I. PENDAHULUAN. gejolak keinginanya bahkan sebagian orang rela membelanjakan uang lebih

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pemasaran modern. Bauran pemasaran dapat didefinsikan sebagai serangkaian alat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Fenomena persaingan yang ada dalam era globalisasi akan semakin

BAB I PENDAHULUAN. pembelian dan mengkonsumsi. Untuk memenuhi ketiga aktivitas tersebut, terjangkau terutama bagi masyarakat berpenghasilan sedang.

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baru bagi perusahaan yang ada di seluruh dunia. Dengan. konsumen memiliki lebih banyak pilihan dan informasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nilai yang terkandung didalam produk tersebut. Salah satu nilai yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Carrefour, Hero, Superindo, Hypermart, dan lainnya. Dengan adanya berbagai

BAB II. Kerangka Teoritis

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

III. KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Aktivitas bisnis ritel adalah aktivitas dimana produsen menjual produk secara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkembangan teknologi yang semakin maju belakangan ini menyebabkan jenis, mutu, dan harga barang yang dijual

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis ritel di Indonesia terus berkembang dari tahun ke tahun. Berdasarkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Kotler & Keller (2012 : 41) :

BAB I PENDAHULUAN. waktu. Untuk hal itu, orang mencari tempat berbelanja kebutuhan sehari-hari

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. sebuah produk (Aaker, 1991). Model asli dari ekuitas merek pelanggan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian peluang pasar menurut Kotler (2008) adalah suatu bidang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. yang sejenis dan merupakan suatu proses psikologis.

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya produk yang ditawarkan oleh pihak pemasar kepada

BAB II LANDASAN TEORI. pendukung dan acuan penelitian. Teori-teori ini menjadi bahan rujukan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Konsumen 2.2 Kepuasan Konsumen

BAB I PENDAHULUAN. menjadi demikian kompleks dan kompetitif. Perkembangan yang serta merta

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Faizah, Nadia Rizqiyatul. & Suryoko, Sri. & Saryadi. Dengan judul Pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. membuat para pelaku bisnis harus mampu bersaing. Persaingan yang terjadi tidak

BAB I PENDAHULUAN. Pasar ritel di Indonesia merupakan pasar yang memiliki potensi besar

BAB 1 PENDAHULUAN. Perdagangan eceran atau sekarang kerap disebut perdagangan ritel, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. juga perlu mengkomunikasikan produk kepada para konsumennya.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. inovasi desainer muda yang semakin potensial, tingkat perekonomian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. minimarket, supermarket dan hypermarket terus meningkat, hal ini diiringi

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bertahan dan memenangkan persaingan di dalam bisnis ritel. bisnis yang melakukan penambahan nilai terhadap produk-produk dan

BAB I PENDAHULUAN. selera konsumen dan perubahan yang terjadi pada lingkungan sekitarnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akbar (2012), melakukan penelitian dengan judul Analisis Pengaruh citra

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kotler (2009 ; 215) : Eceran (retailing)

BAB II LANDASAN TEORI DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. dengan para kompetitornya dengan menerapkan strategi atau metode pemasaran

BAB I PENDAHULUAN. tiap tahun naik sekitar 14%-15%, dalam rentang waktu tahun 2004 sampai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manfaat memiliki dan menggunakan suatu produk atau jasa (Kotler dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dalam skala kecil dan besar, juga adanya berbagai kebebasan dan

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan adanya perusahaan-perusahaan yang mampu menawarkan produk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan, baik itu berupa kebutuhan material maupun non- material. Dengan adanya

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. Menurut Mulyana (2001:167), persepsi adalah proses internal yang

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Globalisasi menuntut kebutuhan akan arus informasi dan pengetahuan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. adalah meningkatnya kinerja perusahaan yang dapat diukur dari peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya keidupan modern masyarakat khususnya di perkotaan

