BAB I: PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. banyak digunakan di bidang otomotif, elektronik dan sebagainya. Endapan timah dapat ditemukan dalam bentuk bijih timah primer dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. batuan dan kondisi pembentukannya (Ehlers dan Blatt, 1982). Pada studi petrologi

BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT

BAB I PENDAHULUAN. tentang seluruh aspek pembentukan batuan mulai dari sumber, proses primer

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sudah memproduksi timah sejak abad ke 18 (van Leeuwen, 1994) dan

POTENSI ENDAPAN TIMAH SEKUNDER DI DAERAH KECAMATAN SIJUK, KABUPATEN BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

STUDI MINERALISASI TIPE ENDAPAN GREISEN DI BUKIT MONYET KECAMATAN PANGKALAN BARU KABUPATEN BANGKA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Provinsi Sulawesi Barat terletak di bagian barat Pulau Sulawesi dengan luas

Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi

EKSPLORASI TIMAH DAN REE DI PULAU JEMAJA, KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46

ACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL

PENYEBARAN CEBAKAN TIMAH SEKUNDER DI DAERAH KECAMATAN AIRGEGAS KABUPATEN BANGKA SELATAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa merupakan daerah penghasil sumber daya tambang dengan

(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada.

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas subduksi antara lempeng Indo-Australia dengan bagian selatan dari

SEBARAN GRANIT DI INDONESIA

SURVEI ALIRAN PANAS (HEAT FLOW) DAERAH PANAS BUMI PERMIS KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROVINSI BANGKA BELITUNG

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan dunia akan timah terus meningkat seiring dengan pengurangan

BAB III LANDASAN TEORI

lajur Pegunungan Selatan Jawa yang berpotensi sebagai tempat pembentukan bahan galian mineral logam. Secara umum daerah Pegunungan Selatan ini

TA5212 Eksplorasi Cebakan Mineral. Pengenalan Eksplorasi Geokimia

BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian I.2. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1.

Gambar 1. Lokasi kesampaian daerah penyelidikan di Daerah Obi.

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG

BAB 9 KESIMPULAN. Bab terakhir ini meringkaskan secara padat kesimpulan yang telah dicadangkan di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

FORMULIR ISIAN BASIS DATA SUMBER DAYA MINERAL LOGAM

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal

UNIVERSITAS DIPONEGORO PENENTUAN ZONA PROSPEKSI MINERAL LOGAM TIMAH DI LAUT TANJUNG PALA KABUPATEN BANGKA, PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB I PENDAHULUAN. mendorong bertambahnya permintaan terhadap bahan baku dari barangbarang. industri. Zirkon merupakan salah satu bahan baku di dalam

MODUL III DIFERENSIASI DAN ASIMILASI MAGMA

BAB III TEORI DASAR 3.1 Genesa Endapan serta Hubungannya dengan Pelapukan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya bauksit di Indonesia mencapai 3,47 miliar ton, yang terdapat di dua

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB 3. PENDEKATAN DAN METODOLOGI

Citra LANDSAT Semarang

Gambar 6. Daur Batuan Beku, Sedimen, dan Metamorf

BAB I PENDAHULUAN. Batugamping Bukit Karang Putih merupakan bahan baku semen PT Semen

SISTEM PANASBUMI: KOMPONEN DAN KLASIFIKASINYA. [Bagian dari Proposal Pengajuan Tugas Akhir]

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

batuan, butiran mineral yang tahan terhadap cuaca (terutama kuarsa) dan mineral yang berasal dari dekomposisi kimia yang sudah ada.

2. TINJAUAN PUSTAKA. Perairan Teluk Jakarta secara geografis terletak pada 5º56 15 LS-6º55 30

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kecepatan infiltrasi. Kecepatan infiltrasi sangat dipengaruhi oleh kondisi

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

GEOLOGI DAN GEOKIMIA PANAS BUMI DAERAH PERMIS KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROVINSI BANGKA BELITUNG S A R I

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Air Tanah Magelang Temanggung meliputi beberapa wilayah

ENDAPAN MAGMATIK Kromit, Nikel sulfida, dan PGM

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh

Integrasi SIG dan citra ASTER BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan emas biasanya digunakan sebagai standar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

KETERDAPATAN MINERAL DAN UNSUR JARANG PADA SEDIMEN PANTAI DAN PERMUKAAN DASAR LAUT DI PERAIRAN SELAT PULAU BATAM DAN PULAU BINTAN

MINERALOGY AND GEOCHEMISTRY OF BAGINDA HILL GRANITOID, BELITUNG ISLAND, INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dan sejarahnya (termasuk perkembangan kehidupan), serta proses-proses yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1. Skema produksi panas bumi dan lokasi pengambilan sampel kerak silika

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN. pembentuk tanah yang intensif adalah proses alterasi pada daerah panasbumi.

