DIAGENESIS DAN BATUAN SUMBER BATUPASIR FORMASI LATI DI DAERAH BERAU, KALIMANTAN TIMUR, BERDASARKAN DATA PETROGRAFI

dokumen-dokumen yang mirip
I.1 Latar Belakang I.2 Maksud dan Tujuan

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB IV PROVENAN BATUPASIR FORMASI KANTU

Bab II Geologi Regional

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN TARAKAN

BAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai

ASAL SEDIMEN BATUPASIR FORMASI JATILUHUR DAN FORMASI CANTAYAN DAERAH TANJUNGSARI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN CARIU, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT

LEMBAR DESKRIPSI PETROGRAFI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

Ciri Litologi

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO

BAB III Perolehan dan Analisis Data

BAB II GEOLOGI REGIONAL

STUDI PROVENAN BATUPASIR FORMASI KANTU, DAERAH NANGA KANTU, CEKUNGAN KETUNGAU, KALIMANTAN BARAT

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

STUDI PROVENANCE BATUPASIR FORMASI WALANAE DAERAH LALEBATA KECAMATAN LAMURU KABUPATEN BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN

Gambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Zona penelitian ini meliputi Cekungan Kalimantan Timur Utara yang dikenal juga

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

BAB I PENDAHULUAN. Interaksi parameter-parameter seperti komposisi batuan asal, iklim, tatanan

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

BAB II TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya energi yang cukup besar seperti minyak bumi, gas, batubara

PENENTUAN SIFAT FISIK BATUAN RESERVOIR PADA SUMUR PENGEMBANGAN DI LAPANGAN RR

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

FASIES BATUBARA FORMASI WARUKIN ATAS DAERAH TAPIAN TIMUR, KP PT. ADARO INDONESIA KALIMANTAN SELATAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

BAB II GEOLOGI REGIONAL

KAJIAN ZONASI DAERAH POTENSI BATUBARA UNTUK TAMBANG DALAM CEKUNGAN TARAKAN, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN GEOLOGI

Bab II Geologi. Tesis

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

LITOSTRATIGRAFI CEKUNGAN OMBILIN BERDASARKAN INTERPRETASI CITRA SATELIT

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978).

INVENTARISASI BITUMEN PADAT DENGAN OUTCROP DRILLING DAERAH MUARA SELAYA, PROVINSI RIAU

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA TENGAH

Lampiran 1. Luas masing-masing Kelas TWI di DAS Cimadur. Lampiran 2. Luas Kelas TWI dan order Sungai Cimadur

FASIES BATUBARA FORMASI WARUKIN BERDASARKAN ANALISIS CORE DI DAERAH SUNGAI DIDI, KECAMATAN DUSUN TIMUR, KABUPATEN BARITO TIMUR KALIMANTAN TENGAH

Bab II Kondisi Umum Daerah Penelitian

BAB IV ANALISIS DATA

Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.

PROVENANCE BATUPASIR LINTASAN SUNGAI CILUTUNG, FORMASI HALANG, MAJALENGKA JAWA BARAT ABSTRAK ABSTRACT

BAB II GEOLOGI REGIONAL

INVENTARISASI BITUMEN PADAT DAERAH LOA JANAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DAN KOTA SAMARINDA, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Dinamika Sedimentasi Formasi Prupuh dan Paciran daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan, Jawa Timur

PENENTUAN PALEOGEOGRAFI BERDASARKAN STRUKTUR SLUMP STUDI KASUS FORMASI HALANG DAERAH WONOSARI, KEBUMEN, JAWA TENGAH

Stratigrafi Seismik Laut Dangkal Perairan Celukanbwang, Bali Utara

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumatera terletak di sepanjang tepi Barat Daya Paparan Sunda, pada perpanjangan

Studi Provenance Batupasir Formasi Batu Ayau Cekungan Kutai Di Daerah Ritanbaru, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Maksud & Tujuan Penelitian

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis tinggi. Supriatna et al., 1995 menyebutkan formasi formasi berumur

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

STRATIGRAFI DAN KETERDAPATAN BATUBARA PADA FORMASI LATI DI DAERAH BERAU, KALIMANTAN TIMUR

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Transkripsi:

