I. PENDAHULUAN. diperlukan penguasaan matematika sejak dini. Oleh karena itu, selayaknya mata

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pelajaran matematika. Padahal, dalam kehidupan sehari-hari matematika

BAB I PENDAHULUAN. memikirkan dan membuat perencanaan secara seksama dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika. Disusun Oleh:

I. PENDAHULUAN. kecerdasan, (2) pengetahuan, (3) kepribadian, (4) akhlak mulia, (5)

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kimia kelas XI IPA 2 SMA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gresi Gardini, 2013

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran geografi yang dilakukan di SMA Negeri 3 Bandar Lampung

BAB I PENDAHULUAN. diharuskan memiliki profesionalisme yang tinggi dalam proses belajar- mengajar.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Kimia merupakan mata pelajaran yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan

I. PENDAHULUAN. mengatasi kesulitan belajar. Guru juga perlu mengadakan berbagai alternatif

I. PENDAHULUAN. dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya. Dengan. demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. karakter dari dinamika di abad ke-21 yang merupakan abad informasi. Seiring dengan

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER DITINJAU DARI AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA

I. PENDAHULUAN. Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, kreatif, mandiri, serta mampu

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat membawa hasil atau berdaya guna. Efektif juga dapat diartikan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan salah satu cara untuk membenahi, meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah bidang yang sangat penting terutama di Negara. berkembang seperti Indonesia, karena pendidikan yang berintegritas

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Hasil wawancara dengan guru bidang studi kimia kelas XI SMA YP Unila Bandar

I. PENDAHULUAN. Materi pokok sistem koloid merupakan salah satu materi kimia yang sangat sering

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, yang tercermindari keberhasilan belajar siswa. Proses

BAB I PENDAHULUAN. selalu tumbuh dan berkembang. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang

I. PENDAHULUAN. (2012:5) guru berperan aktif sebagai fasilitator yang membantu memudahkan

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan pendidikan diperlukan suatu proses kegiatan belajar-mengajar.

BAB I PENDAHULUAN. atas penguasaan terhadap sesuatu yang dipelajari. Untuk mengukur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu pembelajaran yang ada di sekolah adalah pembelajaran Ilmu

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIIIC SMPN 3 PALOPO

I. PENDAHULUAN. Kondisi pendidikan di Indonesia saat ini semakin hari kualitasnya makin

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan wawancara dengan guru bidang studi kimia SMA Budaya Bandar

I. PENDAHULUAN. Globalisasi seperti saat ini menimbulkan persaingan di berbagai bidang kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan

BAB V PEMBAHASAN. A. Hasil belajar Fiqih antara yang menggunakan Model Pembelajaran. Numbered Heads Together (NHT) dan Konvensional (ceramah) terhadap

TINJAUAN PUSTAKA. Pemahaman berasal dari kata paham yang menurut Kamus Besar Bahasa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan peranan penting dalam kehidupan bermasyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup yang lebih baik. Agar dapat memiliki kemampuan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Sutikno (2005: 29) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif

BAB I PENDAHULUAN. 1994, 2004, KBK(Kurikulum Berbasis Kompetensi), hingga pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. prasarana serta faktor lingkungan. Apabila faktor-faktor tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, manjur, membawa hasil dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian masalah bilangan pengertian tersebut terdapat pada Kamus Besar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. belajar. Hakekat pembelajaran adalah memberikan bimbingan dan fasilitas

I. PENDAHULUAN. mutu Sumber Daya Manusia (SDM). Undang-Undang Nomor 20 Tahun. Berdasarkan hal itu pemerintah terus berupaya mewujudkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Peningkatan mutu pendidikan pada jenjang sekolah harus lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu lembaga pendidikan formal pada jenjang pendidikan menengah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah suatu upaya sadar dan terencana. untuk meningkatkan dan mengembangkan potensi manusia yang serba

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk Kompetensi Dasar 15.1 yaitu Menjelaskan alur cerita, pelaku, dan

