BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. penduduk di Indonesia bergantung pada sektor pertanian sebagai sumber. kehidupan utama (Suparyono dan Setyono, 1994).

III. METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Lahan

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk

Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kopi Arabika (Coffea arabica L var Kartika Ateng ) Di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah

I. PENDAHULUAN. bercocok tanam. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata

KESESUAIAN LAHAN TANAM KENTANG DI WILAYAH BATU

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai Januari 2013.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. dapat menghasilkan genotip baru yang dapat beradaptasi terhadap berbagai

III. METODE PENELITIAN. penerimaan yang diperoleh petani kedelai, pendapatan dan keuntungan yang

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 Maret 2017.

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis quenensis Jacq) DI DESA TOLOLE KECAMATAN AMPIBABO KABUPATEN PARIGI MOUTONG

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

Jurnal Agroekoteknologi. E-ISSN No Vol.4. No.3, Juni (602) :

I. PENDAHULUAN. Salah satu sektor pertanian yang dikembangkan saat ini adalah intensifikasi

I. PENDAHULUAN. devisa non migas, penyedia lapangan kerja, dan berkaitan langsung dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan,

Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) ialah tumbuhan tropika dan subtropika dari

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS KOMODITI KOPI JAWA TIMUR GUNA MENUNJANG PASAR NASIONAL DAN INTERNASIONAL

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING

Mahasiswa, 2) DosenPembimbing I, 3) Pembimbing II, Program Studi S1 Agroteknologi, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Ilmu-Ilmu Pertanian

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sampai dengan 30 tahun tergantung dengan letak topografi lokasi buah naga akan

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan pembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)

Tri Fitriani, Tamaluddin Syam & Kuswanta F. Hidayat

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian dari bentang alam ( Landscape) yang mencakup pengertian lingkungan

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) DI KECAMATAN MUARA KABUPATEN TAPANULI UTARA

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

Imam Ash Shiddiq, Ali Kabul Mahi, Kuswanta F Hidayat & Afandi

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN PADI DAN PADI LADANG DI DESA BILA TALANG KECAMATAN TABANG KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

BAHAN DAN METODE. (Gambar 1. Wilayah Penelitian) penelitian dan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis di laboratorium.

Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PADA TANAH ENTISOL DI KECAMATAN LINTONG NIHUTA KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN UNTUK TANAMAN KOPI ARABIKA (Coffea arabica)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di lahan padi sawah irigasi milik Kelompok Tani Mekar

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Lahan adalah suatu daerah dipermukaan bumi dengan sifat- sifat tertentu yaitu

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga

MODEL SIMULASI KELAYAKAN LAHAN PENGEMBANGAN LADA ORGANIK

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. untuk industri atau pemukiman dan masalah pasar bagi produk pertanian. Oleh

III. METODE PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah.

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari:

Teknik budidaya tanaman pisang (Musa sp)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. wilayahnya. Iklim yang ada di Kecamatan Anak Tuha secara umum adalah iklim

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

METODE PENELITIAN. Gambar 6 Lokasi penelitian

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB I. kemampuannya. Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian

LITKAJIBANGRAP. R.Y. Galingging, A. Firmansyah,A. Bhermana, Suparman, dan S. Agustini

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA TANI KACANG TANAH MELALUI INTRODUKSI TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL DI DESA SIGEDONG KECAMATAN MANCAK KABUPATEN SERANG

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kacang Tanah di Desa Sampuran, Kecamatan Ranto Baek, Kabupaten Mandailing Natal

III. METODE PENELITIAN. Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana. produksi danpendapatanyang diinginkan pada waktu tertentu.

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO

KUESIONER RESPONDEN PEMILIK ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN PROSPEK PEMASARAN BUDIDAYA GAHARU PENGENALAN TEMPAT PETUGAS PROGRAM STUDI KEHUTANAN

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.)

TATACARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan

METODE PENELITIAN. status suatu gejala yang ada. Data dikumpulkan disusun, dijelaskan dan kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

Kesesuaian Lahan Jagung Pada Tanah Mineral dipoliteknik Pertanian Negeri Payakumbuh

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

Oni Ekalinda, Reni Astarina dan Anita Sofia Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau Abstrak.

