BAB VI SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Pada bagian akhir penelitian ini disajikan simpulan dari keseluruhan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai awal dalam rangkaian penelitian ini, pada bab I menjelaskan latar

TELAHAAN STAF. I. Pokok Persoalan :

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Proses Penyusunan APBD Di Eksekutif. eksekutif muncul temuan-temuan tentang alokasi anggaran dengan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan di masing-masing unit kerja pada organisasi/lembaga. Penganggaran

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran dan ditetapkan

Lampiran 2. Hasil wawancara tentang interaksi eksekutif-legislatif dalam perumusan peraturan daerah APBD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (suplementer) dan saling terkait antar dokumen kebijakan. (APBD) merupakan dokumen yang saling berkaitan.

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Keberhasilan penetapan anggaran secara tepat waktu dipengaruhi oleh pihakpihak

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

PKP2A III LAN. Meningkatkan Pola Hubungan DPRD dan Pemerintah Daerah. Rustan A. dan Fani Heru Wismono PKP2A III - Lembaga Administrasi Negara

DAFTAR PUSTAKA. Mahmudi Akuntansi Sektor Publik, UII Press, Yogyakarta. Mardiasmo Akuntansi Sektor Publik, Penerbit Andi, Yogyakarta.

PROVINSI JAWA TENGAH KEPUTUSAN PIMPINAN DPRD KABUPATEN DEMAK

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

BAB VIII PENUTUP 7.1 Kesimpulan

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI TENTANG PEDOMAN KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI

ABSTRAK (RINGKASAN PENELITIAN)

Keterlambatan APBD. Oleh: Andika Novta B., SE.

PERATURAN BUPATI SUMBA TIMUR NOMOR 216 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA DAN MEKANISME PEMBERIAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL DI KABUPATEN SUMBA TIMUR

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN NGANJUK

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 106 Tahun 2008 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN DAN PENYELENGGARAAN FORUM DELEGASI MUSRENBANG KABUPATEN SUMEDANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Dasar Hukum. Penyusunan Hubungan Antar Dokumen Sistematika Penulisan Maksud dan Tujuan 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR: /24/VIII/2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat dominan dalam proses pengambilan keputusan penetapan

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH NOMOR 01 TAHUN 2002

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 67 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN BANTUAN KEUANGAN UMUM DI KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang

PEMILU NASIONAL DAN PEMILU DAERAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Otonomi daerah yang berlaku di Indonesia Berdasarkan

HASIL RAPAT BADAN MUSYAWARAH DPRD KABUPATEN MADIUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. menganalisis susunan kontraktual di antara dua atau lebih individu, kelompok,

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 66 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN BANTUAN KEUANGAN KHUSUS DI KABUPATEN BADUNG

Tugas, Wewenang, Kewajiban, dan Hak Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Menurut Undang Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Darah

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 8A TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

JADWAL TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Tahun 2005 terhadap penetapan dan penyampaian Perda APBD, maka dapat ditarik

SISTEM DAN PROSEDUR PENYUSUNAN KEBIJAKAN UMUM PERUBAHAN APBD DAN PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA PERUBAHAN APBD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan peraturan daerah (Sutaryo, Sutopo dan Wijaya, 2014). Undang-Undang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL. No.04,2015 Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. Pedoman, pembentukan, produk hukum, daerah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

Rencana Kerja Unit Kerja Biro Pemerintahan Setda Provinsi Banten tahun 2016 PENDAHULUAN. Pendahuluan 1.1

BAB VI PENUTUP. dapat mendorong proses penganggaran khususnya APBD Kota Padang tahun

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggara negara atas kepercayaan yang diamanatkan kepada mereka. Hal ini

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. bagian akhir bab ini menjelaskan tentang keterbatasan-keterbatasaan dan saran untuk

BAB I PENDAHULUAN. fungsi-fungsi tersebut. Sebagaimana lembaga legislatif DPRD berfungsi

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA NOMOR 14 TAHUN 2014

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 40 TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. sangat mendasar terhadap hubungan Pemerintah Daerah (eksekutif) dengan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. Daerah yang berkaitan dengan kedudukan, fungsi dan hak-hak DPRD, menangkap aspirasi yang berkembang di masyarakat, yang kemudian

