Faktor-Faktor Risiko Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang Tahun

dokumen-dokumen yang mirip
NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh: Penta Hidayatussidiqah Ardin

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

FAKTOR RISIKO KEJADIAN PNEUMONIA PADA BAYI (0-12 BULAN) (STUDI KASUS DI RSUD TUGUREJO SEMARANG TAHUN 2015)

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

Kata Kunci: Kejadian ISPA, Tingkat Pendidikan Ibu, ASI Eksklusif, Status Imunisasi

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA di WILAYAH KERJA PUSKESMAS BERGAS KABUPATEN SEMARANG ARTIKEL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BAYI. Nurlia Savitri

Jurnal Husada Mahakam Volume IV No.4, November 2017, hal

HUBUNGAN PEMBERIAN IMUNISASI DPT DAN CAMPAK TERHADAP KEJADIAN PNEUMONIA PADA ANAK USIA 10 BULAN - 5 TAHUN DI PUSKESMAS SANGURARA KOTA PALU TAHUN 2015

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN VITAMIN A DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS PIYUNGAN BANTUL NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in Tambakrejo Health Center in Surabaya

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB III METODE PENELITIAN

Castanea Cintya Dewi. Universitas Diponegoro. Universitas Diponegoro

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lingkungan Fisik Kamar Tidur dan Pneumonia pada Anak Balita di Puskesmas Kawalu Kota Tasikmalaya

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

Purnama Sinaga 1, Zulhaida Lubis 2, Mhd Arifin Siregar 3

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Pneumonia Anak Balita di RSUD Bangkinang Kabupaten Kampar 2013

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

Putri E G Damanik 1, Mhd Arifin Siregar 2, Evawany Y Aritonang 3

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MIROTO SEMARANG TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

HUBUNGAN JENIS KELAMIN DAN STATUS IMUNISASI DPT DENGAN PNEUMONIA PADA BAYI USIA 0-12 BULAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

Eko Heryanto Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA.

Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang 2)

HUBUNGAN USIA ANAK, JENIS KELAMIN DAN BERAT BADAN LAHIR ANAK DENGAN KEJADIAN ISPA

Hubungan Status Gizi Menurut Berat Badan terhadap Umur dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Puskesmas Kenten Palembang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Jurnal Kesehatan Medika Saintika Volome 8 Nomor 1 jurnal.syedzasaintika.ac.id

Nana Aldriana : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pneumonia Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Rambah Samo 1 Tahun 2014

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

HUBUNGAN UMUR DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS TEMBILAHAN HULU

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA USIA 1-5 TAHUN DI PUSKESMAS CANDI LAMA KECAMATAN CANDISARI KOTA SEMARANG

Puskesmas Guntung Payung Tahun 2013

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

Salah satu upaya pencegahan pneumonia yang berhubungan dengan lingkungan adalah dengan menciptakan lingkungan hidup yang baik.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH PUSKESMAS MOJOGEDANG II KABUPATEN KARANGANYAR ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

UNIVERSITAS UDAYANA PENGARUH PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF TERHADAP KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 6 12 BULAN DI PUSKESMAS KUTA SELATAN TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

PERBEDAAN FAKTOR PERILAKU PADA KELUARGA BALITA PNEUMONIA DAN NON PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014

FAKTOR RISIKO PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kejadian ISPA Di Indonesia, pada balita adalah sekitar 10-20%

FAKTOR RISIKO KEJADIAN PNEMONIA PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUDIANG KOTA MAKASSAR

Ratih Wahyu Susilo, Dwi Astuti, dan Noor Alis Setiyadi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pandemik yang terlupakan atau the forgotten pandemic. Tidak

KARAKTERISTIK FAKTOR RESIKO ISPA PADA ANAK USIA BALITA DI PUSKESMAS PEMBANTU KRAKITAN, BAYAT, KLATEN. Suyami, Sunyoto 1

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS (TBC) PADA KELOMPOK USIA PRODUKTIF DI KECAMATAN KARANGANYAR, DEMAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Campak merupakan penyakit pernafasan yang mudah menular yang

Jurnal Care Vol. 4, No.3, Tahun 2016

FAKTOR RISIKO DENGAN PERILAKU KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia sering ditemukan pada anak balita,tetapi juga pada orang dewasa