11. TINJAUAN PUSTAKA

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung,

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara

338. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.2, Maret 2013 ISSN No

KERAGAAN DAN TINGKAT KEUNTUNGAN USAHATANI KEDELAI SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN KABUPATEN SAMPANG

I PENDAHULUAN. besar masyarakat Indonesia. Menurut Puslitbangtan (2004 dalam Brando,

Kesesuaian LahanTanaman Kelapa Sawit Di lahan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh Lailatul Husna *

I. PENDAHULUAN. pada 2009 (BPS Indonesia, 2009). Volume produksi karet pada 2009 sebesar 2,8

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PADI SAWAH, PANGAN LAHAN KERING DAN TANAMAN TAHUNAN SUB DAS MALANGGA DESA TINIGI KECAMATAN GALANG KABUPATEN TOLITOLI

III. BAHAN DAN METODE

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI

III. KERANGKA PEMIKIRAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia memegang peranan penting dari keseluruhan

Transkripsi:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1Tipe Penggunaan Lahan (Land Utilization Type) Salah satu tahapan sebelum melakukan proses evaluasi lahan adalah mendeskripsikan 11 atribut kunci tipe penggunaan lahan. Berdasarkan deskripsi penggunaan lahan tanaman kopi robusta (Coffea canephora) secara rinci diuraikan sebagai berikut: a. Produksi Produksi rata-rata selama umur ekonomis tanaman kopi robusta (Coffea canephora) di rata-ratakan mencapai 3,6 ton/ha dari tahun pertama hingga tahun ke- 15. Varietas yang ditanam adalah varietas lokal yang sesuai dengan kebiasaan dan keinginan petani di daerah Bone Bolango. b. Pemasaran Produksi yang dihasilkan dapat dikonsumsi dalam berbagai bentuk minuman maupun panganan. Produksi tersebut juga dipasarkan oleh petani namun petani langsung menjual di areal pertanaman kepada tengkulak dibandingkan dipasarkan langsung ke pasar tradisional karena membutuhkan biaya pengangkutan yang besar. c. Pengelolaan Sebelum penanam tanaman kopi robusta (Coffea canephora) petani terlebih dahulu menanam pohon pelindung, setelah klon tanaman kopi robusta (Coffea canephora) berusia 1 3 bulan di pindahkan ke lahan setelah pembibitan dengan pembuatan lubang tanam ukuran 60 x 60 x 60 cm sehingga populasi tanaman sebesar 800 batang/ha. Pemupukan dilakukan setiap tahun dari tahun pertama hingga tahun ke-15 menggunakan pupuk Urea, SP36 dan KCl serta pengendalian hama dan penyakit tanaman dengan menggunakan pestisida setiap tahunnya, dapat dilihat pada Lampiran 11.

d. Persyaratan Tenaga Kerja Total tenaga kerja yang dibutuhkan di Bone Bolango sebanyak 208 hari orang kerja (HOK) dari sejak penyiapan lahan, pengolahan sampai panen dan pasca panen. e. Laba Kotor (Gross Margin) Laba kotor dari tanaman kopi robusta (Coffea canephora) di Bone Bolango sebesar Rp. 19.260.000 dari tahun ketiga sampai tahun ke-15 dengan harga Rp. 15.000/kg. f. Pendapat Bersih Petani (Net Farm Income) Pendapatan bersih petani kopi robusta (Coffea canephora) di Bone Bolango sebesar Rp. 35.115.000 dari tahun ketiga sampai tahun ke-15. g. Nilai Net B/C Ratio Nilai Net B/C Ratio untuk tanaman kopi robusta (Coffea canephora) di daerah penelitian ternyata lebih besar dari 1,0 artinya usahatani di daeran penelitian layak untuk dikembangkan. Untuk lebih jelasnya deskripsi dan informasi sosial ekonomi tanaman kopi robusta (Coffea canephora), dapat dilihat pada Lampiran 11, 12, 13 dan 14.