Diagenesis dan batuan sumber batupasir Formasi Lati di Daerah Berau, Kalimantan Timur, berdasarkan data Petrografi (Sigit Maryanto) DIAGENESIS DAN BATUAN SUMBER BATUPASIR FORMASI LATI DI DAERAH BERAU, KALIMANTAN TIMUR, BERDASARKAN DATA PETROGRAFI Sigit Maryanto Pusat Survei Geologi, Badan Geologi Jl. Diponegoro No. 57 Bandung 40122, e-mail: sigitmaryanto@ymail.com ABSTRACT Petrography analysis result of twenty two sandstones of the Lati Formation were taken from Berau area, East Kalimantan showing that these rocks classified as litharenite, feldspathic litharenite, sublitharenite, feldspathic wacke, and lithic wacke witch are partially calcareous. Diagenetic processes visible on the petrographic analysis including as replacement, dolomitization, cementation, and compaction. Plotting result on the triangular diagrams showing that the provenance of the sandstones are dominated by granitic rocks initiated from tectonic setting of rifted continental margin and they have transported toward south-east. Keywords: petrography, sandstone, diagenetic, provenance, ABSTRAK Hasil pengujian petrografi terhadap dua puluh dua sampel batupasir Formasi Lati di daerah Berau, Kalimantan Timur memperlihatkan bahwa jenis batupasir yang dijumpai termasuk kelas litharenite, feldspathic litharenite, sublitharenite, feldspathic wacke, dan lithic wacke yang beberapa bersifat gampingan. Rekaman proses diagenesis yang teramati pada pengujian petrografi meliputi penggantian, pendolomitan, penyemenan, dan pemampatan. Perajahan pada diagram segitiga memperlihatkan bahwa batuan sumber dikuasai oleh batuan granitan yang berasal dari lingkungan tektonik tepian benua dan terangkut ke arah selatan-timur. Kata kunci: petrografi, batupasir, diagenesis, batuan sumber PENDAHULUAN Cekungan Tarakan berlokasi di Kalimantan Timur (Akuanbatin & Rosandi, 1983) terbagi menjadi empat sub-cekungan, yaitu Sub-cekungan Tarakan, Sub-cekungan Tidung, Sub-cekungan Berau dan Subcekungan Muara (Tossin & Kadir, 1996; Gambar 1). Daerah penelitian berada di Sub-cekungan Berau. Salah satu formasi penyusun Sub-cekungan Berau adalah Formasi Lati. Data stratigrafi formasi ini didapatkan berdasarkan hasil pengukuran stratigrafi rinci di tiga lokasi pengukuran stratigrafi, yakni Lintasan Lati, Lintasan Binungan dan Lintasan Sambarata (Rachmansyah et al., 2003), yang ditindaklanjuti dengan pembahasan proses sedimentologi (Maryanto et al., 2005; Maryanto, 2009a) dan keterdapatan batubara (Maryanto, 2009b) terhadap formasi ini. Dengan demikian, penelitian ini dilakukan pada tahun 2003 (Rachmansyah et al., 2003) yang mana penulis menjadi anggota tim tersebut. Anggaran penelitian tersebut diambil dari Proyek Penelitian Geologi dan Sumberdaya Energi dan Mineral. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik petrografi batupasir penyusun Formasi Lati, termasuk rekaman proses diagenesis dan perkiraan lingkungan tektonik batuan sumber pada saat formasi diendapkan. Metode penelitian dilaku-kan dengan pengujian petrografi batupasir yang difokuskan kepada jumlah dan jenis komponen utama batuan dan mineral sekunder, serta kenampakan rekaman proses diagenesis di bawah mikroskop polarisasi. Lokasi penelitian berada di sebagian dari Sub-cekungan Berau yang dibatasi oleh koordinat 117 0 10 117 0 40 BT dan 02 0 00 02 0 20 LU, 109

Bulletin of Scientific Contribution, Volume 7, Nomor 2, Desember 2009: 109-126 secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Lokasi lintasan stratigrafi masing-masing adalah Lintasan Lati, Lintasan Binungan dan Lintasan Sambarata (Gambar 2). Stratigrafi Tataan stratigrafi di daerah penelitian yang telah dipetakan secara bersistem berskala 1 : 250.000 oleh Situmorang & Burhan (1995), secara berurutan dimulai dari yang tertua meliputi Formasi Sembakung, Formasi Talabar, Formasi Birang, Formasi Latih, Formasi Labanan, Formasi Domaring, Formasi Sinjin dan Aluvium. Formasi Sembakung menindih takselaras batuan alas Kapur Akhir, terdiri atas batuan silisiklastika karbonatan dari lingkungan laut pada kala Eosen. Formasi Talabar terdiri atas batuan silisiklastik halus dan karbonat dari lingkungan fluviatil - laut dangkal pada kala Eosen-Oligosen. Formasi Birang menindih takselaras di atas Formasi Talabar, terdiri atas batuan silisiklastik, karbonat, dan tuf dari lingkungan laut dangkal hingga laut dalam pada kala Oligo-Miosen. Formasi Lati (koreksi dari Formasi Latih berdasarkan nama yang benar pada sungai yang dipakai sebagai lokasi tipe di daerah penelitian) menindih selaras di atas Formasi Birang, terdiri atas batuan silisiklastik halus dan batubara yang pada bagian bawahnya karbonatan dari lingkungan delta, estuarin dan laut dangkal kala Miosen Awal - Miosen Tengah dengan ketebalan sekitar 800 meter. Formasi Labanan menindih takselaras di atas Formasi Lati, terdiri atas batuan silisiklastik disisipi batubara dari lingkungan fluvial pada Miosen Akhir - Pliosen. Formasi Domaring menjemari dengan Formasi Labanan, terdiri atas batuan karbonat dengan sisipan batubara muda dari lingkungan rawa s.d. litoral pada kala Miosen Akhir Pliosen. Formasi Sinjin terendapkan selaras di atas Formasi Labanan dan Formasi Domaring, terdiri atas batuan volkaniklastik dari lingkungan darat pada kala Pliosen. Aluvium menindih takselaras satuan batuan yang sudah terbentuk tersebut. Formasi Lati merupakan runtunan pengendapan delta pada Miosen Tengah. Bagian atas formasi ini mengandung sejumlah lapisan batubara (Annonim, 1983; 1988). Runtunan stratigrafi rinci Formasi Lati disitir dari hasil penelitian Rachmansjah (2003) dan Maryanto et al. (2005). Runtunan batuan di Lintasan Lati diawali dengan hadirnya batulumpur gampingan dengan sisipan batupasir (Gambar 6) yang beberapa gampingan, yang mewakili fasies delta bawah (prodelta), berkembang menjadi batupasir (Gambar 7) yang kadang-kadang gampingan dengan sisipan batulumpur, yang mewakili fasies delta depan (delta front). Fasies delta depan ini segera berganti menjadi fasies dataran delta (delta plain) yang merupakan bagian atas formasi, terdiri atas batulumpur dan batulempung dengan sisipan batupasir yang kadang gampingan, serpih batubaraan dan batubara. Runtunan stratigrafi di Lintasan Binungan dimulai dengan hadirnya batulempung gampingan, batulumpur gampingan dengan sisipan batupasir, batupasir gampingan dan batugamping. Bagian tengah runtunan terdiri atas batulumpur sedikit karbonan dan gampingan dengan sisipan batupasir, yang segera berkembang menjadi perlapisan batupasir (Gambar 8) dengan sedikit sisipan batulumpur. Bagian atas formasi terdiri atas batulumpur yang kadang berkembang menjadi serpih batubaraan dan batulempung dengan sisipan batupasir dan batubara. Runtunan batuan di Lintasan Sambarata diawali oleh hadirnya batulumpur, batulempung, batupasir (Gambar 9) dengan sisipan serpih batubaraan dan batubara. Runtunan batuan berulang hingga beberapa kali dan sisipan batubara semakin banyak dijumpai di bagian atas. 109

