BAB I PENDAHULUAN. yang berusia antara satu sampai lima tahun. Masa periode di usia ini, balita

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah gizi, yaitu kurang energi protein (KEP). Adanya gizi

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. utama, pertama asupan makanan dan utilisasi biologik zat gizi (Savitri, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. Anak balita adalah anak yang berusia dibawah 5 tahun. Balita usia 1-5

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KADARZI DENGAN ASUPAN ENERGI DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA JAGAN KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

PUBLIKASI KARYA ILMIAH POLA ASUH PADA BALITA GIZI BAIK DAN GIZI BURUK DI DESA KLUMPRIT KECAMATAN MOJOLABAN KABUPATEN SUKOHARJO

BAB 1 PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia.

BAB I PENDAHULUAN. rawan terhadap masalah gizi. Anak balita mengalami pertumbuhan dan. perkembangan yang pesat sehingga membutuhkan suplai makanan dan

BAB I PENDAHULUAN. harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesempatan Indonesia untuk memperoleh bonus demografi semakin terbuka dan bisa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan. tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. memasuki era globalisasi karena harus bersaing dengan negara-negara lain dalam

BAB I PENDAHULUAN. energi protein (KEP), gangguan akibat kekurangan yodium. berlanjut hingga dewasa, sehingga tidak mampu tumbuh dan berkembang secara

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya paling besar mengalami masalah gizi. Secara umum di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya. Untuk menciptakan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak masih dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN. fisik. Pertumbuhan anak pada usia balita sangat pesat sehingga memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah gizi di Indonesi adalah gizi kurang yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Balita merupakan kelompok masyarakat yang rentan gizi. Kelompok

1

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan dan kualitas sumber daya manusia. merupakan faktor yang menentukan untuk meningkatan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAAN. Masa balita adalah masa kehidupan yang sangat penting dan perlu

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak. balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Motorik halus adalah pergerakan yang melibatkan otot-otot halus pada tangan

BAB I PENDAHULUAN. mampu berperan secara optimal dalam pembangunan. Karena peranan

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, sehingga sering diistilahkan sebagai periode emas sekaligus

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Almatsier (2002), zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian, karena merupakan kelompok yang rawan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan antara asupan makanan dan penggunaan zat gizi. Bila tubuh

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang masih tersebar luas di negara-negara. berkembang termasuk di Indonesia, masalah yang timbul akibat asupan gizi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang bermutu. Menurut data United Nations Development Program

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan syarat mutlak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) ialah. menurunkan angka kematian anak (Bappenas, 2007). Kurang gizi merupakan

DAFTAR PUSTAKA. Almatsier, S Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang masih belum bergizi-seimbang. Hasil Riskesdas (2007) anak balita yang

BAB I PENDAHULUAN. dan Kusuma, 2011). Umumnya, masa remaja sering diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut United Nations International

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan zat gizi yang jumlahnya lebih banyak dengan kualitas tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada pertengahan tahun 2008 karena penurunan ekonomi global.

RETNO DEWI NOVIYANTI J

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang kekurangan gizi dengan indeks BB/U kecil dari -2 SD dan kelebihan gizi yang

Sikap ibu rumah tangga terhadap penyuluhan gizi dalam pemenuhan gizi balita di wilayah binaan puskesmas I Gatak kecamatan Gatak kabupaten Sukoharjo

BAB I PENDAHULUAN. mikro disebabkan karena kurangnya asupan vitamin dan mineral essensial

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara efisien akan tercapai status

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena konsumsi makanan yang tidak seimbang, mengkonsumsi

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB I PENDAHULUAN. ketahanan pangan pada tingkat nasional, regional, maupun rumah tangga. Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sosial yang ada di masyarakat umum di luar rumah. Seorang anak TK

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas Sumber

I. PENDAHULUAN. Prevalensi gizi buruk pada batita di Indonesia menurut berat badan/umur

BAB I PENDAHULUAN. bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR) dan Angka Kematian Ibu (AKI).

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan yang merugikan kesehatan. Hal-hal ini secara langsung menjadi. anak usia dibawah 2 tahun (Depkes RI, 2009)

BAB I PENDAHULUAN. usia dini sangat berdampak pada kehidupan anak di masa mendatang. Mengingat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Esa Unggul

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 adalah mengumpulkan. dan menganalisis data indikator MDG s kesehatan dan faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung maupun tidak langsung. Status gizi secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat. Balita termasuk

HUBUNGAN ANTARA KEJADIAN DIARE DENGAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI KELURAHAN BEKONANG KECAMATAN MOJOLABAN KABUPATEN SUKOHARJO

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB I PENDAHULUAN. Anak yang sehat semakin bertambah umur semakin bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. terutama penyakit infeksi. Asupan gizi yang kurang akan menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu sesuai standar pertumbuhan fisik anak pada umumnya. Manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya di berbagai negara berkembang (WHO, 2004). The United Nations

BAB I PENDAHULUAN. anak yang rentang usianya 3 6 tahun (Suprapti, 2004). Anak usia

BAB 1 PENDAHULUAN. cerdas dan produktif. Indikatornya adalah manusia yang mampu hidup lebih lama

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan salah satu unsur penting sebagai penentu dalam peningkatan kualitas

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) dengan ambang batas (z-score) antara -3

BAB I PENDAHULUAN. Status gizi memiliki pengaruh yang sangat besar dalam mewujudkan

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi pada anak pra sekolah akan menimbulkan. perbaikan status gizi (Santoso dan Lies, 2004: 88).