Gambar 15. Peta Satuan Lahan

Gambar 16. Peta Kesesuain lahan Aktual (KLA)

5.2 Kesesuaian Lahan Aktual (KLA) Tanaman Kopi Robusta Satuan lahan dan penyebarannya, yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 9. Sedangkan hasil penilaian kelas KLA untuk tanaman kopi robusta (Coffea canephora) dapat dilihat pada Tabel 9 dan penyebarannya pada Gambar 9. Tabel 9 memperlihatkan, bahwa untuk tanaman kopi robusta (Coffea canephora) terdapat dua kelas yaitu sesuai marjinal (S 3 ) dan tidak sesuai saat ini (N 1 ), dengan kategori sebagai berikut: a. Lahan Sesuai Marjinal (S 3 ) Kelas KLA ini dapat dibedakan dalam empat sub kelas, yaitu: 1) Sub kelas S 3 wa, tersebar pada satuan lahan 3 seluas 363 ha dan satuan lahan 7 seluas 314 ha dengan faktor pembatas ketersediaan air (curah hujan rendah). 2) Sub kelas S 3 wa, eh, tersebar pada satuan lahan 4 seluas 3.821 ha dan satuan lahan 8 seluas 383 ha dengan faktor pembatas ketersediaan air (curah hujan rendah) dan potensi mekanisasi (kemiringan lereng 1 8%). 3) Sub kelas S 3 wa, rc, eh, tersebar pada satuan lahan 5 seluas 1.124 ha dengan faktor pembatas ketersediaan air (curah hujan rendah), media perakaran (tekstur lempung berpasir) dan potensi mekanisasi (kemiringan lereng 1 3%). 4) Sub kelas S 3 wa, nr, eh, tersebar pada satuan lahan 6 seluas 849 ha dengan faktor pembatas ketersediaan air (curah hujan rendah), retensi hara (ph masam <7) dan potensi mekanisasi (kemiringan lereng 1 3%). b. Lahan Tidak Sesuai Marjinal (N 1 ) Kelas KLA ini dapat dibedakan dalam tiga sub kelas, yaitu: 1) Sub kelas N 1 wa, tersebar pada satuan lahan 1 seluas 1.225 ha, satuan lahan 2 seluas 1.814 ha, satuan lahan 9 seluas 322 ha, satuan lahan 10 seluas 527 ha, satuan lahan 11 seluas 340 ha, satuan lahan 12 seluas 1502 ha, satuan lahan 13 seluas 4.149 ha, satuan lahan 14 seluas 455 ha, satuan lahan 16 seluas 655 ha, satuan lahan 17 seluas 1.585 ha, satuan lahan 18 seluas 3.627 ha, satuan lahan 20 seluas 343 ha, satuan lahan 21 seluas 1.095 ha, satuan lahan 22

seluas 738 ha, satuan lahan 23 seluas 1.896, satuan lahan 24 seluas 4.882 ha, satuan lahan 25 seluas 2.707 ha, satuan lahan 26 seluas 2.456 ha, satuan lahan 27 seluas 889 ha, satuan lahan 28 seluas 76 ha, satuan lahan 29 seluas 9.070 ha, satuan lahan 30 seluas 1.211 ha, satuan lahan 31 seluas 15.784 ha, satuan lahan 32 seluas 808 ha dan satuan lahan 33 seluas 17.536 dengan faktor pembatas ketersediaan air (curah hujan rendah). Tabel 11. Hasil Penilaian KLA untuk Tanaman Kopi Robusta (Coffea canephora) Kesesuaian Lahan Luas Sub Faktor Pembatas Satuan Lahan Kelas Kelas Ha % S 1 (sangat sesuai) S 2 (cukup sesuai) S 3 (sesuai marjinal) N 1 (tidak sesuai saat ini) - - - - - - - - - - S 3 wa curah hujan rendah 3, 7 677 0,81 S 3 wa, eh S 3 wa, rc, eh S 3 wa, nr, eh N 1 wa N 1 wa, rc, eh N 1 wa, oa, eh curah hujan rendah dan kemiringan lereng 1-8% curah hujan rendah, tekstur lempung berpasir dan kemiringan lereng 1-3% curah hujan rendah, ph masam dan kemiringan lereng 1-3% curah hujan curah hujan, tekstur lempung berpasir dan kemiringan lereng 8-15% curah hujan, drainase sedang dann kemiringan lereng 15-25% 4, 8 4.204 5,02 5 1.124 1,34 6 849 1,01 1, 2, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 16, 17, 18, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32 33 75.682 90,4 15 534 0,64 19 675 0,81 Total 83.745 100

