BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Republik Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR PUSTAKA A. Buku ;

BAB I PENDAHULUAN. 1945), di dalam Pembukaan alinea pertama menyatakan bahwa sesungguhnya

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip persamaan di hadapan hukum (Equality Before The Law), diatur

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akses kepada keadilan (access to justice) dan kesamaan di

BAB I PENDAHULUAN. yang sama oleh hakim tersebut (audi et alterampartem). Persamaan dihadapan

PEMBERIAN BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN DI KOTA AMBON

BAB I PENDAHULUAN. hukum guna menjamin adanya penegakan hukum. Bantuan hukum itu bersifat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik

HAK TERSANGKA UNTUK MENDAPATKAN BANTUAN HUKUM DALAM PROSES PENYIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal ini dapat dibuktikan dalam Pasal

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum. 1 Hukum dibentuk agar negara dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang jabatannya atau profesinya disebut dengan nama officium nobile

SKRIPSI PELAKSANAAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM SECARA CUMA- CUMA BAGI TERDAKWA YANG TIDAK MAMPU DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEABSAHAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM TERHADAP TERSANGKA YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA DI DAERAH BALI. Oleh : Dewa Gede Tedy Sukadana

BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar 1) kepentingan-kepentingan keadilan, dan 2) tidak mampu membayar Advokat.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara Hukum. Maka guna mempertegas prinsip Negara Hukum,

BAB III PENUTUP. penelitian maka dapat diambil kesimpulan seperti berikut ini :

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum merupakan salah satu persoalan serius bagi bangsa

KEDUDUKAN DAN FUNGSI LEMBAGA BANTUAN HUKUM DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT YANG KURANG MAMPU 1 Oleh: Ricko Mamahit 2

RRANCANGA GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN

BAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN. usaha dalam penegakan hukum dalam masyarakat lewat peradilan maupun

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian dan pembahasan yang penulis sajikan dari hasil

PELAKSANAAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA BAGI TERDAKWA YANG TIDAK MAMPU DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang. menegaskan tentang adanya persamaan hak di muka hukum dan

PENUNJUK ADVOKAT DAN BANTUAN HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara yang berlandaskan atas dasar hukum ( Recht Staat ), maka

BAB I PENDAHULUAN. menentukan secara tegas bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Prinsip

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM FAKIR MISKIN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 24

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. sederajat dengan individu. Hak-hak individu selalu dilindungi Undang-Undang. Perlindungan

PENUNJUKAN PENASEHAT HUKUM SECARA PRODEO OLEH HAKIM UNTUK TERDAKWA PEMBUNUHAN. (Studi Di Pengadilan Negeri Padang)

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. perlakuan yang sama didepan hukum atau disebut juga dengan asas Equality

LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 83 TAHUN 2008 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR. TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 BAB XA tentang Hak Asasi Manusia serta Undang-Undang

- 1 - GUBERNUR PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. persamaan perlakuan (equal treatment). Berdasarkan Pasal 34 ayat (1) Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah merupakan negara hukum. Negara

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN

BANTUAN HUKUM BAGI ORANG ATAU KELOMPOK ORANG MISKIN DALAM PERKARA PIDANA DEMI TERSELENGGARANYA PROSES HUKUM YANG ADIL DI DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai dimana-mana. Sejarah membuktikan bahwa hampir tiap Negara

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1 Abdu`rrahman, Aspek-Aspek Bantuan Hukum di Indonesia,(Jakarta: Cendana Press, 1983), h. 1

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sebagaimana tersirat di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

GUBERNUR PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. profesi sebagai acuan, sama seperti hakim dan jaksa. karena hal seperti itu tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

A. Penerapan Bantuan Hukum terhadap Anggota Kepolisian yang. Perkembangan masyarakat, menuntut kebutuhan kepastian akan

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, dimana salah satu

BAB I PENDAHULUAN. atas hukum (Rechtsstaat), tidak berdasar atas kekuasaan semata

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dan hendak dilaksanakan oleh bangsa ini tidak hanya hukum

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan bukan

PEREKAMAN PROSES PERSIDANGAN PADA PENGADILAN NEGERI DITINJAU DARI ASPEK HUKUM ACARA PIDANA. Oleh: Hafrida 1. Abstrak

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 3 Tahun 2015 Seri E Nomor 3 PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN HUKUM DAN PENYALURAN DANA BANTUAN HUKUM

PENDAHULUAN ABSTRAK. Pengadilan Negeri Gorontalo. Hasil penelitian yang diperoleh adalah terhadap penerapan Pasal 56 KUHAP tentang

BAB I PENDAHULUAN. maupun nonlitigasi. Sejak dulu keberadaan advokat selalu ada semacam. penguasa, pejabat bahkan rakyat miskin sekalipun.