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

ARIS SETYADI J

BAB I PENDAHULUAN. gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi.

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan perhatian khusus dan perlu penanganan sejak dini. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. ganda yaitu masalah kurang gizi dan gizi lebih. Kurang energi protein (KEP) pada

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDAPATAN KELUARGA DAN POLA ASUH DENGAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA BONGKUDAI KECAMATAN MODAYAG BARAT Rolavensi Djola*

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Balita atau yang dikenal juga dengan anak prasekolah adalah anak yang berusia antara satu sampai lima tahun. Masa periode di usia ini, balita mempunyai dorongan pertumbuhan yang biasanya bertepatan dengan periode peningkatan asupan makan dan nafsu makan (Sulistyoningsih, 2012). Pertumbuhan dan perkembangan pada masa balita terjadi dengan sangat pesat sehingga membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang cukup (Tarigan, 2003). Pertumbuhan fisik sering dijadikan indikator untuk mengukur status gizi baik individu maupun populasi, sehingga orang tua perlu memberikan perhatian pada aspek pertumbuhan balitanya bila ingin mengetahui keadaan gizi mereka (Khomsan, 2003). Pola asuh anak merupakan kemampuan keluarga dalam menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan berkembang dengan sebaik-baiknya. Sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat kebersihan, dan memberikan kasih sayang akan berpengaruh terhadap fisik, mental dan sosial anak (Zeitlin, 2000 dalam Rosmana, 2003). Pola asuh makan anak selalu berkaitan dengan kegiatan pemberian makan yang akhirnya akan memberikan sumbangan status gizinya. Praktek pemberian makan pada anak memiliki peran yang sangat besar dalam asupan nutrisi anak. Pemberian makan pada anak dan kebiasaan 1

makan dalam keluarga menjadi pengaruh yang sangat besar. Anak biasanya mengikuti apa yang dimakan oleh orang tua dan saudarasaudaranya. Pengetahuan gizi yang baik dari ibu sangat diperlukan, serta keterampilan dalam menyusun hidangan untuk keluarga, sesuai dengan selera dan keadaan ekonomi (Istiany, 2013). Pengetahuan gizi ibu yang kurang akan berpengaruh terhadap status gizi balitanya dan akan sukar memilih makanan yang bergizi untuk anaknya dan keluarganya. Gizi yang baik adalah gizi yang seimbang, artinya asupan zat gizi harus sesuai dengan kebutuhan tubuh. Gizi kurang pada balita menyebabkan pertumbuhan otak dan tingkat kecerdasan terganggu, hal ini disebabkan karena kurangnya konsumsi protein dan kurangnya energi yang diperoleh dari makanan (Nainggolan, 2011). Menurut Depkes RI (2007) dalam Ridwan (2010), pada umumnya keluarga telah memiliki pengetahuan dasar mengenai gizi. Namun demikian, perilaku mereka terhadap perbaikan gizi keluarga masih rendah. Hal ini disebabkan karena sebagian ibu menganggap asupan makanannya selama ini cukup memadai karena tidak ada dampak buruk yang mereka rasakan. Keadaan gizi pada tingkat keluarga sangat dipengaruhi oleh tingkat kemampuan keluarga dalam menyediakan pangan sesuai dengan kebutuhan anggota keluarga, pengetahuan dan perilaku keluarga dalam mengolah dan membagi makanan di tingkat rumah tangga (Munadhiroh, 2009). Masalah kekurangan gizi yang terjadi pada balita erat kaitannya dengan perilaku ibu, dilihat dari kebiasaan yang salah dari ibu terhadap gizi balitanya. Kurang gizi pada balita dapat juga disebabkan oleh perilaku ibu 2

