BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.2. Tipologi kota-kota perairan di Pulau Kalimantan Sumber: Prayitno (dalam Yudha, 2010)

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kota-Kota Tepian Air di Indonesia Sumber: Heldiyansyah, 2010

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL

V. ANALISIS DAN SINTESIS

BAB I PENDAHULUAN. di wilayah Kalimantan Selatan yang saat ini memiliki posisi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (43-50)

1.2 Perumusan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi, maka pemakaian sumberdaya air juga meningkat.

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PENATAAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI DI KOTA BANJARMASIN BERDASARKAN BUDAYA SETEMPAT. Betty Goenmiandari NRP

KARAKTERISTIK PERUMAHAN DI KAWASAN TEPI SUNGAI MAHAKAM KASUS KELURAHAN SELILI KECAMATAN SAMARINDA ILIR KOTA SAMARINDA. Dwi Suci Sri Lestari.

BAB I PENDAHULUAN. berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad

BAB I PENDAHULUAN. pesat, khususnya pada kota-kota yang mempunyai kegiatan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN LAMONGAN

BAB V KESIMPULAN 5.1. Karakteristik Fisik Lingkungan Perumahan Pahandut Seberang

Perkiraan dan Referensi Harga Satuan Perencanaan

Rumah Lanting : Rumah Terapung Diatas Air Tinjauan Aspek Tipologi Bangunan

PERUMAHAN PINGGIR SUNGAI DI BANJARMASIN AKIBAT PERILAKU PASANG SURUT SUNGAI BARITO

BAB I PENDAHULUAN. terkait erat dengan pasar. Pasar di mana-mana sangat besar peranannya, dari pasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan

PLPBK RENCANA TINDAK PENATAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN BAB III GAMBARAN UMUM KAWASAN PRIORITAS KELURAHAN BASIRIH BANJARMASIN BARAT

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

WATERFRONT CITY, BANJARMASIN Sebuah Upaya Inovatif Pengembalian Citra Kota

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

KONSEP PERENCANAAN LANSKAP PERMUKIMAN TRADISIONAL

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

METODOLOGI. Gambar 14. Peta Lokasi Penelitian (Sumber: Data Kelurahan Kuin Utara) Peta Kecamatan Banjarmasin Utara. Peta Kelurahan Kuin Utara

BAB I PENDAHULUAN. lautan 38% : 62%, memiliki pulau, dimana 6000 di antaranya telah

BAB I. Indonesia adalah Negara yang terdiri atas ± pulau, sehingga dapat

Transportasi Sungai. Institut Pertanian Bogor. Potensi Sungai vs Krisis Energi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 I d e n t i f i k a s i P e r u b a h a n R u m a h T r a d i s i o n a l D e s a K u r a u, K e c. K o b a

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai,

IDENTITAS DAN EKSISTENSI PERMUKIMAN TEPI SUNGAI DI BANJARMASIN. Identity and Existence Riverside Settlement of Banjarmasin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan,

ARAHAN PENATAAN KAWASAN TEPIAN SUNGAI KANDILO KOTA TANAH GROGOT KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KONSEP DRAINASE DI LAHAN RAWA Oleh: Rusdi HA

Universitas Sumatera Utara

POLA HUNIAN DI KAWASAN PERMUKIMAN DIATAS SUNGAI (DESA TANJUNG MEKAR, KABUPATEN SAMBAS)

METODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang

HIRARKI IV ZONASI. sub zona suaka dan pelestarian alam L.1. sub zona sempadan lindung L.2. sub zona inti konservasi pulau L.3

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BUPATI BARITO UTARAA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG DI SUNGAI BARITO DALAM WILAYAH KABUPATEN BARITO UTARA

Kalimantan Tengah. Jembatan Kahayan

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BAB I PENDAHAULUAN. 1.1 Latar Belakang

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KETAPANG dan BUPATI KETAPANG MEMUTUSKAN :

KRITERIA DAN TIPOLOGI PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU,

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN PEMBANGUNAN DAN PENGOPERASIAN PELABUHAN SUNGAI

KONDISI UMUM BANJARMASIN

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki beragam masalah

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

Ini Dia, 5 Kota dengan Konsep Water Front City Terbaik Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Dukuh Atas Interchange Station BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

