BAB I PENDAHULUAN. pengalaman, dan keterampilan dalam proses belajar mengajar. Dalam kurikulum

dokumen-dokumen yang mirip
KELAYAKAN BAHAN AJAR BIOLOGI BERBASIS MASALAH PADA KONSEP SISTEM REPRODUKSI DI SMA NEGERI BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kepulauan Karimunjawa merupakan wilayah Kecamatan dari Kabupaten Jepara,

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anugrah Ayumaharani Widianingsih, 2016

BAB I PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus).

Pentingnya Sex Education Bagi Remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu. berapa sering untuk memiliki keturunan (Kusmiran, 2012 : 94).

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

BAB I PENDAHULUAN. dewasa yang meliputi semua perkembangannya yang dialami sebagai. persiapan memasuki masa dewasa (Rochmah, 2005). WHO mendefinisikan

BAB 1 PENDAHULUAN. harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI

tersedianya cukup banyak buku baru yang diproduksi. Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) misalnya, dewasa ini hanya memproduksi tidak lebih dari 4.

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang berusia tahun. Remaja adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang No.23 Tahun 1992 mendefinisikan bahwa kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Program For Appropriate Technology in Health (PATH, 2000)

EFEKTIFITAS MODEL PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA DI KELURAHAN MARGOMULYO NGAWI

BAB I PENDAHULUAN. habis-habisnya mengenai misteri seks. Mereka bertanya-tanya, apakah

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah normanorma,

BAB I PENDAHULUAN. Tri Lestari Octavianti,2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS DI SMA NEGERI 1 KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA

Pendidikan seksualitas remaja. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kelemahan pendidikan saat ini adalah pada proses pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB I PENDAHULUAN. BKKBN merupakan singkatan dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. topik yang menarik untuk dibicarakan. Topik yang menarik mengenai masalah

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dunia (WHO), definisi remaja (adolescence) adalah periode usia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. aktivitas seksual remaja juga cenderung meningkat baik dari segi kuanitas

PENDIDIKAN SEKSUALITAS PADA REMAJA MELALUI MEDIA PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010)

BAB 1 : PENDAHULUAN. terdapat orang terinfeksi HIV baru dan orang meninggal akibat AIDS.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi yang terunggul dalam berbagai aspek kehidupan. Pembangunan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mempengaruhi cara pandang masyarakat terhadap seksualitas dan

PERILAKU SEKSUAL WABAL DI TINJAU DARI KUALITAS KOMUNIKASI ORANG TUA-ANAK TENTANG SEKSUALITAS S K R I P S I

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

EFEKTIVITAS PROMOSI KESEHATAN DENGAN METODE PEER EDUCATOR TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG HIV/AIDS

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Dalam masa ini remaja mengalami pubertas, yaitu suatu periode

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemahaman masyarakat tentang seksualitas sampai saat ini masihlah kurang.

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang potensial adalah generasi mudanya. Tarigan (2006:1)

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ

BAB 1 PENDAHULUAN. Pesantren berasal dari kata santri yang di awali dengan kata pe- dan diakhiri

BAB I PENDAHULUAN. data BKKBN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang

perubahan-perubahan fisik itu (Sarwono, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia berkualitas untuk mewujudkan bangsa yang berkualitas

SKRIPSI Diajukan UntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Oleh : ROBBI ARSYADANI J

BAB I PENDAHULUAN. antara masa kanak-kanak dan dewasa. Menurut WHO (World Health

BAB I PENDAHULUAN. serta proses-prosesnya, termasuk dalam hal ini adalah hak pria dan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, makin banyak pula ditemukan penyakit-penyakit baru sehingga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Remaja adalah mereka yang berada pada tahap transisi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Disusun oleh : PUJI YATMI J

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan kelompok remaja tidak dapat diabaikan begitu saja. World Health

BAB I PENDAHULUAN. generasi berikutnya (Jameela, 2010). fase ini individu mengalami perubahan dari anak-anak menuju dewasa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. beralamat di Jalan Kapten Pierre Tendean No. 19, Wirobrajan, Kota

