ANALISIS INDIKATOR EKONOMI KABUPATEN BLORA TAHUN 2015

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

BAB I PENDAHULUAN. adil dan makmur merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan, dan tingkat pengangguran (Todaro, 2000:93). Maka dari itu

BAB I PENDAHULUAN. satu tujuan nasional yaitu memajukan kesejahteraan umum, seperti yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

Perekonomian Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. sehingga dikatakan bahwa pembangunan ekonomi dapat mendorong

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang

ANALISIS SEKTOR EKONOMI UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MALANG TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah

PERKEMBANGAN INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. upaya mencapai tingkat pertumbuhan pendapatan perkapita (income per capital) dibandingkan laju pertumbuhan penduduk (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari perencanaan pembangunan menurut Basuki (2008) adalah untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang saat ini lebih ditekankan pada

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

Perekonomian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. baru, dengan dilaksanakannya UU No. 5 tahun Pokok- pokok yang

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu :

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

ANALISIS PERGESERAN STRUKTUR EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN TABANAN PROVINSI BALI SKRIPSI. Oleh: I WAYAN MARDIANA NIM.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi yang bervariasi, mendorong setiap daerah Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan

I. PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat

BUPATI BLORA KATA SAMBUTAN

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN KLATEN TAHUN

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah. Saat ini tidak ada satu teori pun yang mampu menjelaskan pembangunan ekonomi daerah secara komprehensif.

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi agar terus tumbuh dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah tidak lepas dari pembangunan. yang dimiliki oleh daerahnya. Pembangunan nasional dilakukan untuk

I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan

EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2)

I. PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejajar dengan bangsa-bangsa maju

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Yagi Sofiagy, FE UI, 2010.

I. PENDAHULUAN. keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masayarakat industri.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan 1. Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa Tengah

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang berkembang, memiliki jumlah

I. PENDAHULUAN. suatu perekonomian dari suatu periode ke periode berikutnya. Dari satu periode ke

METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa data time series,

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atau suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Pembangunan merupakan pelaksanaan dari cita-cita luhur bangsa. desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu fungsi alokasi yang meliputi: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk

I. PENDAHULUAN. dalam mengelola potensi sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

ANALISIS DATA/INFORMASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN KABUPATEN KAMPAR. Lapeti Sari Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

Transkripsi:

ANALISIS INDIKATOR EKONOMI KABUPATEN BLORA TAHUN 2015 Ukuran Buku : 16,5 cm x 21,5 cm Jumlah Halaman : 264 halaman Naskah: BAPPEDA Kabupaten Blora Gambar Kulit: BAPPEDA Kabupaten Blora Diterbitkan Oleh: BAPPEDA Kabupaten Blora Dicetak Oleh : BAPPEDA Kabupaten Blora Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya

KATA PENGANTAR Publikasi Analisis Indikator Ekonomi Kabupaten Blora Tahun 2015 merupakan publikasi yang disusun oleh BAPPEDA Kabupaten Blora dengan dukungan teknis dari BPS Kabupaten Blora. Publikasi ini memberikan analisis beberapa parameter perkembangan capaian pembangunan ekonomi di Kabupaten Blora selama lima tahun terakhir. Melalui publikasi ini diharapkan masyarakat dapat mengetahui dan memahami pola pergeseran struktur ekonomi, tingkat disparitas, sektorsektor yang menjadi unggulan, faktor pendukung dan kendala sektor unggulan serta analisis strategi pengembangannya di Kabupaten Blora. Publikasi ini cukup bermanfaat sebagai salah satu upaya dalam melakukan monitoring dan evaluasi capaian pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan di Kabupaten Blora selama kurun waktu tersebut. Selain itu, publikasi ini dapat dipergunakan oleh para pengambil keputusan sebagai bahan perencanaan dan evaluasi untuk menentukan strategi, target dan sasaran pembangunan di masa mendatang. Dengan demikian, pembangunan yang terlaksana dapat lebih berdaya guna bagi masyarakat. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terwujudnya publikasi indikator ekonomi ini. Akhirnya saran, kritik, dan usul yang bersifat konstruktif dari semua pihak sangat kami harapkan demi perbaikan publikasi ini di masa mendatang. Blora, Oktober 2015 KEPALA BAPPEDA KABUPATEN BLORA Ir. SAMGAUTAMA KARNAJAYA, MT Pembina Tk. I NIP. 19640817 199003 1 009

Daftar Isi DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Lampiran Tabel i ii iv vii viii I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Tujuan Penelitian 6 1.3 Manfaat Penelitian 7 1.4 Ruang Lingkup Penelitian 8 II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah 9 2.2 Teori Perubahan Struktur Ekonomi 15 2.3 Teori Basis Ekonomi 18 2.4 2.5 Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Spesialisasi Perekonomian 20 23 III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data 25 3.2 Metode Analisis 25 3.3 Kerangka Pemikiran 41 3.4 3.5 Definisi Operasional Sistematika Penulisan 42 43 ii Indikator Ekonomi Kabupaten Blora Tahun 2015

IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLORA 4.1 Kondisi Geografis Kabupaten Blora 45 4.2 Keadaan Kependudukan 50 4.3 Keadaan Ketenagakerjaan 52 4.4 Kondisi Sosial 56 4.5 Keadaan Ekonomi 58 V ANALISIS INDIKATOR EKONOMI 5.1 Analisis Sektoral dan Regional 91 5.2 Analisis SWOT (Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman) 122 VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan 6.2 Saran 137 139 Lampiran 146 Indikator Ekonomi Kabupaten Blora Tahun 2015 iii

Daftar Isi DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Analisis Shift Share Esteban Marquilass 38 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Luas Penggunaan Lahan di Kabupaten Blora Tahun 2013-2014 Tekstur, Kedalaman dan Kemiringan Lahan di Kabupaten Blora Tahun 2014 Perkembangan Hari Hujan dan Curah Hujan di Kabupaten Blora Tahun 2010-2014 Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Persebaran Penduduk Kabupaten Blora Tahun 2014 Prosentase Penduduk Usia 15 Tahun ke atas yang Bekerja menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Blora Tahun 2010-2014 54 46 48 49 52 Tabel 4.6 Indikator Sosial Penduduk Kabupaten Blora Tahun 2011-2014 57 Tabel 4.7 Struktur Ekonomi menurut Harga Berlaku Kabupaten Blora menurut Sektor Tahun 2010-2014 (persen) 60 Tabel 4.8 Struktur Ekonomi menurut Harga Berlaku Kabupaten Blora menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014 (persen) 62 Tabel 4.9 Tabel 4.10 Tabel 4.11 PDRB Kecamatan Menurut Lapangan Usaha Adh Brlaku Tahun 2014 (Milyar Rp) 65 Struktur Ekonomi Kecamatan menurut Lapangan Usaha Tahun 2014 (persen) 67 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Blora Tahun 2010-2014 70 Tabel 4.12 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Blora Dirinci Menurut Kategori Tahun 2010-2014 71 Tabel 4.13 Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kecamatan Tahun 2010-2014 73 iv Indikator Ekonomi Kabupaten Blora Tahun 2015