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA

REKAYASA LERENG STABIL DI KAWASAN TAMBANG TIMAH TERBUKA PEMALI, KABUPATEN BANGKA UTARA, KEPULAUAN BANGKA

BAB I PENDAHULUAN. bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989).

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Logam tanah jarang (LTJ) atau rare earth elements (REE), atau rare

UNIVERSITAS DIPONEGORO

V.2.4. Kesetimbangan Ion BAB VI. PEMBAHASAN VI.1. Jenis Fluida dan Posisi Manifestasi pada Sistem Panas Bumi VI.2.

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL. 4.1 Teori Dasar

BAB IV KARAKTERISTIK AIR PANAS DI DAERAH TANGKUBAN PARAHU BAGIAN SELATAN, JAWA BARAT

PENDAHULUAN Latar Belakang

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN

DASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun

American Association of Petroleum Geologists, Universitas Gadjah Mada Student Chapter 2

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Masalah Penelitian

DAFTAR ISI SARI... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... xvii. DAFTAR LAMPIRAN... xviii BAB I PENDAHULUAN...

EKSPLORASI UMUM LOGAM JARANG (REE) TIMAH DI KABUPATEN TAPANULI UTARA PROVINSI SUMATERA UTARA. Oleh : Kisman dan Wahyu Widodo

BAB 3 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA

DASAR-DASAR ILMU TANAH

MINERALOGI DAN GEOKIMIA INTRUSI DI TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM, SUMATRA SELATAN, INDONESIA

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

TRANSFORMASI BESI DAN MANGAN

Transkripsi:

BAB I: PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pulau Bangka memiliki batuan granitik yang melampar luas dengan beberapa variasi sifat (Cobbing et al., 1992). Granit di Pulau Bangka merupakan bagian dari sabuk batuan granitik yang sangat panjang membentang di Asia Tenggara (Cobbing et al., 1992). Granit di Pulau Bangka beberapa di antaranya teridentifikasi membawa mineralisasi timah yang melimpah. Endapan letakan timah yang dijumpai di Pulau Bangka juga mengandung mineral monasit (Schwartz et al., 1995). Monasit merupakan mineral grup fosfat yang juga membawa unsur tanah jarang dan unsur radioaktif (Th). Kehadiran unsur tanah jarang dalam mineral resisten dalam endapan letakan telah diketahui dengan baik namun keterdapatannya dalam profil lapukan granit masih perlu dipelajari. Peneliti pendahulu (Khubbi, 2010) telah meneliti karakteristik batuan granitik di Tanjung Tikus dan Menumbing. Batuan granit di dua lokasi tersebut adalah granit tipe S dengan saturasi alumina peraluminous. Total kelimpahan unsur tanah jarang pada granit segar dan lapukannya telah diketahui dengan metode analisa kimia unsur jejak. Namun, penelitian mengenai model keberadaan unsur tanah jarang pada material hasil lapukan granit di Tanjung Tikus dan Menumbing belum dibahas secara khusus. Unsur tanah jarang merupakan unsur incompatible dan litofil yang cukup melimpah jumlahnya pada batuan beku granitik (Henderson, 1984). Unsur tanah jarang pada lapukan batuan granitik dapat berada dalam fraksi geokimia material lapukan granit atau mineral primer penyusun granit yang resisten (Hu et al., 2006). Fraksi geokimia yang membawa unsur tanah jarang dalam material lapukan diantaranya adalah ion-exchangeable minerals, acid soluble minerals/carbonate bound, Mn oxide-occluded/easily reducible minerals, organicaly bound/easily oxidisable, amorphous Fe oxides occluded minerals, dan crystalline Fe oxides occluded minerals. Untuk mengetahui keberadaan unsur tanah jarang dalam material lapukan granit digunakan metode sequential extraction. 1

