Departemen Kesehatan Lingkungan. Sumatera Utara, Medan, 20155, Indonesia Abstract

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN IKLIM (CURAH HUJAN, SUHU UDARA, KELEMBABAN UDARA DAN KECEPATAN ANGIN) DENGAN KEJADIAN DIARE DI KOTA JAKARTA PUSAT PADA PERIODE TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA INSIDEN DBD DENGAN VARIABILITAS IKLIM DI KOTA MANADO TAHUN Febriane C. Lohonauman*, Angela F. C. Kalesaran*, Windy Wariki**

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I LATAR BELAKANG

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

IQBAL OCTARI PURBA /IKM

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

ANALISIS KORELASI KELEMBABAN UDARA TERHADAP EPIDEMI DEMAM BERDARAH YANG TERJADI DI KABUPATEN DAN KOTA SERANG

KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DAN FAKTOR IKLIM DI KOTA BATAM, PROVINSI KEPULAUAN RIAU

MODEL PREDIKSI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) BERDASARKAN FAKTOR IKLIM DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT. Jusniar Ariati* dan Athena Anwar*

PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUMINTING TAHUN Ronald Imanuel Ottay

Epidemiologi dan Biosta s k Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue, ditularkan

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengue adalah penyakit infeksi virus pada manusia yang ditransmisikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

ANALISIS FAKTOR RISIKO PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN HELVETIA TENGAH MEDAN TAHUN 2005

BAB I : PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus dengue, virus ini ditularkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

FAKTOR LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DBD. Asep Irfan (Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi dan dalam waktu yang relatif singkat. Penyakit jenis ini masih

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

BAB I PENDAHULUAN. tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Model Potensi Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Jember Menggunakan Metode Fuzzy

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. kejadian luar biasa dengan kematian yang besar. Di Indonesia nyamuk penular

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 3. Peta Administrasi Kabupaten Sleman (Sumber:

PERILAKU 3M, ABATISASI DAN KEBERADAAN JENTIK AEDES HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE

Keywords: DHF, EMBP, larvae-free index.

Climate change impact on dengue haemorrhagic fever in Banjarbaru South Kalimantan between

HUBUNGAN IKLIM (CURAH HUJAN, SUHU, KECEPATAN ANGIN, dan KELEMBABAN) TERHADAP KEJADIAN DBD DI KOTA MEDAN TAHUN

BAB 1 : PENDAHULUAN. ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis di

BAB I PENDAHULUAN. 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan penyakit yang cepat, dan dapat menyebabkan. kematian dalam waktu yang singkat (Depkes R.I., 2005). Selama kurun waktu

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KELURAHAN ABIANBASE KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG TAHUN 2012

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas 2013

HUBUNGAN BREEDING PLACE DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEBERADAAN JENTIK VEKTOR DBD DI DESA GAGAK SIPAT KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

JST Kesehatan, Januari 2016, Vol.6 No.1 : ISSN

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan

FAKTOR IKLIM DAN ANGKA INSIDEN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN SERANG

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

ANALISIS SPASIAL KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA MANADO TAHUN Daniel A. Mangole*, Angela F. C. Kalesaran*, Budi T.

FAKTOR RISIKO KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KOTA MAKASSAR TAHUN 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus. Menurut UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, dalam pasal 152

1. Tempat Waktu Penelitian C. Subjek Penelitian D. Identifikasi Variabel Penelitian E. Definisi Operasional Variabel...

HUBUNGAN VARIABILITAS IKLIM DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KABUPATEN MINAHASA UTARA TAHUN

UNIVERSITAS INDONESIA

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia yang cenderung jumlah pasien serta semakin luas. epidemik. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever

Peran Faktor Lingkungan Terhadap Penyakit dan Penularan Demam Berdarah Dengue

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I

Fajarina Lathu INTISARI

1. PENDAHULUAN Tahun

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

I. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah

Masrizal Dt Mangguang Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Andalas, Padang Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), juta orang di seluruh dunia terinfeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PEMODELAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) PADA DISTRIBUSI PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN KARANGMALANG KABUPATEN SRAGEN

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan berkelanjutan 2030/Suistainable Development Goals (SDGs)

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

IR n = 0, ,157*CH3 n-2 0,052*CH3 n-4 + 0,066*CH3 n-5 + 0,826*TR2 n-2-0,387*tx2 n-2 0,492* n-2.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Haemorraghic Fever

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

Penyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota.

