PENDAHULUAN. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Data

EKSTRAKSI CIRI MORFOLOGI DAN TEKSTUR UNTUK TEMU KEMBALI CITRA HELAI DAUN ANNISA

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra

Gambar 2 Prinsip pencarian: (a) struktur dan area-area pencarian, (b) jumlah dari garis-garis sampling (Sumber: (Kirchgeβner et al. 2002).

Identifikasi Tanaman Buah Berdasarkan Fitur Bentuk, Warna dan Tekstur Daun Berbasis Pengolahan Citra dan Learning Vector Quantization(LVQ)

PENGUKURAN KEMIRIPAN CITRA BERBASIS WARNA, BENTUK, DAN TEKSTUR MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK RIZKI PEBUARDI

Sistem perolehan citra berbasis isi Berdasarkan tekstur menggunakan metode Gray level co-occurrence matrix dan Euclidean distance

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR...

DAFTAR ISI BAB II TINJAUAN PUSTAKA...4

PENGUKURAN KEMIRIPAN CITRA BERBASIS WARNA, BENTUK, DAN TEKSTUR MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK RIZKI PEBUARDI

2.Landasan Teori. 2.1 Konsep Pemetaan Gambar dan Pengambilan Data.

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

EKSTRAKSI CIRI TEKSTUR CITRA WAJAH PENGGUNA NARKOTIKA MENGGUNAKAN METODE GRAY LEVEL CO-OCCURANCE MATRIX. Abstrak

IDENTIFIKASI MACAN TUTUL DENGAN METODE GREY LEVEL COOCURENT MATRIX ( GLCM) Zuly Budiarso Fakultas teknologi Informasi, Univesitas Stikubank Semarang

ANALISIS PERBANDINGAN METODE PREWITT DAN CANNY UNTUK IDENTIFIKASI IKAN AIR TAWAR

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Tekstur adalah salah satu elemen dasar citra. Elemen dasar ini berupa ciriciri

IDENTIFIKASI TANAMAN JATI MENGGUNAKAN PROBABILISTIC NEURAL NETWORK DENGAN EKSTRAKSI FITUR CIRI MORFOLOGI DAUN BANGUN ASANURJAYA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI. menawarkan pencarian citra dengan menggunakan fitur low level yang terdapat

BAB 2 LANDASAN TEORI

APLIKASI PENGENALAN DAUN UNTUK KLASIFIKASI TANAMAN DENGAN METODE PROBABILISTIC NEURAL NETWORK

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL


V HASIL DAN PEMBAHASAN

APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA

DAFTAR ISI. BAB II... Error! Bookmark not defined.

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Metode GLCM ( Gray Level Co-Occurrence Matrix)

BAB 3 METODOLOGI. untuk mengurangi adanya false positive dan false negative. False positive dalam hal ini

BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI. perhitungan LSI dan juga interface yang akan dibuat oleh penulis.

PENGEMBANGAN SISTEM PEROLEHAN CITRA BERBASIS ISI PADA CITRA BATIK MENGGUNAKAN METODE INTEGRATED COLOR AND INTENSITY CO-OCCURRENCE MATRIX (ICICM)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Model Citra (bag. 2)

BAB II LANDASAN TEORI

dengan metode penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 9. Data Citra Tumbuhan

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Pengenalan Spesies Tanaman Berdasarkan Bentuk Daun Menggunakan Metode Klasifikasi Move Median Center (MMC) Hypersphere

Atthariq 1, Mai Amini 2

BAB II LANDASAN TEORI

Oleh: Riza Prasetya Wicaksana

BAB 2 LANDASAN TEORI

Ekstraksi Fitur Warna, Tekstur dan Bentuk untuk Clustered- Based Retrieval of Images (CLUE)

ANALYSIS PERFORMANCE FITUR BENTUK, WARNA DAN TEKSTUR CITRA PADA PENELUSURAN INFORMASI ASET BERBASIS CBIR

PERBANDINGAN KINERJA PEMBOBOTAN CIRI PADA TEMU KEMBALI CITRA MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK DAN ALGORITME GENETIKA FACHRIZAL