PROFIL KABUPATEN / KOTA

IV. INVENTARISASI. Tabel 4 Luas, Nama Ibukota Kecamatan, dan Jumlah Desa/ Kelurahan di Kota Banjarmasin Tahun 2008

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Existensi proyek

Menjawab Kemendesakan dan Masa Depan Kota. Rujak Center for Urban Studies

BAB III DESKRIPSI PROYEK

TINJAUAN PULO CANGKIR

Tinjauan Terhadap Tarif Angkutan Kapal Cepat KM. Expres Bahari Lintas Palembang-Muntok di Pelabuhan Boom Baru Palembang

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

2015 KEMENARIKAN SUNGAI MUSI SEBAGAI WISATA SUNGAI DI KOTA PALEMBANG

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

LINGKUNGAN. Jakarta. 2 pulau (Besar dan Kecil) 1 jam Speedboat, 2,15 Fery Angke. Homestay AC, NO Hotels, NO Cottages Mengenai Pulau Tidung

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. penelitian yang telah dibahas oleh peneliti pada bab-bab sebelumnya mengenai

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota-kota di Pulau Kalimantan memiliki kaitan yang erat terhadap sungai. Hal ini dikarenakan kota-kota tersebut merupakan kota yang mengalami perkembangan dari jejalur sungai. Kota-kota besar di Pulau Kalimantan yang memiliki kaitan erat dengan sungai antara lain, Kota Samarinda, Kota Pontianak, Kota Palangkaraya dan Kota Banjarmasin. Kota-kota diatas merupakan kota perairan dengan jejaring sungai dan kanal sebagai jejaring utama perkembangan kota. Kota Pontianak dengan Sungai Kahayan, Kota Samarinda dengan sungai Mahakam, Kota Palangkaraya dengan sungai Kapuas Gambar 1.1. Posisi kota-kota tepian dan Kota Banjarmasin dengan sungai sungai di Pulau Kalimantan Barito dan Sungai Martapura Sumber: Heldiansyah, 2010 Kawasan tepian air sendiri bergantung terhadap kondisi geografis sebuah kawasan. Kawasan yang berbatasan dengan laut, selat dan teluk tentu berbeda terhadap kawasan yang dialiri atau berbatasn dengan sungai dan kanal. Kotakota di Pulau Kalimantan sebagaian besar merupakan kota yang berkembang dari jejalur sungai dan kanal. Menurut Prayitno (dalam Yudha, 2010) terdapat 8 tipologi kota tepian air di Kalimantan yang terbentuk berdasarkan aliran sungai. Gambar 1.2. Tipologi kota-kota perairan di Pulau Kalimantan Sumber: Prayitno (dalam Yudha, 2010) Kota Banjarmasin tergolong pada tipologi bagian 5, dimana kota ini berkembang bermula pada kawasan muara Sungai Kuin yang kemudian menjadi cikal bakal Kota Banjarmasin. 1

