I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

dokumen-dokumen yang mirip
III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015 di Repong Damar Pekon

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Burung merupakan salah satu jenis satwa liar yang banyak dimanfaatkan oleh

I. PENDAHULUAN. Amfibi merupakan salah satu komponen penyusun ekosistem yang memiliki

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. Herpetofauna adalah kelompok hewan dari kelas reptil dan amfibi (Das,

II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Bio Ekologi Herpetofauna 2.1. Taksonomi Taksonomi Reptil Taksonomi Amfibi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...

DAFTAR PUSTAKA. Alikodra, H.S Pengelolaan Satwaliar. Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan salah satu di antara lima kelas hewan bertulang belakang,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

1. PENDAHULUAN. Indonesia (Sujatnika, Jepson, Soeharto, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). terluas di Asia (Howe, Claridge, Hughes, dan Zuwendra, 1991).

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pantai yang mempunyai arti strategis karena merupakan wilayah terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya

I. PENDAHULUAN. dijadikan sebagai salah satu habitat alami bagi satwa liar. Habitat alami di

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai makluk hidup mulai dari bakteri, cendawan, lumut dan berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS)

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Tengah tepatnya di kabupaten Karanganyar. Secara geografis terletak

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat

SMP NEGERI 3 MENGGALA

JURNAL HUTAN LESTARI (2015) Vol. 3 (1) : 30 34

3. METODOLOGI PENELITIAN. Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah.

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

I. PENDAHULUAN. menguntungkan antara tumbuhan dan hewan herbivora umumnya terjadi di hutan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

BAB I PENDAHULUAN. hidup saling ketergantungan. Tumbuh-tumbuhan dan hewan diciptakan oleh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Youth Camp Tahura WAR pada bulan Maret sampai

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Herlin Nur Fitri, 2015

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

METODE CEPAT PENENTUAN KERAGAMAN, KEPADATAN DAN KELIMPAHAN JENIS KODOK

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

JENIS-JENIS KADAL (LACERTILIA) DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS ANDALAS LIMAU MANIH PADANG SKRIPSI SARJANA BIOLOGI OLEH HERLINA B.P.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk

IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan kehidupan dan peradaban manusia, hutan semakin

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistemnya. Pasal 21 Ayat (2). Republik Indonesia. 1

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEANEKARAGAMAN ORDO ANURA DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU. A. Nola 1, Titrawani 2, Yusfiati 2

KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

2015 STRUKTUR VEGETASI DAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PANTAI DI HUTAN PANTAI LEUWEUNG SANCANG, KECAMATAN CIBALONG, KABUPATEN GARUT

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman hayati yang terkandung di hutan Indonesia meliputi 12% spesies mamalia dunia, 7,3% spesies reptil dan amfibi, serta 17% spesies burung dari seluruh dunia. Tingginya keanekaragaman hayati tersebut sangat dipengaruhi oleh posisi Indonesia yang berada di wilayah tropis serta terletak di antara dua wilayah biogeografi yaitu Indo Malaya dan Australian. Keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna yang dimiliki merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia. Lebih dari 6.000 jenis tumbuhan dan satwa yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia baik yang berasal dari alam maupun hasil budidaya (Bappenas, 1993). Jumlah dan persebaran spesies satwa liar dapat menjadi ukuran kealamian hidupan liar. Satwaliar menjadi refleksi kondisi ekologi dan perubahan-perubahan yang terjadi sepanjang waktu (Wiratno, Sasmitawidjaya, Kushardanto dan Lubis 2004). Spesies kelompok herpetofauna (reptil dan amfibi) telah digunakan sebagai indikator suatu ekosistem dari waktu ke waktu, dikarenakan kelompok satwa ini menempati posisi penting dalam ekosistem, baik sebagai pemangsa maupun mangsa.

2 Repong Damar adalah salah satu contoh keberhasilan masyarakat dalam mengelola hutan secara berkelanjutan melalui kearifan lokal yang terus terjaga hingga saat ini. Repong Damar merupakan istilah yang digunakan oleh masyarakat lokal dalam menyebut kebun damar. Repong Damar tidak hanya terdiri dari jenis damar saja melainkan terdapat jenis tumbuhan lain seperti durian, duku, manggis, jenis kayu-kayuan, semak belukar dan tanaman obat (Winarti, 2013). Salah satu contoh Repong Damar yaitu terdapat di Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat, Propinsi Lampung. Secara geografis letak Pekon Pahmungan berada di tepi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), sehingga memiliki peran penting sebagai penyangga kawasan pelestarian alam tersebut. Keanekaragaman jenis satwa di Repong Damar terdiri dari jenis aves 16 jenis (Firdaus, Setiawan dan Rustiati, 2014), mamalia, primata, reptil dan amphibi. Setiap jenis mempunyai peluang yang sama dalam setiap perjumpaannya. Selain mengetahui kebiasaan hidupnya, penting juga memprediksikan jenis yang dijumpai berdasarkan makro habitatnya yaitu akuatik, teresterial, fossorial atau arboreal (Mistar, 2003; Amri, Nurdjali dan Siahaan, 2015). Reptil merupakan salah satu fauna yang terdapat di wilayah Indonesia, menempati peringkat ketiga sebagai negara yang memiliki kekayaan jenis reptil paling tinggi di dunia, lebih dari 600 jenis reptil terdapat di Indonesia (Bappenas, 1993), pulau Sumatera memiliki 300 jenis reptil dan amfibi dan 23% diantaranya merupakan jenis endemik (Conservation International, 2001). Menurut Jasin (1984), nama reptil diambil dari cara hewan berjalan (latin: reptum = melata atau merayap) dan studi tentang reptil disebut Herpetology

