BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
MANAJEMEN TRANPORTASI DAN DISTRIBUSI

Manajemen Transportasi dan Distribusi. Diadopsi dari Pujawan N

Manajemen Tranportasi dan Distribusi. Dosen : Moch Mizanul Achlaq

MANAJEMEN OPERASIONAL. BAB VI Supply Chain

Mode Distribusi & Transportasi. Tita Talitha, MT

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Definisi Supply Chain dan Supply Chain Management

TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

Pembahasan Materi #2

MANAJEMEN RANTAI PASOKAN. Suhada, ST, MBA

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT ( SCM ) Prof. Made Pujawan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan

Supply Chain. Management. an overview. MUSTHOFA HADI, SE mister-ebiz.blogspot.com

BAB II LANDASAN TEORI

Bab 3 Faktor Pengendali Supply Chain

: Yan Ardiansyah NIM : STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

Pembahasan Materi #8

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Merancang Jaringan Supply Chain

MRP Pertemuan 6 BAB 6 IMPLIKASI STRATEGI MANAJEMEN RANTAI PASOKAN

ERP (Enterprise Resource Planning) Pertemuan 2

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bisnis (Naslund et al., 2010). Manajemen rantai pasok melibatkan

MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 7: MENGELOLA PERSEDIAAN PADA SUPPLY CHAIN. By: Rini Halila Nasution, ST, MT

Supply Chain Management. Tita Talitha,MT

Pengukuran Kinerja SCM

Muhammad Bagir, S.E.,M.T.I. Pengelolaan Rantai Pasokan

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin ketat. Tiap-tiap perusahaan akan berupaya semaksimal mungkin meningkatkan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. tujuan yang sama. Menurutnya juga, Sistem Informasi adalah serangkaian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Supply Chain Management menurut para ahli, antara lain :

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi. Penerapan teknologi informasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian The International Journal of Bussiness and Management

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 3 PERANCANGAN PRODUK BARU DALAM PERSPEKTIF SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan performa mereka. Salah satu dari banyak manfaat yang bisa

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom

Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ.

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom. Edi Sugiarto, M.Kom - Supply Chain Management dan Keunggulan Kompetitif

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom

BAB I PENDAHULUAN. logistik sudah digunakan untuk mengatasi berbagai jenis kebutuhan manusia dan

RANGKUMAN SIM Ch. 9 MENCAPAI KEUNGGULAN OPERASIONAL DAN KEINTIMAN PELANGGAN MELALUI APLIKASI PERUSAHAAN

TUGAS E BISNIS MENINGKATKAN SUPPLY RANGKAIAN PERENCANAAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

A. Pengertian Supply Chain Management

Pembahasan Materi #4

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

1. PENDAHULUAN. Universitas Kristen Petra

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Logistik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Manajemen Rantai Pasokan

MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY)

Pembahasan Materi #5

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PERANCANGAN. 4.1 Proses Bisnis Pengadaan Barang

BAB 2 LANDASAN TEORI

KONSEP SISTEM INFORMASI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TELAAH KEPUSTAKAAN

PEMILIHAN SUPPLIER DENGAN PENDEKATAN POSSIBILITY FUZZY MULTI-OBJECTIVE PROGRAMMING

Manajemen Rantai Pasok -Strategi SCM (2) TIP FTP UB 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SCM dalam E-Business. 1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang SCM pada e-business

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Bab I : Peramalan (Forecasting) Bab III : Manajemen Persediaan. Bab IV : Supply-Chain Management. Bab V : Penetapan Harga (Pricing)

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

Mendefinisikan dan menggambarkan proses bisnis dan hubungan mereka dengan sistem informasi. Menjelaskan sistem informasi yang mendukung fungsi bisnis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Ir. Dicky Gumilang, MSc. Manajemen Rantai Pasokan

Manajemen Transportasi dan Distribusi

BAB I PENDAHULUAN I - 1

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS)

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Hakikat Rantai Pasokan

BAB I PENDAHULUAN. baik internal maupun eksternal untuk melakukan inovasi dalam. mengembangkan produk dan servisnya. Bank diharapkan dapat merespons

BAB II LANDASAN TEORI. barang dari supplier. Pembelian adalah suatu usaha yang dilakukan untuk

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pesat seiring dengan berkembanganya teknologi. Dengan adanya internet,

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom

TRANSPORTASI DALAM RANTAI PASOK DAN LOGISTIK

Kargo adalah semua barang yang dikirim melalui udara (pesawat terbang), laut (kapal) atau darat baik antar wilayah atau kota di dalam negeri maupun

BAB I PENDAHULUAN. Pada Bab I ini Penulis akan membahas beberapa pokok bahasan yang