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

HUBUNGAN PAPARAN ASAP ROKOK DAN RUMAH TIDAK SEHAT DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA ANAK BALITA DI PUSKESMAS WIROBRAJAN YOGYAKARTA TAHUN 2015

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA USIA 0-2 TAHUN DI RUANG PERAWATAN BAJI MINASA RSUD. LABUANG BAJI MAKASSAR VIDIANTI RUKMANA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Global Mongolato merupakan salah satu Puskesmas yang

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Cakupan Penemuan Penderita Pneumonia Pada Balita di Kota Semarang

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan case control yaitu membandingkan antara

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

FAKTOR RISIKO PNEUMONIA PADA BALITA BERDASARKAN STATUS IMUNISASI CAMPAK DAN STATUS ASI EKSKLUSIF

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak yang diderita oleh anak-anak, baik di negara berkembang maupun di

Hubungan Berat Badan Lahir Rendah dan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada Balita di Aceh Besar

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 5 No. 2 MEI 2016 ISSN

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK BALITA PENDERITA PNEUMONIA DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2013

BAB III METODE PENELITIAN

DEA YANDOFA BP

Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BAYI DAN ANAK USIA 7 BULAN 5 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB I LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

Faktor-Faktor Risiko Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang Tahun 2013 Siska Tambunan 1, Suharyo 2, Kriswiharsi Kun Saptorini 2 1 Alumni Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang 2 Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang Email : shenanchrist@yahoo.co.id ABSTRACT In working area of Kedungmundu Public Health Center, there were 215 pneumonia cases in 2012 and 227 cases in 2013. This research aims to know the risk factors of pneumonia incidence on toddlers in the working area of Kedungmundu Public Health Center in Semarang City in 2013. This is observational analytical research, with case-control design. Samples were 48 cases and 48 controls, selected by inclusion and exclusion criteria. Data collection is done with the interview using a questionnaire and health cards of under five children or medical records in Public Health Center. Chi-Square test was used for data analysis with the degree of significance (α) = 0.05 and Odds ratio test. The results showed that factors related to pneumonia incidences were nutritional status (p value = 0,008; OR = 10, 846; CI 95% = 1,316-89,386), breastfeeding (p value = 0,002; OR = 3,769; CI 95% = 1,600-8,881), giving of vitamin A (p value = 0,002; OR = 8,543; CI 95% = 1,809-40,340), immunization status (p value = 0,009; OR = 3,839; IK 95% = 1,357-10,861). Factors were not related to pneumonia incidences were age (p value = 0,414), sex (p value = 0,533) birth weight (p value = 0,061). Research recommendations for Public Health Center to increase efforts to combat pneumonia disease in toddlers by public education about exclusive breastfeeding, fulfillment of nutrition intake to improve toddlers nutritional status giving the information about importance of vitamin A for toddler and timeliness of immunization according to immunization timetables. Keywords : Risk Factors, Penumonia, Toddlers ABSTRAK Di wilayah kerja Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang terdapat 215 kasus pneumonia pada tahun 2012 dan 227 kasus pneumonia pada tahun 2013. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor risiko kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang tahun 2013. Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan desain case control study. Sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 48 kasus dan 48 kontrol sesuai dengan kriteria Inklusi dan eksklusi. Pengumpulan

