BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Kelapa Sawit Berdasarkan bukti-bukti yang ada, kelapa sawit diperkirakan berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Namun ada pula yang menyatakan bahwa tanaman tersebut dari Amerika yakni dari Brazilia. Zeven menyatakan bahwa tanaman kelapa sawit berasal dari daratan tersier, yang merupakan daratan penghubung yang terletak antara Afrika dan Amerika. Kedua daratan ini kemudian terpisah oleh lautan menjadi banua Afrika dan Amerika sehingga tempat asal komoditas kelapa sawit ini tidak lagi dipermasalahkan orang. Kelapa sawit (Elaeis guineesis) saat ini telah bekembang pesat di Asia Tenggara, khususunya Indonesia dan Malaysia, dan justru bukan di Afrika barat atau Amerika yang dianggap sebagai daerah asal-usulnya. Masuknya bibit kelapa sawit ke Indonesia pada tahun 1948 hanya sebanyak 4 batang yang berasal dari Bourbon (Mauritius) dan Amsterdam. Keempat batang bibit kelapa sawit tersebut ditanam di kebun Raya Bogor dan selanjutnya disebarkan ke Deli Sumatera Utara. 2.2 Limbah Industri Kelapa Sawit Pengembangan industri kelapa sawit yang diikuti dengan pembangunan pabrik dapat menimbulkan dampak negatif pada lingkungan, baik terhadap kualitas sumber daya
alam (berupa pencemaran), kuantitas sumber daya alam (berupa pengurasan) maupun lingkungan hidup (aspek social). Hal ini disebabkan oleh bobot limbah pabrik kelapa sawit yang harus dibuang ke badan penerima semakin bertambah. Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia, maupun proses proses alam atau belum mempunyai nilai ekonomis, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi yang negatif. Dikatakan mempunyai nilai ekonomi negatif, karena penanganan limbah memerlukan biaya yang cukup besar, di samping juga dapat mencemari lingkungan. Beban pencemaran lingkungan dari limbah pabrik kelapa sawit (LPKS) serta kandungan bahan organik yang cukup tinggi pada limbah, menuntut pabrik untuk mengolah limbahnya, antara lain melalui daur ulang. Langkah tersebut merupakan upaya untuk mengurangi dampak negatif demi mewujudkan industri yang berwawasan lingkungan. Salah satu proses yang dapat memanfaatkan limbah padat pabrik kelapa sawit adalah dengan mengkonversi bahan tersebu8t menjadi biogas melalui perombakan anaerobik. Biogas terdiri dari 60 70 % CH 4, 20 40 % CO 2, 0,2 0,3 % H 2 S, sejumlah kecil etana dan air. Penanganan dan pemanfaatan limbah merupakan jawaban untuk mengatasi pencemaran yang disebabkan oleh industri pengolahan. Penanganan limbah yang paling efektif dan efesien akan menghasilkan buangan industri yang dapat diterima oleh lingkungan, bahkan merupakan nilai positif bagi industri. Berdasarkan lokasi pembentukannya, limbah hasil perkebunan kelapa sawit dapat digolongkan menjadi dua kelompok :
1. Limbah Lapangan Limbah lapangan merupakan sisa tanaman yang ditinggalkan waktu panen, peremajaan, atau pembukaan areal perkebunan baru. Contoh limbah lapangan adalah kayu, ranting, daun, pelepah, dan gulma hasil penyiangan kebun. Setiap pembukaan perkebunan baru dihasilkan kayu tebangan hutan antara 40 50 m 3 /tahun. Satu hektar tanaman kelapa sawit akan menghasilkan limbah pelepah daun sebanyak 10,40 ton bobot kering dalam setahun. 2. Limbah Pengolahan Limbah pengolahan merupakan hasil ikutan yang terbawa pada waktu panen hasil utama dan kemudian dipisahkan dari produk utama waktu proses pengolahan. Menurut penggunaannya, limbah pengolahan terdiri dari tiga kategori sebagai berikut: a. Limbah yang diolah menjadi produk lain karena memiliki arti ekonomi yang besar seperti inti sawit. b. Limbah yang didaur ulang untuk menghasilkan energi dalam pengolahan dan pupuk, misalnya tandan kosong, cangkang, dan serat (sabut) buah sawit. c. Limbah yang dibuang sebagai sampah pengolahan. Metode yang digunakan adalah pengolahan limbah secara fisik, kimia dan biologi atau kombinasi untuk mengatasi pencemaran limbah cair yang berasal dari industri sangat bervariasi, serta tergantung dari jenis dan besar kecilnya industri. Pada saat ini umumnya industri melakukan pengolahan secara fisik, kimia dan biologi atau kombinasi untuk mengatasi pencemaran. Limbah cair yang berasal dari industri sangat bervariasi, serta tergantung dari jenis dan besar kecilnya industri. Pada saat ini