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG

STRUKTUR PEMERINTAHAN DAERAH MUCHAMAD ALI SAFA AT

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 63 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 06 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER-SUMBER PEMBIAYAAN LAIN PEMBANGUNAN FASILITAS PELAYANAN PUBLIK

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab pendahuluan menguraikan tentang latar belakang masalah yang

BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan gambaran pelaksanaan UU KIP oleh Pemkab Kediri selama

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG

METODE TEKNIK PENYUSUNAN. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

SISTEM DAN PROSEDUR EVALUASI RANPERDA PERUBAHAN APBD DAN RANPERBUP PENJABARAN PERUBAHAN APBD

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2016

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

POKOK-POKOK PIKIRAN DPRD PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang

Inovasi Jogjaplan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG

3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 32.1 TAHUN 2015 TENTANG HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 39 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGANGGARAN, PELAKSANAAN DAN PENATAUSAHAAN, PERTANGGUNGJAWABAN DAN PELAPORAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

Transkripsi:

BAB VI SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN Pada bagian akhir penelitian ini disajikan simpulan dari keseluruhan proses penelitian yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya sebagai jawaban atas pertanyaan penelitian, serta keterbatasan yang ada penelitian ini dan saran. 6.1 Simpulan Hasil pemaparan temuan dan pembahasan yang disajikan dalam bab sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pada proses penyusunan APBD di Kab. Blora terbagi dalam tiga tahapan yang saling berkaitan, yaitu penyusunan Rancangan KUA-PPAS, penyusunan Rancangan APBD dan Penetapan APBD. Secara tahapan-tahapan proses penyusunan APBD di Kab. Blora selama lima tahun anggaran dari 2010 hingga 2015 tersebut telah disusun sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Namun bila dilihat dari pelaksanaannya terjadi ketidaktaatan atas tenggat waktu yang telah ditentukan dalam peraturan perundangan. Ketidaktaatan tersebut terjadi pada proses pembahasan rancangan KUA-PPAS atau bisa disebut sebagai tahap ratifikasi yang berjalan sangat lambat dan disepakati melebihi dari ketentuan yang telah ditetapkan. Pada tahapan ini dibutuhkan kemampuan tidak sekedar secara teknis, namun dibutuhkan kemampuan polik, kemampuan "menawarkan" dan bernegosiasi. 1

2. Letak permasalahan keterlambatan penetapan APBD di Kab. Blora adalah rancangan KUA-PPAS tidak segera dibahas dan prosesnya berjalan sangat lamban. Ketika dokumen rancangan KUA-PPAS diserahkan kepada DPRD Kab. Blora tidak segera dilakukan pembahasan oleh Banggar DPRD dengan melibatkan TAPD. Lambannya proses pembahasan rancangan KUA-PPAS tersebut disebabkan karena: dominasi pimpinan, hubungan antara Bupati dan Ketua DPRD yang tidak harmonis dengan ditandai tidak adanya komunikasi yang aktif antara kedua personal yang berperan paling vital dalam proses penyusunan APBD di Kab. Blora. Selanjutnya adalah terkait dengan adanya konflik kepentingan dalam penentuan dana aspirasi, serta ditunjang dengan lemahnya TAPD dalam menjembatani hubungan antara Bupati Blora dan Ketua DPRD Kab. Blora. Kemudian penyebab lainnya adalah terkait dengan tidak adanya sanksi yang tegas bagi para aktor penyusun anggaran di Kab. Blora yang selalu mengalami keterlambatan selama belasan tahun. Dengan adanya keterlambatan dalam penetapan APBD menunjukkan adanya kegagalan dalam proses pengendalian manajemen. Proses penyusunan APBD atau penganggaran merupakan salah satu aktivitas dalam pengendalian manajemen sektor publik. Kegagalan tersebut dapat menjadi penghalang bagi Pemerintah Kabupaten Blora dalam mencapai tujuan. Adapun dalam kaitannya dengan adanya tekanan isomorfisma koersif pada proses penyusunan APBD, hanya terjadi pada pihak eksekutif 2