Tabel 4.14 Tabel 4.15 Tabel 4.16 Tabel 4.17 PDRB Perkapita Kabupaten Blora Tahun 2010-2014 75 PDRB Perkapita menurut Kecamatan di Kabupaten Blora Tahun 2013-2014 76 Perbandingan PDRB Kabupaten Blora dengan Kabupaten Sekitar Tahun 2014 78 Perbandingan Kontribusi PDRB Harga Konstan Kabupaten Blora dengan Kabupaten Sekitar Tahun 2014 Terhadap Jawa Tengah 79 Tabel 4.18 Tabel 4.19 Tabel 4.20 Tabel 4.21 Tabel 4.22 Rasio Ketergantungan APBD Kabupaten Blora Tahun 2013-2014 82 Rasio Belanja APBD Kabupaten Blora Tahun 2013-2014 83 Persentase Penyerapan Belanja terhadap Pagu APBD Kabupaten Blora Tahun 2013-2014 86 Posisi Simpanan Perbankan di Kabupaten Blora Tahun 2013-2014 87 Besarnya Kredit Perbankan menurut Jenis Kredit di Kabupaten Blora Tahun 2013-2014 88 Tabel 4.23 Pinjaman Perbankan Berdasarkan Lapangan Usaha di Kabupaten Blora Tahun 2013-2014 89 Tabel 4.23 Tabel 5.1 Tabel 5.2 Kredit Usaha Untuk UMKM di Kabupaten Blora Tahun 2013-2014 90 Indeks Williamson Kabupaten Blora dan Jawa Tengah Tahun 2010-2014 93 Indeks Gini Kabupaten Blora dan Jawa Tengah Tahun 2010-2014 95 Tabel 5.3 Pemerataan Pendapatan Penduduk menurut Kriteria Bank Dunia Kabupaten Blora dan Jawa Tengah Tahun 2013-2014 97 Tabel 5.4 Inflasi Kota Blora, Semarang dan Nasional Tahun 2009-2015 99 Indikator Ekonomi Kabupaten Blora Tahun 2015 v

Daftar Isi Tabel 5.5 Nilai ILOR Kabupaten Blora Dirinci menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014 101 Tabel 5.6 Tabel 5.7 Tabel 5.8 Tabel 5.9 Nilai ICOR Kabupaten Blora Dirinci menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014 102 Nilai LQ Kabupaten Blora Dirinci Menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014 104 Nilai LQ Harga Konstan menurut Kecamatan Tahun 2014 106 Nilai Shift Share Kabupaten Blora Dirinci Menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014 110 Tabel 5.10 Indentifikasi Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi Lapangan Usaha di Kabupaten Blora Tahun 2010-2014 115 Tabel 5.11 Nilai Shift Share Menurut Kecamatan Tahun 2010-2014 117 Tabel 5.12 Tabel 5.13 Tabel 5.14 Klasifikasi Lapangan Usaha menurut LQ dan Differential Shift (D ij ) Kabupaten Blora Tahun 2010-2014 119 Klasifikasi Kecamatan menurut PDRB Perkapita dan Pergeseran Bersih (PB ij ) Kabupaten Blora Tahun 2010-2014 121 Matriks Analisis SWOT Lapangan Usaha Pertanian di Kabupaten Blora 124 Tabel 5.15 Matriks Analisis SWOT Lapangan Usaha Pertambangan/Penggalian di Kabupaten Blora 127 Tabel 5.16 Matriks Analisis SWOT Lapangan Usaha Industri Pengolahan di Kabupaten Blora 130 Tabel 5.17 Matriks Analisis SWOT Wilayah Kecamatan Kabupaten Blora 132 vi Indikator Ekonomi Kabupaten Blora Tahun 2015

DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 5.1 Jumlah Penduduk Kabupaten Blora Tahun 2010-2014 Distribusi PDRB Adh Konstan Kab Blora Tahun 2014 55 Proportional Shift dan Difference Shift Sektor Ekonomi Kabupaten Blora Tahun 2010-2014 102 47 Indikator Ekonomi Kabupaten Blora Tahun 2015 vii

Daftar Isi LAPIRAN TABEL Tabel 1.1 PDRB Kab Blora Adh Berlaku Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) 146 Tabel 1.2 PDRB Kab Blora Adh Konstan (Tahun 2010) Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) 147 Tabel 1.3 Tabel 1.4 Tabel 1.5 Tabel 1.6 Distribusi PDRB Kabupaten Blora Adh Berlaku Tahun 2010 2014 (Persen) 148 Distribusi PDRB Kabupaten Blora Adh Berlaku Tahun 2010 2014 (Persen) 149 Laju Pertumbuhan PDRB Kab. Blora Adh Berlaku Tahun 2010 2014 (Persen) 150 Laju Pertumbuhan PDRB Kab. Blora Adh Berlaku Tahun 2010 2014 (Persen) 151 Tabel 2.1 PDRB Jawa Tengah Adh Berlaku Tahun 2010-2014(Juta Rupiah) 152 Tabel 2.2 PDRB Jawa Tengah Adh Konstan (Tahun 2010) Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) 153 Tabel 2.3 PDRB dan PDRB Perkapita Adh Berlaku Kab/Kota Se Jawa Tengah Tahun 2014 154 Tabel 3.1.1 PDRB Kec Jati Adh Berlaku Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) 155 Tabel 3.1.2 PDRB Kec Jati Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) 156 Tabel 3.2.1 PDRB Kec Randublatung Adh Berlaku Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) 157 Tabel 3.2.2 PDRB Kec Randublatung Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) 158 Tabel 3.3.1 PDRB Kec Kradenan Adh Berlaku Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) 159 Tabel 3.3.2 PDRB Kec Kradenan Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) 160 viii Indikator Ekonomi Kabupaten Blora Tahun 2015

Tabel 3.4.1 PDRB Kec Kedungtuban Adh Berlaku Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) 161 Tabel 3.4.2 PDRB Kec Kedungtuban Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) 162 Tabel 3.5.1 PDRB Kec Cepu Adh Berlaku Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) 163 Tabel 3.5.2 PDRB Kec Cepu Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) 164 Tabel 3.6.1 PDRB Kec Sambong Adh Berlaku Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) 165 Tabel 3.6.2 PDRB Kec Sambong Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) 166 Tabel 3.7.1 PDRB Kec Jiken Adh Berlaku Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) 167 Tabel 3.7.2 PDRB Kec Jiken Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) 168 Tabel 3.8.1 PDRB Kec Bogorejo Adh Berlaku Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) 169 Tabel 3.8.2 PDRB Kec Bogorejo Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) 170 Tabel 3.9.1 PDRB Kec Jepon Adh Berlaku Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) 171 Tabel 3.9.2 PDRB Kec Jepon Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) 172 Tabel 3.10.1 PDRB Kec Blora Adh Berlaku Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) 173 Tabel 3.10.2 PDRB Kec Blora Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) 174 Tabel 3.11.1 PDRB Kec Banjarejo Adh Berlaku Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) 175 Tabel 3.11.2 PDRB Kec Banjarejo Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) 176 Indikator Ekonomi Kabupaten Blora Tahun 2015 ix