Bulletin of Scientific Contribution, Volume 7, Nomor 2, Desember 2009: 108-126 Petrografi Analisis petrografi telah dilakukan terhadap 22 (dua puluh dua) sampel batupasir yang diambil dari tiga lintasan stratigrafi tersebut di atas. Dengan menggunakan penggolongan batupasir menurut Pettijohn (1975), kelompok batupasir penyusun Formasi Lati yang ada terbagi menjadi beberapa jenis, meliputi litharenite, sublitharenite, feldspathic greywacke, dan lithic greywacke (Tabel 1). Pada beberapa sampel batupasir memperlihatkan kandungan mineral karbonat yang cukup banyak sehingga penamaan batuannya menjadi gampingan. Kenampakan Umum Secara umum sayatan pipih batupasir tampak berwarna bening hingga keruh kecoklatan, pejal, tekstur klastika kasar hingga halus, terpilah sedang hingga buruk, dan terdukung butiran dan beberapa terdukung matriks. Butiran berbentuk meruncing hingga membundar tanggung dengan hubungan antar butir bertipe mengambang, titik, panjang, lengkung dan sangat jarang gerigi. Komponen batuan terdiri atas kuarsa tunggal (16-72%), kuarsa jamak (2-12%), feldspar kalium (0-5%), plagioklas (1-8%), kepingan batuan gunungapi (0-2%), kepingan batuan sedimen (2-25%), kepingan batuan malihan (0-6%), kepingan batuan granitan (0-9%), mineral lain (0-8%), matriks (0-58%), lempung autigenik (0-8%), klorit (0-2%), silika (0-10%), oksida besi (1-6%), dan karbonat (0-16%). Keporian batuan (0-14%) hadir berupa rongga-rongga sisa antar partikel. Kuarsa yang merupakan komponen utama batuan sangat dikuasai oleh kuarsa tunggal dengan pemadaman sudah mulai bergelombang dengan ukuran cukup kasar (Gambar 10). Selain itu hadir pula kuarsa jamak lebih dari tiga hablur. Kadangkadang kuarsa ini masih berupa kepingan batuan granitan dengan komponen mineral yang lain sangat jarang. Pada beberapa sampel terlihat bahwa kuar-sa, khususnya kuarsa tunggal, tam-pak tumbuh (overgrowth) dengan kenampakan yang kadang-kadang rancu dengan semen silika (kuarsa sekunder). Feldspar hadir jarang berupa feldspar kalium dan plagioklas. Feldspar kalium terdiri atas orthoklas dengan penyebaran setempat-setempat. Plagioklas terutama jenis oligoklas hingga andesin tampak berkembaran dan kadang-kadang sudah mulai berzonasi komposisi. Melalui bidang zonasi komposisi tersebut sebagian kecil plagioklan tampak mulai terubah menjadi mineral lempung. Proses ubahan ini juga terjadi pada feldspar kalium. Kepingan batuan hadir cukup banyak di dalam batupasir yang diuji petrografi. Kepingan batuan yang terutama adalah kepingan batuan sedimen argilit baik pada batupasir yang berukuran kasar (Gambar 11) maupun yang berukuran halus (Gambar 12), beberapa kepingan batupasir sangat halus, dan sangat jarang kepingan batugamping. Kebanyakan kepingan batuan sedimen ini telah lapuk dan terubah. Kepingan batuan malihan hadir jarang terdiri atas sabak, filit, dan genes granitan. Kepingan batuan granitan masih dijumpai di beberapa batupasir yang berukuran agak kasar dengan keadaan lapuk atau terubah kuat. Komponen butiran lainnya hadir sangat jarang berukuran halus, terutama adalah mineral opak karbon dan magnetit. Selain itu, masih dapat dijumpai glaukonit dan mineral mafik hornblende dan biotit. Matriks batuan dijumpai pada batupasir yang berukuran halus, sedangkan pada batupasir yang berukuran kasar komponen ini tidak hadir (Gambar 13). Matriks pada umumnya berupa mineral lempung serta mineral kuarsa dan feldspar yang berukuran sangat halus. Mineral sekunder hasil ubahan dan atau yang juga berfungsi sebagai penyemen butiran hadir di dalam 110