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. umumnya, serta kondisi persaingan yang ketat dalam lingkungan bisnis yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis yang cepat dan kompleks sebagai akibat dari

Transkripsi:

28 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Supply Chain Management 2.1.1 Pengertian SCM Kompetisi yang terjadi antar perusahaan akhir-akhir ini dapat dikatakan tidak hanya sangat ketat, namun juga terjadi persaingan dengan perusahaan yang berasal dari berbagai negara. Hal ini diakibatkan oleh globalisasi dan pemaksaan ekonomi pasar bebas yang dilakukan oleh organisasi-organisasi dunia seperti WTO (World Trade Organization), AFTA (Asean Free Trade Area), APEC (Asia- Pasific Economic Cooperation), dan sebagainya dimana diharuskan untuk melakukan penghapusan berbagai hal yang menghalangi kompetisi pasar seperti bea masuk, proteksi, dan subsidi pemerintah. Sehingga perusahaan-perusahaan berlomba-lomba untuk mencari penyelesaian untuk tetap hidup, bertahan, dan berkembang, dan tetap mempertahankan pangsa pasar mereka. Supply Chain (rantai pengadaan) adalah suatu sistem yang berupa jaringan organisasi dari sebuah perusahaan untuk menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para pelanggannya hingga ke tangan pemakai terakhir. Konsep lama yang dimiliki mengenai SCM ini hanya melihat logistik sebagai persoalan intern masing-masing

29 perusahaan, dan pemecahannya dititikberatkan pada pemecahan persoalan secara intern di perusahaan masing-masing. Namun sekarang permasalahan logistik dilihat sebagai permasalahan yang lebih luas yang terbentang sangat panjang sejak bahan dasar sampai barang jadi yang dipakai konsumen akhir. Tujuan diadakannya perancangan SCM ini adalah untuk memecahkan perbatasan-perbatasan antar perusahaan yang memisah-misahkan pelaku pengadaan barang atau jasa, dan memecahmecah pula daya kemampuannya untuk meningkatkan efisiensi. Dengan melakukan analisa keseluruhan proses, dari initial supply sampai ultimate consumption, dapat diperoleh keuntungan-keuntungan dari Supply Chain, sebagai berikut : 1. Mengurangi inventory barang 2. Menjamin kelancaran penyediaan barang 3. Menjamin mutu Istilah SCM pertama kali dikemukakan oleh Oliver dan Weber pada tahun 1982(cf. Oliver & Weber, 1982; Lambert et al. 1998). Supply Chain adalah jaringan fisiknya, yakni perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke pemakai akhir, sedangkan SCM adalah metode, alat, atau pendekatan pengelolaannya. Jadi, Supply Chain management tidak hanya berorientasi pada urusan internal sebuah perusahaan,

30 melainkan urusan eksternal yang menyangkut hubungan dengan perusahaan-perusahaan partner. Semangat kolaborasi dan koordinasi dilandasi oleh kuatnya sebuah Supply Chain yang bergantung pada kekuatan seluruh elemen yang ada di dalamnya. SCM yang baik bisa meningkatkan kemampuan bersaing bagi Supply Chain secara keseluruhan, namun tidak menyebabkan satu pihak berkorban dalam jangka panjang. Menurut Cohen dan Roussel (2005) terdapat empat kriteria SCM sehingga dapat dikatakan sukses yaitu : 1. Sesuai dengan strategi bisnis Kriteria ini berhubungan dengan biaya, inovasi, pelayanan, dan kualitas. Penentuan strategi bisnis ini diawali dengan membuat visi dari perusahaan. SCM yang sukses haruslah mendukung tercapainya visi tersebut., yang berarti SCM harus dirancang mengikutinya. Visi sendiri ditetapkan setelah mempertimbangkan faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi: kompetensi inti perusahaan, kebijakan bisnis, dan sasaran keuangan. Sedangkan faktor eksternal meliputi: ukuran pasar, peta persaingan, dan kebutuhan konsumen. Penjelasan mengenai keempat faktor yang berhubungan dengan strategi bisnis akan terlihat pada tabel 2.1

31 Tabel 2.1 Empat Faktor Penting dalam Strategi Bisnis Strategi Utama Sumber Kunci Basis Kompetisi Keunggulan Keberhasilan Biaya Efisien Efisiensi biaya Harga termurah di infrastruktur dan produksi kelasnya moda Inovasi Unik teknologi dan merek Produk inovasi Ketepatan waktu Pelayanan Pelayanan prima Sesuai dengan keinginan Rancang SCM khusus konsumen secara khusus Mutu Pengendalian Keamanan dan Produk dan dapat mutu dalam SCM keandalan produk diandalkan (traceability) (Sumber Tabel : Ilham Said, Andi, Bayu A. Soedjarwo, dkk, 2006, Produktifitas dan efisiensi dengan Supply Chain Management, PPM.) 2. Sesuai dengan kebutuhan konsumen Satu hal yang paling prinsip dalam SCM secara keseluruhan adalah bahwa satu-satunya elemen dalam SCM yang mengeluarkan uang adalah konsumen. Distributor, dealer, pabrik, gudang, hingga pemasok pada dasarnya hanya menikmati beberapa persen bagian dari selisih harga jual di konsumen dengan biaya barang. Sehingga memastikan apa yang diinginkan konsumen akhir sangatlah diperlukan. Selanjutnya perlu juga mengenali lebih lanjut mengenai kebutuhan konsumen untuk masing-masing segmen dan