Daftar Isi Tabel 3.12.1 PDRB Kec Tunjungan Adh Berlaku Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) 177 Tabel 3.12.2 PDRB Kec Tunjungan Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) 178 Tabel 3.13.1 PDRB Kec Japah Adh Berlaku Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) 179 Tabel 3.13.2 PDRB Kec Japah Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) 180 Tabel 3.14.1 PDRB Kec Ngawen Adh Berlaku Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) 181 Tabel 3.14.2 PDRB Kec Ngawen Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) 182 Tabel 3.15.1 PDRB Kec Kunduran Adh Berlaku Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) 183 Tabel 3.15.2 PDRB Kec Kunduran Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) 184 Tabel 3.16.1 PDRB Kec Todanan Adh Berlaku Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) 185 Tabel 3.16.2 PDRB Kec Todanan Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) 186 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 5.1.1 Location Quotient (LQ) Kabupaten Blora Adh Berlaku Th 2010-2014 187 Location Quotient (LQ) Kabupaten Blora Adh Konstan 2010 Th 2010-2014 188 Location Quotient (LQ) Kec Jati Adh Berlaku Tahun 2010-2014 189 Tabel 5.1.2 Location Quotient (LQ)Kec Jati Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 190 Tabel 5.2.1 Tabel 5.2.2 Location Quotient (LQ) Kec Randublatung Adh Berlaku Tahun 2010-2014 191 Location Quotient (LQ) Kec Randublatung Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 192 x Indikator Ekonomi Kabupaten Blora Tahun 2015

Tabel 5.3.1 Tabel 5.3.2 Tabel 5.4.1 Tabel 5.4.2 Tabel 5.5.1 Tabel 5.5.2 Tabel 5.6.1 Tabel 5.6.2 Tabel 5.7.1 Tabel 5.7.2 Tabel 5.8.1 Tabel 5.8.2 Tabel 5.9.1 Tabel 5.9.2 Location Quotient (LQ) Kec Kradenan Adh Berlaku Tahun 2010-2014 193 Location Quotient (LQ) Kec Kradenan Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 194 Location Quotient (LQ) Kec Kedungtuban Adh Berlaku Tahun 2010-2014 195 Location Quotient (LQ) Kec Kedungtuban Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 196 Location Quotient (LQ) Kec Cepu Adh Berlaku Tahun 2010-2014 197 Location Quotient (LQ) Kec Cepu Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 198 Location Quotient (LQ) Kec Sambong Adh Berlaku Tahun 2010-2014 199 Location Quotient (LQ) Kec Sambong Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 200 Location Quotient (LQ) Kec Jiken Adh Berlaku Tahun 2010-2014 201 Location Quotient (LQ) Kec Jiken Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 202 Location Quotient (LQ) Kec Bogorejo Adh Berlaku Tahun 2010-2014 203 Location Quotient (LQ) Kec Bogorejo Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 204 Location Quotient (LQ) Kec Jepon Adh Berlaku Tahun 2010-2014 205 Location Quotient (LQ) Kec Jepon Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 206 Tabel 5.10.1 Location Quotient (LQ) Kec Blora Adh Berlaku Tahun 2010-2014 207 Tabel 5.10.2 Location Quotient (LQ) Kec Blora Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 208 Indikator Ekonomi Kabupaten Blora Tahun 2015 xi

Daftar Isi Tabel 5.11.1 Location Quotient (LQ) Kec Banjarejo Adh Berlaku Tahun 2010-2014 209 Tabel 5.11.2 Location Quotient (LQ) Kec Banjarejo Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) 210 Tabel 5.12.1 Location Quotient (LQ) Kec Tunjungan Adh Berlaku Tahun 2010-2014 211 Tabel 5.12.2 Location Quotient (LQ) Kec Tunjungan Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 212 Tabel 5.13.1 Location Quotient (LQ) Kec Japah Adh Berlaku Tahun 2010-2014 213 Tabel 5.13.2 Location Quotient (LQ) Kec Japah Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 214 Tabel 5.14.1 Location Quotient (LQ) Kec Ngawen Adh Berlaku Tahun 2010-2014 215 Tabel 5.14.2 Location Quotient (LQ) Kec Ngawen Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 216 Tabel 5.15.1 Location Quotient (LQ) Kec Kunduran Adh Berlaku Tahun 2010-2014 217 Tabel 5.15.2 Location Quotient (LQ) Kec Kunduran Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 218 Tabel 5.16.1 Location Quotient (LQ) Kec Todanan Adh Berlaku Tahun 2010-2014 219 Tabel 5.16.2 Location Quotient (LQ) Kec Todanan Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 220 Tabel 6.1 Tabel 6.2 Shift Share PDRB Kabupaten Blora Adh Berlaku Th 2010-2014 221 Shift Share PDRB Kabupaten Blora Adh Konstan 2010 Th 2010-2014 222 Tabel 7.1.1 Shift Share PDRB Kec Jati Adh Berlaku Tahun 2010-2014 223 Tabel 7.1.2 Shift Share PDRB Kec Jati Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 223 xii Indikator Ekonomi Kabupaten Blora Tahun 2015

Tabel 7.2.1 Tabel 7.2.2 Tabel 7.3.1 Tabel 7.3.2 Tabel 7.4.1 Tabel 7.4.2 Tabel 7.5.1 Shift Share PDRB Kec Randublatung Adh Berlaku Tahun 2010-2014 225 Shift Share PDRB Kec Randublatung Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 226 Shift Share PDRB Kec Kradenan Adh Berlaku Tahun 2010-2014 227 Shift Share PDRB Kec Kradenan Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 228 Shift Share PDRB Kec Kedungtuban Adh Berlaku Tahun 2010-2014 229 Shift Share PDRB Kec Kedungtuban Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 230 Shift Share PDRB Kec Cepu Adh Berlaku Tahun 2010-2014 231 Tabel 7.5.2 Shift Share PDRB Kec Cepu Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 232 Tabel 7.6.1 Shift Share PDRB Kec Sambong Adh Berlaku Tahun 2010-2014 233 Tabel 7.6.2 Shift Share PDRB Kec Sambong Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 234 Tabel 7.7.1 Shift Share PDRB Kec Jiken Adh Berlaku Tahun 2010-2014 235 Tabel 7.7.2 Shift Share PDRB Kec Jiken Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 236 Tabel 7.8.1 Shift Share PDRB Kec Bogorejo Adh Berlaku Tahun 2010-2014 237 Tabel 7.8.2 Shift Share PDRB Kec Bogorejo Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 238 Tabel 7.9.1 Shift Share PDRB Kec Jepon Adh Berlaku Tahun 2010-2014 239 Tabel 7.9.2 Shift Share PDRB Kec Jepon Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 240 Indikator Ekonomi Kabupaten Blora Tahun 2015 xiii

Daftar Isi Tabel 7.10.1 Shift Share PDRB Kec Blora Adh Berlaku Tahun 2010-2014 241 Tabel 7.10.2 Shift Share PDRB Kec Blora Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 242 Tabel 7.11.1 Shift Share PDRB Kec Banjarejo Adh Berlaku Tahun 2010-2014 243 Tabel 7.11.2 Shift Share PDRB Kec Banjarejo Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) 244 Tabel 7.12.1 Shift Share PDRB Kec Tunjungan Adh Berlaku Tahun 2010-2014 245 Tabel 7.12.2 Shift Share PDRB Kec Tunjungan Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 246 Tabel 7.13.1 Shift Share PDRB Kec Japah Adh Berlaku Tahun 2010-2014 247 Tabel 7.13.2 Shift Share PDRB Kec Japah Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 248 Tabel 7.14.1 Shift Share PDRB Kec Ngawen Adh Berlaku Tahun 2010-2014 249 Tabel 7.14.2 Shift Share PDRB Kec Ngawen Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 250 Tabel 7.15.1 Shift Share PDRB Kec Kunduran Adh Berlaku Tahun 2010-2014 251 Tabel 7.15.2 Shift Share PDRB Kec Kunduran Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 252 Tabel 7.16.1 Shift Share PDRB Kec Todanan Adh Berlaku Tahun 2010-2014 253 Tabel 7.16.2 Shift Share PDRB Kec Todanan Adh Konstan 2010 Tahun 2010-2014 254 Tabel 8.1 Tabel 8.2 Bobot, Rating dan Skor dari Faktor Strategis Internal Lapangan Usaha Pertanian Kab Blora 255 Bobot, Rating dan Skor dari Faktor Strategis Eksternal Lapangan Usaha Pertanian Kab Blora 256 xiv Indikator Ekonomi Kabupaten Blora Tahun 2015

