BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perasaan cemas dan tidak nyaman ini dapat dirasakan baik oleh kelompok mayoritas

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan dan kepercayaannya. Hal tersebut ditegaskan dalam UUD 1945

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V. Penutup. Dari kajian wacana mengenai Partai Komunis Indonesia dalam Surat Kabar

BAB 5 RINGKASAN. Jakarta sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki beragam etnis

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh penyelesaian yang lebih baik. Walaupun demikian, masih banyak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Permasalahan yang dialami para siswa di sekolah sering kali tidak dapat

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK [LN 2002/109 TLN 4235]

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dan tersebar di berbagai pulau. Setiap pulau memiliki ciri khas dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam suatu kelompok kerja (Dale, dalam Widyatmini dan Izzati, 1995). Selain

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan meningkatnya ketergantungan ekonomi,

BAB I PENGANTAR. segala bentuk dan prakteknya telah berupaya dikembangkan, namun. cacat dan kekurangan dari sistem tersebut semakin terlihat nyata.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu diantara sedikit negara di dunia yang

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel

PENDAHULUAN. (Susetyo, 2010, h. 29), jumlah populasi orang Jawa kira-kira 47. mendominasi di Indonesia berdasarkan jumlah populasinya.

BAB I PENDAHULUAN. adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan. untuk menyederhanakan hal-hal yang kompleks dan membantu dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

PERBEDAAN PERILAKU ASERTIF ANTARA ETNIS JAWA DENGAN ETNIS DAYAK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

I. PENDAHULUAN. kelompok-kelompok perorangan dengan jumlah kecil yang tidak dominan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

MENCEGAH DISKRIMINASI DALAM PERATURAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang kita dapatkan. Banyak orang berilmu membagi wawasan

PRASANGKA DAN DISKRIMINASI

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan. Keanekaragaman ini merupakan warisan kekayaan bangsa yang tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk individual dan makhluk sosial. Sejak manusia

MODUL PERKULIAHAN. Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dan batasan yang akan digunakan dalam melakukan penelitian ini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

PRASANGKA DAN DISKRIMINASI

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

STRUKTUR SIKAP Komponen Kognitif Komponen Afektif Komponen Konatif

BAB I PENDAHULUAN. sebagai bekal untuk hidup secara mandiri. Masa dewasa awal atau early health

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kepribadian atau sifat polos dan ada yang berbelit-belit, ada

2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta

BAB I PENDAHULUAN. sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. relawan yang nantinya akan diterjunkan ketika Indonesia memasuki masa tanggap

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

BAB I PENDAHULUAN. dicintai, dapat lebih memaknai kehidupannya dan memiliki perasaan. yang mengalami penderitaan dalam hidupnya.

Meski sudah padam, tapi tidak ada jaminan tidak akan meletus lagi kan?

BAB I PENDAHULUAN. penggemarnya amat luas. Jika kita bicara di era globalisasi sepak bola,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Written by Imam S. Arizal Sunday, 06 February :39 - Last Updated Sunday, 06 February :49

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

bagaimana seseorang melihat atau memahami dirinya (sense of self) serta

Persiapan untuk Wawancara Disiplin Mulailah untuk mempersiapkan diri dengan memperbarui bagaimana Anda tahu karyawan tersebut telah melakukan suatu

JAWA TIMUR MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajemukan yang ada di Indonesia merupakan suatu kekayaan bangsa.

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PRASANGKA ETNIS PADA ETNIS DAYAK PASCA KONFLIK DAYAK-MADURA DI SAMPIT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. normal dan sehat, bekerja me nyajikan kehidupan sosial yang mengasyikkan dan

I. PENGANTAR. A. Latar Belakang. Ansietas atau kecemasan adalah keadaan mood yang berorientasi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kegiatan belajar dengan aman dan nyaman. Hal tersebut dapat terjadi, karena adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu yang berkeluarga mendambakan kehidupan yang harmonis

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional di Indonesia berkembang seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pikiran negative yang dapat memicu lahir konflik(meteray, 2012:1).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, pembahasan mengenai anak merupakan suatu kajian yang

Trauma Kolektif Tionghoa dan Kebencian Etnis

Tanggapan Generasi Muda Etnis Tionghoa terhadap Implementasi Strategi Kampanye Calon Legislatif dari Etnis Tionghoa dalam Pemilu 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menarche merupakan menstruasi pertama yang biasa terjadi pada seorang

