Ota Rabu Malam. Musik Ritual. Disusun oleh Hanefi

dokumen-dokumen yang mirip
Tradisi. Memahami ruang lingkup tradisi dari prespektif ilmuan dan pelaku tradisi. Hajizar

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman

RELIGI. Oleh : Firdaus

BAB I PENDAHULUAN. Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang. bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

AGAMA: FENOMENA UNIVERSAL

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN. khas dan beragam yang sering disebut dengan local culture (kebudayaan lokal)

Indonesia merupakan masyarakat majemuk dengan beragam etnis, Bahasa dan budaya Suku 300 Etnik Bahasa pulau

Modul 3 OBYEK DAN METODE PENELITIAN PSIKOLOGI AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Karo memiliki berbagai upacara, tradisi, maupun beragam

BAB II TELAAH TEORITIS ANIMISME DALAM MASYARAKAT. Nusak Dengka, dan makna perayaan Limbe dalam masyarakat tersebut.

No Nama Umur Pekerjaan Alamat. 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai. 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa. 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat

BAB I PENDAHULUAN. cukup kaya akan nilai sejarah kebudayaannya.

BAB I PENDAHULUAN. kenal dengan istilah agama primitif, agama asli, agama sederhana. 1 Agama suku adalah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam periodesasinya disebut seni prasejarah indonesia. Seni prasejarah disebut

MANUSIA DAN AGAMA KOMPETENSI DASAR

BAB IV MAKNA LIMBE BAGI MASYARAKAT DENGKA MASA KINI. masyarakat Nusak Dengka telah menganut agama Kristen, namun dalam

Ahli Sejarah menjelaskan agama dalam hubungan kejadian-kejadian yang dihasilkan kepercayaan dari dulu sampai sekarang.

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu olahraga. Dapat dibuktikan jika kita membaca komik dan juga

BAB I PENDAHULUAN. Utara.Sumatera Utara juga memiliki kebudayaan yang beragam.

Universitas Sumatera Utara

2. Fungsi tari. a. Fungsi tari primitif

BAB IV PEMBAHASAN DATA PENELITIAN

BAB IV KONSEP DASAR AGAMA EMILE DURKHEIM

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. keberuntungan. Kucing tersebut dikenal dengan nama maneki neko( 招き猫 ). Biasanya

BAB V KESIMPULAN. Tabob merupakan hewan yang disakralkan oleh masyarakat Nufit (dalam hal ini

BAB I PENDAHULUAN. universal artinya dapat di temukan pada setiap kebudayaan. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Totem(isme) dalam Sastra Lisan

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. memperoleh nilai secara finansial masyarakatnya, namun lebih kepada penonjolan

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan

KEBUDAYAAN DAN AGAMA Clifford Gerrtz

Pola Perilaku Kesurupan Endhang Mayit dalam Kesenian Kuda Kepang Turangga Mudha di Desa Banioro Kecamatan Karangsambung Kabupaten Kebumen

FILSAFAT KETUHANAN (Sebuah Pengantar) Kompetensi Kuliah : Memahami Tuhan Yang Maha Esa dan Ketuhanan (Filsafat Ketuhanan)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jubelando O Tambunan, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo)

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, media juga mengambil peran dalam publikasi kegiatan kegiatan

BAB 4 CINGCOWONG DI KUNINGAN ANTARA RITUAL DAN TARIAN

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGIS. Seperti yang telah dipaparkan dalam Bab I, maka dalam Bab IV ini akan dipaparkan

Bab I Pendahuluan. Dorongan beragama bagi manusia merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindari.

BAB I PENDAHULUAN. yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Setiap manusia hidup dalam suatu lingkaran sosial budaya tertentu.

BAB V ANALISIS. Hindu merupakan suatu hewan yang dihormati dan disucikan. beragama tidak dapat dilepaskan dari bendanya.

BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan Data.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak

FUNGSI TARI NGARANG DALAM UPACARA RITUAL BELIAN DI DESA PAIT KABUPATEN PASER

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

MAKNA PERAYAAN LIMBE DALAM MASYARAKAT DENGKA DULU DAN SEKARANG

MODUL PEMBELAJARAN SENI BUDAYA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. terhadap tradisi-tradisi yang memuja roh roh leluhur. Maka telah tercipta sebuah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang Masalah. Kehidupan kelompok masyarakat tidak terlepas dari kebudayaannya sebab kebudayaan ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan

Oleh : Siti Masriyah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia dikenal dengan keberagaman tradisinya, dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia memiliki banyak sekali kebudayaan yang berbeda-beda,

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan masyarakat Jawa yang bermigrasi ke Sumatera Utara.

BAB IV. Makna Slametan Bagi Jemaat GKJW Magetan. 4.1 Pemahaman jemaat GKJW Magetan melakukan slametan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Nias merupakan salah satu pulau yang kaya dengan peninggalan megalitik

BAB IV ANALISIS. yang berlangsung secara turun-temurun yang diwarisi oleh pelaku dari leluhur

I. PENDAHULUAN. masing-masing sukunya memiliki adat-istiadat, bahasa, kepercayaan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu

INTERAKSI KEBUDAYAAN

BAB II AGAMA DALAM PRESPEKTIF FILOSOFIS

I. PENDAHULUAN. Budaya pada dasarnya merupakan cara hidup yang berkembang, dimiliki dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Membicarakan mantra dalam ranah linguistik antopologi tidak akan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dari segi sosialnya, Jepang merupakan negara yang maju dan. moderen. Walaupun demikian, negara tersebut memiliki banyak

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB I PENDAHULUAN. yang diturunkan oleh Tuhan dengan terdapat suatu keistimewaan yang. memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan

MTPJ Juli 2014 ALASAN PEMILIHAN TEMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Kehidupan manusia di manapun

BAB I PENDAHULUAN. prasejarah. Pada zaman yunani kuno misalnya, sudah mulai mempertanyakan

BAB IV SAKRAL DAN PROFAN DALAM PEMAHAMAN MASYARAKAT NUFIT HAROA (TUUN EN FIT) TENTANG TABOB

TATA IBADAH HARI MINGGU MINGGU I SESUDAH EPIFANIA

BAB I PENDAHULUAN. oleh kebutuhan masyarakat tersebut. Hal ini menyebabkan bentuk seni

BAB I PENDAHULUAN. ragam etnik, seperti Batak Toba, Karo, Pakpak-Dairi, Simalungun, Mandailing,

Transkripsi:

Ota Rabu Malam Musik Ritual Disusun oleh Hanefi

MUSIK RITUAL Disusun oleh Hanefi Sistem Kepercayaan Pendekatan Sosiologis Tokoh: Emile Durkheim (1858-19170 Bentuk agama yang paling elementer dapat ditemukan dalam Totemisme Totem merupakan suatu objek penyembahan, tetapi bukan dewa. Pada dirinya sendiri, Totem tidak memiliki sesuatu yang dapat menimbulkan ketakutan atau kehormatan; bahkan secara primitif dan universal tidak dianggap didiami oleh suatu roh. Totem mempunyai sifat sosial dan Totem merupakan simbol dari suatu suku bangsa (etnik). Suatu masyarakat totemis, bagi anggota masyarakatnya bahwa Totem itu ibarat dewa bagi para penganutnya. Bagi Individu, bahwa masyarakat mewakili keunggulan fisik serta kewibawaan moral. Karena individu hidup sendiri dan baginya kehidupan tergantung sama sekali pada masyarakatnya yang kemudian dianggap sebagai kudus. Dengan demikian, Totem melambangkan kekudusan dan lambang suku bangsanya sendiri. Jadi, agama suatu proyeksi pengalaman sosial: kekudusan atau Tuhan dan masyarakat merupakan hal yang satu dan sama (Eliade, 1987:19). Pendekatan Etnologis Tokoh: E.B. Tylor (1871) dalam Primitive Culture Tahap awal agama adalah kepercayaan animisme: kepercayaan bahwa alam mempunyai jiwa. Kepercayaan ini fundamental dan universal, bisa menerangkan pemujaan terhadap orang mati, pemujaan terhadap leluhur (nenek moyang) dan menjelaskan asal mula dewa.