32 produk tertentu. Secara berkala keinginan konsumen juga harus dipantau karena ada kemungkinan terjadi pergeseran. 3. Sesuai dengan power position SCM merupakan sebuah permainan daya tawar dan kekuatan. Untuk mencapai sebuah kesuksesan sebuah perusahaan tidak dapat memperolehnya tanpa bekerja sama dengan perusahaan lain. Kerjasama sama yang dilakukan dapat dalam berbagai bentuk, dan dapat dilakukan dengan perusahaan yang sama besarnya, lebih besar, atau lebih kecil. Perusahaan yang dapat dikategorikan sukses adalah perusahaan yang bisa menjaga keseimbangan di seluruh rantai pasok SCM. 4. Adaptif SCM haruslah beradaptasi dengan situasi bisnis yang dinamis dan selalu berubah. Perubahan teknologi, lingkungan bisnis, basis kompetisi, dan terjadinya akusisi bisa mempengaruhi rancangan SCM secara mendasar. Perubahan lain yang membutuhkan SCM beradaptasi adalah perubahan lingkup usaha (seperti pada perusahaan makanan pembuatan produk dibuat kebijakan untuk diberikan komposisinya sehingga dapat dibuat langsung oleh cabang), masuk keluarnya kompetitor (seperti dengan

33 melakukanm pembukaan outlet-outlet khusus, penentuan distributror sendiri), dan terjadinya akusisi maupun merger. Untuk mencapai keempat kriteria sukses di atas., Cohen dan Roussel (2005) mengusulkan lima hal, yang dapat disebut sebagai Five road to success in SCM yang terdiri dari : 1. View SCM as a Strategic Asset Dalam hal ini SCM diposisikan sebagai alat bersaing strategik bagi perusahaan sehingga perlu diperhatikan oleh seluruh organisasi dan seirama dengan strategi bisnis organisasi. Untuk menjadikan SCM asset strategik perusahaan perlu mempersiapkan lima strategi (Cohen and Roussel, 2005), yaitu : Operation Strategy Pilihan strategi operasi mencakup strategi make to stock (membuat produk terlebih dahulu sebelum dijual), configure to order (adanya konfirmasi terlebih dahulu mengenai pembelian, baru produk akan dibuat, bedanya dengan make to order, disini produk setengah jadinya yang bersifat standard dan massal sudah dibuat terlebih dahulu, biasanya juga disebut sebagai Mass-Customization), make to order (kebalikan dari make to stock), dan engineer to order (bentuk yang lebih kompleks dari

34 make to order, karena di sini bahkan desain pun masih perlu dipesan tersendiri, biasanya digunakan untuk produk berbentuk proyek). Pada tabel 2.2 menggambarkan kapan sebaiknya masing-masing strategi operasi itu dipilih dan bagaimana strategi SCM-nya yang sesuai. Tabel 2.2 Strategi Operasi vs Strategi SCM Strategi Operasi Dipilih untuk Strategi SCM Pelayanan SCM seefisien mungkin, Produk standar yang standarisasi metode dan dijual dalam volume alat frekuensi dan lot size besar optimal, EOQ, ROP Make to Order SCM responsif, target Produk sesuai pesanan ketepatan waktu sangat konsumen, pesan penting. Variasi metode ulang masih mungkin dan alat perlu tapi frekuensi kecil dipersiapkan Cofigure to Order Produk Standar yang produk akhirnya disesuaikan dengan keinginan konsumen Dari pabrik ke outlet adalah SCM efisien, dari outlet ke konsumen SCM responsif Produk kompleks dan SCM responsif. Metode Engineer to unik untuk keperluan alat perlu negosiasi dan Order konsumen tertentu kontrak khusus (Sumber Tabel : Ilham Said, Andi, Bayu A. Soedjarwo, dkk, 2006, Produktifitas dan efisiensi dengan Supply Chain Management, PPM.)