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan masyarakat semakin

BAB I PENDAHULUAN. Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-nya. Dan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

BAB I PENDAHULUAN. problematika individu di lingkungan keluarga, tidak terkecuali dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini bahasa memegang peranan penting, karena dengan bahasa

PANDUAN MENGATASI HAMBATAN DALAM POPULASI PASIEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia Pengertian kecemasan Menghadapi Kematian

HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN EKSTROVERT DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intergroup anxiety adalah perasaan cemas dan tidak nyaman yang mungkin dirasakan seseorang ketika berinteraksi dengan kelompok outgroupnya (Stephan, 2014). Perasaan cemas dan tidak nyaman ini dapat dirasakan baik oleh kelompok mayoritas maupun minoritas (Islam & Hewstone, 1993). Seseorang yang memiliki intergroup anxiety tinggi dapat merasa gelisah, distres dan tidak tenang saat melakukan interaksi antarkelompok. Mereka juga memiliki kecemasan akan konsekuensi negatif yang mungkin diterima saat melakukan interaksi antarkelompok seperti dipermalukan, didiskriminasi, dilukai atau menerima penolakan dari outgroup. Secara fisiologis, intergroup anxiety juga dapat meningkatkan level kortisol dan tekanan darah sistolik seseorang ketika mengantisipasi interaksi antarkelompok dengan outgroupnya (Stephan, 2014). Dalam sebuah meta-analisis yang mereview 95 sampel penelitian tentang ancaman antarkelompok (intergroup threat) dan sikap terhadap outgroup (outgroup attitudes), intergroup anxiety juga dinyatakan sebagai prediktor outgroup attitudes yang kuat dan konsisten (Riek, Mania & Gaertner, 2006). Hal ini memiliki arti bahwa seseorang dengan intergroup anxiety yang tinggi cenderung menunjukkan outgroup attitude negatif seperti prasangka atau stereotip yang lebih tinggi terhadap outgroupnya. Sebaliknya, seseorang dengan intergroup anxiety yang rendah juga cenderung menunjukkan tingkat prasangka dan stereotip yang lebih rendah terhadap outgroupnya. Selain itu, beberapa penelitian telah membuktikan peran intergroup anxiety sebagai mediator yang menjembatani banyak stimulus dan respon dalam hubungan antarkelompok. Salah satunya adalah penelitian oleh Paolini, Hewstone, Cairns dan Voci yang melibatkan lebih dari 1000 responden di Irlandia Utara pada tahun 2004. Paolini dkk menemukan bahwa melalui mekanisme penurunan intergroup anxiety, persahabatan 1

2 antarkelompok terbukti dapat mengurangi prasangka antarkelompok. Penelitian ini dilakukan dalam konteks hubungan antarkelompok Protestan dan Katolik di Irlandia yang memiliki sejarah konflik yang panjang. Di negara yang sangat multikultural seperti Indonesia, harmoni hubungan antarkelompok di dalam masyarakat merupakan elemen yang penting bagi persatuan dan stabilitas bangsa. Pentingnya elemen ini terlihat dalam sejarah bangsa Indonesia di mana ada pihak-pihak yang pernah berhasil mengadu domba bangsa ini dengan mengacaukan hubungan antarkelompok dalam masyarakatnya. Dalam hubungan antarkelompok, sikap negatif terhadap outgroup seperti prasangka dan stereotip merupakan salah satu faktor yang dapat merusak harmoni. Oleh karena itulah, intergroup anxiety yang secara konsisten berperan sebagai prediktor sikap terhadap outgroup menjadi sebuah variabel penting yang perlu diperhatikan dalam menjaga dan meningkatkan harmoni hubungan antarkelompok di Indonesia. Intergroup anxiety dapat disebabkan oleh beberapa hal yang dimiliki atau dialami individu seperti trait kepribadian, sikap dan kognisi antarkelompok, pengalaman pribadi dan juga faktor situasional. Riek, Mania & Gaertner (2006) menduga kemunculan intergroup anxiety mungkin dapat disebabkan juga oleh adanya persepsi terhadap ancaman yang berasal dari outgroup atau yang biasa disebut dengan intergroup threat. Secara teoritis, intergroup threat terdiri dari dua komponen yaitu: realistic threat dan symbolic threat. Realistic threat adalah komponen dari intergroup threat yang dirasakan seseorang ketika kelompok lain berada dalam posisi yang dapat membahayakan dirinya secara fisik dan materiil. Sedangkan symbolic threat adalah ancaman yang dirasakan seseorang ketika kelompok lain berada dalam posisi yang dapat membahayakan dirinya secara psikis, simbolis dan non materiil (Stephan, Ybarra & Morrison, 2009) Realistic dan symbolic threat inilah yang diduga Riek, Mania & Gaertner (2006) dapat meningkatkan kemungkinan seorang individu untuk mengalami emosi antarkelompok seperti intergroup anxiety. Dugaan ini beberapa kali tampaknya terbukti dalam hubungan antarkelompok Tionghoa dan pribumi di Indonesia. Contohnya, dalam 2