data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner dan KMS balita atau catatan medis balita di Puskesmas. Uji statistik yang digunakan adalah Chi- Square dengan derajat kemaknaan (α) = 0,05 dan uji statistik Odds Rasio. Hasil penelitian menunjukkan bahwa riwayat status gizi balita (p value = 0,008; OR = 10, 846), riwayat pemberian ASI (p value = 0,002; OR = 3,769), riwayat pemberian Vitamin A (p value = 0,002; OR = 8,543) dan riwayat status imunisasi (p value = 0,009; OR = 3,839) berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita, sedangkan umur balita (p value = 0,414), jenis kelamin balita (p value = 0,533) dan riwayat berat badan lahir balita (p value = 0,061) tidak berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita. Penelitian ini menyarankan kepada Puskesmas setempat untuk meningkatkan upaya penanggulangan penyakit pneumonia pada balita dengan pemberian penyuluhan kepada masyarakat tentang pemberian ASI Eksklusif yang benar, pemenuhan asupan gizi balita guna meningkatkan status gizi balita dan pemberian informasi tentang pentingnya pemberian vitamin A pada balita serta pemberian imunisasi yang sesuai dengan jadwal imunisasi pada bayi. Kata Kunci : Faktor Risiko, Pneumonia, Balita PENDAHULUAN Pneumonia merupakan penyakit yang menyerang jaringan parenkhim paruparu. Gejala penyakit ini berupa batuk, kesukaran bernapas dan adanya sesak karena paru-paru meradang secara mendadak. (1) Di Indonesia, penyakit pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan tuberkulosis. (2) Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001, kematian balita akibat pneumonia 5 per 1000 balita per tahun. Ini berarti bahwa pneumonia menyebabkan kematian lebih dari 100.000 balita setiap tahun, atau hampir 300 balita setiap hari, atau 1 balita setiap 5 menit. (3) Menurut Depkes RI pada Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010, kasus pneumonia mencapai 23% dengan 499.259 kasus. (4) Berdasarkan data Profil Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, persentase penemuan dan penanganan penderita pneumonia pada balita di Propinsi Jawa Tengah tahun 2010 sebesar 40,63%, tahun 2011 sebesar 25,5% dengan jumlah kasus yang ditemukan sebanyak 66.702 kasus dan pada tahun 2012 sebesar 24,74% dengan jumlah kasus yang ditemukan sebanyak 64.242 kasus. Angka ini masih sangat jauh dari target Standar Pelayanan Minimal (SPM) yaitu sebesar 100%. (5) Di kota Semarang, penemuan kasus pneumonia pada balita masih tinggi. Pada tahun 2008 penemuan kasus pneumonia mencapai 3.923 kasus dan

meningkat menjadi 4.767 pada tahun 2009. Pada tahun 2010 ditemukan 4.608 kasus, tahun 2011 sebanyak 4.587 kasus dan pada tahun 2012 penemuan kasus pneumonia sebanyak 4649 kasus. (6) Berdasarkan laporan tahunan P2 ISPA Dinas Kesehatan Kota Semarang tahun 2012, Puskesmas Kedungmundu merupakan puskesmas yang menempati posisi tertinggi penemuan kasus ISPA diantara 37 puskesmas yang ada di Kota Semarang pada tahun 2012. Penemuan kasus ISPA sebanyak 34.832 kasus dan penemuan kasus pneumonia sebanyak 215 kasus. (7) Berdasarkan laporan rekapitulasi bulanan P2 ISPA Puskesmas Kedungmundu tahun 2013, jumlah kasus pneumonia sebanyak 227 kasus. (7) Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia terbagi atas dua kelompok besar yaitu faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi umur, jenis kelamin, riwayat status gizi, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), riwayat status imunisasi, riwayat pemberian ASI, dan riwayat pemberian vitamin A. Faktor ekstrinsik meliputi kepadatan tempat tinggal, polusi udara, tipe rumah, ventilasi, kelembaban, letak dapur, penggunaan obat nyamuk, asap rokok, penghasilan keluarga, status ekonomi keluarga, serta faktor ibu baik pendidikan, umur ibu, maupun pengetahuan ibu tentang pneumonia. (8) Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah Mengetahui faktorfaktor risiko kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang tahun 2013. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini bersifat observasional analitik dengan desain case control study. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita yang dibawa berkunjung ke Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang tahun 2013 dengan jumlah sampel sama sebanyak 48 kasus dan 48 kontrol menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi. Faktor faktor yang diteliti adalah faktor intrinsik (umur, jenis kelamin, riwayat status gizi, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), riwayat status imunisasi, riwayat pemberian ASI, dan riwayat pemberian vitamin A balita). Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan observasi langsung menggunakan instrumen berupa kuesioner dan catatan medis/kartu Menuju Sehat (KMS) balita..