BAB I PENDAHULUAN. ritel yang telah mengglobalisasi pada operasi-operasi ritel. Pengertian ritel secara

BAB I PENDAHULUAN. pokok sehari-hari, maka pada tahun 1998 didirikan sebuah gerai yang di beri

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin banyaknya bisnis ritel tradisional yang mulai membenahi diri menjadi bisnis ritel

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang. Berkembangnya perdagangan bebas menimbulkan persaingan bisnis yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan barang dagangan (merchandising), penetapan harga, pengelolaan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. konsumtif dalam memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan (need) adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan dalam dunia bisnis dengan memanfaatkan globalisasi serta

BAB I PENDAHULUAN. persaingan bisnisnya menunjukan perkembangan yang cukup pesat, namun tidak

BAB I PENDAHULUAN. Dunia bisnis menghadapi era baru persaingan global yang semakin ketat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar menjadi pasar yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi berkembang dengan sangat pesat. Setiap golongan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia saat ini mengalami perkembangan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Menurut Kotler dan Armstrong (2019:253) produk adalah segala sesuatu yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. dari unsur-unsur tersebut (Kotler dan Keller, 2009). Tujuannya untuk. mengidentifikasi produk dan layanan dari kelompok penjual serta untuk

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Niat pembelian untuk produk sehari-hari jadi di toko ritel telah mendapat perhatian dalam dekade terakhir sejak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Strategi merek pribadi telah menjadi kategori unggul keterampilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. bisnis ritel, juga disebabkan oleh semakin banyaknya bisnis ritel luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, membuat perusahaan penyedia alat telekomuniasi (handphone)

BAB I PENDAHULUAN. pasar menempatkan konsumennya sebagai perhatian utama dan pusat

BAB I PENDAHULUAN. bersaing untuk meningkatkan kualitas produk masing-masing. Perubahan konsep

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB 1 PENDAHULUAN. rumah tangga (Ma ruf, 2006:7). Bisnis ritel saat ini perkembangannya sangat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini persaingan menjadi sangat tajam, baik di pasar domestik

Bisma, Vol 1, No. 5, September 2016 PERSEPSI MENGENAI KUALITAS PRODUK, HARGA AKI GS ASTRA, DAN PELAYANAN PADA PT BINTANG PUTRA AUTOPARTS DI PONTIANAK

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan lahan subur bagi pemasaran berbagi macam produk

BAB 1 PENDAHULUAN. kompetitif dalam menghadapi munculnya pesaing-pesaing lainnya yang. tapi tetap memenuhi permintaan konsumen.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV ABALISIS DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Lingkungan bisnis bergerak sangat dinamis, serta mempunyai. spesifik disebut konsumen). Semakin ketatnya persaingan toko ataupun

BAB I PENDAHULUAN. dengan produk sejenis mengakibatkan persaingan semakin ketat. Menghadapi

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengeluarkan produk-produk terbaru mereka yang berkualitas untuk

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era masyarakat yang semakin maju sistem ekonomi semakin terbuka dan pendapatan masyarakat semakin meningkat sehingga mendorong perbedaan gaya hidup masyarakat. Gaya hidup berpengaruh terhadap perilaku konsumen dalam mengkonsumsi barang dan jasa. Dalam mengkonsumsi barang dan jasa saat ini orang tak sekedar berusaha memenuhi kebutuhan tetapi juga berusaha memenuhi gejolak keinginanya bahkan sebagian orang rela membelanjakan uang lebih banyak hanya untuk berbelanja di tempat yang memberikan prestige bagi mereka. Perbedaan gaya hidup (lifestyle) seperti ini yang membuat masyarakat beralih dari pasar tradisonal ke ritel modern. Hal ini disebabkan karena kenyamanan yang dirasakan pada saat berbelanja di ritel modern dan nilai prestige yang didapat di ritel modern. Jika dibandingkan dengan pasar tradisional ataupun warung klontong biasa, ritel modern memiliki keanekaragaman jenis produk yang lebih lengkap dan varian yang lebih banyak sehingga konsumen mudah mendapatkan barang kebutuhan sehari-hari (convenience).