2) Sub kelas N 1 wa, rc, eh, terdapat pada satuan lahan 15 seluas 534 ha dengan faktor pembatas pembatas ketersediaan air (curah hujan rendah), media perakaran (tekstur lempung berpasir) dan potensi mekanisasi (kemiringan lereng 8 15%). 3) Sub kelas N 1 wa, oa, eh, terdapat pada satuan lahan 19 seluas 675 ha dengan faktor pembatas ketersediaan air (curah hujan rendah), media perakaran (drainase sedang) dan potensi mekanisasi (kemiringan lereng 15 25). 5.3 Faktor-Faktor Pembatas yang Membatasi Penggunaan Lahan untuk Tanaman Kopi Robusta Sebagian besar lahan-lahan untuk tanaman kopi robusta (Coffea canephora) memiliki kelas KLA dengan faktor pembatas yang berat (S 3 ) sampai berat (N 1 ). Faktor-faktor pembatas tersebut yaitu ketersediaan air, media perakaran dan potensi mekanisasi. Setelah diadakan usaha perbaikan pada tingkat tingkat pengelolaan sedang (kelas KLP), yang disesuaikan dengan keadaan petani (hasil wawancara dengan petani/respondent), maka faktor yang masih membatasi penggunaan lahan adalah ketersediaan air, media perakaran dan potensi mekanisasi. 5.3.1 Ketersediaan Air Ketersediaan air dalam hal ini curah hujan rata-rata tahunan menjadi faktor pembatas untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman kopi robusta (Coffea canephora), yang kekurangan air berdasarkan curah hujan tahunan yang terjadi di stasiun BPP Suwawa dan BPP Tapa, sehingga menjadi pembatas bagi pemanfaatannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Trojer (1976) bahwa jumlah curah hujan yang kurang atau melebihi kebutuhan tanaman akan menurunkan kelas kesesuaian lahan, sebab jumlah air yang dikonsumsi tanaman berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif dan generatif. Selain itu yang fakor pembatasnya adalah drainase tanah, drainase tanah dapat diperbaiki dengan pembuatan saluran air untuk mengalirkan kelebihan air permukaan.

5.3.2 Media Perakaran Media perakaran, dalam hal ini tekstur tanah ternyata menjadi faktor pembatas bagi tanaman kopi robusta (Coffea canephora). Hal ini disebabkan satuan lahan bertekstur lempung berpasir. Salah satu alternatif pemecahannya adalah dengan pemberian bahan organik, yang dapat memperbaiki keadaan beberapa sifat fisik tanah tidak terkecuali tekstur. Hal ini sejalan dengan pendapat Sanchez (1992), bahan organik membantu memperbaiki sifat fisik tanah dan mengurangi kerentanan terhadap pengikisan pada tanah pasiran. 5.3.3 Potensi Mekanisasi Potensi mekanisasi, dalam hal ini kemiringan lereng ternyata membatasi penggunaan untuk tanaman kopi robusta (Coffea canephora). Hal ini disebabkan keadaan beberapa satuan lahan yang berlereng di atas 15% dan jika dikelaskan maka akan menghasilkan kelas KLP N. Sedangkan petani di daerah penelitian telah memanfaatkan lahan-lahan tersebut untuk budidaya pertaniaan tidak terkecuali untuk tanaman kopi robusta (Coffea canephora). Untuk mengatasinya dapat dilakukan penanaman menurut kontur, penggukudan dan penterasan atau teknikteknik konservasi lain yang dapat mengoptimalkan pemanfaatan lahan seperti ini. Namun alangkah bijaksana jika lahan-lahan tersebut dimanfaatkan untuk kawasan fungsi lindung atau lainnya yang dapat menyangga sekaligus mendukung pemanfaatan lahan-lahan lain yang lebih potensial. 5.4 Kesesuaian Lahan Potensial (KLP) Tanaman Kopi Robusta Penilaian KLP untuk tanaman kopi robusta (coffea canephora) dilakukan berdasarkan upaya perbaikan pada tingkat pengelolaan (management) sedang, artinya pengelolaannya hanya dapat dilakukan oleh petani menengah dengan modal menengah dan teknik pertanian sedang. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 9 dan penyebarannya pada Gambar 10.