1.1.1. Gambaran Umum Kota Banjarmasin sebagai Kota Tepian Sungai Seperti halnya kota-kota lainnya dipulau Kalimantan, Kota Banjarmasin merupakan kota yang memiliki kaitan erat terhadap jejaring sungai. Hubungan ini telah berlangsung selama ratusan tahun sebelumnya. Sejak dahulu sungaisungai di Kota Banjarmasin dimanfaatkan sebagai sarana penggerak perekonomian, antara lain sebagai jalur perdagangan sehingga tidak mengherankan banyak ditemukan pasar pada bagian tepian sungai di Kota Banjarmasin. Selain sebagai sarana penggerak perekonomian, sungai-sungai di Kota Banjarmasin juga masih gunakan sebagai pendukung kegiatan harian masyarakat seperti mandi dan mencuci. Pada saat-saat tertentu tiap tahunnya juga diadakan festival pada sungai utama seperti Sungai Martapura, misalnya Festival Perahu Naga, Festival Tanglong, dll. Gambar 1.3. Kehidupan masyarakat Kota Banjarmasin pada masa lampau Sumber: Museum Lambung Mangkurat, 2012 Kota Banjarmasin secara geografis berada pada 0.16 meter di bawah permukaan air laut dengan struktur tanah rawa berlumpur, menjadikan kota ini begitu lekat terhadap kondisi perairan. Kota Banjarmasin dikenal dengan julukan Kota Seribu Sungai hal ini dikarenakan 40% wilayah dari Kota Banjarmasin merupakan aliran sungai besar dan kecil yang saling berpotongan. Kota ini dialiri oleh 4 sungai utama, yaitu Sungai Barito, Sungai Martapura, Sungai Kuin, Sungai Kelayan, keempat sungai tersebut saling terhubung satu sama lain. Sebagai kota perairan tentunya perkembangan dan pertumbuhan kota lebih berorientasi pada perairan, dalam hal ini jejaring sungai dan kanal yang terdapat di Kota Banjarmasin. Sejak dahulu masyarakat di Kota Banjarmasin terbiasa memanfaatkan sungai sebagai urat nadi penopang kehidupan, atau bisa dikatakan sungai tidak dapat terpisahkan dari kehidupan mereka sehari-hari. Kegiatan harian lebih banyak dilakukan pada kawasan tepian sungai mulai dari mandi, mencuci hingga perniagaan. Setelah masa kemerdekaan orientasi masyarakat terhadap sungai sudah mulai berubah. Hal ini diakibatkan pertumbuhan moda transportasi darat yang dianggap lebih mudah dan efisien. 2

Banyak lahan yang pada dasarnya berupa rawa kemudian dilakukan pengurugan dan pemadatan sebagai langkah mempermudah pembangunan fasilitas dan jejaring jalan yang terdapat pada kawasan daratan. "#$%&!,# $!! "#$%&!0&)*&1#)&! "#$%&! (&) *+! "#$%&!,-.&/&$! Gambar 1.4. Foto udara Kota Banjarmasin tahun 2008 Sumber: maps.google.co.id, 2008 (akses: Juli 2012) Sedikit demi sedikit orientasi masyarakat terhadap sungai kemudian mulai berkurang, sungai dianggap sebagai bagian belakang dari setiap bangunan, tempat mereka membuang segala limbah dan segala hal yang tidak diinginkan. Walaupun sungai-sungai besar di Kota Banjarmasin masih digunakan sebagai moda transportassi, namun beberapa sungai kecil di kota ini mengalami penyempitan dan akhirnya mati. Tercatat kurang lebih terdapat 117 sungai pada tahun 1997, kemudian pada 2002 berkurang menjadi 70 sungai, lalu hingga pada tahun 2004 hanya tersisa 60 sungai dan jumlah ini terus mengalami penurunan tiap tahunnya (Dinas Kimprasko Banjarmasin dalam Heldiansyah, 2010). 3

Gambar 1.5. Gambaran degradasi jumlah sungai di Kota Banjarmasin Sumber: Heldiansyah, 2010 Sungai dan kehidupan disekililingnya merupakan buah warisan budaya kota ini, karena sungai merupakan saksi sejarah terbentuknya kota ini. Pada awal perkembangan Kota Banjarmasin, pola permukiman di kota ini berbentuk linier mengikuti alur sungai-sungainya. Hal ini dapat dilihat dari rumah-rumah tradisional yang masih bertahan hingga sekarang. Rumah-rumah tradisional ini menghadap ke sungai. Ketergantungan masyarakat yang bermukim di sepanjang jalur sungai terhadap sungai ini sangat besar, karena berkaitan dengan mata pencaharian mereka sebagai pedagang yang menggunakan sungai sebagai jalur perdagangan. (Kasnowiharjo dalam Heldiansyah, 2004). Selain permukiman tentunya terdapat beberapa objek lain yang terdapat pada bagian tepian sungai yang merupakan warisan budaya yang di anggap sebagai kekhasan Kota Banjarmasin. Objek ini hadir akibat terjadinya proses adaptasi yang dilakukan masyarakat dengan lingkungannya guna melaksanakan kegiatan harian masyarakat. Kehidupan sehari-hari masyarakat yang sangat dekat dengan sungai yang telah memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat, menjadikan mereka memiliki ketergantungan terhadap sungai. Hubungan kuat ini di tunjukkan dengan adanya akses langsung menuju sungai baik dari jejalur darat maupun dari rumah-rumah mereka. Akses atau jejalur ini disebut masyarakat lokal sebagai Titian. 4