dalam pemilihan bahan makanan yang kurang tepat. Pemilihan bahan makanan dan tersedianya jumlah makanan yang cukup dan keanekaragaman makanan dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu tentang makanan dan gizinya. Ketidaktahuan ibu dapat menyebabkan kesalahan pemilihan makanan terutama untuk balita (Mardiana, 2006). Anak yang dilahirkan dengan berat badan rendah berpotensi menjadi anak dengan gizi kurang, bahkan menjadi buruk. Gizi buruk pada balita akan berdampak pada penurunan tingkat kecerdasan atau IQ. Setiap anak yang menderita gizi buruk memiliki resiko kehilangan IQ 10-13 poin. Dampak yang diakibatkan lebih jauh lagi adalah meningkatnya kejadian kesakitan dan kematian. Pertumbuhan dan perkembangan balita selain diperoleh dari asupan energi dan protein, beberapa zat gizi mikro diperlukan terutama untuk produksi enzim, hormon, pengaturan proses biologis untuk pertumbuhan dan perkembangan, fungsi imun dan sistem reproduktif (Devi, 2010). UNICEF (United Nations Children s Fund) menyatakan bahwa ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu kurangnya asupan gizi dari makanan dan akibat dari terjadinya penyakit yang menyebabkan infeksi. Kurangnya asupan zat gizi dapat disebabkan oleh terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur zat gizi yang dibutuhkan. Malnutrisi yang terjadi akibat penyakit disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tubuh tidak dapat menyerap zat-zat makanan dengan baik (Handono, 2010). Berdasarkan hasil penelitian Harsiki (2003), terdapat hubungan yang bermakna antara pola asuh anak dengan keadaan gizi anak batita. 3

Hasil ini menunjukan bahwa semakin kurang pola asuh anak maka semakin besar kemungkinan memberikan dampak terjadinya KEP pada anak batita sebesar 2,568 kali dibandingkan dengan pola asuh anak yang cukup. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Rosmana (2003), bahwa adanya hubungan yang bermakna antara pola asuh gizi dengan status gizi anak usia 6-24 bulan. Berdasarkan hasil penelitian Marhaeni (2010), motivasi di masyarakat terhadap pemenuhan gizi keluarga terutama balita cukup tinggi, akan tetapi ketidakberdayaan ekonomi keluarga menjadi penghambat motivasi tersebut, yang menyebabkan masyarakat terbiasa dalam pemenuhan kebutuhan gizi balitanya sesuai apa adanya. Kurangnya informasi secara akurat akan menyebabkan masyarakat sulit untuk merubah kebiasaan dan kepercayaan yang masih dianut secara turun temurun kearah perilaku sehat. Perilaku orangtua pun masih sangat minim dalam pemenuhan kebutuhan gizi balitanya. Berdasarkan hasil penelitian Munthofiah (2008), pengetahuan ibu tentang kesehatan dan cara pengasuhan anak mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap status gizi balita. Ibu yang mempunyai pengetahuan yang baik kemungkinan 17 kali lebih besar untuk memiliki balita dengan status gizi baik bila dibandingkan dengan ibu yang memiliki pengetahuan yang buruk. Perilaku ibu dalam masalah kesehatan dan pengasuhan anak dengan status gizi balita juga menunjukan adanya hubungan yang signifikan. Ibu yang perilakunya baik mempunyai kemungkinan 3 kali lebih besar untuk mempunyai balita dengan status gizi baik dibandingkan dengan ibu yang perilakunya buruk. 4

Status gizi balita menjadi hal yang sangat penting dan perlu diperhatikan. Prevalensi status gizi balita berdasarkan Riskesdas (2010), di Provinsi Jawa Tengah status gizi balita menurut BB/U, gizi buruk 3,3%, gizi kurang 12,4%, gizi baik 78,1% dan gizi lebih 6,2%. Target gizi buruk di Puskesmas Mojolaban yaitu <5%. Berdasarkan data hasil laporan pemantauan status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Mojolaban, balita gizi buruk tertinggi terletak di Desa Klumprit Kecamatan Mojolaban. Data Desa Klumprit pada bulan Maret tahun 2014 dengan jumlah balita yang ditimbang 257 balita, status gizi pada balita yang memiliki status gizi buruk 2,73%, status gizi kurang 7%. Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti melakukan penelitian tentang pola asuh pada balita gizi buruk dan gizi baik di Desa Klumprit Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pola asuh pada balita gizi baik dan gizi buruk di Desa Klumprit Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo? C. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum Mengetahui gambaran pola asuh balita gizi baik dan gizi buruk di Desa Klumprit Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo. 5

2. Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran pola asuh ibu pada balita gizi baik di Desa Klumprit Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo. b. Mengetahui gambaran pola asuh ibu pada balita gizi buruk di Desa Klumprit Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo. D. MANFAAT PENELITIAN 1. Bagi Masyarakat : Meningkatkan pengetahuan pada masyarakat mengenai status gizi balita sehingga dapat mengetahui dan mencegah terjadinya gizi salah. 2. Bagi Puskesmas Mojolaban : Sebagai bahan masukan untuk dapat meningkatkan upaya pelayanan kesehatan masyarakat khususnya pada balita gizi buruk. 3. Bagi peneliti lain : Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan dapat digunakan sebagai masukan bagi penelitian selanjutnya. 6