Tahap berikutnya, animisme berkembang menjadi politeisme dan kemudian menjadi monoteisme (Eliade, 1987:22). Pendekatan Historis Tokoh: Wilhelm Schmidt (1868-1954) Pada masyarakat yang paling primitif terdapat suatu kepercayaan akan pencipta yang kekal, yaitu Tuhan Tertinggi Yang Maha Baik dan Maha Tahu. Tuhan dianggap berdiam di langit. Anggapan ini ditemuinya pada tradisi-tradisi yang paling tua pada sisa-sisa kebudayaan yang paling kuno seperti di suku-suku bangsa Australia Tenggara (suku bangsa Aborijin), beberapa daerah di Asia Utara, Amerika Utara, suku bangsa di Tierra del Fuego dan suku bangsa Pygmea. Pendapat ini diperkuat oleh M. Dhavamony: Monoteisme ada dua, 1) monoteisme eksplisit yaitu kepercayaan akan satu Tuhan tanpa dewa-dewa yang lain; 2) monoteisme implisit yaitu kepercayaan akan satu dewa tertinggi di atas dewa-dewa lain yang lebih rendah (Eliade, 1987:30-31). Pendekatan Fenomenologis Tokoh: Rudolf Otto (1869-1937) Pendekatan yang dikemukakan adalah pendekatan non-rasional dengan menggunakan pengalaman religius. Pengalaman itu disebut Nominous, yaitu Yang Kudus dalam arti kekudusan non-moral. Di hadapan Yang Kudus, bahwa manusia mempunyai perasaan tidak berarti, tidak lebih dari sebuah ciptaan. Untuk menjelaskan perasaan ini, Otto mengutip teks Kitab Suci: Abraham berkata kepada Tuhan bahwa dia adalah makhluk yang tidak lebih dari debu dan abu (Kej 18:27). MUSIK RITUAL Prof. R.M. Soedarsono dalam pidato pengukuhan guru besarnya berjudul Peranan Seni Budaya dalam Sejarah Kehidupan Manusia Kontinuitas dan Perubahannya, mengemukakan: Hampir semua bentuk seni pertunjukan dahulu berfungsi sebagai sarana upacara (1985:3).

Kehadiran musik nusantara pada zaman primitif tidak berdiri sendiri, melainkan sangat erat hubungannya dengan unsur kepercayaan yang bersif magis. Musik itu banyak digunakan dalam kegiatan ritual seperti menurunkan hujan, berburu, perang, memanggil dan mengusir roh, menolak wabah penyakit, dan lain sebagainya (I. Made Bandem dalam R.M. Soedarsono, et al., ed., 1985:304) Secara historis kita dapat melihat ke paparan di atas dimana Soedarsono telah mengemukakan bahwa musik ritual itu hidup hampir di seluruh nusantara. Hal demikian memang dapat ditemui pada akhir abad ke-20 melalui pengalaman langsung dan fakta-fakta dari berbagai media. Namun kita masih bertanya ketika kita menghadapi suatu praktek musik yang menggunakan unsur-unsur kekuatan atau makhluk gaib, di Minangkabau misalnya, ada praktek musik debus, saluang sirompak, nyanyian mengambil madu, dan lain sebagainya. Di Mentawai, semua musik yang digunakan dalam upacara-upacara adalah musik yang terkait dengan kekuatan gaib atau makhluk gaib. Di Riau masih ditemui hingga kini upacaraupacara ritual yang menggunakan musik seperti upacara pengobatan Belian, upacara Gumantan, dan lain sebagainya. Pertanyaan yang dipandang perlu apakah musik berperan dalam melibatkan kekuatan atau makhluk gaib itu hadir dan reaktif terhadap prilaku bermusik para musisinya dan orang-orang yang terlibat dalam peristiwa bermusik itu. Karena kita perlu mengetahui apakah sebuah ritual digunakan untuk memenuhi keinginankeinginan pribadi/sekelompok manusia untuk keuntungan tertentu, atau ritual itu dilakukan sebagai akibat dari suatu fenomena kehidupan atau alam sehingga manusia membutuhkan pertolongan terhadap kekuatan atau roh-roh/makhluk gaib. Apabila sebuah ritual merupakan kegiatan memenuhi kehendak/keinginan seseorang atau sekelompok orang dengan menggunakan makhluk gaib, barangkali dapat dikategorikan sifat ritual itu menjadi ritual magis (mejik). Dalam hal ini