1.1.2. Titian sebagai Salah Satu Identitas Kota Banjarmasin Sebagai kota yang dikenal memiliki banyak sungai dan kanal, kota ini memiliki jaringan penghubung yang khas pada setiap kawasan tepian sungai di Kota Banjarmasin berupa titian. Titian sendiri merupakan nama lokal yang diberikan oleh masyarakat lokal Kota Banjarmasin. Titian lahir dari kedekatan hubungan daratan dan perairan pada masa lampau, dimana pada masa lalu sungai-sungai di Kota Banjarmasin merupakan jaringan utama di kota tersebut. Sehingga setiap fungsi dan kegiatan diusahakan memiliki akses langsung terhadap sungai dan darat, jadi tidak mengherankan jika di tepian-tepian sungai Kota Banjarmasin banyak ditemukan titian. Gambar 1.6. Titian sebagai upaya mendekatkan akses daratan menuju perairan juga sebaiknya. Sumber: Observasi, 2013 Titian berfungsi sebagai jaringan penghubung pada kawasan. Umumnya titian berada pada kawasan permukiman lama Kota Banjarmasin tetapi banyak juga ditemukan titian pada kawasan-kawasan komersial dan jasa. Jaringan penghubung ini memiliki konstruksi sederhana, umumnya menggunakan tiang dari kayu besi dengan lantai juga terbuat dari bahan yang serupa. Hal ini dikarenakan kayu besi merupakan bahan yang memiliki ketahanan terhadap air dan waktu. Kondisi tanah Kota Banjarmasin yang didominasi oleh lahan rawa dan berair juga menjadi salah satu pertimbangan pada masa lalu masyarakat menggunakan titian sebagai jalur penghubung. 5

Titian sendiri memiliki ragam bentuk mulai dari yang menggunakan konstruksi sederhana konstruksi yang lebih kompleks seperti ilustrasi berikut: Gambar 1.7. Ragam sistem konstruksi titian beserta perletakannya Sumber: Observasi, 2013 Berdasarkan ilustrasi diatas bentuk fisik titian dapat dibagi menjadi 3 (tiga) sistem konstruksi utama dengan penjelasan sebagai berikut: Tipe 1: Merupakan sistem konstruksi titian paling sederhana, menggunakan papan ulin sebagai titian. Umumnya hanya digunakan menghubungkan antar bangunan dengan jarak tidak lebih dari 3 m. Tipe 2: Merupakan sistem modifikasi dari tipe 1, dengan dimensi yang lebih besar. Umumnya berfungsi sebagai penghubung dengan intensitas penggunaan yang lumayan sering. Papan melintang selain berguna sebagai penyatu papan landasan, juga berfungsi sebagai pijakan jika titian ini digunakan sebagai penghubung antara 2 elevasi yang berbeda. Tipe 3: Merupakan tipe yang paling banyak ditemukan. Menggunakan sistem konstruksi yang lebih kompleks dengan adanya tiang dan lantai. Titian ini lebih kuat daripada 2 tipe titian sebelumnya. 1.1.3. Kondisi Titian dan Kawasan Tepian Sungai di Kota Banjarmasin Sebagai cikal bakal pembentuk jaringan tepian sungai, titian memiliki hubungan yang sangat erat terhadap kehidupan masyarakat Kota Banjarmasin, terutama yang tinggal pada kawasan tepian sungai. Kondisi titian saat ini sebagian besar sangat memprihatinkan baik dari segi kondisi maupun jumlah. 6