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berdiri di Gorontalo. Terletak persis di tengah-tengah Kota Gorontalo atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seks selalu menarik untuk dibicarakan, tapi selalu menimbulkan kontradiksi

BAB I PENDAHULUAN. bonus demografi, dimana penduduk usia produktif yaitu penduduk dengan usia 15

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah remaja usia tahun di Indonesia menurut data SUPAS 2005 yang

BAB I PENDAHULUAN. memasuki masa dewasa. Perkembangan fisik pada remaja biasanya ditandai

BAB 1 : PENDAHULUAN. sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur tahun

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas manusia, hal ini. tidak lepas dari dua komponen yaitu siswa dan guru.

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

I. PENDAHULUAN Path-UNFPA journal. Volume Sarwono SW Psikologi Remaja. Jakarta: CV. Rajawali. 3

I. PENDAHULUAN. sehari-hari. Namun dengan kondisi kehidupan yang berubah dengan sangat

BAB I PENDAHULUAN. ke masa dewasa, yang disertai dengan berbagai perubahan baik secara fisik, psikis

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang dalam bahasa Inggris adolesence, berasal dari bahasa latin

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Pada

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB 1 PENDAHULUAN. dipungkiri kenyataan bahwa remaja sekarang sudah berperilaku seksual secara bebas.

HUBUNGA SEKSUAL SKRIPSII. Diajukan Oleh: F HUBUNGA

BAB 1 PENDAHULUAN. masa dewasa dan relatif belum mancapai tahap kematangan mental sosial

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bahan ajar merupakan salah satu sumber belajar, yakni segala sesuatu yang memudahkan peserta didik memperoleh sejumlah informasi pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan dalam proses belajar mengajar. Dalam kurikulum Biologi kelas XI SMA/MA terdapat materi sistem reproduksi. Materi ini merupakan materi yang paling diminati oleh siswa pada umumnya dengan hasil penelitian pendahuluan di MAN I Medan kelas XI IPA, 75% siswa menjawab Sistem Reproduksi adalah materi pelajaran yang disukai dengan berbagai macam alasan diantaranya: (1) Karena reproduksi penting untuk kelangsungan makhluk hidup; (2) Dapat diterapkan dalam kehidupan sehari; (3) Hal yang penting diketahui dari sekarang untuk masa depan; dan (4) Karena tertarik dalam belajar reproduksi. Sebenarnya hal yang membuat siswa lebih tertarik dengan sistem reproduksi yaitu remaja berada dalam potensi seksual yang aktif karena berkaitan dengan dorongan seksual yang dipengaruhi hormon dan sering tidak memiliki informasi yang cukup mengenai aktivitas seksual mereka sendiri. Akibat informasi yang tidak cukup ini siswa sering mencari sumber informasi alternatif yang berdampak buruk terhadap pemahaman reproduksi dan seksualitas. Sebenarnya informasi tersebut dapat diperoleh siswa melalui materi sistem reproduksi. Materi ini dapat dijadikan sebagai pemecahan masalah yang sering muncul di masyarakat dan erat hubungan dengan perkembangan siswa dalam pembelajaran yaitu permasalahan reproduksi. Siswa dalam hal ini remaja berada dalam tahap psikologi 1