BAB I PENDAHULUAN. dewasa (Widoyono, 2005). Berdasarkan catatan World Health Organization. diperkirakan meninggal dunia (Mufidah, 2012).

Transkripsi:

HUBUNGAN CURAH HUJAN, SUHU UDARA, KELEMBABAN UDARA, KEPADATAN PENDUDUK DAN LUAS LAHAN PEMUKIMAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA MALANG PERIODE TAHUN 22-211 Gustina Fajarwati Sihombing 1, Irnawati Marsaulina 2, Taufik Ashar 2 1 Program Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Departemen Kesehatan Lingkungan 2 Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan, 2155, Indonesia email: na_ce_jutex@yahoo.com Abstract The relation of rainfall, temperature, humidity, population density and area of settlement with Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)cases in Malang during the period of 22-211. DHF was a public health problem in Indonesia. Malang was endemic dengue area located in the highlands. Environmental conditions was one of DHF cases risk factors. This study aims to know the relationship among rainfall, temperature, humidity, population density and area of settlement with the incidence of DHF. Research sites in Malang was done by collecting data recorded from the years 22-211 from the relevant institutions.the design of this research was time trend ecological study which the unit of analysis is per month and per year during ten years. Data analysis was performed by using univariate, bivariate analysis using correlation and simple linear regression and multivariate analysis using multiple linear regression.the results were statistically showed that the air temperature per year (r=.75) and area of settlement (r=.75) correlated significantly with DHF cases per year with p<.5, while rainfall, humidity, and the population density did not correlate significantly. Humidity per month ( r=.618) correlated significantly with DHF cases per month while temperature and rainfall did not correlate significantly. Multivariate analysis predicted that the land area of settlement affected the number of DHF cases as 1,978.Based on the research results, it was concluded that the temperature of the air and area of settlement correlated significantly with DHF cases per year. While the humidity significantly correlated significantly with DHF cases per month. Government intersectoral collaboration should be enhanced to prevent and eradicate the DHF cases due to environmental changes affected the spread of dengue cases. Keywords : DHF, rainfall, temperature, humidity, population, settlement Pendahuluan Kota Malang adalah salah satu kota endemis DBD di Jawa Timur yang berada di dataran tinggi. (Soegijanto, 28). Menurut hasil survei pendahuluan di Dinas Kesehatan Kota Malang, jumlah kasus DBD di Kota Malang selama kurun waktu sepuluh tahun (22-211) cukup tinggi. Pada tahun 22 jumlah kasus DBD yang dilaporkan sebanyak 245 penderita (Incidence Rate: 37,71/1. penduduk). Jumlah kasus DBD sempat 1