BAB I: PENDAHULUAN 2 Penelitian mengenai model keberadaan unsur tanah jarang dalam lapukan granit ini memadukan metode kimia dengan metode analisis mineralogi seperti XRD dan petrografi. Metode tersebut digunakan untuk mengetahui model keberadaan unsur tanah jarang dalam material lapukan granit sehingga diketahui pula mobilitas unsur tanah jarang pada profil lapukan granit selama proses pelapukan berlangsung. Penelitian mengenai mobilisasi unsur tanah jarang pada lapukan granit di Tanjung Tikus dan Menumbing masih perlu dipelajari lebih detil sehingga diketahui bagaimana unsur tanah jarang dapat tertransportasi dan terakumulasi. I.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah yang didapatkan dari pendalaman terkait latar belakang penelitian dan tujuan bahasan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Karakteristik geokimia dan pola distribusi unsur tanah jarang secara vertikal pada profil lapukan granit di Bangka Bagian Utara masih belum dipelajari dengan rinci. 2. Keberadaan unsur tanah jarang dalam material hasil lapukan granit di Bangka Bagian Utara belum terindentifikasi dengan baik. 3. Proses mobilisasi unsur tanah jarang dalam profil lapukan vertikal selama proses pelapukan granit di Bangka Bagian Utara belum dipahami secara rinci. 4. Proses pembentukan tanah (pedogenesis) terkait dengan karakteristik unsur tanah jarang dalam lapukan granit di Bangka Bagian Utara belum dibahas dengan mendetil. I.3 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Penelitian mengenai geokimia unsur tanah jarang pada lapukan granit ini memiliki ruang lingkup dan batasan penelitian yang di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Objek dari penelitian adalah granit dan lapukanya dari daerah Tanjung Tikus dan Menumbing, Pulau Bangka Bagian Utara.

BAB I: PENDAHULUAN 3 2. Unsur yang dibahas karakter geokimianya pada lapukan granit adalah unsur tanah jarang yaitu kelompok unsur lantanida dan yttrium (Y). 3. Pembahasan geokimia unsur tanah jarang terkait dengan kelimpahan, pola distribusi unsur, karakteristik unsur, mobilisasi unsur, dan fraksi geokimia pembawa unsur tanah jarang pada lapukan granit. 4. Pedogenesis yang terkait dengan mobilisasi unsur tanah jarang dalam proses pelapukan difokuskan pada proses in-situ di dalam profil vertikal pada lingkungan tempat pengambilan conto lapukan granit. 5. Pembahasan penelitian disusun berdasarkan data primer hasil analisis XRF pada lapukan, sequential extraction, XRD, dan petrografi granit serta lapukannya, sedangkan data sekunder berupa data kelimpahan unsur tanah jarang dan Zr pada granit dan lapukannya serta kelimpahan oksida utama pada granit (Khubbi, 2010). 6. Conto lapukan batuan granit yang digunakan dalam penelitian ini merupakan conto yang diambil dari lapangan oleh peneliti pendahulu (Khubbi, 2010). 7. Metode sequential extraction (Miller et al., 1986) tidak mengidentifikasi nama mineral pembawa unsur tanah jarang dalam lapukan granit namun fraksi geokimia tempat unsur tanah jarang berada. I.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian mengenai karakteristik geokimia unsur tanah jarang pada lapukan granit adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui karakteristik dan pola distribusi vertikal unsur tanah jarang pada profil lapukan granit di Pulau Bangka Bagian Utara. 2. Mengetahui keberadaan unsur tanah jarang dalam fraksi geokimia hasil lapukan granit di Pulau Bangka Bagian Utara. 3. Mengetahui mobilisasi unsur tanah jarang dalam profil lapukan granit ketika proses pelapukan berlangsung. 4. Pedogenesis yang terkait dengan karakteristik unsur tanah jarang dalam granit segar serta material hasil lapukan granit di Pulau Bangka Bagian Utara.