saja. 3. Dalam kaitannya dengan teori keagenan, terdapat konflik kepentingan dalam hubungan keagenan antara pihak eksekutif sebagai agen dan legislatif sebagai prinsipal tersebut. Sebagai akibat konflik keagenan tersebut akan berpengaruh terhadap sulitnya pencapaian kesepakatan dalam proses pembahasan APBD. Kepentingan yang berbeda antara agen dan prinsipal yang berdampak pada tarik ulur kebijakan dalam proses penyusunan APBD dengan masing-masing pihak berusaha untuk memperbesar keuntungan bagi diri dan golongannya. 6.2. Keterbatasan Keterbatasan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian ini hanya berfokus pada mendeskripsikan proses penyusunan APBD di Kab. Blora yang selalu mengalami keterlambatan untuk kemudian dianalisis apa saja yang menjadi permasalahan dalam proses penyusunanannya, sehingga APBD Kab. Blora selalu mengalami keterlambatan dalam penetapan. 2. Karena keterbatasan waktu dan biaya, penelitian ini hanya dilakukan pada rentang waktu keterlambatan APBD di Kab. Blora tahun anggaran 2010 hingga 2015, sehingga belum dapat mendeskripsikan secara keseluruhan keterlambatan APBD di Kab. Blora yang telah terjadi dari tahun 2002 hingga tahun 2015. 3. Penelitian ini hanya dilakukan di lingkungan Kabupaten Blora dengan 3

karakteristiknya yang berbeda sehingga tidak dapat dijadikan generalisasi secara umum untuk pemerintah kabupaten atau kota di Indonesia yang juga mengalami keterlambatan dalam penetapan APBD. 6.3. Saran Berdasarkan hasil simpulan penelitian diatas, peneliti memberikan rekomendasi pada Pemerintah Daerah Kabupaten Blora sebagai solusi kebijakan untuk mencegah terjadinya keterlambatan penetapan APBD di Kab. Blora pada tahun-tahun yang akan datang : 1. Membina hubungan yang harmonis secara mendalam dan menyeluruh antara kedua belah pihak yaitu eksekutif dan legislatif, khususnya yaitu Bupati dalam hal ini perlu melakukan kompromi politik kepada DPRD dan juga sebaliknya, pimpinan DPRD terutama Ketua DPRD dapat menjalin hubungan yang lebih baik dengan langkah dan pendekatan yang proaktif kepada pihak eksekutif khususnya Bupati Blora selaku kepala daerah, sehingga aspirasi DPRD dapat terwadahi dalam APBD. Namun secara keseluruhan harus tetap didasarkan pada kepentingan masyarakat dan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. 2. Meningkatkan komunikasi vertikal maupun horisontal antara para penyusun APBD terutama TAPD baik secara formal maupun informal untuk mencegah keterlambatan APBD di tahun yang akan datang serta mewujudkan APBD yang lebih berkualitas. 3. Pada awal tahun berjalan TAPD dapat menginisiasikan suatu perjanjian 4

bersama antara eksekutif dan legislatif khususnya Bupati Blora dan Ketua DPRD didalamnya berisi tahapan dan jadwal proses penyusunan APBD untuk tahun anggaran berikutnya, dan selanjutnya perjanjian tersebut beserta perkembangan pelaksanaan setiap tahapan diinformasikan pada seluruh masyarakat di Kab. Blora, dengan cara ditampilkan pada situs resmi pemerintah daerah atau tempat-tempat umum, sehingga masyarakat dapat ikut memantau perkembangan proses penyusunan APBD. 4. Dengan diterbitkannya UU No. 23/2014 oleh pemerintah pusat menunjukkan telah adanya peraturan yang mengatur sanksi secara tegas atas keterlambatan APBD. Dengan demikian perlu adanya pemahaman yang mendalam dan penyebaran informasi yang menyeluruh atas pelaksanaan undang-undang tersebut oleh seluruh elemen penyusun APBD, sehingga diharapkan dapat mencegah pengenaan sanksi tidak dibayarkannya hak-hak keuangan kepada Bupati dan DPRD. 5