Tabel 9.1 Tabel 9.2 Tabel 10.1 Tabel 10.2 Tabel 11.1 Tabel 11.2 Bobot, Rating dan Skor dari Faktor Strategis Internal Lapangan Usaha Pertambangan Kab Blora 257 Bobot, Rating dan Skor dari Faktor Strategis Eksternal Lapangan Usaha Pertambangan Kab Blora 258 Bobot, Rating dan Skor dari Faktor Strategis Internal Lapangan Usaha Industri Pengolahan Kab Blora 259 Bobot, Rating dan Skor dari Faktor Strategis Eksternal Lapangan Usaha Industri Pengolahan Kab Blora 260 Bobot, Rating dan Skor dari Faktor Strategis Internal Wilayah Kecamatan Kab Blora 261 Bobot, Rating dan Skor dari Faktor Strategis Eksternal Wilayah Kecamatan Kab Blora 263 Indikator Ekonomi Kabupaten Blora Tahun 2015 xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hakikat Pembangunan adalah suatu proses dalam upaya mewujudkan cita-cita masyarakat yang adil makmur dan sejahtera. Besarnya harapan masyarakat terhadap proses pembangunan tersebut menjadikan setiap anggota atau kelompok masyarakat untuk bisa terlibat dalam proses perencanaan, perumusan arah dan kebijaksanaan, serta prioritas penyelenggaraan pembangunan. Hal ini terutama dimaksudkan agar aspirasi anggota atau kelompok masyarakat bisa terwakili di dalam proses pembangunan. Paradigma pembangunan yang dulunya lebih banyak bersifat sentralistis dan menggunakan pola top-down, kini lebih bersifat desentralistik dengan pola bottom-up. Dengan paradigma ini, orientasi pembangunan yang mengakomodir aspirasi masyarakat di daerah diharapkan akan lebih diperhatikan. Pola bottom-up ini diterapkan malalui kebijakan otonomi daerah. Sehingga keberhasilan pembangunan di daerah menjadi lebih banyak ditentukan oleh ketepatan perencanaan, pengendalian dan evaluasi oleh pelaksana pembangunan di daerah. Sebab dengan otonomi daerah pemerintah pusat hanya berperan sebagai koordinator pembangunan dan mengalihkan sebagian besar tanggung jawab dan kewenangannya kepada pemerintah daerah. Dengan diberlakukannya Undang-Undang No 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah yang disempurnakan dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 sebagai penyempurnaan dari No 32 Tahun 2004, dan Undang-Undang No 25 Tahun 1999 yang disempurnakan dengan Indikator Ekonomi Kabupaten Blora Tahun 2015 1

Undang-Undang No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Pemerintah kabupaten/kota sebagai daerah otonom dituntut untuk dapat mengembangkan dan mengoptimalkan semua potensi daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hakekatnya otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab di daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah. Sumber pembiayaan pemerintah daerah dalam rangka perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah dilaksanakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi, tugas pembantuan dan sumber dana lain (pinjaman/bantuan luar negeri). Dengan kewenangan yang lebih besar itulah diharapkan Pemerintah Daerah bisa lebih leluasa menggali potensi daerahnya untuk lebih memacu pembangunan di daerahnya. Pada umumnya setiap daerah mempunyai potensi ekonomi yang beraneka ragam untuk dapat dikembangkan yang pada akhirnya dapat mempengaruhi perkembangan daerah tersebut. Ditinjau dari sudut ekonomi, perkembangan daerah digambarkan dengan salah satu indikatornya yaitu dengan peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan perluasan kesempatan kerja. Namun dalam implementasinya tentunya tidaklah semudah membalikan telapak tangan, terdapat banyak kendala dan hambatan 2 Indikator Ekonomi Kabupaten Blora Tahun 2015

yang dihadapi di lapangan. Keterbatasan sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya keuangan, kelembagaan dan aset daerah menjadi salah satu kendala dalam pembangunan daerah. Sehingga target yang direncanakan tidak dapat dicapai sepenuhnya. Selain itu, dinamika pembangunan yang terjadi, khususnya di Kabupaten Blora merupakan hal yang sangat kompleks. Hal ini tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi semata, namun juga turut dipengaruhi oleh faktor sosial, budaya, bahkan politik. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis indikator sosial ekonomi daerah, untuk melihat perkembangannya dari tahun ke tahun. Selain indikator pertumbuhan ekonomi, juga diiamati gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan sektor-sektor ekonomi daerah, analisis Shift-Share digunakan untuk mengkaji pergeseran struktur perekonomian daerah dalam kaitannya dengan peningkatan perekonomian daerah yang bertingkat lebih tinggi dan Location Quetiont (LQ) digunakan untuk menentukan sektor unggulan atau sektor ekonomi basis suatu perekonomian wilayah. Pola dan struktur pertumbuhan sektor-sektor ekonomi daerah juga sudah terlihat mulai bervariasi kalaupun masih didominasi lapangan usaha pertanian. Ini dapat terlihat dari pergeseran struktur perekonomian daerah. Dalam proses tersebut putaran kegiatan ekonomi akan menghasilkan surplus yang menjadi sumber peningkatan kesejahteraan yang hasilnya akan dinikmati oleh masyarakat. Proses ini diarahkan agar setiap upaya pembangunan dapat meningkatkan kapasitas masyarakat melalui penciptaan akumulasi modal (capital accumulation) yang bersumber dari surplus yang dihasilkan dan pada gilirannya dapat menciptakan pendapatan yang dinikmati oleh rakyat. Indikator Ekonomi Kabupaten Blora Tahun 2015 3