35 Channel Strategy Pada pilihan strategi ini mempunyai fokus pada cara untuk mendistribusikan produk ke tangan konsumen, yaitu dengan melakukan pemilihan pola distribusi (langsung atau melalui distributor), moda transportasi (darat, laut, udara), dan metode pengiriman (dalam jumlah dan frekuensi pengiriman) yang tepat. Dasar pengambilan keputusannya adalah menyesuaikan kebutuhan per segmen pasar dan letak geografis. Outsourcing Strategy Strategi ini memiliki pertimbangan utama yaitu membuat keputusan untuk membeli (buy) atau membuat (make). Untuk meningkatkan tingkat efisien dan efektif dari kinerja perusahaan ada beberapa perusahaan yang menggunakan pihak luar (outsourcing). Namun sebelum menyerahkan sebagian proses operasi atau SCM ke pihak luar, perusahaan juga harus mempertimbangkan untuk tidak melakukan outsourcing pada proses yang merupakan keunggulan utama sekaligus keunikan perusahaan, bila perusahaan itu sendiri masih tersedia cukup kapasitas dan kapabilitas, dan bila nantinya hanya akan menjadi prioritas terakhir karena lingkup bisnis mitranya terlalu besar.

36 Customer Service Strategy Strategi ini terus memperhatikan seberapa besar tingkat pelayanan yang seharusnya diberikan sesuai dengan segmentasi dan kontribusinya. Strategi ini diterapkan melalui pemetaan secar jelas mengenai high-value customers, tingkat pelayanan yang dibutuhkan, permasalahan yang sering muncul, cara mengatasi dan menyelesaikan permasalahan tersebut. Asset Network Pada strategi ini memfokuskan pada jaringan asset yang harus dikendalikan oleh perusahaan. Beberapa faktor penting yang perlu dipertimbangkan antara lain: ukuran bisnis, customer service level, peraturan pajak dan ketenagakerjaan, ketersediaan pemasok, infrastruktur, keahlian, dan sebagainya. Terdapat tiga model jaringan yang dapat dipilih: Global model Satu produk diproduksi di satu negara untuk seluruh dunia, biasanya dilakukan bila Research and Development-nya

37 dilakukan terpusat sedangkan produksinya membutuhkan investasi yang sangat besar. Regional model Satu produk dibuat secara regional untuk juga dipasarkan secara regional. Ini dipakai terutama bila bahan baku dan keahlian tenaga kerja tersebar, sementara pasarnya juga tersebar. Country model Dimana produk dibuat di satu negara untuk dipasarkan ke negara yang bersangkutan. Biasanya dilakukan dilakukan bila biaya pengiriman dalam bentuk produk jadi terlalu tinggi. 2. Effective End-to-End Process Architecture Membangun rancangan SCM secara integrasi mulai dari pemasok terujung hingga konsumen terakhir.

38 3. Powerful Organization Struktur organisasi SCM haruslah menjadi bagian terintegrasi dari organisasi secara keseluruhan, tanggung jawab peran jelas, dan diisi oleh personel yang kompeten. 4. Right Collaborative Model Perusahaan perlu membangun pola-pola kerjasama yang bersifat jangka panjang, secara cerdas dan seimbang. Dengan kolaborasi perusahaan bisa lebih cepat memasuki pasar yang baru, lebih fleksibel, dan dapat memanfaatkan teknologi maupun tenaga akhli yang tidak dimiliki. 5. Metrics to manage performance Untuk memastikan tercapainya sasaran SCM, maka diperlukan alat pantau yang bisa mengukur kinerja seluruh rantai SCM. Pengukuran kinerja supply chain yang benar akan mendorong perusahaan meningkatkan kinerja supply chain mereka. Dengan pengukuran yang baik perusahaan akan mengetahui apa yang bisa dihemat dan berapa jumlahnya serta hal apa saja yang perlu diperbaiki. Perusahaan yang baik biasanya memiliki SOP yang baik. Mereka memiliki sistem yang terintegrasi satu dengan lainnya. Standard

39 operating procedure (SOP) yang baik sangat penting untuk memecahkan permasalahan penjualan, produksi, dan logistik. 2.1.2 Area cakupan SCM Kegiatan-kegiatan utama yang masuk dalam klasifikasi SCM biasanya tercermin dalam bentuk pembagian departemen atau divisi pada perusahaan manufaktur. Pembagian tersebut sering dinamakan functional division karena mereka dikelompokkan sesuai dengan fungsinya. Umumnya sebuah perusahaan manufaktur akam mempunyai bagian pengembangan produk, bagian pembelian atau bagian pengadaan, bagian produksi, bagian perencanaan produksi dan bagian pengiriman atau distribusi barang jadi. Tabel 2.3 menguraikan lebih lanjut mengenai klasifikasi ini serta beberapa contoh kegiatan yang biasanya dilakukan oleh masing-masing bagian. Tabel 2.3 Empat Klasifikasi Utama SCM Bagian Pengembangan Produk Cakupan kegiatan yang dilakukan Departemen ini akan melakukan riset pasar, membuat rancangan produk baru, dan melibatkan supplier yang sudah menjadi rekan dalam merancang produk baru