Tabel 12. Penilaian Lahan yang Potensial untuk Tanaman Kopi Robusta (tingkat pengelolan sedang) Kesesuaian Lahan Tanaman Kopi Satuan Luas Robusta (Coffea canephora) Lahan KLA KLP Ha % 1 N 1 wa N 1.225 1,46 2 N 1 wa N 1.814 2,17 3 S 3 wa S3 353 0,42 4 S 3 wa,eh S3 3.821 4,56 5 S 3 wa,rc,eh S3 1.124 1,34 6 S 3 wa,nr,eh S3 849 1,01 7 S 3 wa S3 314 0,37 8 S 3 wa,eh S3 383 0,46 9 N 1 wa N 322 0,38 10 N 1 wa N 527 0,63 11 N 1 wa N 340 0,41 12 N 1 wa N 1.502 1,79 13 N 1 wa N 4.149 4,95 14 N 1 wa N 455 0,54 15 N 1 wa,rc,eh N 534 0,64 16 N 1 wa N 655 0,78 17 N 1 wa N 1.585 1,89 18 N 1 wa N 3.627 4,33 19 N 1 wa,oa,eh N 675 0,81 20 N 1 wa N 343 0,41 21 N 1 wa N 1.095 1,31 22 N 1 wa N 738 0,88 23 N 1 wa N 1.896 2,26 24 N 1 wa N 4.882 5,83 25 N 1 wa N 2.707 3,23 26 N 1 wa N 2.456 2,93 27 N 1 wa N 889 1,06 28 N 1 wa N 76 0,09 29 N 1 wa N 9.070 10,8

Gambar 18. Kesesuaian Lahan Potensial (KLP)

Sambungan Tabel 12. Penilaian Lahan yang Potensial untuk Tanaman Kopi Robusta (tingkat pengelolan sedang) 30 31 N 1 wa N 1 wa N N 1211 15.784 1,45 18,8 32 N 1 wa N 808 0,96 33 N 1 wa N 17.536 20,9 Total 83.745 100,00 Uraian di atas, memperlihatkan bahwa areal yang berpotensi untuk pengembangan tanaman kopi robusta (Coffea canephora) seluas 6.884 ha (8,16% dari luas total) dengan kelas S 3 tersebar pada satuan lahan 3, 4, 5, 6, 7, dan 8. Untuk areal sisa kelas N 1 tersebar pada satuan lahan 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32 dan 33. Sebaiknya dimanfaatkan untuk kawasan fungsi lindung atau lainnya yang dapat menyangga sekaligus mendukung pemanfaatan lahan yang potensial tadi. 5.5Evaluasi Usahatani Tanaman Kopi Robusta Hasil evaluasi usahatani tanaman kopi robusta (Coffea canephora) yang dihitung berdasarkan persamaan 6, 7, 8, 9 dan 10 di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 memperlihatkan bahwa di daerah penelitian ternyata menguntungkan. Hal ini disebabkan nilai NPV lebih besar 1,0 dan IRR lebih besar dari suku bunga. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 13, 14 dan 15. Tabel 13. Nilai setiap Komponen Usahatani Tanaman Kopi Robusta (Coffea canephora) per hektar pada Tahun 2012 Daerah Penelitian Komponen Usahatani Kabupaten Bone Bolango Produksi (Kg) 3.625 Harga jual petani (Rp/Kg) 15.000 Penerimaan 54.375.000 Total Biaya 19.260.000 NPV 7.819.663 IRR (%) 76,37 Gross B/C Ratio 2,38 Net B/C Ratio 6,60 Sumber: Data primer yang diolah (2012)

