BAB VII SUBSISTEM OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN PENGERTIAN

dokumen-dokumen yang mirip
SUBSISTEM OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN

Pengertian SKN. Maksud dan Kegunaan SKN 28/03/2016. BAB 9 Sistem Kesehatan Nasional (SKN)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERAN APOTEKER DI DALAM PENGELOLAAN OBAT DAN ALKES DI INSTALASI FARMASI PROVINSI, KABUPATEN/ KOTA. Hardiah Djuliani

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEBIJAKAN OBAT NASIONAL (KONAS) Kepmenkes No 189/Menkes/SK/III/2006

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENYUSUNAN PERENCANAAN SOSIAL DAN BUDAYA Kegiatan Penyusunan Masterplan Kesehatan Kabupaten Banyuwangi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM KESEHATAN KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mewujudkan suatu negara yang lebih baik dengan generasi yang baik adalah tujuan dibangunnya suatu negara dimana

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

BAB IV SU BSISTEM UPAYA KESEHATAN PENGERTIAN. Subsistem upaya kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR. 4 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM KESEHATAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM KESEHATAN DAERAH KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang Maha Esa dengan seperangkat hak yang menjamin derajatnya sebagai

Diharapkan Laporan Tahunan ini bermanfaat bagi pengembangan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan.

PENGUATAN REGULASI KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Kebijakan Obat dan Pelayanan Kesehatan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

b. bahwa dalam penyelenggaraannya penanganan bidang kesehatan merupakan tanggung jawab bersama Pemerintah dan masyarakat;

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/068/I/2010 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

Jurnal Kefarmasian Indonesia. Vol : 20-27

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam

Aspek legal. untuk pelayanan kefarmasian di fasilitas kesehatan. Yustina Sri Hartini - PP IAI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kebijakan Obat Nasional, Daftar Obat Esensial Nasional, Perundangan Obat. Tri Widyawati_Wakidi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1

-1- BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

UUD 36 thn 2009 ttg Kesehatan Pasal 4 Setiap orang berhak atas kesehatan. Pasal 5 Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya, termasuk

KEBIJAKAN PENERAPAN FORMULARIUM NASIONAL DALAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN)

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan perkembangan teknologi kedokteran. Apapun teknologi kedokterannya

UNIVERSITAS INDONESIA

MAKALAH FARMASI SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (1994), apoteker mempunyai peran profesional dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ARAH KEBIJAKAN PEMERINTAH dalam menjamin KETERSEDIAAN OBAT DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan oleh pemerintah dan / atau masyarakat (UU No.36, 2009).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. persaingan antar rumah sakit baik lokal, nasional, maupun regional. kebutuhan, tuntutan dan kepuasan pelanggan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Era global dikenal juga dengan istilah era informasi, dimana informasi telah

UNDANG-UNDANG KESEHATAN NO. 36 TH. 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

REPUBLIK INDONESIA BAB VII SUBSISTEM OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN A. PENGERTIAN Subsistem obat dan perbekalan kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya yang menjamin ketersediaan, pemerataan, serta rnutu obat dan perbekalan kesehatan secara terpadu dan saling mendukung dalam rangka tercapainya derajatnya kesehatan yang setinggi-tingginya. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. B. TUJUAN Tujuan subsistem obat dan perbekalan kesehatan adalah tersedianya obat dan perbekalan kesehatan yang aman, bermutu dan bermanfaat, serta terjangkau oleh masyarakat untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan yang setinggitingginya. c. UNSUR.UNSUR UTAMA Subsistem obat dan perbekalan kesehatan terdiri daritiga unsur utama, yaknijaminan ketersediaan, jaminan pemerataan, serta jaminan mutu obat dan perbekalan kesehatan. 1. Jaminan ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan adalah upaya pemenuhan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan sesuai dengan jenis dan jumlah yang dibutuhkan oleh masyarakat. 38 S is t e m W se fi at a n ltfasi on a I

W MENTERI KESEIIATAN R,EPUBLIK INDONESIA 2. Jaminan pemerataan obat dan perbekalan kesehatan adalah upaya penyebaran obat dan perbekalan kesehatan secara merata dan berkesinambungan, sehingga mudah diperoleh dan terjangkau oleh masyarakat. 3. Jaminan mutu obat dan perbekalan kesehatan adalah upaya menjamin khasiat, keamanan, serta keabsahan obat dan perbekalan kesehatan sejak dari produksi hingga pemanfaatannya. Ketiga unsur utama tersebut, yakni jaminan ketersediaan, jaminan pemerataan, serta jaminan mutu obatdan perbekalan kesehatan, bersinergi dan ditunjang dengan teknologi, tenaga pengelola serta penatalaksanaan obat dan perbekalan kesehatan. D. PRINSIP Penyelenggaraan subsistem obat dan perbekaran kesehatan m e n g a - cu pada prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. obat dan perbekalan kesehatan adalah kebutuhan dasar manusia yang berfungsi sosial, sehingga tidak boleh diperlakukan sebagai komoditas ekonomi semata. 2. obat dan perbekalan kesehatan sebagai barang publik harus d ija m i n ketersed iaan dan keterja n g kauan nya, seh i ngga penetapan harganya dikendalikan oleh pemerintah dan tidak sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar. 3. obat dan Perbekalan Kesehatan tidak dipromosikan secara berlebihan dan menyesatkan. 4. Peredaran serta pemanfaatan obat dan perbekalan kesehatan tidak boleh bertentangan dengan hukum, etika, dan moral. 5. Penyediaan obat mengutamakan obat esensial generik bermutu yang didukung oleh pengembangan industri bjhan baku yang berbasis pada keanekaragaman sumberdayalam. Sisteml{esefiatan!,fasionaf 39