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. menentukan maju atau tidaknya suatu negara dari aspek kesejahteraan sosial,

I. PENDAHULUAN. hukum, untuk itu advokat menjalankan tugas profesinya demi tegaknya keadilan berdasarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada Periode Sebelum dan Sesudah Berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, (Tesis Fakultas Hukum Indonesia:1999) hal.3.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2008 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 3 TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN kemudian Presiden mensahkan menjadi undang-undang pada tanggal. 31 Desember 1981 dengan nama Kitab Undang-undang Hukum Acara

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa

III. METODE PENELITIAN. penulis akan melakukan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

I. PENDAHULUAN ), antara lain menggariskan beberapa ciri khas dari negara hukum, yakni :

WALIKOTA SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang secara tegas telah dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Berbicara mengenai negara hukum tentu tidak terlepas dari pembicaraan mengenai Hak Asasi Manusia. Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia memiliki keterkaitan atau hubungan yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, hal ini bisa dilihat dari ciri-ciri suatu negara hukum yang mencerminkan esensi dari negara hukum sendiri. Ciri-ciri suatu negara hukum adalah : a. Pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi dan kebudayaan. b. Peradilan yang bebas dari suatu pengaruh kekuasaan atau kekuatan lain yang tidak memihak. c. Jaminan kepastian hukum, yaitu jaminan bahwa ketentuan hukumnya dapat dipahami dapat dilaksanakan dan aman dalam pelaksannya. 1 Sebagai negara hukum, Indonesia juga telah memberikan pengakuan jaminan, serta perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi dan kebudayaan yang tertuang dalam konstitusi dan berbagai peraturan Perundang-undangan sebagai produk hukum bangsa Indonesia. Salah satunya yakni, tercantum di dalam Undang-undang RI No. 8 Tahun 1981 (KUHAP) dengan demikian terdapat 1 Kaelan dan Achmad Zubaidi, 2007, Pendidikan Kewarganegaraan, Paradigma, Yogyakarta, h. 92. 13

jaminan kesedrajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the law). Sebelum dikeluarkan dan berlakunya KUHAP, peradilan pidana di Indonesia dilandaskan pada Het Herziene Inlandsch Reglement/HIR (Stbl. 1941 No. 44). Setelah diundangkannya KUHAP pada tanggal 31 Desember 1981, maka HIR sebagai satu-satunya landasan hukum bagi proses penyelesaian perkara pidana di Indonesia dicabut. Berlakunya KUHAP telah menimbulkan perubahan fundamental terhadap Hukum Acara Pidana yang berlaku. Perubahan tersebut diantaranya adalah perubahan sistem/pola pemeriksaan dari sistem inkuisitur (inquisitoir) yang dianut pada masa HIR ke sistem akusatur yang dianut oleh KUHAP, serta perubahan ke arah pemberian bantuan hukum sebagai upaya penegakan Hak Asasi Manusia. Pada saat berlakunya HIR, diterapkan asas inkuisitur ( inquisitoir) yang menempatkan tersangka sebagai obyek pemeriksaan, dalam hal ini, tersangka kerap mendapat perlakuan yang tidak selayaknya atau dengan kata lain, tersangka sering mendapat perlakuan dengan kekerasan, penganiayaan, dan tekanan-tekanan hanya untuk memperoleh sebuah pengakuan yang dipandang menjadi alat bukti terpenting pada masa itu. Satu-satunya tujuan pemeriksaan pada masa itu adalah memperoleh pengakuan (confession) dari tersangka. 2 Berbeda halnya pada masa setelah berlakunya KUHAP. 2 Romli Atmasasmita, 1996, Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System) Perspektif Eksistensialisme dan Abolisionisme, Putra A. Bardin, Jakarta, h. 47. 14