40 Bagian Cakupan kegiatan yang dilakukan Departemen ini yang akan melakukan pemilihan supplier, mengevaluasi kinerja supplier, melakukan Pengadaan pembelian bahan baku dan komponen untuk produksi, memonitor supply risk, membina dan memelihara hubungan dengan para supplier Perencanaan dan Departemen ini akan melakukan demand planning, Pengendalian peramalan akan permintaan, perencanaan kapasitas, perencanaan produksi dan persediaan Operasi / Produksi Departemen ini akan melakukan eksekusi produksi dan pengendalian kualitas produk Pengiriman / Distribusi Departemen ini melakukan perencanaan jaringan distribusi, penjadwalan pengiriman, mencari dan memelihara hubungan dengan perusahaan jasa pengiriman, memonitor service level di tiap pusat distribusi. (Sumber Tabel : Ilham Said, Andi, Bayu A. Soedjarwo, dkk, 2006, Produktifitas dan efisiensi dengan Supply Chain Management, PPM.) 2.1.3 Model Supply Chain Salah satu faktor kunci untuk mengoptimalkan supply chain adalah dengan menciptakan alur informasi yang bergerak secara mudah dan akurat diantara jaringan atau mata rantai tersebut, dan pergerakan

41 barang yang efektif dan efisien yang dapat menghasilkan kepuasan yang maksimal terhadap konsumen. Model supply chain sudah dikembangkan dengan cukup baik pada tahun 1994 oleh A.T. Kearney. Dalam ilustrasi tersebut, suppliers suppliers telah dimasukkan untuk menunjukkan hubungan yang lengkap dari sejumlah perusahaan atau organisasi yang secara bersama-sama mengumpulkan atau mencari, mengubah, dan mendistribusikan barang dan jasa kepada konsumen akhir. Dua konsep yang banyak digunakan dan dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pergerakan barang, yaitu : 1. Mengurangi jumlah supplier Konsep ini bertujuan untuk mengurangi ketidakseragaman, biaya-biaya negosiasi, dan pelacakan (tracking). Konsep ini merupakan perubahan yang dilakukan dari konsep multiple supplier ke single supplier. 2. Mengembangkanm supplier partnership atau strategic alliance Konsep ini beranggapan dengan supplier partnership, key supplier untuk barang / produk tertentu merupakan strategic sources yang diandalkan dan dapat menjamin lancarnya pergerakan barang dalam supply chain.

42 Konsep ini selalu diterapkan sejajar dengan konsep perbaikan yang dilakukan terus-menerus dalam biaya dan mutu barang. Model ini dapat disebut the Interprise Supply Chain Model. Model ini merupakan suatu mata rantai supply, yang dinamakan juga model empat langkah (the four step model), yang terdiri dari unsurunsur : 1. suppliers (dan sub-suppliers atau supliers suppliers); 2. manufacturers (plant, yang terdiri dari beberapa unit); 3. distributor (terdiri dari distribution center, wholesaler, dan sebagainya); 4. retailers (yang sangat banyak jumlahnya). 2.1.4 Manajemen Transportasi dan distribusi Pada proses SCM tidaklah lepas dari jaringan distribusi dan transportasi. Jaringan distribusi dan transportasi ini memungkinkan produk pindah dari lokasi. Kemampuan untuk mengirimkan produk ke pelanggan secara tepat waktu, dalam jumlah yang sesuai dan dalam kondisi yang baik sangat menentukan apakah produk tersebut pada akhirnya akan kompetitif di pasar. Perkembangan teknologi dan inovasi dalam manajemen distribusi memungkinkan perusahaan untuk menciptakan kecepatan waktu kirim serta efisiensi yang tinggi dalam

43 jaringan distribusi. Teknologi penyimpanan, barcoding, ASRS (Automatic Storage and Retrieval System), RFID (Radio Frequency Identification) adalah sebagian dari teknologi yang dapat digunakan untuk mempermudah operasi distribusi produk. Demikian juga teknikteknik yang inovatif seperti crosssdocking, flow through distribution, dan penggunaan 3PL (jasa logistik pihak ketiga). Secara umum fungsi distribusi dan transportasi adalah menghantarkan produk dari lokasi di mana produk tersebut diproduksi sampai di mana mereka akan digunakan. Manajemen distribusi dan transportasi pada umumnya melakukan sejumlah fungsi dasar yang terdiri dari: 1. melakukan segmentasi dan menentukan target service level 2. menentukan mode transportasi yang akan digunakan 3. melakukan konsolidasi informasi dan pengiriman 4. melakukan penjadwalan dan penentuan rute pengiriman 5. memberikan pelayanan nilai tambah 6. menyimpan persediaan 7. menangani pengembalian (return) Dalam manajemen transportasi / pengiriman, kita biasanya membedakan antara pihak yang memiliki barang dan pihak yang melakukan pengiriman. Pemilik barang yang berkepentingan barangnya