menurun di tahun 23 yaitu sebanyak 195 kasus (Incidence Rate: 24,97/1. penduduk). Jumlah kasus DBD berfluktuasi dengan terus meningkat namun kemudian menurun kembali di tahun 27 dan 28. Pada tahun 29 kasus DBD kembali melonjak tajam dan mencapai puncak tertinggi di tahun 21 yaitu mencapai 879 kasus (IR: 17,16/1. penduduk). Di penghujung tahun 211 jumlah kasus mulai menurun yaitu 163 kasus (Incidence Rate: 19,87/1. penduduk). Angka Insidence Rate (IR) kasus DBD di Kota Malang cukup berfluktuasi dan dalam periode tahun 22-211 bahkan pernah mencapai angka di atas target nasional yaitu 55/1. penduduk. Perkembangan penyakit ini cenderung dipengaruhi oleh perubahan iklim terutama akibat kenaikan suhu bumi (Achmadi, 28). Siklus hidup nyamuk sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di sekitarnya sehingga penularan dan penyebaran kasus DBD juga sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Kondisi lingkungan yang tidak sehat dan terjadinya perubahan lingkungan seperti perubahan iklim diyakini dapat meningkatkan penyebaran penyakit DBD. Di daerah endemis seperti Indonesia musim epidemik DBD terjadi di saat musim hujan yang hampir setiap tahun terjadi. Menurut Sukowati (21) terdapat pola fluktuasi yang cenderung sama antara kejadian DBD dengan curah hujan dalam kurun waktu 1997-26 di DKI Jakarta. Adanya peningkatan suhu dan kelembaban udara dapat mempengaruhi bahkan merubah perilaku mengigit dan rata-rata angka gigitan (bitting rate) suatu populasi nyamuk. Kondisi tersebut juga memicu semakin cepatnya perkembangbiakan nyamuk dan semakin pendeknya masa kematangan parasit nyamuk (Hidriyah, 21). Penelitian Hariani (211) menyatakan bahwa ada korelasi yang signifikan antara rata-rata suhu udara dengan kejadian DBD. Sedangkan penelitian Nugrahaningsih (21) menunjukkan bahwa ada korelasi antara kelembaban udara dengan keberadaan jentik nyamuk DBD. Nyamuk Ae. aegypti bersifat urban hidup di perkotaan dan lebih sering hidup di dalam dan di sekitar rumah. Pertumbuhan penduduk yang diikuti dengan berkurangnya lahan kosong serta bertambahnya lahan permukiman dapat berujung pada bertambahnya habitat nyamuk DBD. Kondisi ini juga dapat memicu meningkatnya populasi nyamuk DBD. Selain itu, kepadatan penduduk juga merupakan faktor resiko tingginya penularan penyakit DBD. Hal ini mengingat jangkauan terbang ratarata nyamuk Ae. aegypti adalah 1 m akan tetapi pada kondisi tertentu nyamuk ini mampu terbang hingga beberapa kilometer dalam usaha mencari tempat perindukan untuk meletakkan telurnya. Penelitian Suyasa (28) menunjukkan bahwa ada korelasi antara kepadatan penduduk dengan keberadaan vektor DBD. Oleh karena itu kepadatan penduduk yang tinggi juga merupakan salah satu faktor resiko tingginya kejadian penyakit DBD. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu Untuk mengetahui korelasi curah hujan, kelembaban, suhu udara, luas lahan pemukiman dan kepadatan penduduk dengan kejadian kasus Demam Berdarah Dengue di Kota Malang selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu dari tahun 22 sampai tahun 211. Manfaat dari penelitian ini adalah Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Malang dalam perencanaan program pencegahan dan 2