Setelah berlakunya KUHAP, sistem/pola pemeriksaan berubah menjadi sistem akusatur (accustoir). Sistem/pola pemeriksaan dengan asas askusatur menempatkan tersangka sebagai subyek pemeriksaan. M. Yahya Harahap mengemukakan bahwa, Tersangka harus ditempatkan pada kedudukan manusia yang memiliki harkat dan martabat. Dia harus dinilai sebagai subyek, bukan sebagai objek 3. Pengakuan tersangka tidak lagi menjadi hal yang terpenting. Selain pengakuan tersangka juga masih diperlukan alat bukti lainnya. Hal lain yang menjadi perhatian adalah mengenai pemberian bantuan hukum pada masa HIR dan setelah diberlakukannya KUHAP. Terdapat pembatasan-pembatasan dalam pemberian bantuan hukum pada masa HIR, sehingga belum mampu memenuhi rasa keadailan serta memenuhi hak-hak tersangka dan terdakwa. M. Yahya Harahap menyatakan bahwa : Namun HIR hanya memperkenankan bantuan hukum kepada terdakwa di hadapan proses pemeriksaaan persidangan pengadilan, sedang kepada tersangka pada proses tingkat pemeriksaan penyidikan, HIR belum memberi hak untuk mendapat bantuan hukum. Dengan demikian, HIR belum memberi hak untuk mendapatkan dan berhubungan dengan seorang penasihat hukum pada semua tingkat pemeriksaan. Hanya terbatas sesudah memasuki taraf pemeriksaan di sidang pengadilan. 4 Demikian juga kewajiban bagi pejabat peradilan untuk menunjuk penasehat hukum, hanya terbatas pada tindak pidana yang diancam dengan hukuman mati. Di luar tindak pidana yang diancam dengan hukuman mati, tidak ada kewajiban bagi pengadilan untuk menunjuk penasihat hukum memberi bantuan hukum kepada terdakwa 5 Setelah berlakunya KUHAP, pembatasan-pembatasan tersebut tidak berlaku lagi. Pasal 54 KUHAP, Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau 3 M. Yahya Harahap, 2007, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP; Penyidikan dan Penuntutan; Edisi ke dua, Sinar Grafika, Jakarta, h. 134. 4 Ibid, h. 345. 5 Ibid. 15

terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan. Bantuan hukum merupakan hak yang sangat penting yang dimliki oleh tersangka dan terdakwa untuk kepentingan pembelaannya dan sebagai penjaga agar terpenuhinya hak-hak yang dimiliki tersangka dan terdakwa dalam peradilan pidana. melalui pemberian bantuan hukum, sangat diharapkan tercapainya peradilan pidana yang mencerminkan peradilan yang adil dan tidak memihak (due process of law). Undang-undang No. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum juga mengatur mengenai kewajiban advokat dalam memberikan bantuan hukum bagi orang atau kelompok orang miskin, sebagaimana diatur dalam pasal 10 huruf e yang menyatakan bahwa Pemberi Bantuan Hukum berkewajiban untuk : memberikan Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum berdasarkan syarat dan tata cara yang ditentukan dalam Undang-Undang ini sampai perkaranya selesai, kecuali ada alasan yang sah secara hukum. Berdasarkan Peraturan Perhimpunan Advokat Indonesia No. 1 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma- Cuma yang berlaku pada organisasi advokat menyatakan bahwa, Advokat PERADI dianjurkan melakukan pemberian bantuan hukum secara cumacuma sebanyak 50 jam/tahun. Ketentuan-ketentuan ini telah menunjukkan secara tegas bahwa advokat wajib memberikan bantuan hukum bagi orang atau kelompok orang miskin. Bantuan hukum merupakan hak bagi orang atau kelompok orang miskin yang telah diatur dalam berbagai instrumen internasional dan nasional. Sebagai hak yang diakui secara universal yang merupakan aktualisasi Hak Asasi Manusia dan equality before the law maka, hak atas bantuan hukum telah dikenal dan diberikan sejak lama. Secara historis, bantuan hukum sebenarnya sudah 16

dilaksanakan pada masyarakat barat sejak zaman romawi. Bantuan hukum baru dikenal di Indonesia sejak masuknya hukum barat di Indonesia. Berkembangnya bantuan hukum di Indonesia diawali oleh gerakan para advokat dengan mendirikan beberapa biro atau lembaga bantuan hukum dalam bentuk konsultasi, antara lain biro bantuan hukum di Rechtshoge Scool Jakarta pada tahun 1940 oleh Zeylemaker, dengan tujuan untuk memberikan nasehat hukum kepada mereka yang tidak mampu, namun, sayangnya biro yang terbentuk itu kurang berjalan dengan serius karena kurangnya pengalaman dalam praktek. 6 Dalam kurun waktu lebih kurang 5 tahun sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah No. 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma, sebagian besar advokat masih enggan memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma. 7 Kondisi ini menunjukkan bahwa bantuan hukum bagi orang atau kelompok orang miskin belum dapat dilaksanakan dengan baik di Indonesia. Kondisi ini tentu bertentangan dengan peraturan yang melegitimasi kewajiban advokat dalam pemberian bantuan hukum. Sebelum tahun 2000, pemerintah Indonesia belum mengalokasikan dana bantuan hukum yang memadai dan masih ada persepsi yang salah tentang bantuan hukum. Sekitar 300 organisasi bantuan hukum di tahun 1980-an, yang tumbuh hanya tiga di tahun 1960-an. Bantuan hukum yang ada di Indonesia sebagian besar berpraktik dan berfungsi seperti kantor advokat (penasihat hukum) serta 6 Yesmil Anwar dan Adang, 2009, Sistem Peradilan Pidana; Konsep, Komponen, & Pelaksanaannya Dalam Penegakan Hukum di Indonesia, Widya Padjajaran, h. 248-249. 7 Frans Hendra Winarta, 2011, Bantuan Hukum di Indonesia; Hak untuk Didampingi Penasihat Hukum Bagi Semua Warga Negara, PT Elex Media Komputindo Kompas Gramedia, Jakarta (Selanjutnya disebut Frans Hendra Winarta II), h. 148. 17