2 Pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang berkembang sangat pesat dan maju khususnya di kota-kota besar membuat ritel modern seperti Hypermarket, Supermarket, dan Minimarket menjadi semakin berkembang sehingga persaingan yang ketat diantara perusahaan ritel dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan produk. Produk yang berkualitas dengan karakteristik yang diinginkan konsumen merupakan kunci utama dalam memenangkan persaingan untuk mendapatkan hati atau niat beli ulang terhadap konsumen. Melihat fenomena tersebut beberapa peruhaan ritel mengemas produk yang mereka jual dengan kemasan dan merek sendiri (private label) Keberadaan private lable merupakan suatu bentuk inovasi yang dilakukan perusahaan ritel modern, seperti dikatakan Drucker (1994) dalam Sulistyari (2012:18) inovasi adalah tindakan yang memberi sumber daya kekuatan dan kemampuan baru dalam menciptakan kesejahteraan. Hampir semua ritel modern punya merek sendiri (private lable). Konsep private lable sebenarnya adalah pengembangan dari konsep merek (brand). Merek adalah sebuah nama, istilah, tanda, simbol, desain atau kombinasi dari hal-hal tersebut yang dimaksudkan untuk mengindentifikasi barang atau jasa dari sang pejual atau kelompok penjual dan untuk membedakanya dari barang atau jasa milik pesaing (Rangkuti, 2008:36) Private lable yang memiliki nama lain private brand dan store brand adalah merek yang diciptakan dan dimiliki oleh penjualan eceran barang dan jasa (Kotler dan Amstrong (2008:67). Di Bandar Lampung beberapa ritel besar maupun kecil seperti Hypermart, Giant, Chandra, Alfamaret, dan indomaret memiliki produk dengan merek sendiri

3 (private lable). Hypermart memberi nama value plus pada produknya, berbeda dengan ritel lain seperti Chandra, Alfamaret dan Indomaret memberikan nama produk yang dijual dengan nama perusahaan ritel sendiri. Adapun perusahaan ritel modern yang ada di Bandar lampung dapat dilihat tabel dibawah ini. Tabel 1.1 Perusahaan ritel di Bandar Lampung No Nama Retail Thn Berdiri Alamat Keterangan 1 Chandra 1989 Teluk Betung Operasi 2 Giant 2011 Antasari Operasi 3 Gelael 1991 Enggal Tanjung Operasi Karang 4 Chandra 1999 Tanjung Karang Operasi 5 Ramayana 2001 Tanjung Karang Operasi 6 Alfa 2002 Tanjung Karang Operasi 7 Matahari 2004 Tanjung Karang Operasi 8 Hypermart 2010 Tanjung Karang Operasi Sumber : Hasil Penelitian Bangsawan Salah satu ritel yang memiliki produk private lable adalah Hypermart. Hypermart dengan produk value plus terus melakukan pengembangan untuk menjadi merek favorit, ukuran yang paling umum dalam sebuah produk adalah kualitas produk itu sendiri. Demi memenuhi kebutuhan pelanggan Hypermart selalu memperbarui produk lama dengan memunculkan produk baru dan memperbaiki kualitasnya. Konsumen memberikan penilaian pada suatu produk setelah konsumen mencoba menggunakan produk tersebut dan konsumen bisa menilainya dari segi kualitas. Apabila produk dengan kualitas yang baik membuat konsumen kembali lagi untuk menggunakan produk tersebut.