BAB V PEMBAHASAN. A. Perbedaan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model. Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) dengan Jigsaw

BAB I PENDAHULUAN. tetapi siswa harus berperan aktif mencari sumber-sumber lain supaya tujuan

BAB I PENDAHULUAN. dengan tanggung jawab, sehigga kebebasan yang bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. keahlian dimana program keahlian yang dilaksanakan di SMK disesuaikan dengan

Vol.09/No.02/Januari 2017 ISSN:

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu komponen utama kebutuhan manusia. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan. Nasional :

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang wajib diikuti oleh

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha yang mempunyai tujuan, yang dengan. didik (Sardiman, 2008: 12). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. pendidikan menengah, beberapa upaya yang dilakukan pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Akibatnya, biologi sebagai proses ilmiah, sikap, dan aplikasi tidak tersentuh dalam

MODEL LEARNING CYCLE 5E SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Belajar matematika merupakan salah satu sarana berpikir ilmiah dan

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan diri secara utuh dalam arti pengembangan segenap potensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENGARUH METODE KOOPERATIF TIPE CIRC (COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION) DAN TTW (THINK-TALK-WRITE) DALAM PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu kualitas suatu bangsa. Selain karena pendidikan dipandang

BAB I PENDAHULUAN. secara komprehensif, baik fisik, mental, maupun emosional.

BAB 1 PENDAHULUAN. berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Hikmah Zalilah Manalu Rosnelli. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem pernapasan manusia adalah sistem organ yang terjadi dalam tubuh manusia. Pada materi ini siswa

I. PENDAHULUAN. pendidikan di Indonesia, agar siswa memiliki pola pikir yang sistematis dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Matematika. Oleh : NUGRAHAENI GAMASTUTI NIM A

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. nasional, biologi merupakan mata pelajaran yang mewajibkan siswa untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah investasi sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi

BAB I PENDAHULUAN. Masalah adalah sebuah kata yang sering terdengar oleh kita. Namun sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berdasarkan hasil survei UNDP adalah akibat rendahnya mutu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kualitas dan keberhasilan suatu bangsa bisa dilihat dari kualitas pendidikannya. Hal mendasar yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. sorotan yaitu pada sektor pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika sejak dini. Oleh karena itu, selayaknya mata pelajaran matematika diberikan pada setiap jenjang pendidikan mulai dari pendidikan dasar. Dalam mempelajari matematika siswa harus rajin dan disiplin. Dengan demikian, siswa tidak akan mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika. Pada saat mengajarkan matematika, guru tidak hanya memperhatikan materi tetapi juga harus memperhatikan kondisi siswa. Guru tidak semata-mata sebagai pengajar yang hanya mentransfer ilmu pengetahuan tetapi juga harus sebagai pendidik yang mentransfer ilmu dan sekaligus sebagai pembimbing yang memberikan pengarahan dan menuntut siswa dalam belajar. Berkaitan dengan ini maka guru memiliki peran yang sangat kompleks di dalam proses belajar mengajar. Pada kenyataannya matematika sering dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit untuk dimengerti. Hal ini dikarenakan karakteristik matematika yang bersifat abstrak dan membutuhkan konsep-konsep, sehingga pada umumnya siswa hanya