44 untuk dikirim biasanya disebut sebagai shipper, sedangkan pihak yang bertugas melakukan pengiriman dinamakan carrier. Beberapa hal yang biasanya dipakai sebagai dasar pertimbangan dalam mengevaluasi mode transportasi, adalah : 1. Dari sudut pengirim atau carier, hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah biaya-biaya yang terlibat, mulai dari biaya alat transportasinya sendiri (bisa berupa biaya beli atau sewa alat transportasi), biaya operasional tetap (biaya terminal atau bandara yang besarnya tidak tergantung pada volume barang yang dikirim), biaya overhead dan biaya operasional variabel (seperti biaya bahan bakar) dimana besarnya biaya tergantung pada volume angkut atau jarak yang ditempuh dalam pengiriman. 2. Dari sisi shipper, pertimbangannya bisa didasarkan pada berbagai ongkos yang timbul pada supply chain, termasuk ongkos selain yang terkait langsung dengan transportasi, namun sebagai konsekuensi dari pemilihan mode transportasi tersebut. Kemudian yang juga harus dipertimbangkan adalah biaya persediaan, biaya loadingunloading, dan biaya fasilitas.

45 Secara umum, tiap mode transportasi memiliki keunggulan dan kelemahan tersendiri ditinjau dari berbagai pertimbangan. Salah satu hal penting yang perlu dipertimbangan dalam mengelola kegiatan pengiriman adalah tradeoff antara biaya dengan kecepatan respon dari suatu mode transportasi. Tabel 2.4 Evaluasi umum berbagai mode transportasi Mode transportasi Truk Kereta Kapal Pesawat Paket Volume yang bisa Sangat Sangat Sangat Sedang Banyak dikirim banyak banyak sedikit Fleksibelitas waktu kirim Tinggi Rendah Rendah Rendah Tinggi Fleksibelitas rute Sangat Sangat Sangat Sangat Tinggi pengiriman rendah rendah rendah tinggi Kecepatan Sedang Sedang Rendah Sangat tinggi Tinggi Biaya pengiriman Sedang Rendah Rendah Tinggi Sangat tinggi Inventory Sangat Sangat Sedikit Banyak Rendah (in transit) banyak rendah (Sumber Tabel : Ilham Said, Andi, Bayu A. Soedjarwo, dkk, 2006, Produktifitas dan efisiensi dengan Supply Chain Management, PPM.) Salah satu keputusan operasional yang sangat penting dalam manajemen distribusi adalah penentuan jadwal serta rute pengiriman dari atu lokasi ke beberapa lokasi tujuan. Biaya bukanlah satu-satunya faktor yang perlu dipertimbangkan dalam proses pengiriman. Secara

46 umum permasalahan penjadwalan dan penentuan rute pengiriman bisa memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai seperti tujuan untuk meminimumkan biaya pengiriman, meminimumkan waktu, atau meminimumkan jarak tempuh. 2.1.5 Metode Inovatif dalam Manajemen Distribusi Secara tradisional, perusahaan sering menggunakan gudang sebagai tempat penyimpanan produk sebelum ada pesanan dari pelanggan. Setelah ada pesanan, barang yang dipesan akan diambil dari gudang, dikemas, kemudian dikirim. Pada model crossdocking, gudang tidak berfungsi sebagai tempat penyimpan produk, tetapi sebagai tempat transfer barang dari truk pengangkut ke truk penjemput. Barang yang dikirim dari tempat asal sudah dimiliki oleh pemesan sehingga begitu sampai di gudang, petugas akan mengetahui ke truk penjemput mana produk tersebut akan ditransfer. Menurut Gue (2001), model crossdocking menghilangkan dua kegiatan gudang yang paling mahal yaitu kegiatan penyimpanan dan order packing. Jadi, pada model ini gudang tidak melaksanakan dua aktifitas tersebut, tetapi tetap berfungsi sebagai fasilitas penerimaan (receiving) dan pengiriman (shipping). Salah satu keunggulan dari crossdocking adalah waktu tempuh yang pendek bagi barang-barang yang dikirim. Gue (2001) menyatakan bahwa produk yang tepat ditangani dengan crossdocking adalah yang