menggalang dana dari klien atas jasa hukum yang diberikan, dengan tidak membedakan strata ekonomi mereka. Seharusnya, bantuan hukum itu sifatnya pro deo (demi Tuhan) tidak dipungut bayaran ( fee) karena disediakan untuk orang miskin dan oleh karena itu bersifat non komersial, kecuali dipungut biaya untuk ongkos administratif. 8 Di Indonesia telah terjadi distorsi konsep bantuan hukum. Terdapat banyak sekali organisasi yang menamakan diri lembaga bantuan hukum namun mengenakan fee kepada kliennya bahkan kepada fakir miskin. 9 Sejak berlakunya Undang-undang RI Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat telah ditentukan bahwa, salah satu syarat untuk dapat diangkat menjadi advokat adalah tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat Negara, oleh sebab itu, dosen yang tergabung dalam biro bantuan hukum di Fakultas-fakultas Hukum Perguruan Tinggi Negeri kini tidak lagi bisa menjadi advokat yang memberikan bantuan hukum. Seiring dengan ini, penyelenggaraan bantuan hukum tentu mengalami penurunan secara kuantitas advokat yang memberikan bantuan hukum. Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya bahwa dahulu pemerintah belum mengalokasikan dana bantuan hukum yang memadai, kini hal tersebut telah diatur secara tegas dalam Pasal 17 ayat (1) Undang -undang RI Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum, yang menyebutkan bahwa, Pemerintah wajib mengalokasikan dana penyelenggaraan Bantuan Hukum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. 8 Frans Hendra Winarta I, op.cit, h. 132-133 9 Ibid. h. 9 18

Fakta dilapangan masih ditemukan advokat yang enggan memberikan bantuan hukum dan rakyat miskin masih sulit untuk mendapatkan bantuan hukum, masih banyak ditemukan penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan bantuan hukum yang bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan, baik pada tahap pemeriksaan tersangka di tingkat penyidikan, pemeriksaan terdakwa di Pengadilan, dan di Lembaga Bantuan Hukum. Hal ini tentu merupakan permasalahan yang perlu dikaji dan dibenahi. Pelaksanaan bantuan hukum di Indonesia, dengan mengacu pada uraian tersebut dapat diketahui bahwa, pelaksanaan bantuan hukum di Indonesia belum dapat dilaksanakan dengan baik, sama halnya dengan kondisi penyelenggaraan bantuan hukum di Kabupaten Kudus yang nampaknya belum dapat dilaksanakan dengan baik. Adanya pembaharuan secara normatif tentang bantuan hukum, tentu membawa perubahan dalam implementasinya. Hal inilah yang menjadikan peneletian ini menarik untuk diteliti. Maka, perlu diketahui lebih lanjut mengenai implementasi bantuan hukum, khususnya di wilayah Kabupaten Kudus saat ini. Mengingat pentingnya bantuan hukum dalam menciptakan keadilan, menegakkan HAM, dan equality before law, serta dalam mencapai due process of law, tentu menjadikan kewajiban pemberian bantuan hukum menjadi hal yang penting untuk dapat dilaksanakan secara efektif. Penelitian ini sangatlah penting, mengingat manfaat yang sangat besar yang akan didapatkan ketika pelaksanaan bantuan hukum dalam perkara pidana di Kabupaten Kudus, dapat dilaksanakan secara efektif, selain itu, juga merupakan bentuk upaya reformasi hukum dalam 19

aspek pemerataan keadilan. Berdasarkan hal-hal seperti yang telah diuraikan di atas, maka merupakan pendorong untuk menulis tesis dengan judul : Peranan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Dalam Memberikan Bantuan Hukum Cuma-Cuma Bagi Masyarakat Miskin Dalam Proses Peradilan Pidana. (Studi di Pengadilan Negeri Kudus) B. Rumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat dikemukakan dua permasalahan pokok yaitu : 1. Bagaimana perananan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dalam memberikan bantuan hukum cuma-cuma bagi masyarakat miskin dalam proses peradilan pidana di Pengadilan Negeri Kudus? 2. Bagaimana hambatan yang dialami Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dalam memberikan bantuan hukum cuma-cuma bagi masyarakat miskin dalam proses peradilan pidana di Pengadilan Negeri Kudus? 3. Bagaimana mengatasi hambatan yang dialami Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dalam memberikan bantuan hukum cuma-cuma bagi masyarakat miskin dalam proses peradilan pidana di Pengadilan Negeri Kudus? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Tujuan Umum 20

