi pekerja/buruh; konsinyasi; dan/atau pengelolaan. Taman Nasional Wakatobi (TNW) adalah salah satu taman nasional laut di Indonesia, memiliki keanekaragaman sumber daya alam hayati yang sangat tinggi dan sekaligus menjadi destinasi wisata bahari. Sedikitnya terdapat delapan 1 Hal ini tercantum dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.56/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional pasal 1, bahwa yang dimaksud dengan zona pemanfaatan adalah bagian taman nasional yang letak, kondisi dan potensi alamnya, yang terutama dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan kondisi/jasa lingkungann lainnya.

3 sumberdaya hayati penting yang dikelola oleh Balai Taman Nasional Wakatobi dan Pemerintah Daerah yakni terumbu karang, padang lamun, mangrove, SPAGs (Spawning Aggregations Sites/lokasi pemijahan ikan, burung pantai/laut, cetacean (paus dan lumba-lumba), penyu dan ikan ekonomi penting (Sopari, dkk., 2014). Selain sumber daya alam tersebut, keberagaman warisan budaya juga menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Wakatobi. Wakatobi awalnya ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam laut melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 462/Kpts-II/1995 tepatnya tanggal 4 September 1995. Kemudian melalui SK Menhut No.393/Kpts-VI/1996 ditingkatkan statusnya menjadi taman nasional dan ditetapkan sebagai Taman Nasional Wakatobi (TNW) pada tanggal 19 Agustus 2002 melalui SK Menhut No.7651/Kpts-II/2002 dengan luas kawasan 1.390.000 ha terdiri dari 97% lautan dan 3% daratan berupa pulau-pulau (Balai TNW, 2008). Seiring berjalannya waktu, pada tahun 2003 Kepulauan Wakatobi resmi menjadi daerah otonom sebagai pemekaran dari Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara. Kabupaten Wakatobi memiliki letak dan luas sama persis dengan letak dan luas wilayah TNW. Istilah Wakatobi diambil dari singkatan empat pulau utama yang ada di wilayahnya, yakni Pulau Wangi-Wangi (WA), Pulau Kaledupa (KA), Pulau Tomia (TO) dan Pulau Binongko (BI). Selain keempat pulau tersebut, kawasan ini memiliki pulau-pulau kecil di sekitarnya yang berpenghuni, salah satunya adalah Pulau Kapota. Pulau Kapota sama seperti pulau-pulau lainnya di Indonesia, memiliki keanekaragaman sumberdaya alam maupun budaya yang sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan ekowisata (Feronika, 2011; Rafika, 2011). Namun,

4 ekosistem penyangganya sangatlah rawan dibanding dengan pulau lainnya. Hal ini dikarenakan masyarakat setempat masih melakukan penambangan pasir secara liar, menangkap ikan dengan menggunakan alat yang dilarang oleh pemerintah seperti bom, racun sianida yang dapat merusak ekosistem di sekitarnya. Daerah yang menjadi destinasi wisata sekaligus sebagai wilayah konservasi, sudah sepantasnya dikelola dengan tepat karena dikhawatirkan terjadi perbedaan asumsi dasar antar sektor dalam mengelola potensi sumber daya alam. Pengelolaan kawasan wisata harusnya tidak hanya memperhatikan dari sisi fisik, namun juga secara sosial-budaya. Oleh karena itu, pengembangan pariwisata di Wakatobi diarahkan pada prinsip-prinsip ekowisata 2. Pengelolaan ekowisata di Taman Nasional Wakatobi umumnya dan di Pulau Kapota pada khususnya melibatkan beberapa sektor. Tidak hanya balai TNW, tetapi juga Dinas Pariwisata Kabupaten Wakatobi serta kelembagaan adat setempat. Beberapa sektor ini masing-masing memiliki kepentingan untuk menjadikan Pulau Kapota sebagai aset yang dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak. Organisasi-organisasi dibuat untuk memperkuat kelembagaan dan merealisasikan kebijakan-kebijakan masing-masing sektor. Dari lembaga yang dibentuk disinyalir bahwa masyarakat lokal terlibat di dalamnya. Namun, seringkali keterlibatan masyarakat hanya bersifat partikular dalam proses pengelolaan ekowisata. Masyarakat lokal sebagai komponen penting harusnya tidak dinegasikan dalam setiap tahapan pengembangan ekowisata karena masyarakat merupakan ujung tombak dalam kelestarian sumber daya alam yang 2 Prinsip-prinsip ekowisata ini terpapar jelas pada Visi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wakatobi (RIPPDA, 2008).