Bulletin of Scientific Contribution, Volume 7, Nomor 2, Desember 2009: 109-126 batupasir penyusun Formasi Lati terdiri atas lempung authigenik, klorit, silika, oksida besi, dan mineral karbonat. Lempung authigenik pada umumnya terkonsentrasi sebagai hasil ubahan dan lapukan plagioklas terutama melalui bidang-bidang zonasi mineral serta sebagai ubahan kepingan batuan. Mineral lempung ini sebenarnya juga meliputi lempung kloritan dan lempung serisitan. Klorit hadir sangat jarang berhablur sangat halus menyerabut sebagai pengganti kepingan batuan. Silika yang berupa kuarsa mikrokristalin atau berupa hablur anhedral tidak teratur kebanyakan merupakan hasil pertumbuhan (overgrowth) butiran kuarsa primer dan sebagai hasil pengersikan matriks mineral lempung. Oksida besi termasuk siderit hadir sebagai pengikat antar butiran dengan pola dan penyebaran tidak teratur. Mineral karbonat yang hadir di dalam batuan terutama adalah orthosparit kalsit berstruktur mosaik drus anhedral yang terbentuk dari lingkungan diagenesis meteorik freatik. Kalsit ini cukup merata sebagai penyemen butiran pada beberapa sampel, khususnya pada batupasir yang secara stratigrafi masih berada di bagian tengah Formasi Lati. Rekaman Proses Diagenesis Rekaman proses diagenesis pada batupasir Formasi Lati yang terwetkan meliputi penggantian, pendolomitan, penyemenan, dan pemampatan. Beberapa butiran plagioklas dan feldspar kalium tampak mengalami penggantian menjadi mineral lempung termasuk serisit. Penggantian plagioklas dimulai dari bidang zonasi mineral yang ada, dengan intensitas penggantian rendah. Klorit yang hadir mengelompok berukuran sangat halus diduga merupakan penggantian total mineral mafik seperti hornblende dan mika. Mineral lempung authigenik dan klorit juga hadir sebagai pengganti kepingan batuan gunungapi dan kepingan batuan sedimen dengan jumlah sangat terbatas. Baik mineral lempung maupun klorit di dalam batupasir penyusun Formasi Lati semata-mata hanya merupakan hasil proses penggantian saja, dan tidak berfungsi sebagai penyemen butiran. Pendolomitan terjadi pada beberapa bagian orthosparit kalsit. Hablur dolomit yang dijumpai mempunyai ukuran sangat halus, berstruktur mosaik granular, dan terkonsentrasi tepat di bagian pinggir butiran pada batupasir. Diperkirakan bahwa hablur dolomit ini berasal dari orthosparit tahap awal paska pengendapan dari lingkungan laut yang sudah sangat jarang terawetkan. Semen yang hadir di dalam batupasir Formasi Lati pada umumnya berupa oksida besi yang berwarna keruh kecoklatan hingga kehitaman. Oksida besi ini terpola tidak teratur dan tersebar tidak merata yang kadang-kadang terkonsentrasi di suatu tempat sebagai hasil penggantian total butiran mineral mafik. Semen silika atau kuarsa secara umum hadir sebagai hasil pertumbuhan (overgrowth) butiran kuarsa, baik kuarsa tunggal maupun kuarsa jamak. Orthosparit kalsit merupakan semen utama pada batupasir gampingan, dan apabila dijumpai, pengikatannya cukup sempurna di antara butiran yang ada (Gambar 14). Orthosparit kalsit pada umumnya berstruktur mosaik drus anhedral sedang hingga halus, sedangkan struktur semen lainnya tidak terawetkan lagi. Proses pemampatan dicirikan dengan pola hubungan butir lengkung atau bahkan pada beberapa sampel mempunyai pola hubungan butir gerigi. Bidang lengkung ini kebanyakan terjadi pada kepingan batuan argilitan yang berhubungan dengan mineral kuarsa (Gambar 15). Meskipun sudah memperlihatkan hubungan bidang gerigi, akan tetapi kenampakan pola stilolit belum hadir di dalam batupasir yang diuji petrografi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengaruh tektonik atau pensesaran tidak aktif terjadi pada 111