pengendalian kasus Demam Berdarah Dengue di Kota Malang dan sebagai informasi bagi peneliti selanjutnya untuk studi yang lebih mendalam tentang pengaruh lingkungan terhadap perkembangan penyakit Demam Berdarah Dengue. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan studi ekologi menurut waktu. Studi ekologi menurut waktu adalah pengamatan dari waktu ke waktu mengenai korelasi frekuensi angka kesakitan atau kematian karena suatu penyakit tertentu yang terjadi di masyarakat dengan usaha kesehatan atau faktor resiko yang terdapat di masyarakat (Chandra, 28). Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai dengan Juni 213 dan berlokasi di Kota Malang. Sampel yang digunakan yaitu data kasus Demam Berdarah Dengue, data hasil pengukuran curah hujan, kelembaban udara, suhu udara, hasil pengukuran luas lahan pemukiman dan hasil penghitungan kepadatan penduduk yang tercatat dari tahun 22 sampai dengan tahun 211 di instansi terkait di Kota Malang. Data yang digunakan merupakan data sekunder dari instansi terkait seperti dari Dinas Kesehatan Kota Malang, Stasiun Klimatologi dan Geofisika Karangploso Malang. Serta Badan Pusat Statistik Kota Malang. Data iklim yang berupa curah hujan, suhu udara dan kelembaban udara berbentuk data bulanan diolah menjadi data rata-rata tahunan dan data rata-rata bulanan selama 1 tahun. Sedangkan data kasus DBD didapatkan dalam bentuk data bulanan per kecamatan diolah menjadi data tahunan dan data bulanan selama 1 tahun. Selanjutnya data dianalisis dengan uji univariat, uji bivariat dan uji multivariat. Hasil dan Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kasus DBD yang paling ekstrim terjadi pada tahun 21 yaitu 8. 7. 6. 5. 4. 3. 2. 1. 95 7.2 7.95 7.95 7.252 7.334 7.418 7.419 7.458 7.453 7.494 9 879 85 6.861 6.894 6.92 6.92 6.92 7.11 7.16 7.58 7.58 8 6.797 75 668 642 656 7 65 6 52 55 46 5 48 45 4 35 245 258, 76 3 191 25 16 3 138,5 8 141,25 143,92 131,58 125,25 126,16 139,33 122,92 2 15 73 76,67 76,91 79,75 76,16 77,25 7 7,92 75,33 81,39 76,58138,69 1 23,5 23,32 23,4 6 2 3,55 23,35 23,45 23,56 23,6 23,9 23,26 5 22 23 24 25 26 27 28 29 21 211 Kepadatan Penduduk Kasus DBD Rata-rata Suhu Udara Luas Lahan Bangunan/ Pekarangan Rata-rata Curah Hujan Rata-rata Kelembaban Udara Grafik 1. Gambaran Kasus DBD, Rata-rata Curah Hujan, Rata-rata Suhu, Rata-rata Kelembaban Udara, Kepadatan Penduduk dan Luas Lahan Bangunan/Pekarangan Pertahun Tahun 22-211 3

mencapai 879 kasus sedangkan penurunan paling ekstrim terjadi di tahun 211 yaitu 163 kasus. Kasus DBD di Kota Malang jika dilihat dari jumlah kasus setiap bulannya dari tahun 22 sampai tahun 211 maka kasus DBD cukup tinggi di bulan Januari dan mencapai puncak tertinggi di bulan Februari. Penurunan kejadian kasus pada tahun 211 ini karena intervensi yang dilakukan instansi terkait cukup intensif di tahun 21, mengingat 8 7 6 5 4 3 2 1 81,7 475 81,7 689 272,31 298,85 23,78 23,75 82,3 563 27,65 79,9 579 437 76,6 23,9 23,63 23,69 16,43 112,96 73,65 38 22,82 18,47 73,25 382 22,1 tingginya kasus DBD di tahun tersebut. Intervensi yang dilakukan berupa Pemberantasan Sarung Nyamuk (PSN). PSN yang dilakukan meliputi fogging, pemantauan dan pemberantasan sarang jentik, serta penyuluhan dan penggalakan gerakan 3M+1T. 21,1 72,19 282 21,77 19,11 72,11 316 262 282,23 223 224,83 244 23,8 24,33 24,57 24,1 22,72 71,77 56,17 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Kasus DBD Rata-rata curah hujan Rata-rata suhu udara Rata-rata kelembaban udara 77,4 82,6 9 75 6 45 3 15 Grafik 2. Gambaran Kasus DBD, Rata-rata Curah Hujan, Rata-rata Suhu, dan Rata-rata Kelembaban Udara Perbulan Tahun 22-211 Tabel 1. Uji Korelasi Data Variabel- Variabel Penelitian Per Tahun Tahun 22-211 Variabel Independen Variabel Dependen r Nilai p Keterangan Curah Hujan,457,184 Tidak Suhu Udara,75,23 Berhubungan sangat kuat Kelembaban Udara Kepadatan Penduduk Luas Penggunaan Lahan Pemukiman Kasus,526,118 Tidak DBD,45,192 Tidak,75,12 Berhubungan sangat kuat Tabel 2. Uji Korelasi Data Variabel-Variabel Penelitian Per Bulan Tahun 22-211 Variabel Variabel r Nilai Keterangan Independen Dependen p Curah Hujan,525,8 Tidak Suhu Udara Kasus DBD,156,629 Tidak Kelembaban Udara,618,32 Berhubungan Kuat Gambaran curah hujan perbulan di Kota Malang dari tahun 22 sampai tahun 211 dapat dilihat bahwa rata-rata curah hujan tertinggi terjadi di bulan Februari (298,85 mm) sementara rata-rata curah hujan terendah terjadi di bulan Juni (18,47 mm). Fluktuasi rata-rata curah hujan pertahun cenderung sama. Pada tahun 21 terjadi peningkatan cukup tinggi dan kembali menurun di tahun 211. Berdasarkan tingkat signifikansi (p=,92) menunjukkan bahwa secara statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan antara curah hujan dengan kejadian DBD pertahun. Sementara hubungan curah hujan dengan kejadian DBD di di Kota Malang pada Tahun 4