2 perkembangan yang rentan dengan berbagai macam perubahan, baik secara fisik, psikis, atau biologis. Perkembangan seksualitas menjadi lebih menarik dipersoalkan karena dewasa ini rangsangan seksual melalui media visual (televisi, bioskop, vcd, dan internet) dan media cetak (majalah, buku-buku stensilan, novel, roman, dan surat kabar) sangatlah terbuka dengan lebar dan mengglobal, sehingga membuat was-was banyak pihak karena ketidaktahuan remaja dalam memahami masalah reproduksi dan mereka lebih suka membahasnya dengan teman-teman sebaya (peer group) yang tidak tahu secara benar apa sebetulnya seks itu (Widjanarko, 1999:4). Sebanyak 80% dari 400-500 pasien yang berkunjung ke klinik PKBI Medan per bulannya tidak mengetahui sama sekali tentang pengetahuan kesehatan dan reproduksi. Pengetahuan remaja putri tentang kesehatan seksual dan reproduksi masih sangat rendah akibat minimnya pengetahuan maupun informasi yang diperoleh. Dari jumlah remaja yang datang ke klinik PKBI setelah diperiksa ada yang terkena Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV-AIDS. Hal itu dikarenakan ketidaktahuan remaja mengenai pengetahuan kesehatan reproduksi pada remaja (Trisiswati, 2011:1). Menurut Aditya (2004:8) pendidikan reproduksi perlu diberikan sejak dini agar secara dini pula dapat dikenalkan dasar-dasar reproduksi mulai dari pengenalan organ-organ reproduksi serta bagaimana menjaganya, bagaimana dampak dari hubungan seks yang tidak aman sampai bagaimana cara penularan HIV/AIDS, dan pencegahannya (Iin, 2009:57). Dari survey awal yang dilakukan terhadap 20 responden ternyata 50% siswa memperoleh informasi reproduksi melalui internet, 25% teman, 20% bahan ajar,

3 4% dari orang tua/guru, dan 1% dari majalah. Hal tersebut tidak menutup kemungkinan informasi yang mereka terima masih simpang siur. Untuk menghindari miskomunikasi informasi diperlukan cara yang lebih efektif agar informasi yang diterima benar. Informasi dari orangtua pun ternyata kurang membantu karena hanya 4% remaja yang merasa nyaman bicara masalah seks dengan orangtua. Dengan demikian, agar pemahaman remaja tentang reproduksi yang sehat itu benar, maka peran pendidikan sangatlah penting dan strategis. Pendidikan reproduksi di sekolah dapat diintegrasikan dalam pelajaran biologi pada materi sistem reproduksi, meliputi tentang anatomi dan fungsi alat reproduksi, cara perawatan dan pencegahan terhadap infeksi sistem reproduksi. Selain itu mereka juga perlu tahu soal seluk beluk seksualitas termasuk kaitankaitannya terhadap dorongan, pelecehan seksual, tindakan asertif, pengelolaan dan pemanfaatan, dampak kemajuan teknologi, serta terhadap pengembangan diri. Informasi yang didapatkan siswa harus dapat dipertanggung jawabkan dan tidak menjerumuskan. Informasi ini dimaksudkan agar remaja tidak salah menilai dan tidak berperilaku asusila hingga merugikan diri sendiri dan orang lain. Selain itu, materi ini juga merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan, sikap, dan perilaku positif remaja tentang kesehatan dan hak-hak reproduksi, serta meningkatkan kualitas sistem reproduksinya. Dengan mengetahui informasi yang benar dan segala kaitan dan akibatnya, diharapkan para siswa remaja dapat lebih bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan sekitarnya. Akan tetapi bahan ajar biologi yang ada selama ini dinilai kurang dapat menjabarkan apa yang diperlukan dan terutama darurat dibutuhkan oleh siswa

