BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Penulis mengambil beberapa jurnal, skripsi, disertasi dan bahan pustaka lainnya yang berkaitan dengan analisis kontrastif, adverbial bahasa Mandarin, dan adverbial bahasa Indonesia. Sun (2010) dalam disertasi yang berjudul Hànyǔ, Yìnníyǔ Xiàndìngxìng ǔ y Miáoxiěxìng Zhuàngyǔ Duìbǐ Yánjiū [ 汉语 印尼语限定性与描写性状语对比研究 ] menjelaskan bahwa, dalam bahasa Mandarin dan bahasa Indonesia jenis kata tertentu seperti kata sifat, kata benda dan lain-lain dapat berfungsi sebagai adverbial. Adverbial terbagi menjadi beberapa jenis yaitu adverbial tunggal di antaranya adverbial tempat, waktu, frekuensi, tingkatan, ruang lingkup, cara, dan lain-lain serta adverbial jamak di antaranya adverbial bertingkat, setara, dan lain-lain. Tulisan ini memberikan kontribusi berupa klasifikasi adverbial bahasa Mandarin maupun adverbial bahasa Indonesia disertai dengan deskripsi singkat mengenai penggunaannya dalam kalimat. Pan (2010) dalam disertasi yang berjudul Xiàndài Hànyǔ Zhuàngyǔ Yǔxù Yánjiū [ 现代汉语状语语序研究 ] menjelaskan bahwa, jenis-jenis adverbial besar kemungkinan berbeda antara bahasa yang satu dengan bahasa lainnya. Hal ini dikarenakan lingkungan bahasa yang berbeda di antara keduanya sehingga letak/ 19
susunan adverbial juga terpengaruh olehnya. Tulisan ini memberikan kontribusi berupa acuan penggunaan adverbial bahasa Mandarin tertentu di dalam kalimat. Ying (2011) dalam jurnal yang berjudul Perbandingan Karakteristik dan Fungsi Kata Keterangan Bahasa Mandarin dan Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa, pada umumnya kata keterangan bahasa Mandarin diletakkan di awal, tengah ataupun di akhir kalimat, yang mana berbeda dengan kata keterangan bahasa Indonesia yang diletakkan di awal ataupun di tengah kalimat. Tulisan ini memberikan kontribusi berupa paparan singkat mengenai karakteristik adverbial serta contoh-contoh kalimat yang menggunakan adverbial bahasa Mandarin ataupun adverbial bahasa Indonesia. Tandy (2011) dalam skripsi yang berjudul Analisis Kontrastif Kalimat Tanya Bahasa Inggris dan Bahasa Mandarin menjelaskan bahwa, analisis ataupun linguistik kontrastif mempunyai 2 (dua) langkah atau cara pendekatan, salah satunya yakni pendekatan sinkronik yang menitik-beratkan pada bentukbentuk kontemporer yang terdapat dalam bahasa-bahasa yang akan dibandingkan. Tulisan ini memberikan kontribusi berupa uraian mengenai analisis kontrastif. 2.2 Konsep Konsep menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, ataupun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Oleh karena itu, konsep dalam penelitian ini adalah: 20
2.2.1 Analisis Kontrastif Tarigan (1992: 4) menjelaskan bahwa: analisis kontrastif, berupa prosedur kerja, adalah aktivitas atau kegiatan yang mencoba membandingkan struktur B1 dengan struktur B2 untuk mengidentifikasi perbedaan-perbedaan di antara kedua bahasa. Perbedaanperbedaan antara dua bahasa yang diperoleh dan dihasilkan melalui Anakon, dapat digunakan sebagai landasan dalam meramalkan atau memprediksi kesulitan-kesulitan atau kendala-kendala belajar berbahasa yang akan dihadapi oleh para siswa di sekolah, terlebih-lebih dalam belajar B2. B1 yang dimaksud di sini adalah bahasa pertama atau bahasa asal, sedangkan B2 adalah bahasa kedua atau bahasa target. Herawaty (2012: 1) dalam makalahnya yang berjudul Apa Itu Analisis Kontrastif? mengatakan bahwa, Analisis Kontrastif (Contrastive Analysis) adalah sebuah metode yang digunakan dalam mencari suatu perbedaan antara bahasa pertama (B1) dan bahasa target (B2) yang sering membuat pembelajar bahasa kedua mengalami kesulitan dalam memahami suatu materi bahasa kedua yang dipelajarinya tersebut. Dengan adanya analisis kontrastif, diharapkan pembelajar dapat memahami bahasa kedua atau bahasa asing dengan lebih mudah. Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa analisis kontrastif membandingkan dua bahasa dari segala komponennya secara sinkronik sehingga ditemukan perbedaanperbedaan dan kemiripan-kemiripan yang ada. Dari hasil temuan itulah, dapat ditemukan adanya penyimpangan, pelanggaran, atau kesalahan yang mungkin dilakukan oleh para dwibahasawan. Ridwan (1998: i) mendeskripsikan linguistik atau analisis kontrastif (LK, AK) sebagai suatu metode penganalisisan linguistik yang berusaha mendeskripsikan, membuktikan, dan menguraikan perbedaan atau persamaan 21
aspek-aspek kebahasaan dari dua bahasa atau lebih yang dibandingkan. Bahasabahasa yang dibandingkan tersebut disebut sebagai bahasa-bersentuhan (languages-in-contact). Tujuan atau sasaran analisis kontrastif sendiri adalah untuk menemukan prinsip-prinsip kebahasaan yang bermanfaat untuk diterapkan dalam tujuan-tujuan praktis khususnya bagi keperluan pengajaran, pembelajaran, dan penerjemahan. Kemudian dijelaskan lebih mendalam oleh Ridwan (1998: 17) bahwa, Analisis atau Linguistik komparatif mempunyai beda dan persamaan dengan analisis atau linguistik kontrastif. Namun keduanya saling mendukung. Analisis atau linguistik kontrastif akan lebih kuat dan mendalam apabila didukung data yang diperoleh melalui studi komparatif. Analisis komparatif mengacu pada kemiripan ( resemblances ) dan sumber atau asal ( origins ) bahasa tertentu, sedangkan, analisis kontrastif mengacu pada korespondensi antara aspek-aspek dalam bahasa-bahasa yang dibandingkan. Sifat-sifat keuniversalan kebahasaan diperlukan untuk analisis komparatif maupun kontrastif. Aspek keterkaitan historis diperlukan untuk analisis komparatif tetapi kurang diperlukan untuk analisis kontrastif. Jadi, berdasarkan pendapat Ridwan di atas dapat disimpulkan perbedaan analisis kontrastif dan analisis komparatif dalam bagan berikut. Tabel 2.1. Tabel Perbedaan Analisis Kontrastif dengan Analisis Komparatif Karakteristik Analisis Kontrastif Karakteristik Analisis Komparatif Membandingkan struktur dua bahasa yang tidak serumpun Membandingkan struktur dua bahasa yang serumpun Membandingkan dua bahasa yang sezaman (bersifat sinkronis) Membandingkan dua bahasa dari zaman ke zaman (bersifat diakronis) 22
Dilakukan demi kepentingan pengajaran bahasa Dilakukan demi kepentingan penemuan bahasa awal (origin language) serta penentuan arah penyebaran bahasa 2.2.2 Tata Bahasa Tata bahasa merupakan suatu himpunan dari patokan-patokan umum berdasarkan struktur bahasa. Struktur bahasa tersebut meliputi bidang-bidang tata bunyi (fonologi), tata bentuk (morfologi), dan tata kalimat (sintaksis). Tata bahasa yang bersifat normatif (umum) adalah jenis yang dipakai dalam pengertian seharihari. Jenis tata bahasa ini disusun berdasarkan gejala-gejala bahasa umum yang dipakai oleh kebanyakan orang dalam suatu masyarakat (Keraf, 1984: 28). 2.2.2.1 Tata Bahasa Mandarin Tata bahasa merupakan salah satu unsur suatu bahasa. Orang asing yang belajar bahasa Mandarin modern haruslah memiliki pemahaman yang baik mengenai karakteristik tata bahasa, selain lafal dan pengucapan, aksara China serta kosakata dalam hal menguasai aturan bangun kalimat dan penggunaan kata. Bahasa Mandarin merupakan sebuah bahasa dengan dialek yang beranekaragam. Namun yang menjadi pedoman atau standar lafal, pengucapan, dan model gramatikal adalah bahasa umum yang diistilahkan sebagai pǔtōnghuà [ 普通话 ] (Li dan Cheng, 2008: 1). 23