2 menghafal rumus untuk menyelesaikan soal-soal matematika. Salah satu penyebabnya adalah metode pembelajaran yang digunakan guru kurang cocok dan sulit dimengerti oleh siswa, sehingga siswa kurang tertarik dan merasa terbebani dalam belajar matematika. Hal ini menyebabkan hasil belajar siswa kurang optimal. Penggunaan metode pembelajaran yang monoton (konvensional), dapat menyebabkan siswa merasa jenuh, mengantuk dan perhatiannya berkurang. Metode pembelajaran harus dapat mengubah gaya belajar siswa, dari siswa yang pasif menjadi aktif dalam mengkonstruksikan konsep. Metode pembelajaran yang tepat akan membuat matematika lebih menarik, menantang, dan menyenangkan,. Hal ini akan menambah semangat siswa untuk mempelajari matematika baik di sekolah maupun di rumah, sehingga akan meningkatkan kesiapan siswa untuk mempelajari materi-materi baru. Namun di beberapa sekolah belum sepenuhnya menerapkan pembelajaran yang tepat termasuk SMK Negeri 2 Bandarlampung. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran matematika kelas XI di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 2 Bandarl ampung diketahui bahwa metode pembelajaran yang biasa digunakan selama ini adalah pembelajaran konvensional, yaitu guru lebih banyak menjelaskan dan siswa hanya mendengarkan. Informasi lainnya menyebutkan bahwa rata-rata hasil ujian mid semester genap mata pelajaran matematika SMK Negeri 2 Bandarlampung tahun pelajaran 2011/2112 hanya sekitar 25% siswa yang tuntas (memperoleh nilai lebih besar atau sama dengan 70). Rendahnya hasil belajar tersebut bisa saja terjadi karena pendekatan pembelajaran yang digunakan belum sesuai. Siswa tampak tidak

3 memiliki kesiapan untuk belajar. Siswa juga cenderung pasif dalam pembelajaran. Padahal di dalam kurikulum KTSP siswa dituntut untuk aktif selama pembelajaran berlangsung. Dalam KTSP sangat ditekankan keterlibatan aktif antara guru dan siswa selama proses pembelajaran. Oleh karena itu, pembelajaran matematika perlu diperbarui, siswa diberikan kesempatan untuk lebih aktif dibandingkan dengan aktivitas guru. Dalam upaya meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran bisa dengan membentuk kelompok-kelompok diskusi. Salah satu model pembelajaran yang menekankan kerjasama kelompok yaitu model pembelajaran kooperatif. Keunggulan dari model pembelajaran kooperatif diantaranya mengajarkan kepada siswa suatu keterampilan kerjasama dan kolaborasi, selain keunggulan dalam membatu siswa untuk memahami konsep-konsep yang sulit. Pembelajaran ini juga membantu siswa menumbuhkan kemampuan kerjasama sehingga siswa lebih memiliki kemungkinan menggunakan tingkat berfikir yang lebih tinggi setelah diskusi. Pembelajaran kooperatif juga memanfaatkan kecenderungan siswa untuk berinteraksi. Keunggulan lain dari pembelajaran ini adanya peningkatan penerimaan siswa yang berbeda latar belakang. Selain keunggulan-keunggulan di atas, pembelajaran ini juga memiliki kelemahan diantaranya apabila guru dalam pembelajaran tidak memberikan tantangan yang sesuai dan menarik, suatu pembelajaran kooperatif dapat berlangsung gagal dengan cepat. Kesulitan lain yaitu banyak siswa mengalami kesulitan berbagi waktu dan bahan. Tetapi apabila kelemahan-kelemahan selama pembelajaran dapat ditekan, kemungkinan akan didapatkan hasil belajar siswa yang baik. (Eggen dan Kauchak dalam Trianto, 2007;42).

4 Pembelajaran kooperatif juga bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini, sebagian besar aktivitas pembelajaran dilakukan oleh siswa, yaitu dengan mempelajari materi pelajaran dan berdiskusi untuk memecahkan masalahnya sendiri. Menurut Lie (2007 :59), model pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling berbagi ide, mempertimbangkan jawaban yang paling tepat, dan mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka. Salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif adalah NHT. Pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah suatu model pembelajaran yang lebih memungkinkan siswa untuk lebih aktif dan bertanggung jawab penuh dalam memahami materi pelajaran matematika baik secara berkelompok maupun individual. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa. Ciri khasnya adalah penomoran siswa pada masing-masing kelompok dan guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok itu. Oleh karena itu, siswa dituntut untuk mengetahui jawaban dari setiap tugas yang diberikan oleh guru dalam kelompoknya. Oleh karena tugas tersebut menjadi tanggung jawab kelompok dan jika siswa yang ditunjuk untuk mempresentasikan jawaban tidak bisa menjawab, maka dia akan malu pada kelompoknya dalam kelas sehingga siswa tersebut akan berusaha untuk mengetahui semua jawaban tugas melalui diskusi kelompok dan menjadi lebih aktif dalam pembelajaran.