22-211 apabila dilihat dari data perbulan menunjukkan tidak ada hubungan (r=,525) bahwa secara statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan antara suhu udara dengan kejadian DBD. Curah hujan yang tidak dengan kejadian DBD ini berarti perubahan yang terjadi pada curah hujan tidak sejalan dengan perubahan kejadian DBD baik menurut data pertahun atau perbulan. Curah hujan merupakan determinan penting penularan DBD karena mempengaruhi suhu udara yang mempengaruhi ketahanan hidup nyamuk dewasa lebih jauh lagi curah hujan dan suhu dapat mempengaruhi pola makan dan reproduksi nyamuk dan meningkatkan kepadatan populasi nyamuk (WHO, 212). Akan tetapi apabila hujan yang turun sangat lebat dan terus menerus, maka tempat perindukan nyamuk di luar rumah akan rusak karena airnya akan terus tumpah dan mengalir ke luar, sehingga telur dan jentik-jentik akan ikut terbawa keluar (Soegijanto, 28). 1 8 6 4 2 22 23 Kasus DBD Kota Malang 24 25 26 27 28 29 21 211 85 8 75 7 65 Rata-rata Suhu Udara Grafik 3. Hubungan Rata-rata Suhu Udara dengan Kasus DBD Pertahun di Kota Malang Periode Tahun 22-211 Gambaran suhu udara perbulan (grafik 2) di Kota Malang dari tahun 22 sampai tahun 211 menunjukkan bahwa rata-rata suhu udara tertinggi terjadi di bulan November (24,57 C) dan ratarata suhu udara terendah terjadi di bulan Agustus (21,77 C). Sementara rata-rata suhu udara pertahun tertinggi pada tahun 21 (23,29 C) dan terendah pada tahun 211 (23,26 C). Hubungan suhu udara dengan kejadian DBD pertahun di Kota Malang pada tahun 22-211 menunjukkan hubungan yang sangat kuat (r=,75) dan berpola positif artinya semakin tinggi suhu udara maka kejadian DBD akan meningkat. Berdasarkan tingkat signifikansi (p=,11) menunjukkan bahwa secara statistik terdapat hubungan yang signifikan antara suhu udara dengan kejadian DBD. Hasil analisis regresi linier sederhana meprediksikan bahwa variabel suhu udara dengan jumlah kasus DBD secara signifikan dengan koefisien sebesar 92,551. Artinya, jumlah kasus DBD diprediksikan akan bertambah atau berkurang sebesar 92,551 jika nilai suhu udara bertambah atau berkurang satu satuan. Hubungan suhu udara dengan kejadian demam berdarah dengue di di Kota Malang pada Tahun 22-211 apabila dilihat dari data perbulan menunjukkan bahwa secara statistik (p=,629) tidak terdapat hubungan yang signifikan antara suhu udara dengan kejadian DBD perbulan. Menurut Sungkar dalam Putri (28) pada suhu yang berfluktuasi perkembangan larva lebih cepat dibandingkan pada suhu tetap. Menurut Susanna dkk (211) nyamuk termasuk berdarah dingin dimana proses metabolisme dan siklus hidupnya tergantung suhu dan lingkungan serta tidak dapat mengatur suhu tubuhnya sendiri terhadap perubahan lingkungan. Sementara itu rata-rata suhu di Kota Malang pertahun dan perbulan pada tahun 22-211 masih dibawah suhu optimal nyamuk yaitu 24 C-28 C. Hal ini yang menyebabkan tidak ada hubungan yang signifikan antara rata- 5