4 Dalam memasarkan suatu produk ataupun jasa selain kualitas, harga perlu diperhatikan perusahaan. Harga mempengaruhi tingkat penjualan, tingkat keuntungan, serta pangsa pasar yang dicapai perusahaan yang dikenal dengan istilah Value for Money, Best Value, dan You Get What You Pay For, Moris dan Moris (1990) dalam Sulistyari (2012:8). Konsumen menggunakan harga dalam memberi penilaian tentang kualtas produk Sinha dan Batra (1999-2000) dalam Sulistyari (2012:8). Seringkali masyarakat berasumsi bahwa dengan harga yang jauh lebih mahal, kualitas yang akan diperoleh lebih jauh terjamin. Hypermart menetapkan produk relatif rendah dibandingkan dengan harga yang ada di pasar namun dengan kualitas yang dapat bersaing. Produk-produk value plus mampu bersaing dengan produk-produk perusahaan ritel lain yang sejenis karena Hypermart menyesuaikan daya beli masyarakat dan pendapatan masyarakat di Indonesia khusunya Bandar Lampung. Persepsi konsumen terhadap produk atau merek yang sama belum tentu menghasilkan kesimpulan yang sama karena tidak semua konsumen memiliki pengetahuan lengkap mengenai kondisi produk tersebut, yang nantinya berdampak pada pola minat beli konsumen terhadap produk atau merek. Oleh karena itu, untuk tetap dapat memberikan superior value kepada konsumen dan dapat memenangkan persaingan, perusahaan Hypermart harus mengetahui penilaian dan persepsi konsumen terhadap produk atau merek pesaingnya sehingga dapat diketahui preferensi konsumen untuk kualitas produk dan harga berdasarkan persepsi konsumen.

5 Adapun produk value plus di Hypermart sangat beragam jenis dan varian, umumnya barang-barang convenience seperti gula, beras, kecap, minyak goreng hingga produk pembersih berupa sabun dan tissue. Adapun beberapa jenis produk yang dijual di Hypermart dapat dilihat table dibawah ini dan perbandingan harga dengan produk private lable ritel lain di Bandar Lampung. Tabel 1.2.Perbandingan Harga Produk Value Plus dengan Private Lable di Alfamaret dan Giant Oktober 2013. Produk Value Plus Harga (Rp) Giant Harga (Rp) Alfamaret Harga (Rp) Gula pasir 1kg 13.100 13.190 13.400 Beras 5 Kg 57.700 79.900 59.500 Air mineral 600 ml 1.400 1.300 1.550 Tissue 250 sheets 6.600 6.825 7.200 Detergent pelembut 1 kg 11.900 12.150 12.380 Kecap manis 600 ml 7.950 9.300 10.995 Sumber : Catalog Hypermart Oktober Berdasarkan daftar table 1.2 bahwa harga-harga produk value plus jauh lebih murah dibandingkan produk private lable perusahaan ritel lain. Meskipun dengan harga yang murah belum tentu membuat konsumen ingin membeli produk value plus karena kualitas produk merupakan salah satu indikator yang juga diperhatikan oleh konsumen dalam melakukan pembelian. Proses membeli diawali saat pembeli menyadari adanya masalah kebutuhan. Pembeli menyadari terdapat perbedaan antara kondisi sesungguhnya dengan kondisi yang diinginkannya. Keputusan konsumen untuk membeli suatu produk didasari dengan adanya minat beli. Maka dari itu minat beli mempunyai faktor yang kuat

6 terhadap keputusan pembelian suatu produk. Berdasarkan dari permasalahan yang muncul, seharusnya Hypermart terus meningkatkan dan menjaga kualitas produk value plus sehingga dapat meningkatkan minat beli konsumen. Terkait dengan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian pada merek value plus di Hypermart. Dengan judul Pengaruh Harga Dan Kualitas Produk Terhadap Minat Beli Produk Value Plus Di Hypermart Bandar Lampung. 1.2 Rumusan Masalah Dewasa ini persaingan yang terjadi antar perusahaan ritel sangat ketat yang membuat perusahaan ritel memiliki produk dengan merek sendiri private lable yang lebih variatif yang ditinjau dari segi harga dan kualitas produk. Berdasarkan table 1.2 produk value plus Hypermart memiliki harga yang relative murah dibandingkan produk private lable di ritel lain. Namun berdasarkan hasil pra wawancara yang penulis lakukan terhadap konsumen produk value plus di Hypermart, konsumen mengatakan bahwa kualitas yang diberikan produk private lable Hypermart relative sama dengan produk dari pesaingnya. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan dirumuskan permasalahan sebagai berikut, Apakah harga dan kualitas produk berpengaruh terhadap minat beli pada produk value plus di Hypermart Bandar Lampung