Banyak teori-teori atau konsep tentang pembangunan wilayah, seperti konsep pusat pertumbuhan, yang bertujuan untuk membangkitkan daerah terbelakang, mendorong dekonsentrasi wilayah, memodifikasi sistem kota-kota dan mencapai keseimbangan perkembangan wilayah. Konsep pengembangan ekonomi lokal, yang pada dasarnya menganggap bahwa pengembangan wilayah sangat ditentukan oleh sumberdaya yang ada di wilayah tersebut. Konsep pengembangan ekonomi basis, yaitu dengan mengembangkan sektorsektor basis yang ada pada wilayah tersebut dengan terlebih dahulu menentukan sektor tersebut melalui analisis LQ dan Shift-Share, dan konsep pembangunan ekonomi berbasis wilayah, merupakan suatu pendekatan yang lebih komprehensif dengan betul-betul berdasarkan sumber daya andalan yang ada. Dari konsep-konsep tersebut tentunya tidak ada konsep yang paling bagus atau sempurna untuk diadopsi, tetapi antara satu konsep dengan lainnya mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing sesuai dengan kondisi dan situasi yang ada di daerah tersebut. Dan pada pembahasan selanjutnya hanya beberapa konsep saja yang akan diulas yang dianggap sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada di lapangan serta pertimbangan ketersedian data dan waktu. Untuk memulai analisis, dimulai dengan memaparkan data-data perkembangan pembangunan di Kabupaten Blora sampai dengan tahun 2014, yang akan diulas lebih detil pada bab IV tentang gambaran umum Kabupaten Blora. Dibandingkan dengan kabupaten/kota yang ada di jawa tengah, Kabupaten Blora masih merupakan kabupaten yang relatif tertinggal terutama dalam bidang ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari indikator-indikator makro ekonomi seperti angka PDRB, PDRB perkapita 4 Indikator Ekonomi Kabupaten Blora Tahun 2015

dan pertumbuhan ekonomi. PDRB Kabupaten Blora pada tahun 2014 dengan nilai sekitar 17,79 trilyun rupiah, menempati peringkat ke 25 di Jawa Tengah, sedangkan PDRB perkapita senilai 15,37 juta rupiah menempati peringkat ke 33. Sementara PDRB perkapita Provinsi Jawa Tengah pada tahun tersebut telah mencapai 25,78 juta rupiah. Sumbangan PDRB Kabupaten Blora terhadapap total PDRB Jawa Tengah yang tercatat sebesar 913,86 trilyun, masih sangat kecil, tercatat hanya sebesar 1,65 persen. Kontribusi ini sedikit lebih tinggi dibanding Kabupaten Rembang yang memiliki kontribusi sebesar 1,40 persen, dan jauh lebih rendah bila dibanding Kabupaten Kudus yang memiliki kontribusi sebesar 8,39 persen. Sebenarnya Kabupaten Blora merupakan wilayah yang cukup potensial secara ekonomi, sayangnya karena kendala infrastruktur maupun keterbatasan sumber daya air, membuat gerak pertumbuhan ekonomi tidak berjalan dengan cepat. Bila dilihat dari laju pertumbuhan ekonominya, perekonomian Kabupaten Blora sejak tahun 2010 hingga 2014 rata-rata dapat tumbuh sebesar 4,83 persen, bahkan pada tahun 2013 laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Blora yang tercatat sebesar 5,36 persen. Tetapi karena dominasi yang tinggi dari sektor pertanian, ketika produksi pertanian turun tajam, berimbas pada pertumbuhan ekonomi yang rendah pada tahun 2014 yaitu sebesar 4,39 persen. Upaya percepatan pembangunan ekonomi dapat dilakukan dengan menggali keunggulan potensi yang dimiliki Kabupaten Blora. Salah satunya dengan menentukan sektor apa yang memiliki keunggulan kompetitif, spesialisasi maupun komparatif di Kabupaten Blora dibandingkan dengan kabupaten lain. Dengan demikian, prioritas pembangunan dapat lebih diarahkan pada percepatan pengembangan Indikator Ekonomi Kabupaten Blora Tahun 2015 5

dan pembinaan sektor unggulan tersebut di masa mendatang tanpa mengabaikan pembangunan di sektor-sektor yang lain. Potensi-potensi tersebut harus dibangun dan dikembangkan secara maksimal agar dapat menjadi penggerak perekonomian (leading sector) dan mampu mendorong pertumbuhan sektor-sektor yang lain. Namun perlu diingat juga bahwa pembangunan ekonomi di Kabupaten Blora tidak terlepas dari kondisi perekonomian kabupaten sekitar, perekonomian Provinsi Jawa Tengah dan juga perekonomian nasional. Hal ini berarti strategi dan kebijakan yang akan digunakan sebagai landasan pembangunan di Kabupaten Blora, sebaiknya mempertimbangkan perkembangan perekonomian di tingkat Provinsi Jawa Tengah dan kabupaten sekitar sebagai pembanding. 1.2. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian diatas, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mengetahui laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Blora dan Kecamatan se Kabupaten Blora. 2. Mengetahui tingkat disparitas pendapatan di Kabupaten Blora. 3. Mengetahui tingkat ketimpangan wilayah di Kabupaten Blora. 4. Mengetahui pengaruh PDRB terhadap penyerapan tenaga kerja. 5. Mengetahui struktur perekonomian di kecamatan dan Kabupaten Blora. 6. Menentukan sektor unggulan di Kabupaten Blora 7. Mengetahui faktor pendukung dan kendala sektor unggulan di Kabupaten Blora. 6 Indikator Ekonomi Kabupaten Blora Tahun 2015

8. Mengetahui besaran inflasi di Kota Blora, sebagai analisis lebih lanjut dibidang harga dan kemampuan daya beli masyarakat. 1.3. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bagian dari solusi untuk: 1. Memberikan masukan bagi pihak yang berkompeten terhadap permasalahan perekonomian di Kabupaten Blora khususnya, bahwa terdapat sektor-sektor ekonomi yang merupakan sektor unggulan yang perlu mendapat prioritas guna meningkatkan daya saing. 2. Memberikan masukan rumusan, arahan dan strategi kebijakan pengembangan ekonomi secara berkelanjutan dengan mempertimbangkan aspek pemerataan dan keunggulan wilayah. 1.4. Ruang Lingkup Penelitian Untuk mencapai tujuan diatas, indikator yang digunakan dalam analisis adalah Indeks Williamson, Indeks Gini, Incremental Labour Output Ratio (ILOR), Incremental Capital Output Ratio (ICOR), Location Quotient (LQ), Shift Share, Analisis Overlay dan Analisis SWOT (Kekuatan, Kelemahan, Peluang Dan Ancaman). Sasaran kegiatan secara umum kegiatan ekonomi 17 lapangan usaha di Kabupaten Blora dengan periode dari tahun 2010 hingga 2014. Analisis Indeks Williamson, Indeks Gini, Incremental Labour Output Ratio (ILOR), Incremental Capital Output Ratio (ICOR), hanya dapat dihitung sampai tingkat kabupaten karena kendala data yang tersedia. Untuk menghitung Indeks Williamson tingkat kecamatan diperlukan data PDRB tingkat desa. Analisis Indeks Gini tingkat Indikator Ekonomi Kabupaten Blora Tahun 2015 7

kecamatan diperlukan data pendapatan/pengeluaran penduduk per kecamatan, sedangkan ILOR tingkat kecamatan diperlukan jumlah tenaga kerja tiap lapangan usaha tingkat kecamatan. Ketiga data tersebut sampai saat ini belum tersedia. Namun demikian untuk analisis Location Quotient (LQ), Shift Share, dan Analisis Overlay dapat dihitung sampai tingkat kecamatan. Sedangkan Analisis SWOT hanya pada sektor-sektor unggulan di Kabupaten Blora. 8 Indikator Ekonomi Kabupaten Blora Tahun 2015

BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah Dalam Pemikiran tentang pembangunan ekonomi sering ditemukan adanya pandangan yang mengidentikkan dengan pertumbuhan ekonomi. Pandangan tersebut didasarkan pada adanya aspek perubahan, dimana pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi mengandung unsur terjadinya perubahan. Sebenarnya kedua hal tersebut memiliki perbedaan prinsipil, karena masing-masing memiliki latar belakang, hakikat dan prinsip kesinambungan yang berbeda, meskipun keduanya memiliki bentuk refleksi perubahan. Menurut Jhingan (1988), beberapa ahli ekonomi seperti Schumpeter dan Ursula Hicks, telah membuat perbedaan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi menurut Schumpeter merupakan perubahan secara spontan dan terputus dalam keadaan stasioner yang senantiasa mengubah dan mengganti situasi keseimbangan yang ada sebelumnya. Sementara pembangunan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktorfaktor non ekonomi lainnya. Namun seiring perkembangan dan era globalisasi seperti sekarang ini, konsep pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi berjalan seiring, dimana jika terjadi pembangunan ekonomi, maka pertumbuhan ekonomi merupakan sisi dampak dari adanya suatu pembangunan ekonomi. 9 Indikator Ekonomi Kabupaten Blora Tahun 2015

Pertumbuhan ekonomi tidak terjadi secara serentak pada segala tempat dan semua sektor perekonomian tetapi hanya pada titik-titik tertentu dan pada sektor-sektor tertentu pula, juga disebutkan bahwa investasi diprioritaskan pada sektor-sektor utama yang berpotensi meningkatkan pendapatan wilayah dalam waktu yang relatif singkat (Glasson, 1978 : 171). Definisi tersebut mengandung makna bahwa wilayah yang memiliki potensi berkembang lebih besar dan yang berkembang lebih pesat kemudian perkembangan wilayah tersebut akan merangsang perkembangan wilayah lain disekitarnya, demikian juga dengan sektor yang memiliki potensi berkembang lebih besar, cenderung berkembang dan dikembangkan sebagai langkah awal yang kemudian diikuti oleh perkembangan sektor lain yang kurang berpotensi. Demikian juga dalam pengembangan wilayah, pengembangan tidak dapat dilakukan serentak pada semua sektor perekonomian tetapi diprioritaskan pada pengembangan sektor-sektor perekonomian yang memiliki potensi berkembang cukup besar karena sektor ini diharapkan dapat tumbuh dan berkembang pesat sehingga akan merangsang sektor-sektor lain yang terkait untuk berkembang mengimbangi perkembangan sektor ekonomi potensial tersebut. Sebelum tahun 1970-an, pembangunan ekonomi diukur tidak lebih dari suatu prestasi kuantitatif semata. Besarnya GNP perkapita, pertumbuhan ekonomi, dan pertumbuhan lapangan kerja serta inflasi yang terkendali, merupakan prestasi pembangunan yang menjadi tolak ukur utama pembangunan ekonomi. Tinggi rendahnya kemajuan pembangunan daerah diukur berdasarkan tingkat pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik secara keseluruhan maupun per kapita, yang diyakini akan memberikan efek trickle down (menetes ke Indikator Ekonomi Kabupaten Blora Tahun 2015 10

bawah) sehingga akan menciptakan lapangan pekerjaan dan berbagai peluang ekonomi yang pada akhirnya akan diikuti oleh pendistribusian hasil-hasil pertumbuhan ekonomi dan sosial secara lebih merata. Dengan demikian, pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan unsur yang paling diutamakan sehingga masalah lain seperti soal kemiskinan, pengangguran dan pemerataan pendapatan sering kurang mendapatkan prioritas. Namun setelah itu, keberhasilan pembangunan ekonomi tidak hanya ditentukan oleh percepatan pertumbuhan ekonomi namun lebih pada peningkatan kesejahteraan masyarakat secara lebih utuh. Proses pembangunan pada dasarnya bukanlah sekedar fenomena ekonomi semata, namun memiliki perspektif yang luas. Dalam proses pembangunan dilakukan upaya yang bertujuan untuk mengubah struktur perekonomian ke arah yang lebih baik (Kuncoro, 1997). Dalam pembahasan mengenai teori pembangunan, khususnya pembangunan ekonomi, dikenal 4 pendekatan yang dominan yaitu: (1) Teori pertumbuhan linier; (2) Teori pertumbuhan struktural; (3) Teori revolusi ketergantungan internasional; (4) Teori neo-klasik. Istilah pembangunan ekonomi biasanya dikaitkan dengan perkembangan ekonomi di negara-negara berkembang. Sebagian ahli ekonomi mengartikan istilah ini sebagai pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh perubahan-perubahan dalam struktur dan corak kegiatan ekonomi seperti mempercepat pertumbuhan ekonomi dan masalah pemerataan pendapatan (Sukirno, 2001). Pelaksanaan pembangunan ekonomi bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat secara lebih utuh dengan salah satu upayanya berupa meningkatkan dan memperluas peluang kerja bagi Indikator Ekonomi Kabupaten Blora Tahun 2015 11

masyarakat. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakat harus bersama-sama mengambil inisiatif memanfaatkan seluruh potensi yang ada secara optimal dalam membangun daerah untuk kesejahteraan masyarakat. Sjafrizal (1997) mengatakan untuk mencapai tujuan pembangunan, kebijaksanaan utama yang perlu dilakukan adalah mengusahakan semaksimal mungkin agar prioritas pembangunan sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh daerah. Hal ini perlu diusahakan karena potensi pembangunan yang dihadapi oleh masing-masing daerah sangat bervariasi. Karena itu, bila prioritas pembangunan kurang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah, maka sumber daya yang ada kurang dapat dimanfaatkan secara maksimal. Keadaan tersebut mengakibatkan relatif lambatnya proses pertumbuhan ekonomi bersangkutan. Terkait dengan pertumbuhan ekonomi, maka teori-teori pembangunan banyak membahas penggunaan alat analisis dan metode statistik dalam menganalisis perekonomian suatu wilayah serta teori tentang berbagai faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Todaro (2000) mengatakan bahwa ada tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi. Pertama, akumulasi modal yang meliputi semua bentuk dan jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik dan sumber daya manusia. Kedua, pertumbuhan penduduk yang beberapa tahun selanjutnya dengan sendirinya membawa pertumbuhan ketersediaan tenaga kerja. Ketiga adalah kemajuan teknologi sebagai sarana peningkatan produktivitas modal dan tenaga kerja. Indikator Ekonomi Kabupaten Blora Tahun 2015 12

Lebih lanjut Kuznets (1999) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang ekonomi bagi penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, penyesuaian kelembagaan dan ideologi yang diperlukannya. Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau berkembang apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi daripada yang telah dicapai pada masa sebelumnya. Artinya perkembangan baru tercipta apabila jumlah barang dan jasa yang dihasilkan (tingkat output) dalam perekonomian tersebut menjadi bertambah besar pada tahun-tahun berikutnya. Menurut Syafrizal (2002), teori pertumbuhan ekonomi dapat dibagi atas empat kelompok besar, yang masing-masing didasarkan pada asumsi yang berbeda, sehingga memberikan kesimpulan yang berlainan pula. Kelompok pertama dinamakan sebagai export base models yang dipelopori oleh North pada tahun 1956. Dalam teori export base dijelaskan adanya perbedaan sumber daya dan keadaan geografis antara daerah, yang menyebabkan masing-masing daerah mempunyai keuntungan lokasi dalam beberapa sektor atau jenis kegiatan produksi. Keuntungan tersebut dapat dimanfaatkan menjadi kegiatan basis ekspor dan sebagai sektor potensial (sektor basis) bagi pertumbuhan ekonomi yang bersangkutan bila kegiatan tersebut dapat didorong pertumbuhannya. Untuk mengetahui keuntungan lokasi suatu wilayah, dapat dilakukan melalui studi terhadap sumber daya alam yang terdapat di wilayah yang bersangkutan, seperti tingkat kesuburan tanah, keadaan geografis, jaringan jalan dan kualitas sumber daya manusia. Selanjutnya untuk mengetahui secara kuantitatif dapat diketahui melalui teknik statistik antara lain dengan perhitungan Location Quotient (LQ). Indikator Ekonomi Kabupaten Blora Tahun 2015 13