5 menjadi daya tarik wisata. Adat dan budaya mereka sudah ada jauh sebelum campur tangan pihak TNW dan Dinas Pariwisata masuk. Penting untuk disoroti adalah bagaimana pola pengelolaan ekowisata bahari di Pulau Kapota dan bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekowisata tersebut. 1.2 Perumusan Masalah Pengelolaan ekowisata bahari di Pulau Kapota Taman Nasional Wakatobi haruslah dibentuk secara ideal dengan menempatkan keterlibatan masyarakat secara menyeluruh. Penelitian ini ingin mengetahui tingkat partisipasi masyarakat di dalam pengelolaan ekowisata. Berdasarkan yang terpapar dalam uraian latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Bagaimana pola pengelolaan ekowisata bahari di Pulau Kapota Taman Nasional Wakatobi? 2) Seberapa besar tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekowisata bahari di Pulau Kapota Taman Nasional Wakatobi? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini yaitu: 1) Mendeskripsikan pola pengelolaan ekowisata bahari di Pulau Kapota Taman Nasional Wakatobi. 2) Mengetahui seberapa besar tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekowisata bahari di Pulau Kapota Taman Nasional Wakatobi.

6 1.4 Manfaat penelitian Merujuk pada tujuan penelitian, maka sekurang-kurangnya penelitian ini memberikan manfaat sebagai berikut: 1) Manfaat Teoritis; Diharapkan hasil penelitian ini akan memperkaya konsep atau teori yang menyokong perkembangan ilmu pengetahuan kepariwisataan, khususnya terkait dengan pengelolaan ekowisata. 2) Manfaat Praktis; Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak terkait yang berkepentingan dalam pengembangan ekowisata bahari, khususnya di dalam kawasan Taman Nasional Wakatobi. 1.5 Keaslian Penelitian Kajian partisipasi masyarakat telah banyak dilakukan seperti yang terdapat di perpustakaan Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada yakni sebanyak 131 sampai pada Januari 2015. Untuk mahasiswa kajian pariwisata sekitar 20 orang yang telah meneliti tentang partisipasi masyarakat. Namun, berdasarkan penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian dengan tema seperti ini belum pernah dilakukan di Taman Nasional Wakatobi khususnya di Pulau Kapota. Beberapa penelitian di Taman Nasional Wakatobi yang berkaitan dengan tema ini, yakni: Pertama, penelitian Awang (2010) tentang studi kebijakan partisipatif pengelolaan Taman Nasional Wakatobi pasca pembentukan Kabupaten Wakatobi. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terjadi disharmonisasi peraturan perundang-undangan terkait dengan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan di kawasan Taman Nasional Wakatobi. Konflik kepentingan

7 dan kewenangan terjadi pada fungsi perizinan bidang pariwisata, kelautan dan perikanan, serta pemanfaatan zonasi TNW. Kedua, penelitian Udu (2012) tentang pengembangan pariwisata dan hilangnya tanah-tanah sara di Wakatobi. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode etnografi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa beberapa tanah adat/sara di Wakatobi sudah di luar kontrol adat, sehingga potensi konflik terbuka yang berhubungan dengan tanah adat. Selain itu, hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa beberapa pantai milik adat/sara sudah dijual secara pribadi dan dikembangkan menjadi resort. Di sisi lain, terjadi konflik antara pemerintah dan masyarakat mengenai zonasi laut yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Wakatobi. Selanjutnya, penelitian Marwan (2014) tentang studi ekonomi politik: Pengelolaan Pariwisata di Kabupaten Wakatobi. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data observasi dan wawancara serta studi pustaka. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pemerintah memiliki peran sentral dalam pengembangan pariwisata. Untuk memperkenalkan pariwisata Wakatobi, pemerintah melakukan promosi membangun bandara udara serta melakukan upaya-upaya peningkatan sumber daya manusia. Selain itu, pemerintah melakukan perlindungan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya melalui Taman Nasional Wakatobi. Meskipun beberapa penelitian tersebut dilakukan di dalam kawasan Taman Nasional Wakatobi, akan tetapi secara spesifik untuk di Pulau Kapota belum ditemukan suatu penelitian mengenai partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekowisata bahari pada khususnya.