7 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah : Untuk mengetahui pengaruh harga dan kualitas produk terhadap minat beli pada konsumen produk value plus di Hypermart Bandar Lampung. 1.4 Manfaat penelitian 1. Bagi perusahaan dapat menjadi salah satu informasi untuk meningkatkan dan mempertahankan minat beli konsumen terhadap merek value plus melalui harga dan kualitas produk sehingga dapat menimbulkan persepsi kepada konsumen untuk terus melakukan minat beli terhadap produk value plus. 2. Secara teoritis penelitian ini akan bermanfaat bagi pengembangan ilmu manajemen pemasaran terutama pada topik loyalitas merek dan juga kepercayaan terhadap merek. 3. Penelitian ini dapat digunakan juga sebagai bahan masukan pada penelitian berikutnya yang berkaitan dengan variabel-variabel yang mempengaruhi minat beli 1.5 Kerangka Pemikiran Produk yang memiliki kualitas lebih baik akan memberikan customer value yg lebih baik. Secara sederhana customer value didefinisikan sebagai semua manfaat atau kualitas yang diperoleh oleh konsumen relatif terhadap pengorbanannya. Kualitas Menurut Kotler, (2009: 106)

8 Kualitas adalah totalitas fitur dan karakteristik yang memampukan produk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan maupun tidak dinyatakan. Kualitas suatu produk dapat dinilai berdasarkan sekumpulan kriteria yang berbeda karena mengingat kepentingan dan keterlibatan konsumen berbeda-beda. Persepsi terhadap kualitas mencerminkan perasaan konsumen secara menyeluruh mengenai suatu produk. Kualitas suatu produk menurut Garvin (dalam umar, 2007:63). 1. Produk Berupa Barang a. Kinerja (Performance) Hal ini berkaitan dengan aspek fungsional suatu barang dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan dalam membeli barang tersebut. b. Bagian-bagian tambahan (Features) Yaitu aspek performansi yang berguna untuk menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan produk dan pengembangannya. c. Kehandalan (Realibility) Hal yang berkaitan dengan probabilitas atau kemungkinan suatu barang berhasil menjalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam periode waktu tertentu dan dalam kondisi tertentu. d. Kesesuaian (Conformance) Hal ini berkaitan dengan tingkat kesesuaian terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan. Konfirmasi merefleksikan derajat ketepatan antara karakteristik desain produk dengan karakteristik kualitas standar yang telah ditetapkan.

9 e. Daya tahan (Durability) Yaitu suatu refleksi umur ekonomis berupa ukuran daya tahan atau masa pakai barang. f. Pelayanan (Serviceability) Yaitu karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan, kompetensi, kemudahan, dan akurasi dalam memberikan layanan untuk perbaikan barang. g. Nilai estetika (Aesthetics) Merupakan karakteristik yang bersifat subyektif mengenai nilai-nilai estetika yang berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi individual. h. Kualitas yang dirasakan (Fit and finish) Sifat subyektif, berkaitan dengan perasaan pelanggan mengenai keberadaan produk tersebut sebagai produk yang berkualitas. Dengan semakin banyaknya produsen yang terlibat dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, menyebabkan setiap perusahaan harus dapat teliti tidak hanya dalam kualitas produk tetapi juga harus menetapkan harga yang tepat. Menetapkan harga suatu produk tidaklah semudah yang kita bayangkan, ada beberapa proses yang harus dilakukan dalam penetapan harga suatu produk. Menurut Swasta (1990) dalam Sulistyari (2012:32) harga adalah sejumlah uang yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang beserta pelayanannya. Zeithaml (1998) dalam Sulistyari (2012:32) mengatakan bahwa menurut sudut pandang konsumen, harga adalah sesuatu yang diberikan atau