IDENTIFIKASI DAUN TANAMAN JATI MENGGUNAKAN K-NEAREST NEIGHBOUR DENGAN EKSTRAKSI FITUR CIRI MORFOLOGI DAUN M BANGKIT PRATAMA

Identifikasi Citra Daun Menggunakan Morfologi, Local Binary Patterns dan Convex Hulls

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

pola-pola yang terdapat pada suatu daerah bagian citra. Tekstur juga dapat membedakan permukaan dari beberapa kelas.

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness

Journal of Control and Network Systems

EKSTRAKSI CIRI WARNA, BENTUK DAN TEKSTUR UNTUK TEMU KEMBALI CITRA HEWAN IDALIANA KUSUMANINGSIH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur maupun metode

KLASIFIKASI JENIS IKAN KOI MENGGUNAKAN GRAY LEVEL CO- OCCURRENCE MATRIX DAN ALGORITMA NAIVE BAYES

BAB II LANDASAN TEORI

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Operator descriptor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IMPLEMENTASI METODE HARMONIC MEAN FILTERDAN CANNY UNTUK MEREDUKSI NOISEPADA CITRA DIGITAL

IDENTIFIKASI DAUN SHOREA MENGGUNAKAN PROBABILISTIC NEURAL NETWORK DENGAN NORMALISASI FITUR MORFOLOGI DAUN ALITA WULAN DINI

KLASIFIKASI CITRA BERAS BERDASARKAN PENCIRIAN MATRIKS KO-OKURENSI ARAS KEABUAN MENGGUNAKAN k-nearest NEIGHBOUR

ABSTRAK. Kata kunci : CBIR, GLCM, Histogram, Kuantisasi, Euclidean distance, Normalisasi. v Universitas Kristen Maranatha

BAB II LANDASAN TEORI. titiktitik penyusun citra itu sendiri. Titik-titik tersebut disebut dengan pixel. Banyaknya

Bab III ANALISIS&PERANCANGAN

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

Pertemuan 2 Representasi Citra

Deteksi Citra Objek Lingkaran Dengan Menggunkan Metode Ekstraksi Bentuk Circularity

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI

Perancangan dan Simulasi Deteksi Penyakit Tanaman Jagung Berbasis Pengolahan Citra Digital Menggunakan Metode Color Moments dan GLCM

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II IDENTIFIKASI DAERAH TERKENA BENCANA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 3 METODOLOGI. melakukan pengamatan dan analisis dari gambar yang didapat. Untuk bisa mendapatkan

Ekstraksi Pola Iris Mata Berwarna Biru dan Cokelat dengan Metode GrayLevel Cooccurrence Matrix Yunia Mentari a, Nurhasanah a)*, Iklas Sanubary a)

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Kebutuhan Perangkat Keras. Perangkat Keras Spesifikasi Processor Intel Core i3. Sistem Operasi Windows 7

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KLASIFIKASI CITRA PARU MENGGUNAKAN MODEL SELF-ORGANIZING MAPS RADIAL BASIS FUNCTION NEURAL NETWORKS (SOM-RBFNN) SKRIPSI

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV IMPLEMENTASI DAN HASIL PENGUJIAN

BAB 4 PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM

MKB3383 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA Pemrosesan Citra Biner

HASIL DAN PEMBAHASAN. B fch a. d b

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN

Klasifikasi Mutu Telur Berdasarkan Kebersihan Kerabang Telur Menggunakan K-Nearest Neighbor