BAB I: PENDAHULUAN 4 I.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat memberi manfaat bagi pembaca yang tertarik untuk mengetahui bahasan penelitian ini, manfaat tersebut adalah sebagai berikut: 1. Penelitian ini menambah bahasan mengenai geokimia unsur tanah jarang pada lapukan granit di Pulau Bangka Bagian Utara. 2. Penelitian ini memberi informasi mengenai material geokimia pembawa unsur tanah jarang pada lapukan granit di Pulau Bangka Bagian Utara. 3. Penelitian ini dapat menjadi panduan untuk mengetahui proses mobilisasi unsur tanah jarang pada lapukan granit di Pulau Bangka Bagian Utara. 4. Penelitian ini membahas fenomena geologi yang dapat berperan terhadap karakteristik geokimia unsur tanah jarang pada lapukan granit di Pulau Bangka Bagian Utara. I.6 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada di Pulau Bangka yang merupakan salah satu pulau di Provinsi Bangka Belitung. Dalam peta geologi regional lokasi penelitian (Gambar 1.1) termasuk dalam lembar Bangka Utara, Sumatera. Daerah penelitian berada di bagian utara Pulau Bangka yaitu di daerah Tanjung Tikus dan Menumbing. Menumbing berada di bagian barat Pulau Bangka Bagian Utara sedangkan Tanjung Tikus berada di bagian timur Pulau Bangka Bagian Utara. Terdapat tiga titik pengambilan conto (Lampiran 1) yang digunakan dalam penelitian ini. Bentuk conto batuan yang diambil di lokasi penelitian berupa lapukan granit dan granit segar sumber material lapukan. I.7 Peneliti Pendahulu Batuan granitik di Pulau Bangka yang merupakan bagian dari Southeast Asian Tin Belt telah diteliti oleh Cobbing et al. (1992) dan Schwartz et al. (1995). Hasil penelitian tersebut membagi batuan granitik di Pulau Bangka menjadi dua grup besar yaitu Eastern Province dan Main Range Province. Cobbing et al. (1992) meneliti karakteristik dan petrogenesa batuan granitik di daerah Bangka Belitung. Mangga dan Djamal (1994) menyusun peta geologi daerah Pulau Bangka Bagian Utara. Geokimia unsur tanah jarang banyak diteliti di daerah Asia

BAB I: PENDAHULUAN 5 Tenggara seperti di Laos (Sanematsu et al., 2009), Malaysia (Yusoff et al, 2013) dan Thailand Selatan (Imai et al., 2008). A B Tanjung Tikus Menumbing Gambar 1.1 Gambar A menunjukkan posisi bangka pada sabuk batuan granitik di Asia Tenggara (Cobbing, 2005). Lokasi penelitian berada di Pulau Bangka bagian utara yaitu di Tanjung Tikus (Lingkaran Merah) dan Menumbing (Lingkaran Kuning) yang termasuk dalam granit main range tipe S (Cobbing, 2005). Pada batuan granitik unsur tanah jarang dapat terkonsentrasi dalam mineral aksesoris seperti sphene, apatit, dan monasit (Henderson, 1984). Mineral-mineral tersebut relatif lebih banyak membawa LREE. Mineral utama penyusun batuan seperti plagioklas, ortoklas, dan biotit merupakan mineral tempat penampungan sisa dari unsur tanah jarang saat batuan terbentuk (Henderson, 1984). Air hujan dengan ph yang relatif asam berperan penting dalam proses pelapukan, termasuk mobilisasi unsur tanah jarang (Henderson, 1984). Pada zona yang berada relatif di bawah, ph bertambah karena pengaruh air tanah dan hidrolisis feldspar (Henderson, 1984; Braun et al., 1989). Chemical Index of Alteration (CIA) diperkenalkan oleh Nesbitt dan Young (1982) yang berfungsi untuk mengestimasi derajat pelapukan dari batuan. Penelitian mengenai anomali unsur cerium pada profil lateritik diteliti oleh Braun et al. (1990) dengan mengambil studi kasus di Cameroon. Unsur tanah jarang yang relatif immobile dapat mengalami pengayaan pada hasil lapukan batuan yang terlebih dahulu mengalami pengayaan unsur tanah jarang (Bao dan Zhao, 2008; Valeton, 1994). Yusoff et al. (2013) meneliti mengenai mobilitas dan fraksinasi unsur tanah jarang pada lapukan batuan granitik yang termasuk dalam South East Asian Tin Belt di Malaysia. Proses transportasi unsur tanah jarang dalam profil lapukan