Bulletin of Scientific Contribution, Volume 7, Nomor 2, Desember 2009: 108-126 batupasir yang ada. Proses pemampatan tersebut pada umumnya sangat mempengaruhi pengurangan nilai keporian batuan. Keporian batuan masih hadir pada beberapa sampel, terutama batupasir yang bebas matriks. Tipe keporian batuan yang paling banyak dijumpai adalah antar partikel. Jumlah keporian antar partikel ini pada umumnya telah berkurang atau sama sekali hilang akibat proses diagenesis penyemenan dan pemampatan. Nilai keporian sedang terbentuk pada batupasir yang bebas matriks dan tidak tersemenkan. Batuan sumber Identifikasi batuan sumber pada batupasir didasarkan kepada perbandingan jumlah komponen utama batupasir yang diuji petrografi, meliputi kuarsa, feldspar, dan kepingan batuan. Perajahan dilakukan pada diagam segitiga yang telah diakui secara internasional. Data hitungan yang diperlukan meliputi jenis dan jumlah komponen kuarsa - feldspar kepingan batuan, kuarsa tunggal - feldspar - kepingan batuan total, kuarsa jamak - kepingan batuan gunungapi - kepingan batuan sedimen, dan kepingan batuan malihan - kepingan batuan gunungapi kepingan batuan sedimen. Identifikasi batuan sumber dengan menggunakan karakter mineral kuarsa (Boggs, 2001; Tucker, 1981) dan pada batupasir laut dalam (Yerino & Maynard, 1984 dalam Boggs, 2001) tidak dilakukan pada penelitian ini. Tabel 2 memperlihatkan persentase perbandingan masing-masing komponen batuan tersebut. Perajahan pertama adalah penentuan nama batupasir, dilakukan pada diagram Q-F-L menurut Pettijohn (1975). Berdasarkan hasil perajahan pada diagram ini terlihat bahwa jenis batupasir yang ada terdiri atas litharenite, sublitharenite, feldspathic greywacke, lithic greywacke. Sehubungan dengan keterbatasan jumlah sampel yang ada, maka jenis batupasir feldspathic greywacke, lithic greywacke juga masih dipergunakan untuk perajahan berikutnya. Perajahan kedua dilakukan dengan menggunakan diagram Q-F-L dan diagram Qm-F-Lt menurut Dickinson et.al. (1983) yang berguna untuk menentukan lingkungan tektonika regional batuan sumber. Hasil perajahan pada diagram Q-F-L yang telah dilakukan memperlihatkan bahwa batuan sumber Formasi Lati merupakan wilayah orogenesis terdaur-ulang (recycled orogenic; Gambar 3). Penentuan yang lebih rinci dilakukan dengan perajahan pada diagram Qm- F-Lt, yang memperlihatkan bahwa batuan sumber Formasi Lati merupakan lingkungan kuarsaan terdaurulang (quartzose recycled) hingga lingkungan transisi terdaur-ulang (transition recycled). Perajahan ketiga dilakukan dengan menggunakan diagram Qp-Lvm-Lsm dan diagram Lm-Lv-Ls menurut Ingersoll & Suczek (1979) yang juga menentukan lingkungan tektonika regional batuan sumber. Perajahan pada diagram Qp-Lvm-Lsm memperlihatkan bahwa batuan sumber Formasi Lati merupakan wilayah sisa cekungan laut (suture belt) hingga tepian benua (rifted continental margin). Perajahan pada diagram Lm- Lv-Ls lebih jelas memperlihatkan bahwa batuan sumber penyusun Formasi Lati pada awalnya berada di wilayah tepian benua (rifted continental margin). DISKUSI Batupasir penyusun Formasi Lati yang dijumpai di daerah Berau, Kalimantan Timur pada umumnya berukuran butir sedang hingga halus. Idealnya, untuk studi batuan sumber dibutuhkan batupasir yang berukuran sedang hingga kasar, akan tetapi batuan yang dimaksud tidak dijumpai di ketiga lintasan penelitian. Studi diagenesis terhadap batupasir tersebut menunjukkan bahwa rekaman proses diagenesis yang 112

Bulletin of Scientific Contribution, Volume 7, Nomor 2, Desember 2009: 109-126 terawetkan adalah penggantian, penyemenan, pemampatan, dan pendolomitan. Penggantian terjadi jarang dan hanya terbatas pada butiran feldspar dan beberapa kepingan batuan. Proses penggantian ini tidak berkaitan dengan proses diagenesis yang lain. Semen silika atau kuarsa berasal dari pertumbuhan butiran kuarsa tunggal dan kuarsa jamak, sedangkan semen oksida besi berasal dari pengendapan larutan atau penggantian total butiran mineral mafik. Semen karbonat yang terawetkan semata-mata adalah semen dari lingkungan diagenesis meteorik freatik, sedangkan semen laut dan atau semen penimbunan sudah rusak atau terdolomitkan. Proses pendolomitan hanya terbatas di bagian pinggir butiran saja. Proses diagenesis yang terjadi kebanyakan terpengaruh oleh penimbunan formasi yang cukup tebal, diikuti oleh proses diagenesis fase pengangkatan dan penyingkapan batuan. Batuan sumber Formasi Lati di daerah Berau, Kalimantan Timur secara umum berasal dari lingkungan orogenesis terdaur-ulang, khususnya pada wilayah kaya mineral kuarsa yang tentunya adalah batuan granitan. Batuan granitan sangat menguasai lingkungan batuan sumber tersebut, yang secara regional berada di tepian benua Eurasia bagian tenggara. Hal ini sesuai dengan keadaan geologi regional yang mana secara umum daerah penelitian berada di tepian bagian tenggara Benua Eurasia (Hall & Wilson, 2000; Hall, 2001). Dengan demikian kedudukan cekungan pengendapan berada di bagian tenggara, yang juga didukung oleh hasil pengukuran arus purba. Data arus purba yang mengendapkan Formasi Lati mengarah ke selatan hingga timur, dengan kisaran arah arus purba nisbi besar (Maryanto, 2009a; Maryanto 2009b). Batuan sumber terangkut menuju ke cekungan utama yang berada di sebelah selatan hingga timur. Kedudukan tinggian dan cekungan ini nisbi tidak berubah selama Tersier, bahkan hingga sekarang. KESIMPULAN Batupasir penyusun Formasi Lati terdiri atas beberapa jenis, meliputi litharenite, feldspathic litharenite, sublitharenite, feldspathic wacke, lithic wacke yang sebagian bersifat gampingan. Nilai keporian pada batupasir tersebut menjadi berkurang akibat proses diagenesis. Rekaman proses diagenesis yang teramati di bawah mikroskop polarisasi meliputi penggantian, pendolomitan, penyemenan, dan pemampatan. Batuan sumber penyusun Formasi Lati terangkut menuju ke cekungan utama yang berada di sebelah selatan hingga timur. Batuan sumber tersebut dikuasai oleh batuan granitan, serta beberapa batuan sedimen, batuan malihan dan sangat jarang batuan gunungapi, berasal dari daerah orogenesis terdaur-ulang (recycled orogenic) yang secara regional berada di tepian benua (rifted continental margin). UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan yang baik ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. H.R. Febri Hirnawan, Ir. atas masukan aspek metode penelitian yang sangat baik, dan kepada Dr. Hermes Panggabean, M.Sc. atas masukan teknis sedimentologi batuan sedimen demi peningkatan mutu tulisan ini. 113