Banyak titian yang telah lapuk dimakan usia dan banyak titian yang telah digantikan dengan tanah urug. Tentunya ini berpengeruh terhadap kondisi ekologis pada kawasan tepian sungau. Terjadinya kondisi tersebut tidak lain diakibatkan semakin berkembangnya pembangunan pada jaringan darat dibanding pada jaringan perairan. Gambar 1.8. Beberapa titian dengan kondisi yang memprihatinkan Sumber: Observasi, 2013 Gambar 1.9. Salah satu titian yang berubah menjadi jalur darat Sumber: Observasi, 2013 Titian umumnya banyak ditemui pada kawasan permukiman, namun tidak jarang titian juga ditemukan pada kawasan selain permukiman, seperti kawasan jasa dan komersial. Kesamaan dari kedua hal tersebut adalah perletakkan titian yang berada pada kawasan tepian sungai. Perbedaan titian 7

yang terdapat pada kedua kawasan tersebut berupa perbedaan fisik sebagai akibat hubungan perairan dan daratan beserta pengaruhnya terhadap fungsi kawasan tersebut, tentunya dengan beragam fungsi yang digunakan oleh warga. Mengingat fungsi permukiman merupakan fungsi yang paling banyak berada pada kawasan tepian sungai di Kota Banjarmasin, sehingga titian pada kawasan ini berfungsi sebagai penghubung antar massa bangunan, maupun sebagai media perpindahan moda angkutan dari darat menuju sungai. Kawasan permukiman ini umumnya telah lama ada di kawasan kota, bermula dari kampung-kampung etnik yang di bentuk oleh pemerintahan Kolonial Balanda pada saat itu (Museum Lambung Mangkurat dalam Yudha, 2010). Saat ini kawasan permukiman tersebut menjadi semakin padat dengan segala permasalahan perkotaan yang semakin kompleks, seperti kekumuhan, kepadatan tinggi hingga bahaya resiko kebakaran. Gambar 1.10. Kawasan Muara Kuin tempo dulu Sumber: Museum Lambung Mangkurat, 2012 (a) (b) Gambar 1.11. Kawasan Muara Kuin saat ini, (a) Titian yang terintegrasi dengan dermaga kapal motor (klotok), (b) Titian yang terintegrasi dengan fungsi komersial. Sumber: Observasi, 2012 8

Titian yang berada pada kawasan komersial lebih sebagai media perpindahan moda angkutan, hal ini dikarenakan umumnya fungsi komersial tersebut dipadukan dengan dermaga baik dermaga penumpang maupun dermaga pengangkutan barang. Kawasan komersial di Kota Banjarmasin umumnya berada pada tepian sungai, mengingat pada zaman dahulu sungai merupakan jaringan utama transportasi di Kota Banjarmasin. (a) (b) Gambar 1.12. Kawasan komersial tepian Sungai Martapura tempo dulu, (a) Kawasan Pasar Baru, (b) Titian yang terintegrasi dengan fasilitas umum (toilet apung) Sumber: Museum Lambung Mangkurat, 2012 (a) (b) Gambar 1.13. Kawasan tepian Sungai Martapura kini, (a) Titian yang terintegrasi dengan dermaga, (b) Titian yang terintegrasi dermaga, toilet apung dan fungsi jasa (pergudangan) Sumber: Observasi, 2012 Secara umum titian, menjadi penghubung terhadap beragam fungsi kegiatan baik yang terdapat pada perairan dan daratan. Namun sebagai aset Kota Banjarmasin titian memiliki kondisi yang memprihatinkan, karena tidak adanya regulasi yang mengatur tentang titian tersebut, bahkan pada beberapa kawasan titian tersebut sengaja dihilangkan sebagai imbas kebijakan penataan kawasan permukiman yang dinilai kumuh dan semerawut pada tepian sungai. 9

Gambar 1.14. Kondisi titian pada kawasan permukiman Sumber: Observasi, 2012 (a) (b) Gambar 1.15. Dampak kebijakan terhadap penghilangan bangunan tepian sungai, (a) Kawasan Pierre Tendean dengan promenade, (b) Kawasan Pasar Sudimampir dengan promenade Sumber: Observasi, 2012 Beberapa tahun belakangan Pemerintah Kota Banjarmasin berusaha melakukan penataan terhadap kawasan tepian sungai dengan mengembalikan orientasi bangunan menuju kearah sungai, dengan demikian sungai menjadi halaman depan dari tiap-tiap kawasan tepian air. Beberapa kawasan tepian ditata ulang dengan membentuk jejalur yang sejajar dengan jalan atau disebut promenade pada tepian sungainya, hal ini efektif untuk menghilangkan kekumuhan dan kesemerawutan kawasan dengan konsep beautification. Namun seperti halnya dua sisi mata uang hal ini kemudian memberikan dampak yang berbeda terhadap keterhubungan kawasan darat dan perairan. Perbandingan titian dan promenade pada kawasan tepian di Kota Banjarmasin dapat dilihat pada tabel berikut: 10