3 (Yunani: creptes = reptil). Reptil merupakan sekelompok vertebrata yang menyesuaikan diri di tanah yang kering. Penandukan atau cornificatio kulit dan squama atau carpace untuk menjaga banyak hilangnya cairan dari tubuh pada tempat yang kasar. Penyebaran reptil di dunia dipengaruhi jumlah cahaya matahari pada daerah tersebut. Jenis reptil yang terdapat di Indonesia berasal dari Ordo Testudinata, Squamata (kadal dan ular), dan Crocodylia. Phyton misalnya terdapat di daerah-daerah tropis, hanya terdapat di rawa-rawa, sungai atau sepanjang pantai. Penyu terbesar terdapat di laut dan kura-kura darat raksasa terdapat di kepulauan. Kadal dan ular umumnya terrestrial, tetapi ada yang menempati karang-karang atau pohon (Halliday dan Adler, 2000). Perubahan kondisi habitat seperti konversi lahan akan berpengaruh terhadap keanekaragaman satwaliar yang terdapat di dalamnya. Selama ini penelitian reptil telah dilakukan di berbagai lokasi di Indonesia, namun penelitian mengenai keanekaragaman jenis reptil di wilayah Sumatera khususnya Lampung belum banyak dilakukan. Menurut Das (1997), kelengkapan informasi merupakan faktor esensial dalam menyusun rencana konservasi dan strategi pengelolaan sumber daya alam hayati. Perlu dilakukan penelitian mengenai keanekaragaman jenis reptil di Repong Damar, Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah Krui, Kabupaten Pesisir Barat yang dapat dijadikan sebagai sumber informasi.

4 B. Rumusan Masalah Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana keanekaragaman jenis reptil di Repong Damar, Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah Krui, Kabupaten Pesisir Barat. C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi keanekaragaman jenis reptil di Repong Damar Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Krui Kabupaten Pesisir Barat (Plot Permanen Universitas Lampung). D. Manfaat Penelitian Manfaat Penelitian ini adalah: 1. Memberikan informasi mengenai keanekaragaman jenis reptil sebagai bahan pertimbangan dalam ekologi reptil. 2. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar ilmiah bagi pelestarian dan perlindungan reptil untuk dinas instansi terkait dan untuk dasar penelitian lanjutan. E. Kerangka Pemikiran Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Krui Kabupaten Pesisir Barat dengan luas hamparan hijau yang dominan berupa repong damar itu ditaksir telah melampaui 10.000 ha. Pengelolaan Repong Damar di kawasan penyangga Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) adalah salah satu contoh pengelolaan lahan hutan yang perlu mendapat perhatian. Hal ini karena,

5 Repong Damar merupakan salah satu contoh keberhasilan agroforestri yang dikelola oleh masyarakat lokal yang pada umumnya masih sangat tradisonal. Data mengenai keanekaragaman reptil di kawasan hutan rakyat Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Krui Kabupaten Pesisir Barat belum ada, sehingga perlu dilakukan penelitian dasar untuk mengetahui keanekaragaman reptil di dalam ekosistem tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Visual Encounter Survey (VES) atau Survei Perjumpaan Visual (Heyer, Donnelly, McDiarmid, Hayek dan Foster, 1994). Metode ini dikombinasikan dengan metode Line Transek (transek sampling) (Kusrini, Endarwin, Ul-Hasanah dan Yazid, 2007). Pelaksanaan pengamatan dilakukan sepanjang jalur transek yaitu satu km yang dibagi ke dalam 10 titik sampling (100 meter/titik) yang sudah ditentukan, yaitu plot permanen Universitas Lampung. Penelitian dilakukan dengan mencari reptil yang di atas vegetasi dan juga yang bersembunyi di balik kayu rebah, batu atau serasah, untuk periode waktu tertentu, dan untuk mencari satwa yang disurvei. Metode Visual Encounter Survey (VES) dilakukan pada titik sampling yang telah ditentukan untuk pengamatan, kemudian mencatat perjumpaan dengan reptil, parameter yang diukur yaitu jenis, jumlah, waktu, dan aktivitas reptil (Agoes, 2013). Pengamatan dilakukan selama + 66 menit, 60 menit untuk pengamatan di setiap titik dan enam menit waktu untuk berjalan ke titik pengamatan selanjutnya. Setiap jenis reptil yang dijumpai dicatat dengan segala bentuk aktivitasnya. Pengamatan dilakukan pagi hari pukul 06.00-17.00 WIB.

6 Diagram alir kerangka pemikiran keanekaragaman jenis reptil di Repong Damar Pekon Pahmungan Kabupaten Pesisir Barat disajikan pada (Gambar 1). Desa Pahmungan Repong Damar Satwa Liar Reptil Perlu Penelitian Metode Visual Encounter Survey dan line transect Rapid assessment Studi Pustaka Jumlah dan Jenis Spesies (Selama Pengamatan) -Indeks Keanekaragaman -Indeks Kesamarataan -Indeks Kesamaan Antar Habitat Komposisi Penyusun Vegetasi Keanekaragaman Reptil Identifikasi Jenis Reptil Gambar 1. Diagram alir kerangka pemikiran keanekaragaman jenis reptil di Repong Damar Pekon Pahmungan Kabupaten Pesisir Barat Juni 2015.