rata suhu udara perbulan dengan kejadian DBD di Kota Malang pada Tahun 22-211. Gambaran kelembaban udara perbulan di Kota Malang dari tahun 22 sampai tahun 211 (grafik 2) diketahui bahwa rata-rata bulanan kelembaban udara tertinggi terjadi di bulan Desember (82,6%) dan rata-rata bulanan kelembaban udara terendah terjadi di bulan Oktober (71,77%). Sementara rata-rata kelembaban udara pertahun tertinggi pada tahun 21 (81,9%) dan terendah pada tahun 22 (73%). Hubungan kelembaban udara dengan kejadian Demam Berdarah Dengue pertahun di Kota Malang pada Tahun 22-211 menunjukkan bahwa (p=,59) secara statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kelembaban udara dengan kejadian DBD. Secara deskriptif, kelembaban rata-rata selama periode 22-211 di Kota Malang adalah berkisar antara 64%- 86%. Angka tersebut berada pada kelembaban optimal vektor untuk berkembang biak, dimana kelembaban optimal vektor adalah 7-8%. Ketidakbermaknaan hubungan ini diduga karena data kasus DBD dan faktor iklim kelembaban hanya dihitung berdasarkan pertahun sehingga menyebabkan analisis terhadap hubungan tersebut kurang terperinci. Hal ini terlihat pada hasil hubungan kelembaban udara dengan kejadian DBD perbulan di Kota Malang pada Tahun 22-211 menunjukkan hubungan yang kuat (r=,618) dan berpola positif artinya semakin tinggi kelembaban udara maka kejadian DBD akan meningkat. Berdasarkan tingkat signifikansi (p=,32) menunjukkan bahwa secara statistik terdapat hubungan yang signifikan antara kelembaban udara dengan kejadian DBD. 8 7 6 5 4 3 2 1 Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sep Okt Nov Des Kasus DBD Kota Malang Rata2 Kelembaban Udara Grafik 4. Hubungan Rata-rata Kelembaban Udara dengan Kasus DBD Perbulan di Kota Malang Periode Tahun 22-211 Hasil analisis regresi linier sederhana meprediksikan bahwa variabel kelembaban udara perbulan dengan jumlah kasus DBD perbulan secara signifikan dengan koefisien sebesar 21,35. Artinya, jumlah kasus DBD diprediksikan akan bertambah atau berkurang sebesar 21,35 jika nilai kelembaban udara bertambah atau berkurang satu satuan. Menurut Yanti dalam Dini (21) kelembaban udara tidak berpengaruh langsung pada angka insiden DBD, tetapi berpengaruh pada umur nyamuk A. aegypti yang merupakan vektor penular DBD. Pernapasan nyamuk menggunakan pipa trakea dengan muara udara disebut spirakel. Spirakel yang terbuka tanpa mekanisme pengatur pada waktu kelembaban rendah akan menyebabkan penguapan air dari dalam tubuh nyamuk sehingga cairan tubuh nyamuk akan keluar. Selain itu kebutuhan akan kelembaban yang tinggi menyebabkan nyamuk mencari tempat yang lembab dan basah di luar rumah sebagai tempat beristirahat di siang hari (Susanna dkk, 211). 84 82 8 78 76 74 72 7 68 66 6