PERBANDINGAN TINGKAT AKURASI JENIS CITRA KEABUAN, HSV, DAN L*a*b* PADA IDENTIFIKASI JENIS BUAH PIR

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

Latar Belakang ENDHULUN Dalam ilmu biologi dan kehutanan, diketahui terdapat banyak enis daun dengan karakteristik (ciri) yang berbeda-beda. Hal tersebut menyebabkan sulitnya untuk melakukan pengenalan helai daun. Ciri warna untuk daun tidak terlalu menonol karena secara umum warna daun adalah hiau. Oleh karena itu, identifikasi daun yang paling utama dilihat dari ciri morfologi dan ciri teksturnya. Gabungan kedua penciri tersebut membuat identifikasi daun menadi lebih akurat. Namun gabungan ciri morfologi dan ciri tekstur uga banyak enisnya sehingga banyak orang bahkan ahli sekalipun kesulitan dalam melakukan pengenalan daun, apalagi dalam bentuk citra. Karena itulah dilakukan komputasi ektraksi ciri dari citra helai daun yang akan digunakan dalam sistem temu kembali citra untuk pengenalan daun. Sistem temu kembali citra merupakan sistem penemuan kembali informasi dalam bentuk citra dengan cara mengukur similiarity (kemiripan) antara kueri yang dimasukkan pengguna dan citra yang tersimpan dalam basis data. Salah satu pendekatannya adalah Content Based Image Retrieval (CBIR). Ekstraksi ciri merupakan salah satu tahapan penting dari pengenalan citra. Oleh karena itu, ekstraksi ciri helai daun adalah tahapan penting dalam proses pengenalan citra helai daun. ada tahap ini input citra helai daun akan diproses menggunakan suatu teknik sehingga menghasilkan ciri tertentu dari daun yang akan disimpan dalam basis data maupun dicocokkan dengan ciri helai daun yang ada. enciri yang digunakan dalam hal ini adalah ciri morfolog ciri tekstur dan gabungan kedua ciri tersebut untuk pengenalan citra helai daun yang lebih akurat. ebuardi (008) mengunakan co-occurrence matrix untuk ekstraksi ciri tekstur. Informasi tekstur dengan co-occurrence matrix akan merepresentasikan energy, moment, entropy, maximum probability, contrast, correlation, dan homogenity. Wu et al (007) melakukan ekstraksi ciri morfologi pada citra helai daun. Tahap awal adalah mendapatkan lima ciri dasar dari citra helai daun, kemudian kombinasi dari kelima ciri tersebut menghasilkan dua belas ciri turunan. enelitian ini menggunakan pendekatan ekstraksi ciri morfologi untuk mendapatkan ciriciri morfologi dan co-occurrence matrix untuk mendapatkan ciri-ciri tekstur. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya diketahui bahwa pendekatan ekstraksi ciri morfologi memberikan hasil ekstraksi yang baik untuk morfologi citra helai daun. Tuuan Tuuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi hasil temu kembali citra dengan menggunakan penciri morfolog tekstur dan gabungan keduanya untuk temu kembali citra helai daun. Ruang Lingkup Data diperoleh dari hasil pengambilan citra dengan menggunakan kamera digital. Obek citra adalah helai daun tunggal yang berasal dari sebelas pohon buah yang ada di sekitar kampus IB Darmaga, yaitu daun alpukat, bisbul, cokelat, durian, amblang, ambu bi ambu bol, kepel, manggis, menteng, dan nangka. enelitian ini difokuskan pada tahap ekstraksi ciri pada citra helai daun. TINJUN USTK Daun Daun merupakan bagian atau organ tumbuhan yang berfungsi membentuk makanan (fotosintesis), respirasi dan transpirasi. Daun memiliki pola-pola yang berbeda. Hickey et al (999) telah mendeskripsikan ciri morfologi daun dengan cukup rinc khususnya untuk morfologi daun kelas Dicotyledoneae. Ciri morfologi daun tersebut antara lain bangun daun (helaian daun, uung daun, dan pangkal daun), tepi daun, tekstur daun, letak kelenar, tangkai daun, tipe pertulangan, dan pengelompokan urat daun. Content Based Image Retrieval (CBIR) Content based image retrieval (CBIR) merupakan suatu pendekatan untuk masalah temu kembali citra yang didasarkan pada informasi yang terkandung di dalam citra itu sendiri seperti warna, bentuk, dan tekstur dari citra (Rodrigues & rauo 004). CBIR terdiri atas beberapa tahap yaitu praproses, ekstraksi cir pengindeksan dan penemuan kembali citra. Gambar menunukkan diagram CBIR.