untuk mengetahui dan memahami mengenai peranan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dalam memberikan bantuan hukum bagi orang miskin dalam proses peradilan pidana khususnya di Kabupaten Kudus. 2. Tujuan Khusus 2.1. untuk mengetahui dan menganalisis peranan lembaga bantuan hukum (LBH) dalam memberikan bantuan hukum cuma-cuma bagi masyarakat miskin dalam proses peradilan pidana di Pengadilan Negeri Kudus. 2.2. Untuk mengetahui dan menganalisis hambatan yang dialami Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dalam memberikan bantuan hukum cuma-cuma bagi masyarakat miskin proses peradilan pidana di Pengadilan Negeri Kudus. 2.3. Untuk mengetahui dan menganalisis solusi hambatan-hambatan yang dialami Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dalam memberikan bantuan hukum cuma-cuma bagi masyarakat miskin proses peradilan pidana di Pengadilan Negeri Kudus. D. Kerangka Teoritis Kerangka teoritis adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Arti teori adalah sebuah kumpulan proposisi umum yang saling berkaitan dan digunakan untuk menjelaskan hubungan yang timbul antara beberapa variabel yang diobservasi. 10 Mei 2016 10 Liaamani Kerangka Teoritis http://liaamami.blogspot.co.id/p/kerangka-teoritis.html 24 21

Bantuan hukum yang diberikan advokat dianggap merupakan komoditi atau barang mewah yang hanya dapat dijangkau oleh orang kaya. Bagi orang miskin yang tidak memiliki uang, tidak mungkin didampingi advokat atau pengacara di dalam melindungi dan mempertahankan hak dan martabat kemanusiaannya 11. Bambang Sunggono dan Aries Harianto mengemukakan bahwa : Kebutuhan akan keadilan adalah salah satu kebutuhan pokok manusia yang senantiasa didambakan oleh setiap orang, baik yang kaya atau yang miskin. Akan tetapi kadangkala dapat terjadi di mana si kaya dengan kekayaannya dapat lebih mudah memperoleh keadilan itu, sehingga ia dapat menguasai mekanisme berjalannya hukum itu, bahkan celakanya dengan cara yang demikian itu akan menindas si miskin, yang pada gilirannya hanya akan menimbulkan kesan bahwa hukum itu hanya untuk si kaya dan tidak untuk si miskin. 12 Jika selama ini si kaya sudah cukup merasakan keadilan dan si miskin sudah cukup terjauh dari keadilan, maka sudah saatnya keadaan yang demikian tidak terjadi lagi. Program bantuan hukum, khususnya bagi si miskin, pada dasarnya merupakan pemerataan keadilan. 13 Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa, program bantuan hukum pada dasarnya adalah merupakan upaya pemerataan keadilan. Sering kali orang yang tergolong miskin ( the have not) diperlakukan tidak adil dan tidak dapat memperoleh jasa hukum dan pembelaan ( access to legal councel) yang memadai dari advokat (penasihat hukum) 14. Pada dasarnya bantuan hukum adalah hak dari orang miskin yang dapat diperoleh tanpa bayar (pro bono 11 Ibid. h, 342. 12 Bambang Sunggono dan Aries Harianto, 2009, Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia, CV. Mandar Maju, Bandung, h. 62. 13 ibid. 14 Frans Hendra Winarta, 2000, Bantuan Hukum; Suatu Hak Asasi Manusia Bukan Belas Kasihan, PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta (S elanjutnya disebut Frans Hendra Winarta I), h. 50. 22

publico) sebagai penjabaran persamaan hak di hadapan hukum. 15 Faktanya, dalam penggunaan jasa advokat tentu membutuhkan biaya dan bagaimana mungkin orang yang untuk mencukupi kebutuhan pokok hidupnya saja tidak mampu, apalagi membayar jasa advokat, untuk mengatasi permasalahan ini, maka diberikanlah bantuan hukum kepada orang atau kelompok orang miskin. Pasal 1 angka 1 Undang-undang RI Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum menyatakan bahwa, Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum. Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun 2013 Tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum juga memberikan definisi yang sama mengenai bantuan hukum. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa, bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan secara cuma-cuma. Pengertian bantuan hukum secara cuma-cuma juga telah diatur secara tegas dalam Pasal 1 angka 3 PP No. 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma yang menyatakan bahwa, Bantuan hukum secara cuma-cuma adalah jasa hukum yang diberikan advokat tanpa menerima pembayaran honorarium meliputi pemberian konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan pencari keadilan yang tidak mampu. Pemberian bantuan hukum kepada orang atau kelompok orang miskin merupakan upaya implementasi dari negara hukum yang mengakui, menjamin, 15 Ibid, h. 7. 23