10 dikorbankan untuk memperoleh suatu produk. Dalam menentukan harga terdapat strategi harga yang diartikan sebagai salah satu konten strategi pemasaran yang mengarah pada upaya pembentukan citra harga, daya saing harga, citra mutu, dan nilai pelanggan Ferdinand (2002) dalam, Sulistyari (2012:32). Faktor terpenting dari harga sebenarnya bukan harga itu sendiri (objective price), akan tetapi harga subjektif, yaitu harga uang dipersepsikan oleh konsumen. Apabila konsumen merepresentasikan sebuah produk harganya tinggi atau mahal, maka hal ini akan berpengaruh positif terhadap perceived quality dan perceived sacrifice, artinya konsumen mungkin memandang produk tersebut adalah produk yang berkualitas. Oleh karena itu, wajar apabila memerlukan.pengorbanan uang yang lebih mahal. Lebih lanjut Tjiptono (2005) dalam Sulistyari (2012:33) mengatakan bahwa, harga memiliki dua peranan utama dalam mempengaruhi keputusan beli, diantaranya : a. Peranan alokasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam membantu para pembeli untuk memutuskan cara memperoleh manfaat atau utilitas tertinggi yang diharapkan berdasarkan daya belinya. Dengan demikian, adanya harga dapat membantu para pembeli untuk memutuskan cara mengalokasikan daya belinya pada berbagai jenis barang dan jasa. Pembeli membandingkan harga dari beberapa alternatif yang tersedia, kemudian memutuskan alokasi dana yang dikehendaki. b. Peranan informasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam mendidik konsumen mengenai factor faktor produk, seperti kualitas. Hal ini terutama bermanfaat dalam situasi dimana pembeli mengalami kesulitan untuk menilai faktor

11 produk atau manfaatnya secara obyektif. Harga yang terlalu tinggi akan membuat konsumen melakukan perpindahan dalam pembelian produk, mereka akan mencari produk yang sama dengan harga yang lebih murah. Jadi, kualitas dan harga adalah variabel pilihan penting bagi konsumen, sehingga harga suatu produk sangat menentukan kualitasnya. Minat beli berbeda dengan niat beli, niat beli adalah suatu tindak lanjut dari minat beli konsumen dimana keyakinan untuk memutuskan akan membeli sudah dalam persentase yang besar. Jadi dapat dikatakan bahwa niat beli adalah tingkatan akhir dalam minat beli berupa keyakinan sebelum keputusan pembelian diambil. Menurut Kinnear dan Taylor (1995) dalam Sulistyari (2012:22), minat beli adalah tahap kecenderungan responden untuk bertindak sebelum keputusan membeli benar benar dilaksanakan. Menurut Mowen (1990) dalam Sulistyari (2012:19) efek hierarki minat beli digunakan untuk menggambarkan urutan proses munculnya keyakinan (belief). Sikap (attitude) dan perilaku pengetahuan kognitif yang dimiliki konsumen dengan mengaitkan atribut, manfaat, dan obyek dengan mengevaluasi informasi, sementara itu sikap mengacu pada perasaan atau respon efektifnya. Sikap berlaku sebagai acuan yang mempengaruhi dari lingkungannya Loudon dan Bitta (1993) dalam Sulistyari (2012:20). Beberapa faktor yang membentuk minat beli konsumen Kotler (2008:187) yaitu : 1. Sikap orang lain, sejauh mana sikap orang lain mengurangi alternative yang disukai seseorang akan bergantung pada dua hal yaitu, intensitas sifat negative orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen dan motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain.