Gambar Diagram CBIR. Ekstraksi Ciri Ekstraksi ciri adalah proses mengambil ciriciri yang terdapat pada citra. ada proses ini obek di dalam citra mungkin perlu dideteksi seluruh tepinya, lalu dihitung properti-properti obek yang berkaitan sebagai ciri. Beberapa proses ekstraksi ciri mungkin perlu mengubah citra masukan sebagai citra biner, melakukan penipisan pola dan sebagainya. Ekstraksi ciri diklasifikasikan ke dalam tiga tingkat yaitu low-level, middle-level dan highlevel. Low-level feature merupakan ekstraksi ciri berdasarkan isi visual seperti warna dan tekstur, middle-level feature merupakan ekstraksi tiap obek dalam citra dan mencari hubungannya, sedangkan high-level feature merupakan ekstraksi ciri berdasarkan informasi semantik yang terkandung dalam citra (Osadebey 006). Ekstraksi ciri morfologi merupakan salah satu bagian dari CBIR untuk informasi morfologi pada citra. roses ini bisa dilakukan dengan pendekatan ekstraksi ciri dasar dan turunan dari morfologi citra helai daun. Menurut Vailaya (996), empat pendekatan yang digunakan dalam menganalisis tekstur adalah analisis statistik, geometrik, berbasis model dan pemrosesan sinyal. endekatan secara statistik dilakukan dengan mengukur karakteristik tekstur seperti kehalusan dan keteraturan. endekatan secara geometrik adalah mengorganisasikan komponen citra primitif (titik, garis, lingkaran) untuk mendapatkan adanya kemungkinan hubungan struktural. Sementara, pendekatan berbasis model mengasumsikan model citra dasar untuk mendeskripsikan dan menyintesis tekstur. endekatan pemrosesan sinyal menggunakan analisis frekuensi dari citra untuk menggolongkan tekstur. Salah satu bagian dari CBIR untuk mendapatkan informasi tekstur pada citra adalah ekstraksi ciri tekstur. roses ini bisa dilakukan dengan pendekatan secara statistik yaitu cooccurrence matrix. Ekstraksi Ciri Morfologi Wu et al (007) telah mendeskripsikan ciri morfologi daun yang dapat diekstrak dari citra helai daun. Ciri tersebut dibedakan menadi dua, yaitu ciri dasar dan ciri turunan. Ciri dasar citra helai daun ada lima, yaitu: Diameter ( D ), yang didefinisikan sebagai arak terpanang antara dua titik pada tepi daun. anang diameter bisa sama atau berbeda dengan panang tulang daun primer (physiological length). Ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar. Gambar Diameter helai daun. hysiological length (L p ) adalah arak antara uung dan pangkal daun (panang tulang daun primer). 3 hysiological width (W p ) adalah arak terpanang dari garis yang memotong tegak lurus physiological length yang dibatasi tepi daun. Hubungan keduanya dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 Hubungan antara physiological length dan physiological width. 4 Leaf area ( ) adalah perhitungan umlah pixel dari daerah yang dilingkupi tepi daun pada citra yang telah dihaluskan. Ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4 Leaf area.