2.2.2.2 Tata Bahasa Indonesia Tata bahasa pada dasarnya adalah seperangkat pedoman dari sebuah bahasa tertentu yang setiap strukturnya dijelaskan sebagai deskripsi umum dari sekian banyak ungkapan dalam bentuk tertentu. Supaya lebih mudah membahas struktur tersebut, maka harus diberikan label. Label-label inilah yang dinamakan dengan istilah gramatikal. Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang sedang mengalami perubahan pesat. Kata-kata baru banyak yang bermunculan, meskipun ada yang diterima dan ada pula yang ditolak oleh masyarakat. Pengaruh yang besar dari media massa (pers) juga mengakibatkan sekian banyak perubahan gramatikal yang bukan berasal dari bahasa Indonesia namun seiring berjalannya waktu juga diterima oleh orang Indonesia. Sehingga tata bahasa Indonesia termasuk ke dalam tipe tata bahasa sinkronis yang memperhatikan juga tren dan perubahan yang terjadi akhirakhir ini (Sneddon, 1996: 2). 2.2.3 Adverbial Salah satu fungsi sintaksis dalam kalimat adalah keterangan (adverbial) yang mana bertugas untuk membatasi acuan konstruksi yang bergabung dengannya. Meskipun tugas tersebut juga dimiliki oleh pelengkap, namun pada umumnya pelengkap wajib hadir untuk melengkapi konstruksinya, sedangkan keterangan tidak. Selain itu, keterangan biasanya bebas letaknya, sedangkan pelengkap selalu di belakang verba beserta objeknya. Cakupan semantis keterangan/ adverbial lebih luas yaitu untuk mewatasi unsur kalimat atau seluruh 24
kalimat. Dalam keterangan ada yang menyatakan alat, tempat, cara, waktu, kesertaan, atau tujuan (Alwi, 2000: 36). Adverbial termasuk kategori tata bahasa dalam segi sintaksis, merupakan salah satu jabatan kalimat yang disebutkan dalam tata bahasa tradisional. Adverbial adalah salah satu metode sintaktis terpenting untuk menyatakan subjektivitas si pembicara (Li, 2008: 1). Jabatan kalimat yang memodifikasi kata kerja atau kata sifat disebut sebagai adverbial. Sebagai sebuah struktur dalam bahasa Mandarin yang memiliki fungsi semantis, pada umumnya adverbial merupakan jabatan kalimat dengan bentuk terpanjang. Jenis kata atau frasa apapun dengan fungsi semantisnya dapat menjadi adverbial (Pan, 2010: 1). Ying (2010: 5) dalam jurnalnya yang berjudul Perbandingan Karakteristik dan Fungsi Kata Keterangan Bahasa Mandarin dan Bahasa Indonesia menuturkan bahwasanya adverbial dalam bahasa Mandarin yang berupa kata keterangan bisa diletakkan di awal maupun di tengah kalimat. Selain itu, sebagian kecil kata keterangan mampu berdiri sendiri untuk menjawab pertanyaan. Pada bahasa Mandarin, kalimat dengan jabatan utama (Subjek-Predikat) yang sudah lengkap sekalipun belum tentu mampu menjelaskan maksud si pembicara dengan jelas. Oleh karena itu dibutuhkan jabatan sekunder, antara lain Objek, Keterangan Sifat, Keterangan Tambahan/ Adverbial (Zhang, 2012: 233). Dilihat dari segi tataran, adverbia bahasa Indonesia dibedakan berdasarkan tataran frasa atau tataran klausa. Dalam tataran frasa, adverbia adalah kata yang menjelaskan verba, adjektiva, atau adverbia lain. Dalam tataran klausa, adverbia mewatasi atau menjelaskan fungsi-fungsi sintaktis. Umumnya kata atau bagian 25
kalimat yang dijelaskan oleh adverbia tersebut berfungsi sebagai predikat (Alwi, 2000: 197). Ying (2011: 5) memaparkan bahwa adverbial bahasa Indonesia digunakan untuk memodifikasi kata benda, kata kerja, kata sifat, preposisi, numerial dan frase preposisi. Khusus untuk adverbial bahasa Indonesia yang berupa kata keterangan dapat direduplikasi, ditambahkan awalan maupun ditambahkan akhiran. 2.3 Landasan Teori Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini yakni mendeskripsikan persamaan dan perbedaan penggunaan adverbial berdasarkan jenis dan letaknya dalam kalimat bahasa Mandarin dan bahasa Indonesia, adapun landasan teori yang dipakai oleh penulis adalah teori analisis kontrastif dan teori tata bahasa. 2.3.1 Analisis Kontrastif Dasar analisis kontrastif adalah teori belajar ilmu jiwa tingkah laku. Menurut paham teori belajar psikologi behaviorisme yang mendominasi analisis kontrastif, kesalahan berbahasa terjadi karena transfer negatif. Kesalahan berbahasa tersebut dapat dihilangkan dengan cara menanamkan kebiasaan ber-b2 (bahasa kedua) melalui latihan, pengulangan, dan penguatan (Tarigan, 1992: 4). Salah satu ruang lingkup analisis kontrastif seperti yang dipaparkan oleh Ridwan (1998: 11) adalah struktur sintaksis. Struktur sintaksis ini kemudian disubklasifikasikan lagi ke dalam struktur frasa, struktur kalimat, struktur klausa. 26