dan melindungi Hak Asasi Manusia. Bantuan hukum juga diberikan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan akses terhadap keadilan dan persamaan di hadapan hukum (equality before the law). Dalam pelaksanaan bantuan hukum, advokat sebagai orang yang memberi bantuan hukum tentu memiliki kewajiban dan peran yang sangat besar dalam hal ini. Profesi advokat dikenal sebagai profesi yang mulia (officium nobile), karena mewajibkan pembelaan kepada semua orang tanpa membedakan latar belakang ras, warna kulit, agama, budaya, sosial, ekonomi, kaya miskin, keyakinan politik, gender, dan idiologi 16. Sesuai dengan profesi yang mulia (officium nobile) tersebut, advokat wajib membela masyarakat dan kliennya tanpa dikriminasi dan pembedaan diperlakukan sesuai dengan asas equality before the law. Advokat memiliki kedudukan yang penting sebagai pilar dalam penegakan hukum, dalam penegakan Hak Asasi Manusia, serta memiliki fungsi kontrol untuk menjaga peradilan agar tetap bersih. Jujur dan adil. Advokat dalam sistem peradilan pidana juga meripakan bagian atau sub sistem peradilan pidana dan juga merupakan penegak hukum. Advokat memiliki peranan penting dalam peradilan pidana. Berkaitan dengan dunia kepengacaraan, uang dan kekuasaan secara tidak sadar telah mengkatagorikan para pengacara di dalam beberapa kelompok sesuai dengan perilaku mereka di dalam menangani suatu perkara. Pertama, golongan 16 Ropaun Rambe, 2001, Teknik Praktek Advokat, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, h. 25. 24

pengacara idealis yang tidak pernah mau menggunakan uang dan kekuasaan di dalam penanganan suatu kasus/perkara. Artinya, mereka tidak mau melakukan pendekatan di dalam upaya memenangkan suatu perkara atau menguntungkan kliennya dengan cara suap-menyuap. Kedua, kelompok pengacara yang tidak mau melakukan pendekatan uang dan kekuasaan, tetapi membiarkan kliennya melakukan sendiri. Termasuk dalam hal ini kelompok pengacara yang melakukan secara pasif artinya, akan melakukan pendekatan uang dan kekuasaan hanya bila diminta klien. Kelompok ketiga adalah pengacara yang mencari nafkah dari pekerjaan menggunakan uang dan kekuasaan. Bagi kelompok ini, uang dan kekusaan lebih penting dari pada pledoi ataupun dalil-dalil hukum di atas kertas. 17 Faktanya, tidak semua advokat menyadari secara moral kewajibannya tersebut. Masih banyak ditemukan berbagai penyimpangan-penyimpangan dalam pemberian bantuan hukum bagi orang atau kelompok orang miskin. Kondisi ini tentu bertentangan dengan nilai-nilai luhur dari profesi advokat itu sendiri, dengan adanya hal ini, yang menunjukkan masih bisa ditemukan penyimpanganpenyimpangan dalam prakteknya, maka perlu ditinjau kembali perkembangan pelaksanaan bantuan hukum di Indonesia. Bantuan hukum telah diatur dalam berbagai Peraturan Perundang-undangan. Bantuan hukum selain merupakan Hak Asasi Manusia juga merupakan gerakan konstitusional, dengan demikian, bantuan hukum adalah hak konstitusional Warga Negara Indonesia. Terdapat beberapa pasal dalam UUD 1945 yang menjadi 17 Amir Syamsuddin, 2008, Integritas Penegak Hukum; Hakim, Jaksa, Polisi, dan Pengacara, PT Kompas Media Nusantara, Jakarta, h. 30. 25

landasan dalam pemberian bantuan hukum, dan juga terkandung didalamnya asasequality before the law, diantaranya yakni Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 D ayat (1), Pasal 28 I ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 Pemberian bantuan hukum Cuma-Cuma atau prodeo bagi masyarakat tidak mampu dalam KUHAP, dapat dilihat dalam Pasal 56 KUHAP : 1. Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka. 2. Setiap penasihat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberikan bantuannya dengan cuma-cuma. Pasal 22 ayat (1) Undang -undang No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat menyatakan bahwa, Advokat wajibmemberikan bantuan hukum secara cumacuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu. Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma juga menyatakan bahwa, Advokat wajibmemberikan Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma kepada Pencari Keadilan. Pasal 12 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma selanjutnya juga menegaskan bahwa, Advokat dilarang menolak permohonan Bantuan Hukum Secara Cuma- Cuma. 26