Gambaran kepadatan penduduk di Kota Malang dari tahun 22 sampai tahun 211 cenderung semakin meningkat dan paling tinggi pada tahun 211 (7.494 jiwa/km 2 ). Peningkatan kepadatan penduduk ini tentunya disebabkan oleh pertambahan penduduk baik lahir maupun migrasi masuk ke Kota Malang. Berdasarkan tingkat signifikansi (p=,96) menunjukkan bahwa secara statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kepadatan penduduk dengan kejadian DBD. Kepadatan penduduk tidak dengan kejadian DBD karena data yang terkumpul berupa data sekunder kepadatan penduduk secara umum di Kota Malang. Dimana data tersebut merupakan hasil penghitungan jumlah seluruh penduduk Kota Malang per luas Kota Malang. Apabila data yang dikumpulkan berupa data primer mengenai kepadatan hunian yaitu kepadatan orang yang tinggal dalam satu rumah, terdapat kemungkinan ada hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian DBD. Hal tersebut disebabkan kepadatan hunian merupakan salah satu faktor resiko yang berdampak langsung terhadap penyebaran kasus DBD. Kepadatan penduduk bukan merupakan faktor penyebab utama terjadinya penyakit DBD. Tetapi kepadatan penduduk merupakan faktor resiko penting dalam perkembangan penyakit yang disebabkan virus. Selain itu, mengingat penyakit DBD ditularkan oleh vektor nyamuk Ae.agypti yang memiliki jangkauan terbang rata-rata sekitar 1 m, kondisi penduduk yang cukup padat akan mempercepat penyebaran DBD (Soegijanto, 28). Gambaran penggunaan lahan untuk pemukiman di Kota Malang dari tahun 22 sampai tahun 211 bersifat fluktuatif. Penggunaan lahan tertinggi terjadi pada tahun 21 dan 211 sebanyak 758 ha dan mengalami penurunan pada tahun 211 menjadi 6797 ha. Kondisi luas lahan yang digunakan untuk bangunan terutama pemukiman secara tidak langsung dengan penyebaran kasus DBD. Pertumbuhan penduduk menuntut untuk semakin luasnya lahan kosong yang dipakai sebagai lahan bangunan terutama untuk pemukiman. Berdasarkan tingkat signifikansi (p=,6) menunjukkan bahwa secara statistik terdapat hubungan yang signifikan antara luas penggunaan lahan pemukiman dengan kejadian DBD. Hubungan luas penggunaan lahan pemukiman dengan kejadian demam berdarah dengue di di Kota Malang pada Tahun 22-211 menunjukkan hubungan yang sangat kuat (r=,75) dan berpola positif artinya semakin tinggi luas lahan pemukiman maka kejadian DBD akan meningkat. 1 8 6 4 2 22 23 24 25 Kasus DBD Kota Malang 26 27 28 29 21 211 Luas Lahan Bangunan/ Pekarangan 7.1 7. 6.9 6.8 6.7 6.6 6.5 6.4 Grafik 5. Hubungan Luas Pemukiman dengan Kasus DBD Pertahun di Kota Malang Periode Tahun 22-211 Hasil analisis regresi linier sederhana memprediksikan bahwa variabel luas lahan pemukiman dengan jumlah kasus DBD secara signifikan dengan koefisien sebesar 1,978. Sejalan dengan hasil analisis multivariat menggunakan uji regresi linier 7