47 variasinya sedikit dan volume kebutuhannya banyak. Oleh karena itu, pada model crossdocking, pemesan harus sudah memiliki firm order (pemesan definitif) beberapa hari sebelum jadwal pengiriman. Gambar 2.1 Ilustrasi Crossdocking pada Bisnis Ritel 2.1.6 Monitoring Pengiriman Pada saat pengiriman dilakukan, perusahaan pengirim maupun pemesan seharusnya bisa melacak posisi barang dalam perjalanan serta mengevaluasi apakah kiriman bisa sampai tepat waktu sesuaijadwal atau tidak. Informasi ini sangat penting diketahui oleh kedua belah pihak sehingga bisa dilakukan proses pengendalian secara dini. Proses monitoring atau pelacakan ini membutuhkan teknologi yang bisa secara real time melaporkan posisi barang setiap saat. Teknologi ini bisa

48 meliputi komunikasi radio, satelit, barcoding, intelligent messaging, dan sebagainya. Banyak manfaat yang bisa diberikan dengan pemakaian teknologi yang tepat dalam memonitor proses pengiriman. Beberapa manfaat tersebut adalah: 1. Perusahaan pengiriman bisa melakukan pemetaan posisi geografis armada mereka dalam suatu trek peta elektronik. 2. Terjadi pengurangan waktu pengiriman karena dimungkinkan melakukan perubahan rute untuk menghindari kemacetan / blockages. 3. Bisa melakukan perubahan tujuan atau tempat koleksi apabila terjadi perubahan dan perubahan tersebut dianggap penting dan mendesak. 4. Perusahaan pengirim maupun pemesan bisa mendapatkan kepastian yang lebih tinggi terhadap kedatangan barang. Apabila ada tandatanda keterlambatan, pemesan mungkin bisa mengambil tindakan alternatif berupa memesan mendadak atau perubahan jadwal produksi. 2.2 Latar belakang berkembangnya Fuzzy Konsep yang banyak dipelajari sekarang ini adalah konsep ketidakpastian (uncertainty). Model ini digunakan untuk mendekatkan suatu model yang dibuat agar dapat mengetahui dan mendekati kondisi riil dalam

49 kenyataan. Ketidakpastian memiliki peran yang penting dalam memaksimasi kegunaan dari model suatu sistem, tetapi secara umum, semakin banyak kita mentolerir ketidakpastian, maka akan semakin cenderung berkurangnya kompleksitas dan semakin meningkat kredibilitas model yang dihasilkan. Sejak tahun 1960an, para ilmuwan semakin menyadari bahwa teori probabilitas hanya dapat merepresentasikan hanya satu bentuk ketidakpastian. Melalui makalahnya, Lotfi A. Zadeh tahun 1965 menawarkan sebuah teori mengenai himpunan fuzzy, suatu objek yang tidak memiliki keanggotaan dengan batasan yang tidak presisi. Keanggotaan dalam sebuah himpunan fuzzy bukan suatu affirmation atau denial, tetapi lebih ke arah derajat keanggotaan (degree). 2.3 Pengertian bilangan fuzzy Bilangan fuzzy (fuzzy number) merupakan sebuah bilangan yang memiliki precise value yang tidak pasti. Sebuah bilangan fuzzy sering dideskripsikan dengan menggunakan kata-kata seperti kira-kira, kurang lebih, sekitar, dan sebagainya. Bilangan fuzzy sebenarnya merupakan sebuah himpunan fuzzy yang didefinisikan dalam himpunan bilangan real R. Fungsi keanggotaan (membership function) dari himpunan ini, yang memiliki bentuk A: R- [0,1], dapat dipandang sebagai keanggotaan bilangan fuzzy ataupun interval fuzzy (fuzzy interval). Bilangan fuzzy dimaksudkan untuk merepresentasikan konsep intuitif mengenai bilangan dan interval secara

50 aproksimatif, seperti bilangan yang dekat dengan sebuah bilangan real tertentu, atau bilangan di sekitar bilangan real tertentu. Beberapa jenis bilanan fuzzy dan kasus khususnya dapat terlihat pada gambar 2.4. Gambar tersebut berturut-turut memperlihatkan : (a) sebuah bilangan real biasa, yaitu 1.3 (b) sebuah interval tertutup biasa (crisp interval), yaitu [1.25, 1.35] (c) sebuah bilangan fuzzy dengan ekspresi kira-kira 1.3 (d) sebuah bilangan fuzzy dengan interval fuzzy Bilangan fuzzy seperti yang terlihat pada gambar 2.2 c disebut dengan bilangan fuzzy segitiga (triangular fuzzy number), sedangkan bilangan fuzzy seperti terlihat pada gambar 2.2 d disebut dengan bilangan fuzzy trapezoid (trapezoid fuzzy number). Dua bentuk ini merupakan bentuk bilangan fuzzy yang paling sering digunakan, karena cukup sederhana dalam merepresentasikan keanggotaannya.