HASIL PENELITIAN Analisa Bivariat Tabel 1. Hubungan Antara Umur, Jenis Kelamin, Riwayat Status Gizi, Riwayat Berat Badan Lahir, Riwayat Pemberian ASI, Riwayat Pemberian Vitamin A, Riwayat Status Imunisasi Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Kejadian Pneumonia P Variabel Bukan OR Pneumonia % % value Pneumonia (95% CI) Umur < 24 bulan 25 52,1 21 43,8 1,398 0,414 24-60 bulan 23 47,9 27 56,2 (0,626-3,122) Jenis Kelamin Laki-laki 27 56,2 30 62,5 0,771 0,533 Perempuan 21 43,8 18 37,5 (0,341-1,745) Riwayat Status Gizi Dibawah 9 18,8 1 2,1 10,846 garis merah 0,008 (1,316-89,386) Diatas 39 81,2 47 97,9 garis merah Riwayat BBL BBLR 12 25,0 5 10,4 2,867 0,061 BBLN 36 75,0 43 89,6 (0,923-8,904) Riwayat Pemberian ASI ASI tidak 35 72,9 20 41,7 3,769 0,002 eksklusif (1,600-8,881) ASI eksklusif 13 27,1 27 58,3

Lanjutan Tabel 1. Hubungan Antara Umur, Jenis Kelamin, Riwayat Status Gizi, Riwayat Berat Badan Lahir, Riwayat Pemberian ASI, Riwayat Pemberian Vitamin A, Riwayat Status Imunisasi Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Kejadian Pneumonia Variabel Pneumoni Bukan OR % % a Pneumonia (95% CI) Riwayat Pemberian Vitamin A Tidak 13 27,1 2 4,2 8,543 Mendapatkan (1,809-40,340) Mendapatkan 35 72,9 46 95,8 Riwayat Status Imunisasi Tidak Lengkap 17 35,4 6 12,5 3,839 Lengkap 31 64,6 42 87,5 (1,357-10,861) Sumber : data primer dan sekunder penelitian Hasil uji statistik dengan Chi-Square antara variabel umur balita dengan kejadian pneumonia pada balita diperoleh p value = 0,414 (p > 0,05) yang artinya tidak ada hubungan antara umur balita dengan kejadian pneumonia pada balita. Dari hasil analisa juga diperoleh nilai OR = 1,398; CI 95% = 0,626-3,122 (OR > 1) yang artinya balita berumur <24 bulan mempunyai kemungkinan 1,398 kali untuk menderita pneumonia dibandingkan dengan balita berumur 24-60 bulan. Hasil uji statistik dengan Chi-Square antara variabel jenis kelamin balita dengan kejadian pneumonia pada balita diperoleh p value = 0,533 (p > 0,05) yang artinya tidak ada hubungan antara jenis kelamin balita dengan kejadian pneumonia pada balita. Dari hasil analisa juga diperoleh nilai OR = 0,771; CI 95% = 0,341-1,745 (OR < 1) yang artinya faktor jenis kelamin merupakan faktor protektif terhadap kejadian pneumonia pada balita. Hasil uji statistik dengan Chi-Square antara variabel riwayat status gizi balita dengan kejadian pneumonia pada balita diperoleh p value = 0,008 (p < 0,05) yang artinya ada hubungan antara riwayat status imunisasi balita dengan kejadian pneumonia pada balita. Dari hasil analisa juga diperoleh nilai OR = 10, P value 0,002 0,009