E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian hukum ini adalah penelitian hukum empiris, yang mengkaji mengenai peranan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dalam memberikan bantuan hukum cuma-cuma bagi masyarakat miskin dalam proses peradilan pidana khususnya di Pengadilan Negeri Kudus. Amirrudin Asikin dan Zainal menyatakan bahwa kegunaan penelitian hukum empiris adalah untuk mengetahui bagaimana hukum itu dilaksanakan termasuk penegakan hukum (law enforcement ). 18 Penelitian ini akan bertumpu pada teori dan fakta yang ada dan dalam penelitian ini tetap berpijak pada displin ilmu hukum. 2. Sifat Penelitian Penelitian hukum empiris ini, merupakan penelitian yang sifatnya diskriptif. Penelitian Deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifatsifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. 19 Fakta atau keadaan yang ada lalu dikaji dari segi hukum melalui lanadasan teoritis yang ada, sehingga menunjukan hubungan antara suatu gejala dengan gejala lainnya, sehingga dapat dideskripsikan atau digambarkan mengenai peranan bantuan hukum Cuma-Cuma bagi masyarakat tidak mampu dalam upaya 18 Amiruddin dan Zainal Asikin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 134. 19 Ibid h. 25. 27

perlindungan hak asasi terdakwa dalam proses peradilan pidana di Pengadilan Negeri Kudus. 3. Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Menurut SoerjonoSoekanto dan Sri Mamuji, sumber data primer diperoleh melalui hasil penelitian lapangan (field research) berupa informasiinformasi yang terkait dengan pokok permasalahan. 20 Data primer adalah data yang bersumber dari penelitian lapangan, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama di lapangan yaitu baik dari sumber pertama di lapangan yaitu baik dari responden maupun dari informan. Data primer dalam penelitian ini diperoleh di Pengadilan Negeri Kudus mulai dari Bagian Pidana, Panitera dan Hakim yang menyidangkan perkara pidana dan Lembaga Bantuan Hukum yakni LBH Pos Bantuan Hukum Advokat Indonesia (PO SBAKUMADIN) Kabupaten Kudus, di lembaga instansi/lembaga inilah proses pemberian bantuan hukum dalam perkara pidana itu dilaksanakan. Sebagai pelengkap data, juga dilakukan penelitian atau wawancara dengan terdakwa yang bersangkutan dengan kasus pidana, Polres Kabupaten Kudus, Kejaksaaan Negeri Kudus, Kantor Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Kantor Wilayah Jawa Tengah. Pemilihan tempat penelitian tersebut dengan pertimbangan bahwwa, instansi atau lembaga ini merupakan instansi atau 20 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 1986, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, CV. Rajawali, Jakarta, h. 14-15. 28

lembaga yang terlibat langsung dan erat kaitannya dengan pemberian bantuan hukum khususnya di Kabupaten Kudus. Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Data sekunder adalah data yang bersumber dari penelitian kepustakaan yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya, melainkan bersumber dari data-data yang sudah terdokumenkan dalam bentuk bahan-bahan hukum, yakni bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, bahan-bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi : 3.1 Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang mengikat, yang dalam penelitian ini terdiri dari peraturan-peraturan : a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945. b. Undang-Undang RI Nomor 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indoneisa Tahun 1982 Nomor 76). c. Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165). d. Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 49). e. Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 1970 jo Undang-undang RI Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157). f. Undang-undang RI Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 104) 29

g. Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82). h. Peraturan Pemerintah RI No. 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 214). i. Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun 2013 Tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 98). j. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor 3 Tahun 2013 tentang Tata Cara Verifikasi dan Akreditasi Lembaga Bantuan Hukum atau Organisasi Kemasyarakatan. k. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 10 Tahun 2010 yang dikeluarkan pada tanggal 30 Agustus 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum berikut dengan Lampiran A tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum di Lingkungan Peradilan Umum dan Lampiran B tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum di Lingkungan Peradilan Agama. Berikut dengan petunjuk pelaksanaannya yakni : Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor : 1/dju/ot 01.3/viii/2011 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Bantuan Hukum Lampiran A Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum. l. Yurisprudensi yakni Putusan MA No. 1565 K/Pid/1991 (16 September 1993). Peraturan Perhimpunan Advokat Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma- Cuma yang mengikat profesi advokat juga menjadi bahan hukum primer, selain itu juga dipergunakan intrumen internasional berupa The Universal Declaration of Human Rights dan International Convenant on Civil and 30