Bulletin of Scientific Contribution, Volume 7, Nomor 2, Desember 2009: 108-126 DAFTAR PUSTAKA Akuanbatin, H. dan Rosandi, T., 1983. Lingkungan Pengendapan Formasi Tabul dan Formasi Tarakan serta Hubungannya dengan Potensi Hidrokarbon di Pulau Bunyu. Proceeding PIT XII Ikatan Ahli Geologi Indonesia, pp. 9-20. Annonim, 1983. Berau Coal Area, Kalimantan, Indonesia. Internal Report Prepared for PT. Berau Coal Indonesia. Annonim, 1988. Coal Exploration Result of Lati Area DU424/Kaltim PT. Berau Coal. Indonesia. Internal Report Prepared for PT. Berau Coal Indonesia. Boggs, S., 1992. Petrology of Sedimentary Rocks. Macmillan Publishing Company, New York, 707 p. Dickinson, W.R., Bread, L.S., Brakenridge, G.R., Erjavec, J.L., Ferguson, R.C., Inman, K.F., Knepp, R.A., Lindberg, F.A., and Ryberg, P.T., 1983. Provenance of North American Phanerozoic Sandstones in Relation to Tectonic Setting. Geological Society of American Bulletin, 64, pp. 222-235. Hall, R. 2001. Cenozoic Reconstructions of SE Asia and the SW Pacific: Changing Patterns of Land and Sea. In Metcalfe, I., Smith, J.M.B., Morwood, M., Davidson, I.D. (eds). Faunal and Floral Migrations and Evolutions in SE Asia Australia. A.A. Balkema (Swets & Zeitlinger Publisher), Lisse, pp. 35-56. Hall, R. dan Wilson, M.E.J., 2000. Neogene Sutures in Eastern Indonesia. Journal of Asian Earth Sciences 18, pp. 781-808. Ingersoll, R.V. and Suczek, C.A., 1979. Petrofacies and Provenance of Late Mesozoic Fore Arc Basin, Northern and Central California. American Association Petroleum Geology Bulletin, 67, pp. 1125-1142. Maryanto, S., 2009a. Sedimentology of Middle Miocene Delta at Berau Area, East Kalimantan. (disiapkan untuk Pertemuan Ilmiah Tahunan IAGI 38). Maryanto, S., S. 2009b. Keterdapatan Lapisan Batubara pada Formasi Lati di Daerah Berau, Kalimantan Timur. (dalam proses penerbitan). Maryanto, S., Rachmansjah, Sihombing, T., dan Wiryosujono, S., 2005. Sedimentologi Batuan Pembawa Batubara Formasi Lati di Lintasan Lati, Berau, Kalimantan Timur. Jurnal Sumber Daya Geologi, v. 15, n. 4, h. 33-48. Pettijohn, F.J., 1975. Sedimentary Rock, Third Edition. Harper and Row, New York, 628 p. Rachmansjah, Wiryosujono, S., Sihombing, T., dan Maryanto, S., 2003. Stratigrafi dan Sedimentologi Cekungan Batubara Tarakan, Kalimantan Timur. Laporan Teknis Intern, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Situmorang, R.L. dan Burhan, G., 1995. Peta Geologi Lembar Tanjung Redeb, Kalimantan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Tossin, S. dan Kadir, R., 1996. Tipe Reservoir Sedimen Miosen Tengah di Sub-Cekungan Tarakan, Cekungan Tarakan, Kalimantan Timur. Proceeding of the 25 th Annual Convention of The Indonesian Association of Geologist, pp. 495-512. Tucker, M.E., 2001. Sedimentary Petrology: an Introduction to the origin of Sedimentary Rocks. Blackwell Publishing Company, Oxford, 262 p. 114

Bulletin of Scientific Contribution, Volume 7, Nomor 2, Desember 2009: 109-126 115

Bulletin of Scientific Contribution, Volume 7, Nomor 2, Desember 2009: 108-126 116

Gambar 3. Diagram segitiga klasifikasi batuan berdasarkan Pettijohn (1975) pada Formasi Lati di Berau, Kalimantan Timur Bulletin of Scientific Contribution, Volume 7, Nomor 2, Desember 2009: 109-126 117

Bulletin of Scientific Contribution, Volume 7, Nomor 2, Desember 2009: 108-126 118