51 (Sumber Gambar : J. Klir, George, dan Bo Yuan, 1995, FUZZI SETS AND FUZZY LOGIC : Theory and Applications, Prentice Hall P T R, Upper Saddle River, New Jersey 07458. ) Gambar 2.2 Ilustrasi Bilangan Real dan Interval Crisp dengan Bilangan Fuzzy dan Interval Fuzzy 2.4 Metode Defuzzifikasi Tujuan diterapkannya metode ini adalah untuk mengkonversi kesimpulankesimpulan yang didapat dari operasi-operasi yang diterapkan dengan menggunakan himpunan fuzzy ke dalam bilangan real tunggal agar bisa dilakukan tindakan yang sesuai. M etode ini dilakukan untuk mengambil kesimpulan atau keputusan optimum atau yang terbaik dari berbagai alternatif yang menjadi pilihan. Ada beberapa metode defuzzifikasi yang masing-masing menghasilkan hasil atau keluaran yang berbeda-beda, diantaranya metode centroid, metode center of maxima, dan metode mean of maxima.

52 2.4.1 Metode Centroid Pada metode ini, yang sering disebut pula sebagai metode center of gravity atau metode center of area, defuzzied value, d CA (C), merupakan nilai dalam sebuah selang variabel v di mana area di bawah kurva dari fungsi keanggotaan C dibagi menjadi dua sub area yang sama luas. Defuzzified value dapat ditentukan lewat persamaan sebagai berikut : d CA ( C) c c = c C( z) zdz c C( z) dz Jika kasus yang dihadapi bersifat diskret, dimana C didefinisikan dalam himpunan semesta terbatas {z 1, z 2,..., z n } maka persamaan menjadi d CA ( C ) = n k = 1 C ( z C ( z k k ) z ) k Jika d CA tidak sama dengan salah satu nilai dalam himpunan semesta, maka diambil nilai yang terdekat dengannya. Nilai dari C( z ) n k = 1 k C( z ) k

53 Untuk semua k = 1, 2,..., n membentuk sebuah distribusi probabilitas yang didapat dari fungsi keanggotaan C dengan transformsi skala-rasio. Sehingga defuzzified value d CA (C) dapat ditentukan dengan menginterpretasikannya sebagai nilai ekspektasi dari variabel v. 2.4.2 Metode Center of Maxima Pada metode ini, defuzzified value d CM (C), didefinisikan sebagai rataan dari nilai terkecil dan nilai terbesar dari v di mana C(z) adalah height dari C, h(c). Maka dapat dituliskan : inf M dcm ( C) = + sup M 2 Di mana M = {z ε [-c,c] ι C(z) = h(c) } Untuk kasus diskret, persamaan di atas menjadi dcm ( C) = min { z z ε M } + max{ z z εm } k k 2 k k Dimana M = {z k ι C(z k ) = h(c) } 2.4.3 Metode Mean of Maxima Pada metode yang biasa digunakan untuk kasus diskret ini, defuzzified value d MM (C), merupakan rataan dari semua nilai dalam himpunan crisp

54 M yang didefinisikan sebagai berikut : d MM ( C) zk M = ε Pada kasus kontinu, di mana M = {z ε [-c,c] ι C(z) = h(c) }, d MM (C) didefinisikan sebagai nilai rataan aritmatika dari interval yang ada dalam M, termasuk interval dengan panjang nol. Atau, d MM (C) dapat pula didefinisikan sebagai rataan tertimbang dari nilai rataan interval, di mana faktor pembobot dinyatakan sebagai panjang relatif dari interval. M z k 2.5 Analisis Kelayakan Proyek Untuk melakukan pertimbangan di dalam melakukan sebuah proyek maka diperlukan sebuah analisa terlebih dahulu mengenai proyek yang akan dilakukan. Analisa tersebut dinamakan Analisis Kelayakan Proyek. Analisis dipilih untuk melakukan analisa ini adalah dengan menggunakan metode NPV. Metode NPV ( Net Present Value) adalah metode dalam penilaian investasi karena mampu mengatasi kelemahan dari metode penilaian yang lain, yaitu memperhatikan nilai waktu dari uang (time value of money)

55 Net Present Value atau nilai sekarang bersih dari suatu investasi didefinisikan sebagai pengurangan dari: PV Cash Inflow PV Cash Outflow - NPV PV Cash Inflow = Jumlah pengembalian dari investasi PV Cash Outflow = Jumlah investasi (yang dikeluarkan untuk investasi) NPV yang akan dihasilkan pada penelitian ini merupakan NPV fuzzy. Dan untuk perhitungan nilai investasi yang akan dilakukan digunakan rumus A= G(A/G,i%,N)