BAB I: PENDAHULUAN 6 terjadi dalam bentuk karbonat kompleks yang merupakan hasil pelarutan gas karbondioksida (Yusoff et al., 2013). Fluida yang kaya material organik (dissolved organic carbon) juga dapat berperan pada proses pencucian unsur tanah jarang (Lin et al., 2011). Peningkatan ph dalam zona lapukan yang lebih dalam menyebabkan unsur tanah jarang mengalami pengendapan (Bao dan Zhao, 2008). Mineral sekunder yang merupakan mineral pembawa unsur tanah jarang dalam profil lapukan batuan granitik di antaranya adalah mineral lempung, mineral oksida/hidroksida Fe dan Mn, mineral karbonat, dan fosfat sekunder (Bao dan Zhao, 2008; Sanematsu et al., 2009; Henderson, 1984; Yusoff et al., 2013; Zhu dan Xing, 1992; Trescasejs et al., 1986). Bao dan Zhao (2008) meneliti geokimia dan mineralisasi yang berkaitan dengan unsur tanah jarang pada fraksi easy exchangeable pada endapan hasil lapukan batuan granitik di Cina Selatan. Unsur tanah jarang dalam profil lapukan batuan granitik di Cina Selatan menunjukkan pola penurunan nilai LREE/HREE pada zona lapukan yang lebih dalam (Bao dan Zhao, 2008). Beberapa penelitian mengenai pola distribusi unsur tanah jarang dalam endapan residu menyimpulkan bahwa pada zona A terjadi anomali cerium positif dan pada zona B dan C memiliki anomali negatif (Bao dan Zhao, 2008; Sanematsu et al., 2009; Braun et al., 1989). Metode sequential extraction merupakan metode yang telah banyak dipakai untuk melihat kandungan unsur tertentu pada material lapukan batuan (Filgueiras et al, 2002). Metode ini banyak dikembangkan oleh peneliti yang salah satunya adalah Miller et al. (1986). Penelitian mengenai unsur tanah jarang pada lapukan batuan granitik yang menggunakan metode sequential extraction telah dilakukan oleh beberapa peneliti yang di antaranya adalah Sanematsu et al. (2009) dan Bao dan Zhao (2008). Dengan metode sequential extraction kehadiran material pembawa unsur tanah jarang dalam lapukan batuan dapat diperkirakan. Khubbi (2010) meneliti granit di daerah Menumbing dan Tanjung Tikus dan menyimpulkan karakter petrologi dan geokimia batuan granit tersebut. Granit di daerah Menumbing dan Tanjung Tikus berdasarkan komposisi mineraloginya adalah syenogranite dengan komposisi mineral utamanya adalah kuarsa, ortoklas, dan plagioklas. Afinitas magma pembentuk granit di daerah tersebut adalah high-

BAB I: PENDAHULUAN 7 K calc-alkaline hingga shosonite. Granit di daerah Menumbing dan Tanjung Tikus merupakan granit tipe S dengan tatanan tektonik syn-collisional. Imai et al (2009) meneliti unsur tanah jarang di Pulau Bangka dan mendapati beberapa kerak lapukan batuan granitik di Tanjung Raya pluton dan Menumbing pluton mengalami pencucian unsur tanah jarang di horizon A dan B sedangkan pengkonsesntrasian unsur tanah jarang terjadi di horizon C. Unsur tanah jarang di lapukan intrusi granitik East Belinyu pluton bahkan ditemukan memiliki kelimpahan unsur tanah jarang yang lebih rendah dibanding granit segarnya. HREE tidak terkonsentrasi pada lapukan batuan dan LREE yang berkurang dikarenakan adanya pencucian selama proses pelapukan. Ivestigasi mineralisasi unsur tanah jarang yang dilakukan oleh Setijadji et al. (2009) pada daerah Pulau Bangka menemukan bahwa unsur tanah jarang cukup tinggi kelimpahannya pada endapan placer yang hadir bersamaan dengan timah. Unsur tanah jarang yang berada dalam endapan placer dibangka berasosiasi pula dengan unsur radioaktif U dan khususnya Th. Lapukan granit di Pulau Bangka umumnya cenderung tidak berkembang dengan baik sehingga hanya berupa lapukan tipis. Kondisi profil lapukan yang tipis mungkin membuat Pulau Bangka tidak cocok bagi kehadiran deposit ion-adsorption, namun pada beberapa tempat kelimpahan unsur tanah jarang pada lapukan batuan granitik cukup tinggi kelimpahannya.