38/07/Th. XX, 17 JULI 2017 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2017 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi Tenggara pada bulan Maret 2017 adalah 331,71 ribu orang (12,81 persen), dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan September 2016 yang berjumlah 327,29 ribu orang (12,77 persen), berarti jumlah penduduk miskin naik 4,42 ribu orang. Selama periode September 2016 Maret 2017, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 5,15 ribu orang, sementara di daerah perkotaan bertambah 9,57 ribu orang. Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan terjadi sedikit perubahan. Pada bulan Maret 2017, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan 7,56 persen, naik 0,69 poin dibandingkan September 2016 (6,87 persen). Sementara di daerah perdesaan pada Maret 2017 persentase penduduk miskin sebesar 15,29 persen menurun 0,02 poin dibandingkan September 2016 (15,31 persen). Selama September 2016 Maret 2017, Garis Kemiskinan naik sebesar 1,22 persen, yaitu dari Rp 282.161,- per kapita per bulan pada September 2016 menjadi Rp.285.609,- per kapita per bulan pada Maret 2017. Pada periode September 2016 Maret 2017, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan penurunan. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin mengecil. 1
1. Perkembangan Penduduk Miskin di Sulawesi Tenggara, 2015-2017 Pada periode Maret 2015 Maret 2017 jumlah penduduk miskin mengalami kenaikan sebesar 9,83 ribu orang, yaitu dari 321,88 ribu orang pada Maret 2015 menjadi 331,71 ribu orang pada Maret 2017. Persentase penduduk miskin turun dari 12,90 persen menjadi 12,81 persen pada periode yang sama. Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Sulawesi Tenggara Menurut Daerah, 2015-2017 Tahun Jumlah Penduduk Miskin (000) Persentase Penduduk Miskin Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa Maret 2015 52,06 269,82 321,88 7,24 15,19 12,90 September 2015 56,77 288,25 345,02 7,84 16,12 13,74 Maret 2016 51,01 275,86 326,87 6,74 15,49 12,88 September 2016 53,18 274,11 327,29 6,87 15,31 12,77 Maret 2017 62,75 268,96 331,71 7,56 15,29 12,81 2. Perkembangan Penduduk Miskin September 2016 Maret 2017 Jumlah penduduk miskin di Sulawesi Tenggara pada bulan Maret 2017 adalah 331,71 ribu orang (12,81 persen), dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2016 yang berjumlah 327,29 ribu orang (12,77 persen), berarti terjadi kenaikan sebanyak 4,42 ribu orang. Selama periode September 2016 Maret 2017, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 5,15 ribu orang, sementara di daerah perkotaan bertambah 9,57 ribu orang (Tabel 1). Menarik untuk dicermati, pada periode September 2016 Maret 2017 proporsi penduduk miskin terhadap total total penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan terjadi pergeseran atau pengurangan proporsi penduduk miskin di perdesaan. Pada bulan September 2016, sebagian besar penduduk miskin berada di daerah perdesaan yakni 274,11 ribu orang atau sebanyak 83,75 persen dari total penduduk miskin di Sulawesi Tenggara, dan pada bulan Maret 2017 penduduk miskin yang berada di daerah perdesaan berjumlah 268,96 ribu orang atau menurun secara proporsi menjadi 81,08 persen dari total penduduk miskin. 2
Tabel 2. Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, September 2016 - Maret 2017 Daerah/Tahun Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Makanan Bukan Makanan Total Jumlah penduduk miskin (000) Persentase penduduk miskin Perkotaan September 2016 209.281 85.004 294.286 53,18 6,87 Maret 2017 211.530 86.299 297.829 62,75 7,56 Perdesaan September 2016 215.718 61.261 276.978 274,11 15,31 Maret 2017 217.357 62.382 279.739 268,96 15,29 Kota+Desa September 2016 213.918 68.243 282.161 327,29 12,77 Maret 2017 215.620 69.990 285.609 331,71 12,81 3. Perubahan Garis Kemiskinan September 2016 Maret 2017 Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan. Selama September 2016 - Maret 2017, Garis Kemiskinan naik sebesar 1,22 persen, yaitu dari Rp. 282.161,- per kapita per bulan pada September 2016 menjadi Rp. 285.609,- per kapita per bulan pada Maret 2017. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada bulan September 2016, sumbangan GKM terhadap GK sebesar 75,81 persen (Rp. 213.918,-) dari total GK (Rp.282.161,-) tetapi pada bulan Maret 2017 peranannya turun menjadi 75,50 persen (Rp.215.620,-) dari total GK (Rp. 285.609,-) 3
4. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Pada periode September 2016 Maret 2017 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan menurun. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 1,98 pada keadaan September 2016 menjadi 1,86 pada keadaaan Maret 2017. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan turun dari 0,46 menjadi 0,44 pada periode yang sama (Tabel 3). Penurunan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin mengecil. Pada bulan Maret 2017, Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah perdesaan lebih tinggi dari pada perkotaan. Pada periode tersebut, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk perkotaan hanya 0,95 sementara di daerah perdesaan mencapai 2,30. Nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) untuk perkotaan hanya 0,24 sementara di daerah perdesaan mencapai 0,54. Dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perdesaan masih lebih parah dari pada daerah perkotaan. Tabel 3 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Sulawesi Tenggara Menurut Daerah, September 2016 Maret 2017 Tahun Kota Desa Kota + Desa Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) September 2016 1,14 2,35 1,98 Maret 2017 0,95 2,30 1,86 Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) September 2016 0,29 0,53 0,46 Maret 2017 0,24 0,54 0,44 4
5. Penjelasan Teknis dan Sumber Data a. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk. b. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan c. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkal per kapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buahbuahan, minyak dan lemak, dll). d. Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan. e. Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Indekx P1), merupakan ukuran ratarata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. f. Indeks Keparahan kemiskinan ( Poverty Severity Index P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semkain tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. g. Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan Maret 2016 adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) Semester I Modul Konsumsi bulan Maret 2017. Jumlah sampel Sulawesi Tenggara adalah 6.160 RT yang tersebar di seluruh Kabupaten/Kota. 5