manusia memanfaatkan ( menyuruh ) makhluk gaib untuk kepentingannya. Gejala seperti itu dapat dicontohkan sebagaimana praktek musik Sirompak di Taeh, praktek musik Sordam pada masyarakat Batak Toba, dan lain sebagainya. Apabila suatu ritual menggunakan musik sebagai media bagi manusia menyampaikan maksud terkait dengan konsep keagamaan (kepercayaan), barangkali dapat dikategorikan sifat ritual itu sebagai ritual keagamaan (kepercayaan). Biasanya, manusia yang melakukan ritual itu bersifat menyandar, mengharap, dan minta pertolongan terhadap makhluk/kekuatan gaib; dan atau bersyukur telah dilindungi (diselamatkan), diber i rezki, dan lain sebagainya oleh roh/kekuatan gaib. Banyak fakta ditemukan bahwa dalam praktek musik ritual cendrung terjadi trance (kesurupan). Dari berbagai data yang dapat dipertanggungjawabkan, kesurupan itu akibat interaksi makhluk gaib dengan peserta upacara (termasuk musisi), bagi Gilbert Rouget (1985: 132) menyebut hal itu sebagai possession trance (trance kesurupan) yaitu adanya sesuatu kekuatan, roh leluhur, kekuatan yang datang dari luar diri manusia, yang dianggap menguasai jiwa seseorang sehingga hilang atau terjadi perubahan dari kesadarannya. Trance kesurupan dalam praktek musik ritual lebih banyak ditemui pada masyarakat-masyarakat yang masih mempertahankan kepercayaan nenek moyangnya seperti kepercayaan animisme dan kepercayaan pra Islam di dalam kehidupan masyarakat. Di masyarakat Mentawai ada ritus Mulajjou, di masyarakat Petalangan dan Talang Mamak Riau ada ritual Belian, di masyarakat Kerinci ada ritual Asyeik, dan lain sebagainya. Tentu kita ingin mengetahui apa sesungguhnya yang terjadi antara musik dan trance, agar kita memperoleh pedoman maka mari kita simak sedikit tentang sedikit analisis yang dikemukakan Margaret Kartomi (1973. 166): terjadinya peristiwa trance dalam ebeg (salah satu ritual di Jawa) selalu didukung oleh bunyi

musik yang selalu mempunyai metrum reguler, pengulangan secara formula ritmis dan melodis. Jadi, kita perlu mengetahui bahwa musik ritual memiliki berbagai aspek yang saling terkait, udan studi ke arah itu adalah domain kita, terutama dalam kaitannya dengan disiplin akademik yang tengah kita pelajari. Kenyataan-kenyataan yang ditemui pada peristiwa ritual itu memposisikan kita harus memiliki pondasi yang jelas dimana seyogyanya pondasi itu sudah tertanam melalui proses pembelajaran: bagaimana memahami bahwa trance didukung oleh metrum reguler, pengulangan formula ritmis dan melodis?

Dipublis oleh Ota Rabu Malam adalah ruang diskusi dan pusat kajian seni pertunjukan yang berbasis di Sumatera. OTRM didirikan oleh mahasiswa Seni Karawitan ISI Padangpanjang beserta alumni, bekerja dengan mempresentasikan kembali karya-karya yang pernah ditampilkan, ataupun arsip-arsip dan dokumentasi penelitian, untuk dibahas di ruang publik sebagai pengembangan ilmu pengetahuan. Sejak didirikan pada 30 Oktober 2013 OTRM telah melakukan serangkaian diskusi, kuliah umum, worskshop ataupun bedah setiap minggunya Rabu Malam. www.otarabumalam.wordpress.com