3 kerusuhan di bulan Mei tahun 1998 lalu, terjadi eksodus besar-besaran warga Tionghoa ke luar negeri. Laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) menunjukkan bahwa etnis Tionghoa memang menjadi target utama dalam kerusuhan tersebut (Isnaeni dalam Majalah Historia Online, 25 Mei 2010). Dalam situasi berbahaya seperti itu, wajar saja bila orang-orang Tionghoa merasa terancam. Dari sudut pandang psikologi sosial, eksodus yang dilakukan oleh orang-orang Tionghoa saat itu merupakan bentuk penghindaran (withdrawal) secara ekstrim yang mungkin dimunculkan oleh intergroup anxiety. Peristiwa Mei Kelabu tahun 1998 silam merupakan konflik rasial terkait etnis Tionghoa terkini yang terjadi pasca kemerdekaan. Berdasarkan laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (Semanggi Peduli, 2014), awal mula kerusuhan dimulai pada tanggal 12 Mei dini hari dan mencapai puncaknya pada tanggal 13-15 Mei 1998. Pelakunya terdiri dari kelompok provokator yang menggerakkan massa, massa aktif yang terprovokasi menjadi agresif, dan massa pasif yang sebagian besar hanya menonton kerusuhan yang berlangsung. Data tim relawan menemukan sedikitnya 1190 orang meninggal akibat ter/dibakar, 27 orang akibat senjata/dan lainnya, serta 91 orang luka-luka. Jumlah akurat korban kekerasan seksual tidak mudah untuk diperoleh, namun berdasarkan data yang diperoleh di Jakarta, Medan dan Surabaya, perkiraan jumlah korban kekerasan seksual yang terlapor adalah sekitar 52 orang. Meski demikian, sebelum kerusuhan Mei Kelabu, TGPF mendapatkan laporan tentang ratusan korban kekerasan seksual pada kerusuhan 4-5 Mei 1998 di Medan yang berhubungan dengan kerusuhan 13-15 Mei 1998. Tidak semua korban yang menderita kerugian material maupun kekerasan dari kerusuhan ini merupakan etnis Tionghoa, namun sebagian besar kasus memang diderita oleh etnis Tionghoa. Kerusuhan yang mengakibatkan kerugian material dan mengancam nyawa seperti peristiwa Mei Kelabu ini merupakan bentuk nyata realistic threat yang dirasakan oleh etnis Tionghoa di Indonesia. Tiga tahun kemudian, setelah situasi dan kondisi mulai mereda pasca peristiwa Mei Kelabu, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang ketika itu menjabat sebagai Presiden RI mencabut Inpres Nomor 14 tahun 1967 dan menindaklanjutinya dengan mengeluarkan