5 Leaf perimeter ( ) adalah perhitungan umlah pixel yang terdapat pada tepi daun (keliling). Ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Leaf perimeter. Ciri turunan daun ada dua belas, yaitu: Smooth factor adalah rasio antara area citra helai daun yang dihaluskan dengan 5 x 5 rectangular averaging filter dan area citra helai daun yang dihaluskan dengan x rectangular averaging filter. Ciri ini untuk mengukur keteraturan tepi daun. Semakin teratur tepi daun, nilainya semakin mendekati. Sebaliknya, semakin tidak teratur tepi daun, nilainya semakin mendekati 0. spect ratio adalah rasio antara physiological length dan physiological width. ersamaannya dapat dilihat pada ersamaan. L p...() W p Ciri ini untuk memperkirakan bentuk helai daun. Jika bernilai kurang dari maka bentuk helai daun tersebut melebar. Jika bernilai lebih dari maka bentuk helai daun tersebut memanang. Ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 spect ratio. 3 Form factor, digunakan untuk mendeskripsikan perbedaan antara daun dan lingkaran Cini ini untuk mengukur seberapa bundar bentuk helai daun tersebut. Nilai forn factor dapat dilihat pada ersamaan. 4π...() 4 Rectangularity, mendeskripsikan kemiripan antara daun dan empat persegi panang. Rumusnya diberikan pada ersamaan 3. L p W p...(3) 5 Narrow factor adalah rasio antara diameter dan physiological length. Ciri ini untuk menentukan apakah bentuk helai daun tersebut tergolong simetri atau asimetri. Jika helai daun tersebut tergolong simetri maka bernilai, ika asimetri maka bernilai lebih dari. Nilainya dapat dicari menggunakan ersamaan 4. D L p...(4) 6 erimeter ratio of diameter. Ciri ini untuk mengukur seberapa lonong daun tersebut. ersamaannya dapat dilihat pada ersamaan 5. D...(5) 7 erimeter ratio of physiological length and physiological width. Rumusnya diberikan pada ersamaan 6. ( L p + W p )...(6) 8 Vein features. ersamaannya dapat dilihat pada ersamaan 7, 8, 9, 0 dan. a. Rasio antara area helai daun yang telah element dengan radius satu piksel dan v...(7) b. Rasio antara area helai daun yang telah element dengan radius dua piksel dan v...(8) c. Rasio antara area helai daun yang telah 3

element dengan radius tiga piksel dan v3...(9) d. Rasio antara area helai daun yang telah element dengan radius empat piksel dan v4...(0) e. Rasio antara area helai daun yang telah element dengan radius empat piksel dan area helai daun yang telah element dengan radius satu piksel. Co-occurrence Matrix v4 v...() Menurut Osadebey (006), co-occurrence matrix menggunakan matriks deraat keabuan adalah untuk mengambil contoh secara statistik bagaimana suatu deraat keabuan tertentu teradi dalam hubungannya dengan deraat keabuaan yang lain. Matriks deraat keabuan adalah suatu matriks yang elemen-elemennya mengukur frekuensi relatif keadian bersama dari kombinasi level keabuan antar pasangan piksel dengan hubungan spasial tertentu. Misal diketahui sebuah citra Q(, p( merupakan posisi dari operator, dan adalah sebuah matriks NxN. Elemen ( menyatakan umlah titik tersebut teradi dengan grey level (intensitas) g(i) terad pada posisi tertentu menggunakan operator p, relatif terhadap titik dengan intensitas g(. Matriks merupakan cooccurrence matrix yang didefinisikan oleh p. Operator p didefinisikan dengan sebuah sudut θ dan arak d. Berdasarkan matriks dapat dihitung nilai-nilai ciri tekstur. Ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 7. Berikut adalah beberapa formula yang digunakan dalam penghitungan ciri tekstur. a Energy, mengukur tingkat keseragaman tekstur. Energi mencapai nilai tertinggi saat persebaran level keabuan konstan atau bersifat periodik. Rumusnya diberikan pada ersamaan. E = (...() b Inverse Difference Moment mencapai nilai tertinggi saat banyak keadian bersama dalam matriks terkonsentrasi dekat diagonal utama. Formulanya dapat dilihat pada ersamaan 3. ( IDM = i... (3) c Entropy, mengukur tingkat keacakan piksel. Entropi mencapai nilai tertinggi ikasemua elemen dalam matrix sama. Nilai entropy dapat dicari menggunakan ersamaan 4. d E = ( log (...(4) Maximum probability, menyatakan nilai frekuensi kemunculan bersama terbesar. Semakin tinggi nilainya, semakin teratur teksturnya. Rumusnya diberikan pada ersamaan 5. M = max ( )...(5) i e Contrast, menyatakan umlah variasi lokal yang terdapat dalam sebuah citra. tau dengan kata lain menyatakan tingkat kekontrasan citra. Formulanya dapat dilihat pada ersamaan 6. C = i (...(6) f Correlation, menyatakan hubungan ketetanggaan antarpiksel. Rumus yang digunakan dapat dilihat pada ersamaan 7. ( µ )( µ ) ( i C =...(7) σ σ i g Homogeneity, menyatakan tingkat kehomogenan piksel. Nilainya dapat dicari menggunakan ersamaan 8. ( H =...(8) + i Gambar 7 Representasi Co-occurrence Matrix. 4