4 remaja Indonesia dalam menjawab tantangan era global arus informasi seperti sekarang ini. Materi yang terkadung dalam buku sekolah dinilai kurang sesuai dan mendalam untuk menyelamatkan generasi Indonesia dari fakta seks remaja yang sangat mengerikan di Indonesia saat ini. Aspek sosial dari masalah seksual juga sangat jarang dibahas dalam textbook yang digunakan di sekolah, baik di SMP maupun di SMA (Utomo, 2009:3). Oleh karena itu diperlukan materi khusus mengenai seluk beluk seksualitas yang terintegrasi dalam mata pelajaran biologi pada siswa usia remaja (SMA) sekaligus merupakan revolusi terhadap bahan ajar kelas yang sangat darurat jika kita perhatikan fakta-fakta berikut. Pertama; Beberapa bahan ajar yang terbit sudah menyesuaikan dengan perkembangan terkini IPTEK. Namun tidak bisa dipungkiri cukup banyak bahan ajar pelajaran yang beredar masih mengandung kesalahan mendasar (Direktorat Pendidikan Madrasah Departemen Agama, 2007). Kedua; dari aspek penyajian, kondisinya pun tidak kalah memprihatinkan. Bahan yang banyak beredar sejauh ini terlalu materialistik, kering, dan tidak menggugah kesadaran afektif (emosional) siswa. Meskipun berorientasi kognitif yang amat kental, namun secara intelektual tidak mampu menggerakkan daya kritis dan rasa ingin tahu pembacanya (guru dan siswa). Ketiga; Supriadi (2000:26), menemukan bahan buku pelajaran (textbook) merupakan satu-satunya bahan ajar rujukan yang dibaca oleh siswa, bahkan juga oleh sebagian besar guru. Ini artinya, sebagian besar siswa dan guru menelan mentah-mentah setiap informasi yang terdapat di dalam bahan ajar pelajaran tersebut tanpa menyikapi (mengkritisi) informasi dibalik yang disajikan (Adisendjaja, 2010:4). Keempat; Dari segi bahasa dan ilustrasi, kelemahan menonjol buku-buku teks adalah penggunaan bahasa dan

5 ilustrasi yang tidak komunikatif sehingga tidak berhasil menyampaikan pesan inti buku. Dari aspek strategi kemudahan untuk membaca, dalam beberapa studi disebutkan, ketersediaan indeks dalam buku teks akan menaikkan tingkat analitis dan daya kritis anak terhadap setiap persoalan. Dengan indeks seorang anak akan belajar bagaimana melihat kebutuhan pokok bahasan yang sesuai dengan minat dan keinginannya tanpa perlu waktu lama dalam memperolehnya (Jamaludin, 2009:12). Menurut Paidi (2009:2) perangkat pembelajaran PBL berperan dalam meningkatkan kemampuan kognitif untuk jenjang C3, C4, dan C5. PBL yang dikembangkan pada kelompok A2 kelas PBL+SM dan A1 kelas PBL lebih efektif dalam meningkatkan penguasaan metakognitif siswa untuk aspek declarative knowledge, conditional knowledge, information management strategies, dan debugging strategies. Oleh karena itu, perlu untuk mengembangkan bahan ajar berbasis masalah pada materi sistem reproduksi sebagai bahan ajar tambahan. Penggunaan pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa terkait masalah sistem reproduksi dengan cara mengajak siswa untuk menyadari dan memahami realita seksual yang dihadapi setiap saat melalui bahan ajar terintegrasi tersebut. Melalui pengembangan bahan ajar biologi yang berbasis masalah hendaknya dapat memberi masukan pada pendidikan sekarang ini yang diarahkan untuk membekali peserta didik dengan kecakapan hidup (life skills) yang secara integratif memadukan potensi generik dan spesifik siswa guna memecahkan dan mengatasi problema kehidupan (Anonim, 2001:23). Pengembangan bahan ajar berbasis masalah seksual ini bertujuan untuk membantu siswa menjadi pelajar