5 Berdasarkan pada visi dan misi SMK Negeri 2 Bandarlampung yang memprioritaskan lulusannya untuk siap membuat lapangan kerja baru dan mengharuskan lulusan-nya untuk dapat secara langsung berinteraksi dengan masyarakat, maka dianggap perlu menerapkan pembelajaran yang menuntut siswanya untuk meningkatkan ke-siapan belajar sehingga siswa mampu mengikuti alur pembelajaran dan aktif sela-ma Pembelajaran berlangsung. Sementara pada kenyataanya pembelajaran yang digunakan adalah pembelajaran konvensional yang kurang memperhatikan visi dan misi tersebut. Hal tersebutlah yang melatarbelakangi dilakukannya eksperi-men penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered, Head, Together). Dengan model pembelajaran tipe NHT diharapkan dapat menjadi alternatif bagi guru yang memang mengalami kesulitan dalam variasi model pembelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT diharapkan siswa mampu membangun pengetahuannya sendiri dengan motivasi belajar yang tinggi itu. Penerapan pembelajaran NHT memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara mandiri. Jadi siswa benar-benar mengalami dan menemukan sendiri apa yang dipelajari sehingga menciptakan pembelajaran dengan suasana yang menyenangkan, inovatif, dan efektif sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah model pembelajaran kooperatif tipe NHT berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa kelas XI SMK Negeri 2 Bandarlampung?

6 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap hasil belajar matematika siswa kelas XI SMK Negeri 2 Bandarlampung. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat: 1. Memberikan informasi kepada guru dan calon guru tentang pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap hasil belajar matematika siswa. 2. Memberikan sumbangan pemikiran bagi guru, calon guru dan siswa tentang alternatif model pembelajaran yang dapat diterapkan disekolah. E. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup peneliatian ini adalah : 1. Pengaruh yang muncul dalam penelitian ini adalah apabila rata-rata hasil belajar dan proporsi ketuntasan belajar siswa pada kelas eksperimen lebih besar dari pada rata-rata hasil belajar dan proporsi ketuntasan belajar siswa pada kelas kontrol. 2. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan suatu strategi pembelajaran yang mengutamakan diskusi dan kerja sama dalam kelompok dimana pembelajaran dimulai dengan guru membagi siswa dalam kelompokkelompok kecil dan memberi penomoran sedemikian sehingga setiap siswa dalam kelompok memiliki nomor yang berbeda. Siswa berdiskusi dalam

7 kelompoknya. Kemudian guru mengajukan pertanyaan. Para siswa mendiskusikan pertanyaan tersebut dalam kelompok lalu menggambarkan dan meyakinkan bahwa setiap anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut. Guru menyebut satu nomor dan siswa dari setiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan guru menunjuk salah satu siswa untuk mempresentasikan jawaban bagi seluruh siswa dalam kelas. 3. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran dimana seorang guru di kelas dengan jumlah siswa (30 40 peserta didik) dalam waktu yang sama menyampaikan bahan pelajaran yang sama dan metode yang sama. Dalam pembelajaran ini guru beranggapan semua peserta didik mempunyai kemampuan, kesiapan, kematangan dan kecepatan berfikir yang sama. Dalam hal ini guru sangat berperan dan aktif dalam berlangsungnya sistem belajar mengajar di kelas. 4. Hasil belajar adalah kemampuan siswa dalam aspek kognitif yang berupa nilai tes matematika. Aspek hasil pembelajaran dilihat dari ketuntasan belajar siswa mencapai minimal 60% siswa tuntas belajar (memiliki nila i lebih dari atau sama dengan 70) yang diambil dari tes formatif.