berganda, variabel luas lahan pemukiman diprediksikan mempengaruhi kasus DBD dengan koefisien sebesar 1,978. Artinya, jumlah kasus DBD akan bertambah atau berkurang sebesar 1,978 jika luas lahan pemukiman bertambah atau berkurang satu-satuan. Berdasarkan hasil uji multivariat tersebut luas lahan pemukiman merupakan variabel yang diprediksikan paling mempengaruhi jumlah kasus DBD. Sutaryo (24) menyatakan bahwa karena ledakan penduduk dan keperluan perumahan, perkantoran, dan fasilitas penunjang keperluan primer dan sekunder manusia, maka penggunaan tanah menjadi lebih ke arah bangunan buatan manusia dan menggeser nuansa lingkungan alamiah. Bangunan buatan manusia terutama di daerah negara berkembang cenderung akan membuat tempat penampungan air. Perubahan penggunaan tanah menjadikan virus dengue akan terus berkembang. Nyamuk Ae. aegypti betina sangat menyukai darah manusia (anthropophilic) daripada darah binatang. Selain itu nyamuk ini lebih menyukai tempat perindukan yang berwarna gelap terlindung dari sinar matahari, permukaan terbuka lebar, bukan beralas tanah, berisi air tawar jernih dan tenang. Nyamuk ini juga mempunyai kebiasaan istirahat terutama di dalam rumah di tempat yang gelap, lembab pada benda-benda yang bergantung (Soegijanto, 28). Tempattempat perindukan nyamuk lebih banyak terdapat di sekitar bangunan terutama permukiman dibandingkan di ruang terbuka. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kota Malang, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara variabel suhu udara pertahun, kelembaban udara dan variabel lahan pemukiman dengan kasus DBD di Kota Malang tahun 22-211. Semua variabel ini secara positif, artinya apabila terjadi kenaikan suhu udara, kelembaban udara dan luas lahan pemukiman akan terjadi kenaikan juga pada kasus DBD. Tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel curah hujan pertahun, curah hujan perbulan, suhu udara perbulan, kelembaban udara pertahun, kepadatan penduduk dengan kasus DBD di Kota Malang tahun 22-211. Luas lahan pemukiman merupakan variabel yang paling mempengaruhi kasus DBD di Kota Malang dalam kurun waktu tahun 22 sampai tahun 211. Perlunya komunikasi yang baik dalam pemantauan keadaan iklim yang dilakukan oleh BMKG secara terus menerus dan berkesinambungan, agar Dinas Kesehatan dapat mengantisipasi peningkatan kasus DBD sesuai perubahan iklim yang terjadi. Di samping itu kegiatan preventif seperti penyuluhan pada masyarakat, fogging dan pemeriksaan jentik berkala perlu ditingkatan dalam upaya pengendalian dan pemberantasan kasus DBD. Selain itu, disarankan kepada Dinas Kota Malang dan Pemerintah Kota Malang agar melakukan upaya dalam mengendalikan ijin penggunaan lahan terbuka yang dialihfungsikan menjadi bangunan untuk pemukiman, mengingat semakin luasnya lahan yang digunakan untuk pemukiman akan meningkatkan suhu udara sehingga sangat dengan peningkatan penyebaran kasus DBD. Daftar Pustaka Achmadi, UF 28, Horison Baru Kesehatan Masyarakat Indonesia, PT. Rineka Cipta, Jakarta. 8

Chandra, B 28, Metodologi Penelitian Kesehatan, EGC, Jakarta. Dini, AMV, Fitriany RN, Wulandari, RA 21, Faktor Iklim Dan Angka Insiden Demam Berdarah Dengue Di Kabupaten Serang, Jurnal Makara Kesehatan Vol. 14 No. 1, Hal 31-38. Hariani, S 211, Hubungan antara Unsur Iklim dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) pada Daerah Kasus Tertinggi dan Terendah di kota Padang Tahun 23-28, Skripsi, Universitas Andalas. Hidriyah, S 21, Respons Indonesia Terhadap Dampak Perubahan Iklim Di Bidang Kesehatan, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (PD3I) Sekretariat Jenderal DPR Republik Indonesia, Jakarta. Nugrahaningsih, M, Putra, A, Aryanta, IWR 21, Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku Masyarakat dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Penular Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Utara, http://isjd.pdii.lipi.go.id diakses pada 5 Oktober 212 pukul 15.55. Soegijanto, S 28, Demam Berdarah Dengue, Edisi 2, Airlangga University Press, Surabaya. Sukowati, S 21, Masalah Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Penanggulangannya di Indonesia, Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementrian Kesehatan Indonesia, Jakarta. Susanna, D, Sembiring, TUJ, 211, Buku 1 Entomologi Kesehatan (Artropoda Pengganggu Kesehatan dan Parasit yang Dikandungnya), Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Sutaryo 24, Dengue, Medika, Yogyakarta. Suyasa, ING, Putra, A, Aryanta, IWR 28, Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku Masyarakat dengan Keberadaan Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar Selatan, http://isjd,pdii,lipi,go,id diakses pada 5 Oktober 212 pukul 15.53. WHO 212, Demam Berdarah Dengue Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan dan Pengendalian Edisi 2, EGC, Jakarta. Putri, MK 28, Analisis Spasial Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Per Kecamatan Di Kotamadya Jakarta Timur Tahun 25-27, Skripsi, Universitas Indonesia. 9