846; CI 95% = 1,316-89,386 (OR > 1) yang artinya balita dengan riwayat status gizi dibawah garis merah mempunyai kemungkinan 10,846 kali untuk menderita pneumonia dibandingkan dengan balita dengan riwayat status gizi diatas garis merah. Hasil uji statistik dengan Chi-Square antara variabel riwayat berat badan lahir balita dengan kejadian pneumonia pada balita diperoleh p value = 0,061 (p > 0,05) yang artinya tidak ada hubungan antara riwayat berat badan lahir balita dengan kejadian pneumonia pada balita. Dari hasil analisa juga diperoleh nilai OR = 2,867; CI 95% = 0,923-8,904 (OR > 1) yang artinya balita dengan riwayat berat badan lahir rendah mempunyai kemungkinan 2,867 kali untuk menderita pneumonia dibandingkan dengan balita yang mempunyai riwayat berat badan lahir normal. Hasil uji statistik dengan Chi-Square antara variabel riwayat status gizi balita dengan kejadian pneumonia pada balita diperoleh p value = 0,002 (p < 0,05) yang artinya ada hubungan antara riwayat pemberian ASI balita dengan kejadian pneumonia pada balita. Dari hasil analisa juga diperoleh nilai OR = 3,769; CI 95% = 1,600-8,881 (OR > 1) yang artinya balita dengan riwayat pemberian ASI secara tidak eksklusif mempunyai kemungkinan 3,769 kali untuk menderita pneumonia dibandingkan dengan balita yang mempunyai riwayat pemberian ASI eksklusif. Hasil uji statistik dengan Chi-Square antara variabel riwayat pemberian Vitamin A dengan kejadian pneumonia pada balita diperoleh p value = 0,002 (p < 0,05) yang artinya ada hubungan antara riwayat pemberian Vitamin A dengan kejadian pneumonia pada balita. Dari hasil analisa juga diperoleh nilai OR = 8,543; CI 95% = 1,809-40,340 (OR > 1) yang artinya balita dengan riwayat tidak mendapatkan Vitamin A mempunyai kemungkinan 8,543 kali untuk menderita pneumonia dibandingkan dengan balita yang mempunyai riwayat mendapatkan Vitamin A. Hasil uji statistik dengan Chi-Square antara variabel riwayat status imunisasi balita dengan kejadian pneumonia pada balita diperoleh p value = 0,009 (p < 0,05) yang artinya ada hubungan antara riwayat status imunisasi balita dengan kejadian pneumonia pada balita. Dari hasil analisa juga diperoleh nilai OR = 3,839; CI 95% = 1,357-10,861 (OR > 1) yang artinya balita dengan riwayat status imunisasi yang tidak lengkap mempunyai kemungkinan 3,839 kali

untuk menderita pneumonia dibandingkan dengan balita yang mempunyai riwayat status imunisasi yang lengkap. PEMBAHASAN 1. Hubungan antara Umur Balita dengan Kejadian Pneumonia pada Balita Umur merupakan salah satu faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita. Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit pernapasan melonjak pada bayi dan usia anakanak. (9) Anak berusia 6-23 bulan memiliki risiko tinggi terhadap pneumonia. (3) Dari analisis bivariat dengan uji statistik Chi-Square dinyatakan tidak ada hubungan antara umur balita dengan kejadian pneumonia pada balita kemungkinan disebabkan oleh adanya faktor lain seperti riwayat status gizi, status imunisasi, status pemberian ASI ataupun faktor ekstrinsik yang tidak diteliti. Hasil penelitian ini bertentangan dengan teori yang menyatakan bahwa anak berusia 6-23 bulan memiliki risiko tinggi terhadap pneumonia. (3) Hasil penelitian ini juga bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Susi Hartati, yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara usia balita dengan kejadian pneumonia. (10) 2. Hubungan antara Jenis Kelamin Balita dengan Kejadian Pneumonia pada Balita Berdasarkan uji statistik Chi-Square dinyatakan tidak ada hubungan antara jenis kelamin balita dengan kejadian pneumonia pada balita, kemungkinan disebabkan oleh adanya faktor lain seperti riwayat status gizi, status imunisasi, status pemberian ASI ataupun faktor ekstrinsik yang tidak diteliti. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Susi Hartati, yang menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin balita dengan kejadian pneumonia pada balita. (10) Hal ini juga bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ganda Sigalingging, yang menunjukkan bahwa angka kesakitan lebih tinggi pada balita berjenis kelamin laki-laki dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan, dimana perbedaan tersebut disebabkan oleh faktor hormonal dan faktor keturunan. (11)

3. Hubungan antara Riwayat Status Gizi Balita dengan Kejadian Pneumonia pada Balita Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. (12) Dari analisis bivariat dengan uji statistik Chi-Square dinyatakan ada hubungan antara riwayat status gizi balita dengan kejadian pneumonia pada balita. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang menyatakan adanya hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru. Keadaan gizi buruk muncul sebagai faktor penyebab yang penting untuk terjadinya pneumonia sehingga anak-anak yang bergizi buruk sering mendapatkan pneumonia. Balita dengan gizi kurang akan lebih mudah terserang pneumonia dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. (1) Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian Fanada M & Widyaiswara M, yang menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian pneumonia pada balita. (13) Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Diah AR, membuktikan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kejadian pneumonia pada balita. (14) 4. Hubungan antara Riwayat Berat Badan Lahir Balita dengan Kejadian Pneumonia pada Balita Berat badan lahir dibedakan menjadi berat badan lahir normal (BBLN) dan berat badan lahir rendah (BBLR). Berat dan lahir normal merupakan bayi (neonatus yang lahir dengan memiliki berat badan 2500 gram sedangkan berat badan lahir rendah merupakan bayi (neonatus) yang lahir dengan memiliki berat badan kurang dari 2500 gram atau sampai dengan 2499 gram. (15) Dari hasil uji statistik Chi-Square didapatkan tidak ada hubungan yang signifikan antara riwayat berat badan lahir anak balita dengan kejadian pneumonia. Tidak adanya hubungan antara berat badan lahir balita dengan kejadian pneumonia pada balita dalam penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh adanya faktor lain seperti riwayat status gizi, status imunisasi, status pemberian ASI ataupun faktor ekstrinsik yang tidak diteliti. Berdasarkan hasil analisa menggunakan uji Chi-Square, hasil penelitian ini bertentangan dengan teori yang menyatakan bayi dengan berat