4 Keputusan Presiden (Kepres) No. 19 tahun 2001 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif (Aziz, 2016). Langkah ini merupakan langkah besar pemerintah dalam memberikan hak dan pengakuan serta menghilangkan diskriminasi terhadap etnis Tionghoa sebagai kelompok minoritas. Meski demikian, hal ini tidak seketika memperbaiki hubungan antarkelompok antara etnis Tionghoa dan etnis pribumi di Indonesia. Secara konstitusional, diskriminasi sistemik yang diterima etnis Tionghoa selama berpuluh-puluh tahun kini telah berakhir, namun prasangka dan sikap negatif antarkelompok tidak dapat dihilangkan begitu saja oleh pencabutan peraturan diskriminatif. Buktinya, menjelang pemilihan presiden tahun 2014 hingga akhir tahun 2016, sentimen anti-tionghoa kembali digunakan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab untuk memprovokasi masyarakat dan menyudutkan pihak-pihak tertentu khususnya dalam ajang politik dan kekuasaan di Indonesia (Republika Online, 2014; Armando, 2015; Wirawan, 2016). Hal ini menunjukkan masih relevannya sikap dan sentimen negatif terhadap etnis Tionghoa yang mengakar di dalam masyarakat Indonesia. Bila dibiarkan dan tidak ditangani dengan tepat, sikap dan sentimen negatif ini dikhawatirkan dapat memicu konflik antarkelompok lain di masa depan sekaligus menguatkan persepsi terhadap intergroup threat dalam kelompok etnis Tionghoa di Indonesia. Menguatnya persepsi terhadap ancaman ini kemudian dapat berdampak pada semakin menguatnya sikap dan emosi negatif antarkelompok, seperti intergroup anxiety, di Indonesia. Selanjutnya, selain dipengaruhi intergroup threat, intergroup anxiety juga dapat dipengaruhi oleh variabel antarkelompok lain seperti pengalaman kontak seseorang dengan outgroupnya atau lebih dikenal sebagai intergroup contact. Menurut teori intergroup anxiety yang dicetuskan Stephan & Stephan (1985), individu yang sering melakukan kontak dan interaksi dengan outgroup-nya cenderung memiliki intergroup anxiety yang lebih rendah dibandingkan individu yang jarang berinteraksi dengan anggota outgroup. Hal ini membuktikan adanya hubungan antara pengalaman kontak antarkelompok dengan intergroup anxiety. Teori ini senada dengan hipotesis kontak yang

5 dicetuskan Allport (1954) yang menduga intergroup contact dapat mempengaruhi sikap antarkelompok (intergroup attitudes) ke arah yang lebih positif. Berdasarkan temuan-temuan di atas, pengetahuan tentang intergroup anxiety beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah hal yang penting untuk diketahui dalam upaya menjaga harmoni antarkelompok. Sementara itu, sentimen anti-tionghoa merupakan bentuk sikap negatif antarkelompok terhadap etnis Tionghoa yang masih relevan dalam masyarakat Indonesia hingga saat ini. Sentimen ini seringkali digunakan oknum tidak bertanggungjawab untuk memprovokasi konflik antarkelompok yang pada akhirnya menguatkan persepsi terhadap intergroup threat dalam diri etnis Tionghoa. Dalam konteks konflik antara kelompok pribumi dan Tionghoa di Indonesia, mengetahui tingkat intergroup anxiety kelompok Tionghoa dan/atau pribumi Indonesia merupakan usaha yang penting dalam meningkatkan kualitas hubungan antarkelompok Tionghoa dan pribumi di Indonesia yang hingga kini masih sering dinodai oleh sentimen anti-tionghoa. Dalam penelitian ini, akan diuji apakah intergroup anxiety pada kelompok Tionghoa dipengaruhi oleh intergroup threat serta apakah intergroup contact berkontribusi dalam pengaruh intergroup threat terhadap intergroup anxiety tersebut. B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh intergroup threat terhadap intergroup anxiety pada etnis Tionghoa di Indonesia dengan mengontrol positive intergroup contact pada pengaruh tersebut. C. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis: a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan dalam bidang psikologi, khususnya psikologi sosial dan psikologi budaya.

6 2. Manfaat Praktis: a. Bagi masyarakat Indonesia, hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan baru tentang hubungan antarkelompok masyarakat Indonesia yang multikultural serta menjadi pertimbangan bagi masyarakat dalam berperilaku dan mengambil keputusan sehingga dapat mendorong terciptanya masyarakat Indonesia yang terintegrasi dan tidak mudah dipecah belah. b. Bagi praktisi di bidang psikologi, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam proses konseling atau terapi klien dengan kasus yang berkaitan dengan hubungan antarkelompok, khususnya antara etnis Tionghoa dengan etnis lainnya di Indonesia. c. Bagi pembuat kebijakan, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pembuatan kebijakan-kebijakan di masa mendatang serta peninjauan kembali dan perbaikan kebijakan-kebijakan masa lalu yang bersifat diskriminatif dan berpotensi memecah belah persatuan bangsa.