Tabel 1.1. Komparasi titian dengan promenade Sumber: Observasi, 2012 11

Beragam permasalahan pada kawasan tepian sungai di Kota Banjarmasin berusaha di selesaikan dengan desain promenade oleh pihak yang berwenang, misalnya kesemerawutan, kekumuhan. Permasalahan ini terjadi tidak lain dikarenakan oleh sungai dianggap sebagai bagian belakang rumah, sehingga kesemerawutan dan ketidak teraturan tidak dapat dihindari lagi terjadi pada kawasan tepian sungai di Kota Banjarmasin. Kesemerawutan pada kawasan tepian sungai juga mengakibatkan acaman bencana lain, seperti kebakaran. Tidak kurang sekitar 2 kejadian kebakaran terjadi setiap harinya di Kota Banjarmasin. Gambar 1.16. Sebaran resiko kebakaran akibat tingginya tingkat kepadatan bangunan di Kota Banjarmasin Sumber: bbarus.staff.ipb.ac.id (akses September 2012) 1.2. Rumusan Permasalahan Sebagai kota yang memiliki kaitan perkembangan yang erat tehadap sungai, Kota Banjarmasin semestinya mengembangkan kota dengan melakukan integrasi yang lebih erat antara segmen perairan dan daratan. Titian sebagai jembatan antara jejaring daratan dan perairan merupakan cikal bakal jejaring kota kini perlahan mulai terdegradasi baik secara kualitas maupun secara kuantitias. Selain diakibatkan kebijakan pemerintah daerah terhadap kawasan tepian sungai di kota tersebut, peran masyarakat juga menjadi salah satu penyebab terdegradasinya titian di Kota Banjarmasin. Beberapa titian mulai 12

lapuk dimakan usia dengan konstruksi seadanya juga mengabaikan aspek keselamatan selain itu titian telah berubah menjadi jalur gang dengan melakukan penimbunan dengan alasan efektifitas dan tahan lama. Hilangnya titian sebagai jaringan dengan karakteristik lokal kawasan berakibat pada menurunya hubungan daratan dan perairan pada kawasan. Degradasi yang terjadi pada kawasan tepian sungai pada umumnya berupa degradasi akses fisik daratan dan perairan. Tidak jarang akses visual pada kawasan juga menjadi terdegradasi dari daratan menuju perairan ataupun sebaliknya. Seiring dengan semakin berkembangnya pembangunan pada kawasan daratan pembangunan pada kawasan perairan semakin kabur tanpa memperhatikan nilai-nilai lokal masyarakat. Hal inilah yang menjadi pentingnya peningkatan baik kualitas maupun kuantitas pada kawasan tepian sungai di Kota Banjarmasin. Salah satu langkah peningkatan yang dapat ditempuh adalah dengan melakukan konsolidasi pada kawasan-kawasan tepian air tentunya dengan memperhatikan nilai lokal masyarakat. Berdasarkan pemaparan kondisi diatas perlu dilakukannya penelitian mendalam terhadap objek titian yang menjadi cikal bakal jaringan di Kota Banjarmasin. Adapun pertanyaan penelitian yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana potensi dan kekurangan titian sebagai jaringan pada kawasan tepian sungai di Banjarmasin? 2. Bagaimana konsep konsolidasi berdasarkan potensi dan kekurangan titian guna meningkatkan dan menguatkan kembali kawasan tepian sungai di Kota Banjarmasin? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui potensi dan kekurangan titian sebagai jaringan pada kawasan tepian sungai di Banjarmasin. 2. Menemukan konsep konsolidasi berdasarkan potensi dan kekurangan titian guna meningkatkan dan menguatkan kembali kawasan tepian sungai melalui titian sebagai karakterisitik pada kawasan tepian sungai di Kota Banjarmasin 13

Tabel 1.2. Keaslian penelitian Sumber : Dirangkum dari berbagai karya tesis, 2013 14