umumnya industri melakukan pengolahan limbah cair secara kimia yaitu proses koagulasi flokulasi, sedimentasi dan secara flotasi dengan menggunakan udara terlarut, serta pengolahan limbah cair secara biologi yaitu proses aerob dan proses anaerob. Proses kimia seringkali kurang efektif dikarenakan biaya untuk pembelian bahan kimianya cukup tinggi dan pada umumnya pengolahan air limbah secara kimia akan menghasilkan sludge yang cukup banyak, sehingga industri harus menyediakan prasarana untuk penanganan sludge. Pada pengolahan limbah cair secara flotasi akan menggunakan energi yang cukup banyak. Pada proses pengolahan limbah secara biologi, umumnya menggunakan lahan yang cukup luas dan energi yang banyak dan menjadi pertimbangan bagi industri yang terletak di daerah yang mempunyai lahan sempit. Penurunan kualitas air dapat disebabkan oleh adanya kandungan bahan organik dan anorganik yang berlebihan. Adanya senyawa organik dalam perairan akan dirombak oleh bakteri dengan menggunakan oksigen terlarut. Perombakan ini akan menjadi masalah jika senyawa organik terdapat dalam jumlah yang banyak. Penguraian senyawa organik akan memerlukan oksigen yang sangat besar, sehingga dapat menurunkan kadar oksigen terlarut perairan sampai titik yang terendah akibat dekomposisi aerobik akan terjadi, sehingga pemecahan selanjutnya akan dilakukan oleh bakteri anaerobik. 2.3 Logam Besi, Kalsium, dan Magnesium Logam menurut pengertian orang awam adalah barang yang padat dan berat yang biasanya selalu digunakan oleh orang untuk perhiasan, yaitu besi, baja, emas, dan perak. Padahal masih banyak logam lain yang penting dan sangat kecil serta
berperanan dalam proses biologis makhluk hidup misalnya, selenium, kobalt, mangan dan beberapa unsur lainnya. Dalam sistem berkala periodik, ada 94 dari 106 unsur tergolong dalam unsur logam. Logam itu sendiri digolongkan kedalam dua kategori, yaitu logam berat dan logam ringan. Menurut seorang ahli kimia, logam berat ialah logam yang mempunyai berat 5 gram atau lebih untuk setiap cm 3, dan bobot ini beratnya lima kali dari berat air. Dengan sendirinya logam yang beratnya kurang dari 5 gram termasuk logam ringan. Beberapa jenis bahan logam yang dapat terikut dalam minyak sawit antara lain besi, tembaga, dan kuningan. Logam logam tersebut biasanya berasal dari alat - alat pengolahan yang digunakan. Mutu dan kualitas minyak sawit yang mengandung logam logam tersebut akan turun. Sebab dalam kondisi tertentu, logam logam itu dapat menjadi katalisator yang menstimulir reaksi oksidasi minyak sawit. Reaksi ini dapat dimonitor dengan melihat perubahan warna minyak sawit yang semaikn gelap dan akhirnya menyebabkan ketengikan. Pengurangan unsur unsur logam yang terikut dalam minyak sawit sangat menentukan peningkatan mutu minyak sawit. Beberapa jalan yang dapat dilakukan antara lain : a. Hydraulic press diganti dengan screw press, sebab tempat terbuat dari stainless steel. b. Alat digester dibuat dari stainless juga. c. Tangkai transpor dilapisi dengan epoksi (pompa dari material yang dilapisi nikel).
d. Bejana hampa untuk pengeringan (vacuum dryers) dan alat pendingin minyak sawit (palm oil coolers) diusahakan terbuat dari stainless steel. e. Tangki timbun dilapisi dengan epoksi. f. Kadar asam lemak bebas (ALB) dikurangi. Semua alat diusahakan terbuat dari stainless steel sebab reaksi antara asam lemak yang terkandung dalam minyak sawit dengan logam akan memebentuk senyawa oksida yang membantu terjadinya reaksi oksidasi. Logam ini semakin banyak terbentuk jika kadar asam lemak bebas dalam minyak sawit juga semakin tinggi. Sebagai standar mutu internasioanl ditetapkan untuk kadar logam besi maksimal 10 ppm dan logam tembaga maksimal 5 ppm. 2.3.1 Besi Besi yang murni adalah logam berwarna putih perak, yang kukuh dan liat. Besi melebur pada 1535 o C. Jarang terdapat besi komersial yang murni. Biasanya besi mengandung sejumlah kecil karbida, fosfida dan sulfida dari besi, serta sedikit grafit. Zat zat pencemar ini memainkan peranan penting dalam kekuatan struktur besi. Besi adalah salah satu elemen kimiawi yang dapat ditemui pada hampir setiap tempat di bumi, pada semua lapisan geologis dan semua badan air. Pada air permukaan jarang ditemui kadar Fe lebih besar dari 1 mg/l tetapi di dalam air tanah kadar Fe dapat jauh lebih tinggi.