Gambar 5. Perajahan komponen batupasir pada diagram segitiga menurut Ingensoll & Suczek (1979) yang memperlihatkan lingkungan tektonik asal batupasir Formasi Lati di Berau, Kalimantan Timur Bulletin of Scientific Contribution, Volume 7, Nomor 2, Desember 2009: 109-126 119

Bulletin of Scientific Contribution, Volume 7, Nomor 2, Desember 2009: 108-126 Gambar 6. Batupasir halus dengan bintal dan band siderit penyusun bagian tengah Formasi Lati. Digambar di Lintasan Lati 2 (Rachmansjah et al., 2003). Gambar 7. Struktur silang-siur mangkok pada batupasir sangat halus penyusun bagian tengah Formasi Lati. Digambar di Lintasan Lati 2 (Rachmansjah drr., 2003). 120

Bulletin of Scientific Contribution, Volume 7, Nomor 2, Desember 2009: 109-126 Gambar 8. Batupasir dengan sisipan batulempung tersesarkan penyusun bagian atas Formasi Lati. Digambar di Lintasan Binungan 1 (Rachmansjah et al., 2003). Gambar 9. Struktur perarian sejajar dan perarian silang-siur pada batupasir penyusun bagian atas Formasi Lati. Digambar di Lintasan Sambarata 1 (Rachmansjah et al., 2003). 121

Bulletin of Scientific Contribution, Volume 7, Nomor 2, Desember 2009: 108-126 Gambar 10. Batupasir sublitharenite dengan kuarsa sangat dominan, tanpa matriks dan sangat jarang penyemen, sehingga dipreparasi dengan sistem mounting. Kode sampel L2-10. Gambar 11. Batupasir litharenite dengan komponen kepingan batuan sedimen argilit yang cukup banyak. Kode sampel B1-04. 122

Bulletin of Scientific Contribution, Volume 7, Nomor 2, Desember 2009: 109-126 Gambar 12. Batupasir lithic wacke yang berkembang dengan ukuran butir halus. Kode sampel L2-03. Gambar 13. Batupasir sublitharenite yang terpilah sedang yang mengandung cukup banyak keporian antar partikel. Kode sampel L2-09. 123

Bulletin of Scientific Contribution, Volume 7, Nomor 2, Desember 2009: 108-126 Gambar 14. Orthosparit kalsit yang menyemen cukup sempurna butiran pada batupasir sublitharenite gampingan. Kode sampel B3-06. Gambar 15. Batupasir litharenite dengan komponen kepingan batuan argilit yang memperlihatkan bidang kontak lengkung akibat pemampatan. Kode sampel B1-07. 124

Bulletin of Scientific Contribution, Volume 7, Nomor 2, Desember 2009: 109-126 Tabel 1. Resume hasil pengujian petrografi batupasir Formasi Lati di daerah Berau No. Kode Sampel Qm Qp Kf Pl Lv Ls Lm Lg Ot Mt Cl Ch Si Io Ca Po RN 1. L2-01 26.0 6.5 4.5 1.0 0.0 2.0 0.0 2.0 0.0 51.0 1.0 0.0 0.0 1.0 0.0 0.5 FG 2. L2-03 33.0 7.0 1.0 8.0 0.0 10.0 4.0 4.0 3.5 16.0 2.0 0.5 1.0 6.0 0.0 2.0 LG 3. L2-07 24.0 3.0 0.0 4.0 0.0 10.0 0.0 1.0 8.0 54.0 0.0 0.0 0.0 4.0 0.0 0.0 LG 4. L2-08 32.0 3.0 0.0 6.0 0.0 4.5 0.0 0.5 2.0 39.0 4.0 1.5 3.5 4.0 0.0 1.0 FG 5. L2-09 51.0 3.0 0.5 6.0 1.0 8.0 2.0 2.0 0.0 0.0 4.0 0.0 6.0 2.5 0.0 14.0 SL 6. L2-10 72.0 6.0 0.0 2.0 0.0 12.0 2.0 2.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 4.0 0.0 0.0 SL 7. L2-12 34.0 4.0 0.0 7.0 0.0 2.0 0.0 2.0 1.0 40.0 2.0 2.0 3.0 1.0 0.0 2.0 FG 8. L2-15 48.0 12.0 0.5 2.5 0.0 8.0 2.0 1.0 2.5 21.0 2.0 1.5 5.5 2.5 0.0 4.5 LG 9. L2-17 46.0 6.0 1.0 6.0 0.0 11.0 3.0 5.0 1.0 0.0 4.0 1.5 10.0 2.5 0.0 3.0 LA 10. B1-04 47.0 3.0 0.0 2.0 0.0 22.0 2.0 2.0 2.0 0.0 7.0 2.0 2.5 4.5 3.0 1.0 LA 11. B1-07 44.0 6.0 1.0 4.0 2.0 21.0 6.0 2.0 0.5 0.0 5.0 0.5 3.0 3.5 0.0 4.5 LA 12. B2-11 58.0 12.0 0.0 4.0 0.0 15.0 2.0 6.0 0.0 0.0 0.0 0.0 1.0 2.0 0.0 0.0 SL 13. B2-15 48.0 9.0 0.0 3.0 2.0 25.0 4.0 6.0 0.0 0.0 0.0 0.0 1.0 2.0 0.0 0.0 LA 14. B2-17 42.0 6.0 8.0 2.0 0.0 14.0 2.0 9.0 0.0 0.0 3.0 0.0 2.0 7.0 0.0 6.0 LA 15. B2-19 42.0 5.0 1.0 3.0 0.0 14.0 2.0 2.0 3.0 0.0 6.0 0.0 3.0 3.0 16.0 1.0 LA 16. B3-06 43.0 12.0 0.0 6.0 0.0 4.0 2.0 8.0 0.0 0.0 4.0 0.0 0.0 1.0 14.0 0.0 SL 17. B3-07 43.0 6.0 4.0 2.0 2.0 12.0 3.0 5.0 0.5 0.0 4.0 0.5 1.0 1.0 14.0 2.0 LA 18. B3-08 38.0 6.0 3.0 3.0 0.0 8.0 2.0 2.0 0.0 35.0 0.0 0.0 0.0 4.0 0.0 0.0 LG 19. B3-10 39.0 6.0 5.0 3.0 2.0 16.0 3.0 2.0 1.5 0.0 4.0 0.5 1.0 3.0 12.0 2.0 LA 20. B3-20 42.0 4.0 4.0 2.0 1.0 22.0 4.0 2.0 1.0 0.0 6.0 0.0 1.0 4.0 4.0 3.0 LA 21. S1-09 36.0 7.0 3.0 2.0 1.0 19.0 6.0 3.0 2.0 0.0 8.0 1.0 2.0 4.0 4.0 2.0 LA 22. S1-02 16.0 2.0 2.0 1.5 0.0 4.0 0.5 0.0 8.0 58.0 0.0 0.0 0.0 2.0 6.0 0.0 LG Keterangan: Komponen: Qm : Kuarsa tunggal Kf : Feldspar kalium Lv : Kep. bat. gunungapi Cl : Lempung Mt : Matriks Qp : Kuarsa jamak Pl : Plagioklas Ls : Kep. bat. sedimen Ch : Klorit Po : Keporian Lm : Kep. bat. malihan Si : Silika RN : Nama Batuan Lg : Kep. bat. granitan Io : Oksida besi Ca : Karbonat Nama batuan: FG : Batupasir feldspathic greywacke LG : Batupasir lithic greywacke LA : Batupasir litharenite SL : Batupasir sublitharenite 125