Recall dan recision Menurut Rodrigues dan rauo (004), recall dan precision merupakan parameter yang digunakan untuk mengukur keefektifan hasil temu kembali. Recall menyatakan proporsi materi relevan yang ditemukembalikan. erhitungannya dapat dilihat pada ersamaan 9. Sementara itu, precision menyatakan proporsi materi yang ditemukembalikan yang relevan. erhitungan precission dapat dilihat pada ersamaan 0. perimeter. Kombinasi dari ketiga ciri tersebut digunakan untuk mendapatkan ciri turunan citra helai daun yaitu smooth factor, form factor dan perimeter ratio of diameter. Ra recall = (9) R Ra precission = (0) dengan Ra adalah umlah citra relevan yang ditemukembalikan, R adalah unlah citra relevan yang ada di basisdata, dan adalah umlah seluruh citra yang ditemukembalikan. METODE ENELITIN roses penemuan kembali citra dengan pendekatan CBIR terdiri atas beberapa tahap yaitu praproses, ekstraksi cir pengindeksan dan penemuan kembali citra. Tahapan yang lebih detail dapat dilihat pada Gambar 8. Data roses pengumpulan data dilakukan dengan cara pengambilan citra secara langsung menggunakan kamera digital 8 M. Data citra tersebut tersimpan dalam format JG dengan ukuran 364x448 piksel. raproses Tahap awal praproses yaitu mengubah ukuran citra menadi 00x50 piksel. Kemudian membersihkan daerah latar belakang citra sehingga didapatkan obek daun dengan latar belakang warna putih. Selanutnya citra RGB dikonversi menadi citra grayscale. Untuk ekstraksi ciri morfolog citra grayscale dikonversi lagi menadi citra biner. Kemudian noise citra dihilangkan. Ekstraksi Ciri a. Ekstraksi ciri morfologi Tahap awal ekstraksi ciri morfologi adalah dengan mendapatkan ciri-ciri dasar dari citra helai daun. Ciri yang digunakan pada penelitian ini adalah diameter, leaf area dan leaf Gambar 8 Metodologi penelitian. b. Ekstraksi ciri tekstur Langkah awal yang dilakukan untuk mendapatkan informasi tekstur dari sebuah citra adalah menentukan co-occurrence matrix. Co-occurrence matrix dihitung dalam empat arah yaitu 0 o, 45 o, 90 o, dan 35 o. Jad untuk setiap citra akan dihasilkan empat co-occurrence matrix. Setelah itu, nilai energy, moment, entropy, maximum probablity, contrast, correlation, dan homogenity dihitung untuk setiap cooccurrence matrix, sehingga untuk setiap fitur akan diperoleh empat nila masingmasing untuk arah 0 o, 45 o, 90 o, dan 35 o. Nilai dari setiap fitur diperoleh dengan menghitung rata-rata keempat nilai fitur yang bersangkutan. Informasi tersebut kemudian direpresentasikan dengan sebuah vektor yang memiliki tuuh elemen dan 5