political Rights. Kode etik Advokat Indonesia juga menjadi bahan hukum primer dalam penelitian ini. 3.2 Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahkan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : pendapat para pakar hukum (doktrin). Buku-buku hukum (text book), artikel dari perkembangan informasi internet. 3.3. Bahan hukum tersier (tertier), yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamus hukum dan kamus bahasa Indonesia. 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya yaitu : 4.1 Teknik Studi Dokumen. Studi dokumen adalah merupakan langkah awal dari setiap penelitian hukum 21. Teknik studi dokumen ini dilakukan atas bahanbahan hukum yang relevan dengan permasalahan penelitian. Pengumpulan data, dilakukan dengan menggunakan sistem kartu. Peneliti 21 Amiruddin dan Zainal Asikin, op.cit, h. 68. 31

membuat kartu-kartu yang digunakan untuk mencatat data dari studi dokumen tersebut. 4.2 Teknik Wawancara (interview) Wawancara adalah situasi peran antar pribadi bertatap muka (face to face), ketika seorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaanpertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jwaban-jawaban yang relecvan dengan masalah penelitian 22. Teknik wawancara ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian kepada responden maupun informan. Penelitian ini dilakukan dengan wawancara berencana dalam bentuk wawancara terbuka. Wawancara berencana yaitu suatu wawancara disertai dengan suatu daftar pertanyaan yang disusun sebelumnya. 23 Dalam wawancara terbuka (open interview), pertanyaan yang diajukan sudah sedemikian rupa bentuknya, sehingga responden tidak saja terbatas pada jawaban ya atau tidak, tetapi dapat memberikan penjelasan-penjelasan mengapa ia menjawab ya atau tidak. 24 Teknik wawancara juga digunakan dengan menggunakan alat berupa pedoman wawancara atau interview guide, untuk mencapai nilai validitas dan reabilitas dalam hasil wawancara. 22 Amiruddin dan Zainal Asikin, op.cit, h. 82. 23 Amiruddin dan Zainal Asikin, op.cit, h. 84. 24 Amiruddin dan Zainal Asikin, op.cit, h. 85. 32

5. Pengolahan dan Analisis Data. Jika sifat data yang dikumpulkan hanya sedikit, bersifat monografis atau berwujud kasus-kasus sehingga tidak dapat disusun ke dalam suatu struktur klasifikasi, analisis yang dipakai adalah kualitatif. 25 Keseluruhan data yang terkumpul baik dari data primer maupun data sekunder, akan diolah dan dianalisis dengan menggunakan analisis data kualitatif. Setelah dilakukan analisis secara kualitatif kemudian data akan disajikan secara deskriptif kualitatif dan sistematis. Keseluruhan data yang terkumpul baik data primer maupun data sekunder diolah dan dianalisis dengan cara menyusun data secara sistematis, diidentifikasi, diklasifikasi, dihubungkan antara satu data dengan data lainnya, dilakukan verifikasi data, interprestasi, serta penafsiran dari perspektif peneliti dalam memaknai data. Keseluruhan hasil analisis, selanjutnya disajikan secara deskriptif, yaitu dengan memaparkan atau menggambarkan secara tepat dan lengkap mengenai hasil penelitian dari permasalahan yang diajukan. F. Sistematika Penelitian Adapun sistematika usulan penelitian hukum yang dilaksanakan adalah sebagai berikut : 25 Amiruddin dan Zainal Asikin, op.cit, h. 167-168. 33

BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kerangka Berpikir, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan dan Jadwal Penelitian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini diuraikan tentang kerangka teori dan kerangka konsep. Kerangka teori meliputi Tinjauan umum tentang Bantuan Hukum, Tinjauan Umum tentang masyarakat miskin, Tinjauan Umum tentang perlindungan hak asasi terdakwa, Tinjauan Umum tentang Advokat dan Tinjauan Umum tentang Peradilan Pidana. BAB III PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ke tiga ini akan berisi tentang pokok-pokok permasalahan yang ingin diungkap berdasarkan perumusan masalah yakni pelaksanaan bantuan hukum, peranan yang dilakukan Penasihat Hukum dan hambatan dan solusi yang dialami Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dalam melakukan bantuan hukum cuma-cuma bagi masyarakat miskin dalam proses peradilan pidana di Pengadilan Negeri Kudus. 34

BAB IV PENUTUP Bab ini merupakan bagian akhir dari penelitian ini yang berisikan kesimpulan-kesimpulan yang diambil berdasarkan hasil penelitian dan saran-saran sebagai tindak lanjut dari kesimpulan tersebut. 35