Jika dihubungkan dengan keadaan fisik lapang evaluasi KLA untuk tanaman kopi robusta (Coffea canephora), maka lahan-lahan di daerah penelitian umumnya mempunya kelas S 3 dan N 1 dengan faktor pembatas ketersediaan air, media perakaran dan potensi mekanisasi. Sementara umumnya faktor pembatas itu sulit atau sukar untuk diperbaiki petani dengan tingkat pengetahuan saat ini, sehingga kelas KLA tidak dapat ditingkatkan/dinaikkan, terkecuali untuk retensi hara dalam hal ini ph tanah dapat diatasi dengan pengapuran dan ketersediaan air dalam hal ini drainase adapat diperbaiki dengan pembuatan saluran air untuk mengalirkan kelebihan air permukaan serta potensi mekanisasi dalam hal ini kemiringan lereg 15% yaitu dengan cara penanaman menurut kontur, pengguludan dan penterasan. Setelah dilakukan usaha perbaikan tersebut, maka dapat lihat bahwa usahatani tanaman kopi robusta (Coffea canephora) ada beberapa satuan-satuan lahan kelas yang S 3, walaupun masih banyak satuan lahan yang N 1, dengan faktor pembatas utama ketersediaan yaitu curah hujan dan potensi mekanisasi yaitu kemiringan lereng > 15%. Faktor pembatas ini sulit untuk diubah dengan pengetahuan masyarakat petani saat ini, sehinga menghambat pemanfaatanya untuk tanaman kopi robusta (Coffea canephora). Uraian di atas secara keseluruhan, memperlihatkan bahwa penelitian evaluasi kesesuaian lahan menggunakan sistem informasi geografis merupakan salah satu penilaian kesesuaian lahan yang representatif. Sebab hasilnya mewakili tingkat kesesuaian suatu lahan secara aktual, kemudian dikelompokkan dari kategori tinggi ke kategori rendah (rating), atas dasar faktor pembatas (limiting factor), walaupun dengan ketersediaan data yang relatif kurang. Sebagai bahan pembanding, beberapa negara telah menerapkan konsep peagro yaitu suatu prosedur untuk menilai proses yang telah atau sedang berlangsung pada suatu ekosistem pertanian melalui pemanfaatan teknologi sistem posisi global (SPG). Para petani telah menempatkan perangkat SPG dan computer dengan program modul sederhana yang di dalamnya tersimpan data keadaan fisik, kimia dan biologis lahan pertanian yang ditampilkan secara geografis dua dimensi, serta mudah dioperasikan pada traktor mereka. Hasilnya petani telah mengetahui potensi

lahan usahatani setiap jengkal tanahnya, sehingga mereka akan lebih efektif dan efisien dalam mengelola bagian lahan yang benar-benar membutuhkannya. Rif an (1997) menambahkan bahwa salah satu kelebihan sistem kategori adalah interaksi antara komponen lahan dapat dijelaskan secara realistic, dimana faktor-faktor pembatas yang membatasi penggunaan lahan untuk setiap LUT, telah menggambarkan proses interaksi antara komponen lahan, baik iklim, tanah, bentuk lahan (landform), hidrologi, tanaman dan manusia itu sendiri. Jika sistem kategori ini diterapkan pada tingkat survey yang lebih detail (skala 1:10.000 25.000) maka informasi kesesuaian lahan yang dihasilkan lebih detail dan dapat diterapkan untuk kebutuhan operasional di lapang. Kelebihan lain sistem kategori, menurut Rif an (1997) adalah penentuan kelas kesesuaiannya dapat dilakukan menyesuaikan ketersediaan data, sehingga lebih sesuai dikembangkan di negara berkembang, khususnya di Indonesia. Hal ini sejalan dengan pernyataan (Djaenuddin et al. 2000) bahwa dalam kaitannya dengan ketersediaan data untuk keperluan evaluasi lahan, di seluruh wilayah Indonesia belum tersedia data yang cukup. Sedangkan informasi mengenai kesesuaian lahan pada saat ini, sangat diperlukan oleh berbagai instansi yang bergerak di bidang perencanaan pembangunan pertanian, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten. Penelitian ini mencoba memasukkan data yang lebih aktual, artinya berasal dari daerah penelitian itu sendiri, kemudian menjadi kualitas dan karakterisik lahan daerah tersebut (data tanah dan data iklim) serta data sosial ekonomi yang langsung diperoleh dari lapang dan dari instansi. Sehingga hasil kesesuian lahan dan informasi sosial ekonomi diharapkan lebih aktual.