12 2. Faktor situasi yang tidak terantisipasi, faktor ini nantinya akan dapat mengubah pendirian konsumen dalam melakukan pembelian. Hal tersebut tergantung dari pemikiran konsumen sendiri, apakah dia percaya diri dalam memutuskan akan membeli suatu barang atau tidak. Menurut Keller (1998) dalam Sulistyari (2012:20), minat konsumen adalah seberapa besar kemungkinan konsumen membeli suatu merek atau seberapa besar kemungkinan konsumen untuk berpindah dari satu merek ke merek lainnya. Bila manfaat yang dirasakan lebih besar dibandingkan pengorbanan untuk mendapatkannya, maka dorongan untuk membelinya semakin tinggi. Perilaku pembelian konsumen seringkali diawali dan dipengaruhi oleh banyaknya rangsangan (stimulus) dari luar dirinya, baik berupa rangsangan pemasaran maupun rangsangan dari lingkungannya. Rangsangan tersebut kemudian diproses dalam diri sesuai dengan karakteristik pribadinya, sebelum akhirnya diambil keputusan pembelian. Karakteristik pribadi konsumen yang dipergunakan untuk memproses. rangsangan tersebut sangat komplek dan salah satunya adalah motivasi untuk membeli. Dalam penelitian Samu dalam Sulistyari (2012:21) menunjukkan bahwa salah satu indikator bahwa suatu produk perusahaan sukses atau tidaknya di pasar adalah seberapa jauh tumbuhnya minat beli konsumen terhadap produk tersebut. Sementara itu Mital dalam Sulistyari (2012:21) mengatakan bahwa salah satu indikasi sukses tidaknya suatu produk adalah besarnya minat membeli konsumen terhadap produk yang bersangkutan. Menurut Ferdinand (2006) dalam Sulistyari (2012:22), minat beli dapat diidentifikasikan melalui indikator-indikator sebagai berikut :

13 a. Minat transaksional, yaitu kecenderungan untuk membeli produk b. Minat referensial, yaitu kecenderungan seseorang untuk mereferensikan produk kepada orang lain. c. Minat preferensial, yaitu minat yang menggambarkan perilaku seseorang yang memiliki preferensi utama pada produk tersebut. Preferensi ini hanya dapat diganti jika terjadi sesuatu dengan produk preferensinya. d. Minat eksploratif, minat ini menggambarkan perilaku seseorang yang selalu mencari informasi mengenai produk yang diminatinya dan mencari informasi untuk mendukung sifat-sifat positif dari produk tersebut. Minat beli diperoleh dari suatu proses belajar dan proses pemikiran yang membentuk suatu persepsi. Minat beli yang muncul menciptakan suatu motivasi yang terus terekam dalam benaknya, yang pada akhirnya ketika seorang konsumen harus memenuhi kebutuhannya akan mengaktualisasikan apa yang ada didalam benaknya itu. Meskipun merupakan pembelian yang belum tentu akan dilakukan pada masa mendatang namun pengukuran terhadap minat pembelian umumnya dilakukan guna memaksimumkan prediksi terhadap pembelian aktual.

14 Harga (X 1) Keterjangkauan harga produk Kesesuaian harga dengan kualitas produk Daya saing harga produk Kesesuaian harga dengan manfaat produk Minat beli (Y) Kualitas Produk (X 2) Daya tahan produk Kinerja Produk Fitur produk Kehandalan produk Gambar 1. Kerangka pemikiran harga dan kualitas produk terhadap minat beli. 1.6 Hipotesis Hipotesis menurut Sugiyono (2010:93) merupakan suatu jawaban sementara terhadap rumusan permasalahan penelitian. Berdasarkan pada latar belakang dan masalah diatas serta kerangka pemikiran yang ada maka hipotesis dalam penelitian ini adalah harga dan kualitas produk mempengaruhi pada minat beli produk value plus di Hypermart.