Kelompok kedua lebih banyak berorientasi pada kerangka pemikiran neo classic. Teori ini dipelopori oleh Stein pada tahun 1964, kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Roman pada tahun 1965 dan Siebert pada tahun 1969. Model neo classic mendasarkan analisisnya pada fungsi produksi. Sama halnya dengan analisis pada pertumbuhan ekonomi nasional, kelompok ini berpendapat bahwa unsur-unsur yang menentukan pertumbuhan ekonomi daerah adalah modal, sumber daya alam, sumber daya manusia dan lalu lintas (arus) barang/jasa. terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Kelompok ketiga menggunakan alur pemikiran ala Keynes dan menamakan pendekatannya sebagai cumulative causation models. Teori ini dipelopori oleh Myrdal pada tahun 1957 dan kemudian diformulasikan lebih lanjut oleh Kaldor pada tahun 1970. Penganut teori cumulative causation berpendapat bahwa peningkatan pemerataan pembangunan antar daerah tidak dapat hanya diserahkan pada kekuatan pasar sebagaimana yang dikemukakan oleh kaum neo classic. Bagaimanapun pemerintah perlu melakukan campur tangan secara aktif dalam bentuk program pembangunan wilayah, terutama untuk daerah yang tergolong masih terbelakang. Kelompok keempat dinamakan sebagai core periphery models yang mula-mula diajukan oleh Friedman pada tahun 1966. Kelompok core periphery models menekankan analisisnya pada hubungan yang erat dan saling mempengaruhi antar pembangunan kota (core) dan desa (periphery). Menurut teori ini gerak pembangunan perkotaan akan lebih banyak ditentukan oleh keadaan desa-desa di sekitarnya. Sebaliknya corak pembangunan daerah pedesaan juga sangat ditentukan oleh arah Indikator Ekonomi Kabupaten Blora Tahun 2015 14

pembangunan daerah perkotaan. Dengan demikian aspek interaksi antar kedua daerah tersebut sangat ditonjolkan. 2.2. Teori Perubahan Struktur Ekonomi Secara teoritis, struktur ekonomi suatu wilayah dapat dilihat dari berbagai sisi. Dumairy (1996) membagi struktur ekonomi berdasarkan empat macam sudut tinjauan. Pertama, berdasarkan tinjauan makro sektoral, yang membagi perekonomian menjadi struktur agraris (agriculture), industri (industrial) atau niaga (commerce), tergantung pada sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian suatu wilayah. Kedua, berdasarkan tinjauan keruangan (spasial), yang membagi perekonomian menjadi struktur pedesaan (tradisional) atau perkotaan (modern). Ketiga, berdasarkan tinjauan penyelenggaraan, yang menjadikan perekonomian berstruktur etatis, egaliter atau borjuis. Predikat ini tergantung pada siapa atau kalangan mana yang menjadi pemeran utama dalam kegiatan perekonomian suatu wilayah. Keempat, struktur ekonomi dapat dilihat berdasarkan tinjauan birokrasi pengambilan keputusan, yaitu struktur ekonomi yang sentralistik atau desentralistik. Teori perubahan struktural (structural-change theory) memusatkan perhatian pada transformasi struktur ekonomi dari pola pertanian ke struktur yang lebih modern seperti sektor industri manufaktur dan sektor jasa-jasa. Aliran pendekatan struktural ini didukung oleh W. Arthur Lewis yang terkenal dengan model teoritisnya tentang surplus tenaga kerja dua sektor (two sector surplus labor) dan Hollis B. Chenery yang sangat terkenal dengan analisis empirisnya tentang pola-pola pembangunan (patterns of Indikator Ekonomi Kabupaten Blora Tahun 2015 15

development). Teori pembangunan Arthur Lewis pada dasarnya membahas proses pembangunan yang terjadi antara desa dan kota, mengikutsertakan proses urbanisasi yang terjadi antara kedua tempat tersebut. Teori ini juga membahas pola investasi yang terjadi di sektor modern dan juga sistem penetapan upah yang berlaku di sektor modern, yang pada akhirnya akan berpengaruh besar terhadap arus urbanisasi yang ada (Kuncoro, 1997). Sementara teori pola pembangunan memfokuskan terhadap perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi, industri dan struktur institusi dari perkonomian negara sedang berkembang, yang mengalami transformasi dari pertanian tradisional beralih ke sektor industri sebagai roda penggerak ekonomi. Penelitian yang dilakukan Hollis Chenery tentang transformasi struktur produksi menunjukkan bahwa sejalan dengan peningkatan pendapatan perkapita, perekonomian suatu negara akan bergeser dari yang semula mengandalkan sektor pertanian menuju ke sektor industri. Menurut Kuznets, perubahan struktur ekonomi atau transformasi struktural, didefinisikan sebagai suatu rangkaian perubahan yang saling berkaitan satu sama lainnya dalam komposisi dari permintaan agregat, penawaran agregat, dan perdagangan luar negeri yang disebabkan adanya proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (Chenery, 1997). Permintaan aggregat terdiri atas komponen konsumsi masyarakat, konsumsi pemerintah, konsumsi lembaga nirlaba, pembentukan modal dan arus barang/jasa. Penawaran agregat terdiri atas komponen produksi dan Indikator Ekonomi Kabupaten Blora Tahun 2015 16

penggunaan faktor-faktor produksi, seperti penggunaan tenaga kerja dan modal. Sedangkan perdagangan luar negeri terdiri atas komponen ekspor dan impor. Dalam kaitannya dengan struktur ekonomi suatu wilayah, Todaro (2000) mengatakan bahwa proses pertumbuhan ekonomi mempunyai kaitan erat dengan perubahan struktural dan sektoral. Beberapa perubahan komponen utama struktural ini mencakup pergeseran secara perlahan-lahan aktifitas pertanian ke sektor nonpertanian dan dari sektor industri ke sektor jasa. Suatu wilayah yang sedang berkembang proses pertumbuhan ekonominya akan tercermin dari penggeseran sektor ekonominya. Yaitu tercermin dari pergeseran sektor ekonomi tradisional dimana sektor pertanian akan mengalami penurunan di satu sisi dan peningkatan peran sektor nonpertanian di sisi lainnya. Perekonomian suatu daerah dalam jangka panjang akan terjadi perubahan struktur perekonomian dimana semula mengandalkan sektor pertanian menuju sektor industri. Dari sisi tenaga kerja akan menyebabkan terjadinya perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian desa ke sektor industri kota, sehingga menyebabkan kontribusi sektor industri meningkat. Perubahan ini tentu akan mempengaruhi tingkat pendapatan antar penduduk dan antar sektor ekonomi, karena akan terjadi perpindahan alokasi tenaga kerja dari sektor yang produktifitasnya rendah (pertanian) ke sektor yang produktifitasnya tinggi (industri). Terkait dengan proses pembangunan daerah, maka struktur ekonomi memiliki peran penting dalam konsep pendekatan model pembangunan daerah. Sebagaimana yang dikemukakan Aziz (1994), pendekatan sektoral dalam perencanaan pembangunan daerah selalu Indikator Ekonomi Kabupaten Blora Tahun 2015 17