6 yang mandiri dengan membangun pemahamannya sendiri mengenai permasalahan tersebut sehingga harapannya siswa dapat memahami makna dari bahan pelajaran melalui proses belajar sehingga materi tersebut tersimpan kuat mengakar dalam ingatan siswa dan dapat meningkatkan kualitas pemahaman siswa mengenai seluk-beluk seksualitas serta memberikan manfaat dalam masalah yang dihadapi sehari-hari. Hasil yang diharapkan dari penelitian pengembangan ini adalah untuk melihat tingkat efektivitas bahan ajar materi sistem repoduksi dan pemecahan masalah sistem reproduksi bagi remaja, serta melihat daya tarik siswa terhadap produk bahan ajar berbasis masalah seksual ini. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya timbul beberapa permasalahan yang memerlukan alternatif solusi antara lain: (1) Sedikitnya informasi reproduksi yang sifatnya mendidik; (2) Siswa cenderung mencari sumber informasi sendiri yang belum tentu bersifat ilmiah; (3) Sumber informasi yang simpang siur diperoleh siswa tidak berdampak positif seperti meningkatkan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja sehingga mereka terhindar dari perilaku yang tidak sehat; (4) Minimnya pengetahuan maupun informasi remaja putri tentang kesehatan seksual dan reproduksi; (5) Pentingnya informasi yang tepat mengenai pembelajaran reproduksi yang telah disesuaikan untuk kepentingan siswa baik di lingkungan sekolah dan masyarakat; (6) Bahan ajar biologi yang ada selama ini tidak semua menjabarkan apa yang seharusnya dijabarkan dalam buku yang digunakan di sekolah; (7) Materi bahan ajar yang terkandung dalam buku sekolah tidak sesuai atau kurang mendalam; (8) Aspek sosial dari kesehatan reproduksi, hal ini sangat jarang dibahas di dalam buku-buku

7 textbook yang digunakan di sekolah, baik di SMP maupun di SMA; (9) Bahan yang banyak beredar sejauh ini terlalu materialistik, kering, dan tidak menggugah kesadaran afektif (emosional) siswa; (10) Secara intelektual bahan ajar yang ada tidak mampu menggerakkan daya kritis dan rasa ingin tahu pembacanya (guru dan siswa); (11) Sebagian besar siswa dan guru menelan mentah-mentah setiap informasi yang terdapat di dalam bahan ajar pelajaran tersebut, tanpa mengkritisi kebenaran informasi tersebut, dan (12) Perlunya pengembangan bahan ajar yang membuat penyajian masalah seputar sistem reproduksi yang otentik terutama yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. 1.3. Batasan Masalah Agar penelitian memberikan arah yang tepat, masalah perlu dibatasi sebagai berikut: 1. Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 19 Medan dan MAN 1 Medan yang melibatkan masalah pengembangan produk bahan ajar biologi. 2. Penelitian dibatasi pada pengembangan produk bahan ajar biologi pada materi sistem reproduksi berbasis masalah. 3. Penelitian difokuskan kepada siswa kelas XI IPA SMA/MA yang sedang mempelajari sistem reproduksi. 4. Uji coba buku biologi materi sistem reproduksi dilakukan secara uji ahli dan uji lapangan terbatas. 1.4. Rumusan Masalah Untuk dapat memberikan arahan yang dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian, dibuat perumusan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah efektivitas

8 bahan ajar biologi berbasis masalah pada materi sistem reproduksi manusia sebagai bahan bacaan bagi siswa kelas XI IPA SMA/MA? 1.5. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas produk bahan ajar biologi berbasis masalah pada sistem reproduksi manusia sebagai bahan bacaan bagi siswa kelas XI IPA SMA/MA. 1.6. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini: 1. Manfaat teoritis: Penelitian ini diharapkan dapat membantu kita lebih memahami tentang pengembangan bahan ajar berupa sumber buku dan lingkungan sekitar yang berbasis masalah seksual. 2. Manfaat praktis Dapat digunakan sebagai bahan ajar tambahan dalam materi sistem reproduksi oleh siswa untuk memecahkan masalah-masalah reproduksi baik dalam belajar dikelas maupun di luar kelas. 1.7. Definisi Oprasional Dalam pengembangan ini mengambil judul Pengembangan Bahan Ajar Biologi Berbasis Masalah pada Materi Sistem Reproduksi Kelas XI IPA SMA/MA definisi yang perlu diberikan penjelasan sehubungan dengan penelitian tersebut. Bahan ajar biologi berbasis masalah yaitu bahan ajar biologi yang dikembangkan dengan penyajian masalah-masalah seputar sistem reproduksi yang dikemas sebagai buku bacaan tambahan bagi siswa.