Struktur frasa mengacu pada penyusunan unsur-unsur sintaksis dalam penyusunan satuan yang lebih luas. Struktur kalimat yang disebut pula sebagai pola sintaksis mengikuti ketentuan dan kebiasaan dalam suatu bahasa yang tidak selamanya sama dengan bahasa lainnya. Struktur klausa yang merupakan cetak biru dari sebuah klausa dapat dibedakan berdasarkan jumlah atau jenis unsur-unsur konstituen seperti subyek, predikat, obyek, adverbial, dan lainnya. Penerapan analisis kontrastif sendiri memiliki tujuan yang fundamental yakni, menyediakan pemahaman yang diperoleh dari persamaan dan perbedaan antara sistem dari kedua bahasa yang dikontraskan, memprediksi dan menguraikan kendala-kendala yang dihadapi di dalam proses pembelajaran bahasa kedua, serta sebagai sarana menyusun bahan ajar atau buku ajar (Naibaho, 2006: 21). Dengan menggunakan teori analisis kontrastif Tarigan, penulis akan mengkontraskan penggunaan adverbial dalam kalimat bahasa Mandarin dengan bahasa Indonesia sesuai dengan uraian serta analisis data-data yang diperoleh dari segi sintaksis, khususnya letak adverbial dalam kalimat, sehingga dapat diketahui bagaimana persamaan serta perbedaan dari penggunaan adverbial dalam kalimat antara kedua bahasa tersebut. 2.3.2 Tata Bahasa Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tata bahasa adalah kumpulan kaidah tentang sruktur gramatikal bahasa. Tata bahasa sendiri merupakan sebuah fenomena bahasa yang rumit karena dipengaruhi oleh aturan-aturan struktur 27
morfologi maupun sintaksis yang paling mendasar, lingkungan serta konteks dalam berbahasa (Liu dkk., 2004: 6). Untuk mengungkapkan gagasan, pikiran atau perasaan, kita harus memilih kata-kata yang tepat dan menyusun kata-kata itu sesuai aturan bahasa menjadi sebuah kalimat yang utuh (Lanin, 2010: 1). Kalimat merupakan satuan bahasa berisi susunan kata-kata teratur berisi sebuah pikiran atau ide yang lengkap. Lengkap maksudnya di dalam kalimat haruslah memiliki Subyek (S) sebagai pokok pembicaraan, Predikat (P) sebagai komentar tentang subyek, Obyek (O) sebagai pelengkap dari predikat, dan keterangan (C) sebagai penjelasan lebih lanjut terhadap predikat dan subyek. Sebuah kalimat yang lengkap pada umumnya harus memiliki unsur S dan P. Sedangkan, unsur O maupun C tidak harus selalu ada (Chaer, 2006: 327). Sebuah kalimat efektif haruslah mengikuti struktur yang runtut sesuai dengan aturan tata bahasanya. Penggunaan adverbial di dalam sebuah kalimat mengikuti aturan gramatikal tertentu. Adverbial bahasa Mandarin pada umumnya digunakan di depan kata yang diterangkan. Sedangkan adverbial bahasa Indonesia seringkali digunakan secara lebih fleksibel, karena dalam kondisi tertentu terdapat adverbial yang bersifat bebas. Bebas di sini maksudnya di dalam kalimat, adverbial tersebut boleh digunakan dan boleh tidak digunakan. Namun, pada kalimat tertentu, beberapa jenis adverbial yang digunakan di awal kalimat tidak bisa dipindahkan ke akhir kalimat, demikian juga sebaliknya (Sun, 2010: 106). Dengan menggunakan teori tata bahasa Indonesia Chaer dan teori tata bahasa Mandarin Sun, penulis akan menguraikan serta menganalisis penggunaan 28
adverbial dalam kalimat bahasa Mandarin dengan bahasa Indonesia sesuai dengan aturan gramatikal masing-masing bahasa melalui deskripsi beberapa contoh kalimat, sebagai pedoman menentukan persamaan dan perbedaan penggunaan adverbial dalam kalimat antara kedua bahasa tersebut. 29