dimulai dengan pertanyaan yang menyangkut sektor ekonomi apa yang perlu dikembangkan, kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan di mana aktivitas sektor tersebut akan dijalankan dan kebijakan (strategi dan langkah-langkah) apa yang perlu diambil dalam mencapai tujuan pembangunan. Faktor penyebab terjadinya perubahan struktur perekonomian antara lain ketersediaan sumber daya alam, sumber daya manusia, sarana dan prasarana serta modal dan investasi yang masuk ke suatu daerah. 2.3. Teori Basis Ekonomi Salah satu teori ekonomi yang dikembangkan dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah adalah teori basis ekonomi. Menurut Arsyad (1999), teori ini menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah berhubungan langsung dengan permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industri yang menggunakan sumber daya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor akan menghasilkan kekayaan daerah dan menciptakan peluang kerja (job creation). Sektor ekonomi potensial atau sektor unggulan dapat diartikan sebagai sektor perekonomian atau kegiatan usaha yang produktif dikembangkan sebagai potensi pembangunan serta dapat menjadi basis perekonomian suatu wilayah dibandingkan sektor-sektor lainnya, dimana perkembangan sektor-sektor lainnya dalam suatu keterkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung (Tjokroamidjoyo, 1976 : 126). Sektor ekonomi potensial ini dapat berupa sektor basis, dimana menurut Glasson (1978) sektor basis merupakan sektor yang mengekspor barang dan jasa ke wilayah-wilayah diluar batas-batas Indikator Ekonomi Kabupaten Blora Tahun 2015 18

perekonomian setempat. Besarnya pendapatan pengeluaran dalam sektor basis merupakan fungsi dari permintaan wilayah-wilayah lain. Tingkat pendapatan yang di peroleh sektor basis tercemin dari tingkat produksinya, sehingga kemampuan produksi sektor basis menjadi faktor penentu pendapatan wilayah. Adapun untuk sektor non-basis menyediakan barang dan jasa untuk masyarakat setempat termasuk kebutuhan sektor basisnya. Peningkatan sektor basis ditentukan oleh pembelanjaan pendapatan sektor basis baik berupa faktor-faktor produksi maupun barang dan jasa yang dibutuhkan pekerja sektor basis. Dengan demikian perkembangan sektor non-basis tergantung pada perkembangan sektor basisnya (Glasson dalam Nugroho, 2001 : 15). Perluasan kegiatan-kegiatan ekonomi disalurkan sektor basis kepada sektor-sektor non-basis yang mendukungnya secara langsung maupun tidak langsung. Keterkaitan langsung berupa aliran faktor-faktor produksi yang meliputi komoditas (bahan baku), tenaga kerja, modal dan jasa produksi. Keterkaitan tidak langsung berupa transaksi pengeluaran para pekerja sektor basis untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kegiatan-kegiatan lokal yang melayani kebutuhan para pekerja tersebut turut terkena imbas perkembangan sektor basisnya, dengan demikian adanya keterkaitan yang kuat antara sektor basis dan sektor non-basis merupakan syarat mutlak untuk menyebarluaskan pertumbuhan dalam wilayah. Pendekatan basis ekonomi sebenarnya berlandaskan pada pendapat bahwa yang perlu dikembangkan di sebuah wilayah adalah kemampuan berproduksi dan menjual hasil produksi tersebut secara efisien dan efektif. Daerah mempunyai kesempatan untuk mengembangkan sumber daya yang dimiliki dengan memanfaatkan Indikator Ekonomi Kabupaten Blora Tahun 2015 19

tenaga kerja yang ada termasuk dari luar daerah dalam upaya meningkatkan peluang ekspor. Dalam analisisnya, teori basis ekonomi biasanya menggunakan data PDRB untuk mengidentifikasi dan menentukan sektor potensial. Apabila sektor potensial tersebut dikembangkan dengan baik akan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan daerah secara optimal. Mengacu pada teori ekonomi basis tersebut maka Arsyad (2008) menjelaskan bahwa teknik location Quotient dapat membagi kegiatan ekonomi suatu daerah menjadi dua golongan yaitu: 1. Kegiatan sektor ekonomi yang melayani pasar di daerah itu sendiri maupun di luar daerah yang bersangkutan. Sektor ekonomi seperti ini dinamakan sektor ekonomi potensial (basis). 2. Kegiatan sektor ekonomi yang hanya dapat melayani pasar di daerah itu sendiri dinamakan sektor ekonomi tidak potensial (non basis). Menurut Syafrizal (2002), dalam kerangka teori basis ekspor ini, diketahui bahwa peningkatan ekspor terjadi apabila suatu daerah memiliki keuntungan kompetitif (competitive advantage) yang cukup besar pada beberapa sektor ekonomi. Di samping itu, untuk melihat besarnya keuntungan kompetitif perekonomian suatu daerah dapat dilakukan dengan analisis shift share. 2.4. Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Dalam era otonomi daerah seperti sekarang ini, setiap daerah memiliki kebebasan dalam menentukan arah dan kebijakan pembangunan ekonomi wilayah. Untuk menentukan arah dan kebijakan pembangunan ekonomi di suatu daerah sangat diperlukan informasi mengenai potensi Indikator Ekonomi Kabupaten Blora Tahun 2015 20

ekonomi wilayah. Potensi ekonomi wilayah dapat diketahui dengan mengidentifikasi keunggulan dan kelemahan berbagai sektor maupun subsektor ekonomi di wilayah tersebut. Sektor ekonomi yang memiliki keunggulan, memiliki prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong sektor-sektor ekonomi lain untuk berkembang. Tumenggung (1996) memberi batasan bahwa sektor unggulan adalah sektor yang memiliki keunggulan komparatif (comparatif advantages) dan keunggulan kompetitif (competitive advantages) dengan produk sektor sejenis dari daerah lain serta mampu memberikan nilai manfaat yang lebih besar. Sedangkan Mawardi (1997) mengartikan sektor unggulan adalah sektor yang memiliki nilai tambah yang besar terhadap perekonomian lain, serta memiliki permintaan yang tinggi, baik pasar lokal maupun pasar ekspor. Istilah keunggulan komparatif mula-mula dikemukakan oleh David Ricardo (1917) sewaktu membahas perdagangan antara dua wilayah. Ricardo membuktikan bahwa apabila dua wilayah yang saling berdagang masing-masing mengkonsentrasikan diri untuk mengekspor barang yang memiliki keunggulan komparatif, maka kedua wilayah tersebut akan beruntung. Ide tersebut bukan saja bermanfaat dalam perdagangan internasional tetapi juga sangat penting diperhatikan dalam ekonomi regional. Pengetahuan akan keunggulan komparatif suatu daerah dapat digunakan para penentu kebijakan untuk mendorong perubahan struktur ekonomi daerah ke arah sektor yang mengandung keunggulan komparatif. Jadi, apabila sektor yang memiliki keunggulan komparatif bagi suatu daerah telah teridentifikasi maka pembangunan sektor Indikator Ekonomi Kabupaten Blora Tahun 2015 21