o. 7. 8. L 10. 11. penyediaa, o"'o;;;;;;;",," diserenssarakan merarui optimalisasi industri nasional dengan memperhatikan keragaman produk dan keunggulan daya saing. Pengadaan dan pelayanan obat di rumah sakit disesuaikan dengan standar formularium obat rumah sakit, sedangkan di sarana kesehatan lain mengacu kepada Daftar Obat Esensial Nasional(DOEN). Pelayanan obat dan perbekalan kesehatan diselenggarakan secara rasional dengan memperhatikan aspek mutu, manfaat, harga, kemudahan diakses, serta keamanan bagi masyarakat dan lingkungannya. Pengembangan dan peningkatan obat tradisional ditujukan agar diperoleh obat tradisional yang bermutu tinggi, aman, memiliki khasiat nyata yang terujisecara ilmiah, dan dimanfaatkan secara luas, baik untuk pengobatan sendiri oleh masyarakat maupun digunakan dalam pelayanan kesehatan formal. Pengamanan obat dan perbekalan kesehatan diselenggarakan mulaidaritahaproduksi, distribusi, dan pemanfaatan yang mencakup mutu, manfaat, keamanan, dan keterjangkauan. Kebijaksanaan obat nasional ditetapkan oleh pemerintah bersama pihak terkait lainnya. E. BENTUK POKOK 1. Jaminan ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan a. Perencanaan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan secara nasional diselenggarakan oleh pemerintah bersama pihak terkait. 40 b. Perencanaan obat merujuk pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang ditetapkan oleh pemerintah g is I e m'lq: se fi a t a n lrfas i o n a I

ff"iii"#*?$iffix bekerja sama dengan organisasi profesi dan pihak terkait lainnya. c. Penyediaan obat dan perbekalan kesehatan diutamakan melalui optimalisasi industri nasional. d. Penyediaan obat dan perbekalan kesehatan yang dibutuhkan oleh pembangunan kesehatan dan secara ekonomis belum diminati swasta menjadi tanggung jawab pemerintah. e. Pengadaan dan produksi bahan baku obat difasilitasi oleh pemerintah. f. Pengadaan dan pelayanan obat di rumah sakit didasarkan pada formularium yang ditetapkan oleh Komite Farmasi dan Terapi Rumah Sakit. 2. Jaminan pemerataan obat dan perbekalan kesehatan a. Pendistribusian obat diselenggarakan melalui pedagang besar farmasi. b. Pelayanan obat dengan resep dokter kepada masyarakat diselenggarakan melalui apotek, sedangkan pelayanan obat bebas diselenggarakan melalui apotek, toko obat, dan tempattempat yang layak lainnya, dengan memperhatikan fungsi sosial. c. Dalam keadaan tertentu, dimana tidak terdapat pelayanan apotek, dokter dapat memberikan pelayanan obat secara lansu ng kepada masyarakat. d. Pelayanan obat di apotek harus diikuti dengan penyuluhan yang penyelenggaraanya menjadi tanggung jawab apoteker. e. Pendistribusian, pelayanan, dan pemanfaatan perbekalan kesehatan harus memperhatikan fungsi sosial. Sbteml(esefiatanltasionaf 41

REPUBLIK INDONESIA 3. Jaminan mutu obat dan perbekalan kesehatan a. Pengawasan mutu produk obat dan perbekalan kesehatan dalam peredaran dilakukan oleh industri yang bersangkutan, pemerintah, organisasi profesi, dan masyarakat. b. Pengawasan distribusiobat dan perbekalan kesehatan dilakukan oleh pemerintah, kalangan pengusaha, organisasi profesi, dan masyarakat. c. Pengamatan efek samping obat dilakukan oleh pemerintah, bersama dengan kalangan pengusaha, organisasi profesi, dan masyarakat. d. Pengawasan promosi serta pemanfaatan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan oleh pemerintah bekerjasama dengan kalangan pengusaha, organisasi profesi, dan masyarakat. e. Pengendalian harga obat dan perbekalan kesehatan dilakukan oleh pemerintah bersama pihak terkait. f. Pengawasan produksi, distribusi, dan penggunaanarkotika, psikotropika, zat adiktif dan bahan berbahaya lainnya dilakukan oleh pemerintah secara lintas sektoral, organisasi profesi, dan masyarakat. g. Pengawasan produksi, distribusi dan pemanfaatan obat tradisional dilakukan oleh pemerintah secara lintas sektoral, organisasi profesi dan masyarakat. 42 Sktem IG se fiatan!,[asiona[