PERAN DPR DALAM INOVASI PROGRAM DAN ANGGARAN UNTUK UPAYA PROMOTIF DAN PREVENTIF Dede Yusuf Macan Effendi, ST, M.I.Pol Ketua Komisi IX DPR RI Forum Ilmiah Tahunan IAKMI/47th APACPH (Asia Pacific Consortium for Public Health) 22 Oktober 2015 Grand Royal Panghegar Hotel and Convention, Bandung
Penyebab Kematian di Dunia dan Asia Dunia Tenggara Asia Tenggara Sumber: WHO Global Status Report on NCDs 2010 Sumber: WHO global Health observatory 2011
Trend Kematian di Indonesia 1995-2007
Prevalensi Penyakit Tidak Menular di Indonesia, 2007-2013 60 50 40 30 20 10 0 2007 2013 Sumber: Riskesdas 2013
PERILAKU HIDUP TIDAK SEHAT SEBAGAI FAKTOR RESIKO Prevalensi merokok yang terus meningkat (2007: 3.42 %, 2013: 36.3 %) Kebiasaan makan yang tidak sehat dan beresiko seperti tinggi kandungan gula dan bumbu penyedap Kurangnya aktifitas fisik Hipertensi Diabetes Melitus Obesitas
BEBAN KESEHATAN VS PENCEGAHAN Penghitungan Forum Ekonomi Dunia (WEF) menyebutkan, penyakit tidak menular di Indonesia antara tahun 2012 dan 2030 menyebabkan kerugian 4,47 triliun dollar AS atau Rp 58.000 triliun (kurs Rp 13.000). Itu sebanding 17.863 dollar AS atau Rp 232 juta per orang. Untuk tujuh penyakit katastropik, termasuk diabetes, stroke, jantung, ginjal, dan kanker, BPJS Kesehatan pada Januari-Juni 2014 mengeluarkan dana untuk biaya rawat jalan Rp 3,45 triliun dan rawat inap Rp 12,66 triliun. TANPA UPAYA PENCEGAHAN, BERAPAPUN ANGGARAN YANG DIALOKASIKAN, TIDAK AKAN CUKUP
Tugas Negara Melindungi Rakyat Pasal 28 H (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. (2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. (3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat. UUD NRI 1945 Pembukaan (Preambule) Pada alinea keempat melindungi segenap bangsa Indonesia dan Seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa. Mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Idonesia Pasal 34 (1) Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. (2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. (3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Fungsi DPR RI Legislasi Pengawasan Penganggaran
Produk Legislasi 1. UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 2. UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit 3. UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika 4. UU No 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga 5. UU No 40 Tahun 2004 tentan SJSN 6. UU No 24 Tahun 2011 tentang BPJS 7. UU No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran 8. UU No 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa 9. UU No 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan 10. UU No 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan
UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan perencanaan dan pembiayaan pembangunan kesehatan ada di Undang-Undang Kesehatan yang lama terlalu menitikberatkan pada pengobatan (kuratif) pembiayaan kesehatan sebagai sesuatu yang bersifat konsumtif/ pemborosan kesehatan menjadi mainstream dan investasi berharga dalam pembangunan nasional melalui sebuah paradigma baru yang biasa dikenal dengan paradigma sehat
1) Besar anggaran kesehatan Pemerintah dialokasikan minimal sebesar 5% (lima persen) dari anggaran pendapatan dan belanja negara di luar gaji. 2) Besar anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota dialokasikan minimal 10% (sepuluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja daerah di luar gaji. 3) Besaran anggaran kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diprioritaskan untuk kepentingan pelayanan publik yang besarannya sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari anggaran kesehatan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah. Penjelasan Ayat (2): Yang dimaksud dengan kepentingan pelayanan publik dalam ketentuan ini adalah pelayanan kesehatan baik pelayanan preventif, pelayanan promotif, pelayanan kuratif, dan pelayanan rehabilitatif yang dibutuhkan masyarakat dalam meningkatkan derajat kesehatannya. Biaya tersebut dilakukan secara efisien dan efektif dengan mengutamakan pelayanan preventif dan pelayanan promotif dan besarnya sekurangkurangnya 2/3 (dua pertiga) dari APBN dan APBD.
TAHUN 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 APBN KEMENKE S 11.651 15.930 18.754 19.704 20.529 24.870 29.448 29.915 38.6 47.4 51.277 APBN 397.769 625.237 752.373 854.560 985.725 1.126.100 1.229.600 1.435.400 1.683.000 1.876,87 2.019,87 Prosentase 2.9 2.6 2.5 2.3 2.1 2.32 2,3 2.1 2.17 2.5 2.36
Kebijakan yang digariskan Komisi IX DPR RI terhadap Anggaran Kesehatan 5 % 2016 Anggaran 5 % untuk kesehatan pada Tahun Anggaran 2016 merupakan sejarah yang harus dibanggakan dan ini merupakan wujud perjuangan Komisi IX DPR RI, dan baru tercapai pada Periode 2014-2019. Komisi IX DPR RI selalu konsisten menyuarakan pentingnya perubahan paradigma pembangunan kesehatan dari paradigma sakit menjadi paradigma sehat dengan mengutamakan upaya promotif dan preventif. Pada Rapat Kerja dengan Menteri Kesehatan tanggal 21 Januari 2015, Komisi IX DPR RI meminta Kementerian Kesehatan RI untuk membuat terobosan dan langkah strategis penanganan berbagai permasalahan kesehatan yang berkaitan langsung dengan pelayanan kesehatan, diantaranya adalah pengarusutamaan upaya promotif dan preventif dalam program kesehatan. Dalam pembahasan anggaran, Komisi IX DPR RI juga meminta Kementerian Kesehatan untuk mengutamakan upaya promotif dan preventif sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Kesehatan.
TAKE HOME MESSAGES 1. Permasalahan kesehatan harus menjadi tanggung jawab bersama, untuk itu Kementerian Kesehatan sebagai lead sector harus menjalin kemitraan seluas-luasnya sehingga upaya promotif dan preventif menjadi perjuangan bersama; 2. Kebijakan anggaran harus benar-benar menjalankan amanat Undang-Undang Kesehatan dimana porsi anggaran untuk upaya promotif dan preventif lebih besar; 3. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan harus memastikan bahwa semua tenaga kesehatan mendapatkan pembekalan yang utuh tentang paradigma sehat sehingga mereka menjadi agent of change pembangunan kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan preventif;