balita. (1) Dari hasil uji statistik Chi-Square didapatkan ada hubungan yang badan lahir rendah (BBLR) mempunyai risiko kematian yang lebih besar dibanding dengan berat badan lahir normal, terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia dan sakit saluran pernapasan lainnya. (1) Namun berdasarkan hasil analisa OR, hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang ada. Berdasarkan hasil analisa OR, penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Susi Hartati dimana balita yang mempunyai riwayat berat badan lahir rendah memiliki risiko 1,38 kali untuk terkena pneumonia dibandingkan dengan balita yang mempunyai riwayat berat badan lahir normal. (10) 5. Hubungan antara Riwayat Pemberian ASI Balita dengan Kejadian Pneumonia pada Balita ASI merupakan substansi bahan yang hidup dengan kompleksitas biologis yang luas yang mampu memberikan daya perlindungan, baik secara aktif maupun melalui pengaturan Imunologis. Dengan adanya komponenkomponen zat anti infeksi tersebut di atas, maka bayi yang minum ASI akan terlindung dari berbagai macam infeksi baik yang disebabkan bakteri, virus, parasit dan antigen lainnya. (16) Pemberian ASI yang kurang merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan Akut pada anak bermakna antara riwayat pemberian ASI balita dengan kejadian pneumonia. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Susi Hartati yang menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara riwayat pemberian ASI balita dengan kejadian pneumonia. (10) Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Fanada M & Widyaiswara M, yang menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara riwayat pemberian ASI balita dengan kejadian pneumonia pada balita dengan p value = 0,001; α = 0,05). (13) 6. Hubungan antara Riwayat Pemberian Vitamin A Balita dengan Kejadian Pneumonia pada Balita Dari hasil uji statistik Chi-Square didapatkan ada hubungan yang bermakna antara riwayat pemberian vitamin A dengan kejadian pneumonia.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang menyatakan Defisiensi vitamin A merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA pada balita terutama terhadap Pneumonia. Kekurangan vitamin A akan menyebabkan keratinisasi mukosa saluran napas dan penurunan fungsi cilia serta sekresi mukus pada sel epitel saluran pernapasan sehingga akan menyebabkan tubuh terkena infeksi. (17) Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan imunisasi akan menyebabkan peningkatan titer antibodi yang spesifik dan tampaknya tetap berada dalam nilai yang cukup tinggi. Bila antibodi yang ditujukan terhadap bibit penyakit dan bukan sekedar antigen asing yang tidak berbahaya, diharapkan adanya perlindungan terhadap bibit penyakit yang bersangkutan untuk jangka yang tidak terlalu singkat. (1) Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Susi Hartati yang menunjukkan tidak adanya hubungan antara riwayat pemberian vitamin A dengan kejadian pneumonia (p value = 0,298 ; α = 0,05). (10) 7. Hubungan antara Riwayat Status Imunisasi Balita dengan Kejadian Pneumonia pada Balita Dari hasil uji statistik Chi-Square didapatkan ada hubungan yang bermakna antara riwayat status imunisasi dengan kejadian pneumonia pada balita. Hasil penelitian ini didukung oleh teori yang menyatakan bahwa bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA dapat diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat. (1) Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi campak dan pertusis (DPT). Dengan imunisasi campak yang efektif sekitar 11% kematian pneumonia balita dapat dicegah dan dengan imunisasi pertusis (DPT) 6% kematian pneumonia dapat dicegah. (1) Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fanada M & Widyaiswara M, yang menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara riwayat status imunisasi dengan kejadian pneumonia pada balita (p value = 0,000; α = 0,05). (13) Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Diah AR, yang menunjukkan tidak adanya hubungan antara riwayat status imunisasi dengan kejadian pneumonia (p value = 1,000. 149)

SIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan factor risiko yang terbukti berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang tahun 2013 adalah riwayat status gizi balita (p value = 0,008; OR = 10, 846), riwayat pemberian ASI (p value = 0,002; OR = 3,769), riwayat pemberian Vitamin A (p value = 0,002; OR = 8,543) dan riwayat status imunisasi (p value = 0,009; OR = 3,839) sedangkan umur balita (p value = 0,414), jenis kelamin balita (p value = 0,533) dan riwayat berat badan lahir balita (p value = 0,061) tidak berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita SARAN Disarankan bagi Puskesmas Kedungmundu Semarang untuk melakukan upaya penanggulangan penyakit pneumonia berdasarkan faktor risiko yang ada yaitu dengan meningkatkan kegiatan edukasi kepada masyarakat khususnya bagi orangtua yang memiliki balita mengenai pemenuhan gizi yang optimal guna meningkatkan status gizi balita, pemahaman tentang pengertian ASI Eksklusif, memberikan informasi kepada masyarakat tentang pentingnya pemberian imunisasi sesuai dengan jadwal imunisasi. Bagi Masyarakat diharapkan untuk meningkatkan upaya peningkatan status gizi balita dengan pemberian variasi makanan pada anak balita, meningkatkan pemberian ASI Eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan dengan tidak memberikan makanan tambahan apapun dan pemberian MP-ASI diberikan setelah bayi berusia 6 bulan keatas, meningkatkan pemberian vitamin A dan pemberian imunisasi pada bayi dengan membawa bayi untuk diimunisasi sesuai dengan jadwal pemberian imunisasi DAFTAR PUSTAKA 1. Maryunani A. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta: Trans Info Media; 2010. 2. Sitorus RH. Panduan Perawatan Kesehatan Anak. Bandung: Yrama Widya; 2008. 3. Misnadiarly. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia. Jakarta: Pustaka Obor Populer; 2008. 4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2010. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia;

2010. http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi.pdf (Diakses : 2 Juli 2013). 5. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011. Jawa Tengah: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah; 2011. 6. Dinas Kesehatan Kota Semarang. Profil kesehatan Semarang Tahun 2012. Semarang: Dinas Kesehatan Kota Semarang; 2012. 7. Dinas Kesehatan Kota Semarang. Laporan P2 ISPA Dinas Kesehatan Semarang Tahun 2012. Semarang: Dinas Kesehatan Kota Semarang; 2012. 8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Program Pembrantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita. Jakarta: Ditjen PPM dan PLP; 2000. 9. Fitri RA dan Nita NN. Buku Pintar Asuhan Keperawatan Bayi Dan Balita. Yogyakarta: Cakrawala Ilmu; 2012. 10. Hartati S. Analisis Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Pneumonia Pada Anak Balita Di RSUD Pasar Rebo Jakarta (Tesis). Depok: Program Pascasarjana FIK UI; 2011. 11. Sigalingging G. Karateristik Penderita Penyakit Pneumonia Pada Anak Di Ruang Merpati II Rumah Sakit Umum Herna Medan. Medan: FIK Universitas Dharma Agung; 2011. 12. Marmi dan Kukuh R. Perawatan Anak Sakit. Yogyakarta: Pustaka Belajar; 2012. 13. Fanada M dan Widyaiswara Muda. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Pneumonia Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kenten Palembang Tahun 2012.Sumatera Selatan: Badan Diklat Provinsi Sumatera Selatan; 2012. 14. Rahmawati DA. Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Umur 12-48 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Mijen Kota Semarang. Semarang: JKM FKM UNDIP; 2013. 15. Aziz AL. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta: Salemba Medika; 2005. 16. Soetjiningsih. ASI Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: EGC; 2005. 17. Sjahmien M. Ilmu Gizi Penanggulangan Gizi Buruk. Jakarta: PT Bhratara Niaga Media; 2003.