Bulletin of Scientific Contribution, Volume 7, Nomor 2, Desember 2009: 108-126 Tabel 2. Perbandingan persentase komponen batupasir Formasi Lati di daerah Berau No. Kode Sampel Q F L Qm F Lt Lv Ls Lm Qp Lvm Lsm 1. L2-01 82.1 13.1 4.8 61.9 13.1 25.0 0.0 100.0 0.0 81.0 0.0 19.0 2. L2-03 65.7 13.4 20.9 49.3 13.4 37.3 0.0 71.4 28.6 52.4 0.0 47.6 3. L2-07 66.7 9.5 23.8 57.1 9.5 33.3 0.0 100.0 0.0 28.6 0.0 71.4 4. L2-08 77.2 13.0 9.8 69.6 13.0 17.4 0.0 100.0 0.0 43.8 0.0 56.3 5. L2-09 76.2 8.8 15.0 69.4 8.8 21.8 9.1 72.7 18.2 15.5 3.1 24.9 6. L2-10 83.3 2.1 14.6 75.0 2.1 22.9 0.0 85.7 14.3 40.0 0.0 60.0 7. L2-12 81.6 14.3 4.1 69.4 14.3 16.3 0.0 100.0 0.0 75.0 0.0 25.0 8. L2-15 82.4 4.1 13.5 64.9 4.1 31.1 0.0 80.0 20.0 61.9 0.0 38.1 9. L2-17 73.1 9.0 17.9 59.0 9.0 32.1 0.0 78.6 21.4 50.0 0.0 50.0 10. B1-04 66.7 2.6 30.8 60.3 2.6 37.2 0.0 91.7 8.3 18.5 0.0 81.5 11. B1-07 60.5 5.8 33.7 51.2 5.8 43.0 6.9 72.4 20.7 15.5 3.9 40.6 12. B2-11 78.4 4.1 17.5 59.8 4.1 36.1 0.0 88.2 11.8 54.5 0.0 45.5 13. B2-15 64.9 3.1 32.0 49.5 3.1 47.4 6.5 80.6 12.9 35.7 4.8 59.5 14. B2-17 68.7 12.0 19.3 50.6 12.0 37.3 0.0 87.5 12.5 36.1 0.0 33.7 15. B2-19 71.0 5.8 23.2 60.9 5.8 33.3 0.0 87.5 12.5 33.3 0.0 66.7 16. B3-06 84.0 8.0 8.0 57.3 8.0 34.7 0.0 66.7 33.3 83.3 0.0 16.7 17. B3-07 70.1 7.8 22.1 55.8 7.8 36.4 11.8 70.6 17.6 25.8 4.7 28.1 18. B3-08 74.2 9.7 16.1 61.3 9.7 29.0 0.0 80.0 20.0 50.0 0.0 50.0 19. B3-10 61.8 10.5 27.6 51.3 10.5 38.2 9.5 76.2 14.3 30.8 7.7 61.5 20. B3-20 59.3 7.4 33.3 51.9 7.4 40.7 3.7 81.5 14.8 20.7 3.4 75.9 21. S1-09 59.7 6.5 33.8 46.8 6.5 46.8 3.8 73.1 23.1 33.3 3.3 63.3 22. S1a-02 69.2 13.5 17.3 61.5 13.5 25.0 0.0 88.9 11.1 33.3 0.0 66.7 126