2.3.2 Kalsium Kalsium adalah logam putih perak, yang agak lunak. Melebur pada 845 o C. Bila diserang oleh oksigen atmosfer dan udara lembab maka akan terbentuk kalsium oksida dan kalsium hidroksida. Kalsium menguraikan air dengan membentuk kalsium hidroksida dan hidrogen. 2.3.3 Magnesium Magnesium adalah logam putih, dapat ditempa dan liat. Logam ini melebur pada 650 o C. Logam ini mudah terbakar dalam udara atau oksigen dengan mengeluarkan cahaya putih yang cukup cermerlang, membentuk oksida MgO dan beberapa nitrida. 2.4 Spektrofotometer Serapan Atom 2.4.1 Pendahuluan Peristiwa serapan atom pertama kali diamati oleh Fraunhofer, ketika mengamati garis garis hitam pada spektrum matahari. Spektroskopi serapan atom pertama kali digunakan pada tahun 1955 oleh Walsh. Sesudah itu tidak kurang dari 65 unsur diteliti dan dapat dianalisis dengan cara tersebut. Spektroskopi serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur unsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat kelumit (ultratrace). Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul dari logam pada sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis kelumit logam karena mempunyai kepekaan
yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaannya relatif sederhana, dan interferensinya sedikit. Spektroskopi serapan atom didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh atom atom netral, dan sinar yang diserap baisanya sinar tampak atau ultraviolet. Metode spektroskopi serapan atom (SSA) mendasarkan pada prinsip absorbsi cahaya oleh atom. Atom atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergabung pada sifat unsurnya, Sebagai contoh, natrium menyerap pada 589 nm, uranium pada 358,5 nm, sementara kalium menyerap pada panjang gelombang 766,5 nm. 2.4.2 Prinsip Dasar Metode spketrofotometri serapan atom berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti lebih banyak memperoleh energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaiikan tingkat energinya ke tingkat eksitasi. 2.4.3 Instrumentasi SSA berikut ini : Sistem peralatan spektrofotometer serapan atom dapat dilihat pada gambar
Monokromator Sumber sinar Nyala Detector Tempat sampel Gambar 2.4.3 Sistem peralatan spektrofotometer serapan atom 1. Sumber sinar Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow cathode lamp). Lampu ini terdiri dari tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia (Neon atau Argon) dengan tekanan rendah (10-15 torr). Neon biasanya lebih disukai karena memberikan intensitas pancaran lampu yang lebih rendah. 2. Tempat Sampel Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom atom netral yang masih dalam keadaan asas. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom atom yaitu dengan nyala dan dengan tanpa nyala.
Table 2.4 Temperatur nyala dengan pelbagai gas pembakar: Gas Bakar Temperatur Udara Dinitrogen Oksida Asetilen 2400 3200 Hydrogen 2300 2900 Propane 2200 3000 Gas kota 2100 - Sumber:Vogel (1985) 3. Monokromator Pada SSA, monokromator dimaksudkan untuk memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan dalam analisis. Di samping system optic, dalam monokromator juga terdapat suatu alat yang digunakan untuk memisahkan radiasi resonansi dan kontinyu yang disebut chopper. 4. Detektor Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman. Biasanya digunakan tabung penggandaan foton (photomultiplier tube). ada 2 cara yang dapat digunakan dalam system deteksi yaitu : (a) yang memberikan respon terhadap radiasi resonansi dan radiasi kontinyu (b) yang hanya memberikan respon terhadap radiasi resonansi. Pada cara pertama, output yang dihasilkan dari radiasi resonansi dan radiasi kontinyu disalurkan pada system galvanometer dan setiap perubahan yang disebabkan oleh radiasi resonan akan menyebabkan peruabahan output. Pada cara kedua, output berasal dari resonan dan radisiasi kontinyu yang dipisahkan. Dalam hal ini, sistem
penguat harus cukup selektif untuk dapat membedakan radiasi. Cara terbaik adalah dengan menggunakan detektor yang hanya peka terhadap radiasi resonan yang termodulasi. 5. Readout Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai system pencataat hasil. Pencatatan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah terkalibrasi untuk pembacaan suatu transmisi atau absorbsi. Hasil pembacaaan dapat berupa angka atau berupa kurva dari suatu recorder yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi. 2.4.4 Analisis Kuantitatif dengan SSA Untuk keperluan analisis kuantitatif dengan SSA, maka sampel harus dalam bentuk larutan. Untuk menyiapkan larutan, sampel harus diperlakukan sedemikian rupa yang pelaksanaannya tergantung dari macam dan jenis sampel. Yang penting untuk diingat adalah bahwa larutan yang akan dianalisis haruslah sangat encer. Ada beberapa cara untuk melarutkan sampel, yaitu : a) Langsung dilarutkan dengan pelarut yang sesuai b) Sampel dilarutkan dalam suatu asam c) Sampel dilarutakn dalam suatu basa atau dilebur dahulu dengan basa kemudian hasil leburan dilarutkan dalam pelarut yang sesuai. Metode pelarutan apapun yang akan dipilih untiuk dilakukan analisis dengan SSA, yang terpenting adalah bahwa larutan yang dihasilkan harus: jernih, stabil, dan tidak mengganggu zat zat yang akan dianalisis.