BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

BAB 1 PENDAHULUAN. terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. 2 ISPA sering berada dalam daftar

Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit, namun penyakit sering datang tiba-tiba sehingga tidak dapat dihindari.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit yang. menular serta dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal FAKTOR RESIKO KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA POTUGU KECAMATAN MOMUNU KABUPATEN BUOL ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan

BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, masalah

BAB I PENDAHULUAN. selama ini masih banyak permasalahan kesehatan, salah satunya seperti kematian

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ISPA khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian balita (AKB) merupakan salah satu indikator kesehatan yang paling

BAB I PENDAHULUAN. terkontaminasinya udara, baik dalam ruangan (indoor) maupun luar ruangan

Oleh : Tintin Purnamasari ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya pneumonia,

Ernawati 1 dan Achmad Farich 2 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

Salah satu upaya pencegahan pneumonia yang berhubungan dengan lingkungan adalah dengan menciptakan lingkungan hidup yang baik.

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB I LATAR BELAKANG

BAB 1 : PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup yang lebih baik pada

BAB V PEMBAHASAN. kepadatan hunian tidak menunjukkan ada hubungan yang nyata.

BAB I PENDAHULUAN. 2,7% pada wanita atau 34,8% penduduk (sekitar 59,9 juta orang). 2 Hasil Riset

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan case control yaitu membandingkan antara

DEA YANDOFA BP

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan yang cepat dan sangat penting atau sering disebut masa kritis anak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pandemik yang terlupakan atau the forgotten pandemic. Tidak

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan industri dapat memberikan dampak positif bagi

BAB 1 : PENDAHULUAN. ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam

PERBEDAAN FAKTOR PERILAKU PADA KELUARGA BALITA PNEUMONIA DAN NON PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

HUBUNGAN PERILAKU MEROKOK ORANG TUA DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG KABUPATEN PURBALINGGA 2012

PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA ABSTRAK

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai indikator, yang

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak yang diderita oleh anak-anak, baik di negara berkembang maupun di

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kejadian ISPA Di Indonesia, pada balita adalah sekitar 10-20%

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB 1 :PENDAHULUAN. masih merupakan masalah kesehatan utama yang banyak ditemukan di. hubungan status gizi dengan frekuensi ISPA (1).

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru.

Jurnal Harapan Bangsa, Vol.1 No.1 Desember 2013 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu ruang lingkup epidemiologi ialah mempelajari faktor-faktor yang

PENDAHULUAN. hidung sampai alveoli. ISPA terdiri dari bukan pneumonia, pneumonia, dan

Volume 08 No. 02. November 2015 ISSN :

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, malaria, dan campak. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung hingga kantong paru (alveoli) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus/rongga disekitar hidung (sinus para nasal), rongga telinga tengah, dan pleura (Departemen Kesehatan RI, 2009). Terjadinya Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dipengaruhi atau ditimbulkan oleh tiga hal yaitu adanya kuman (terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan riketsia), keadaan daya tahan tubuh (status nutrisi, imunisasi), dan keadaan lingkungan (rumah yang kurang ventilasi, lembab, basah, dan kepadatan penghuni). Selain itu faktor risiko yang secara umum dapat menyebabkan terjadinya ISPA adalah keadaan sosial ekonomi menurun gizi buruk, pencemaran udara, dan asap rokok (Departemen Kesehatan RI, 2002). Menurut Yusari (2014) Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian pada balita. Menurut World Health Organization (WHO) dalam Yusari (2014), penyakit ISPA merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan kematian pada anak balita, sehingga ISPA masih merupakan penyakit yang mengakibatkan kematian cukup tinggi. 1

2 World Health Organization (WHO) memperkirakan insidens ISPA di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15% - 20% per tahun pada golongan usia balita. Menurut WHO ± 13 juta anak balita di dunia meninggal setiap tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat di negara berkembang, di mana pneumonia merupakan salah satu penyebab utama kematian dengan membunuh ± 4 juta anak balita setiap tahun (Rismawati, dkk, 2012). Di Indonesia, ISPA menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. ISPA juga berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Survey mortalitas yang dilakukan oleh Sub dit ISPA tahun 2010 menempatkan ISPA sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan presentase 22,30% dari seluruh kematian balita (Sudrajad, 2010). Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak. Episode penyakit batuk-pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3 6 kali per tahun. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) juga merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di sarana kesehatan. Sebanyak 40% 60% kunjungan berobat di Puskesmas dan 15% 30% kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap Rumah Sakit disebabkan oleh ISPA. (Departemen Kesehatan RI, 2009). Berdasarkan data Riskesdas (2013), period prevalence ISPA penduduk DKI Jakarta yang terdiagnosis (D) ISPA oleh tenaga kesehatan adalah sebesar 12,5% dan yang mengalami gejala (G) ISPA adalah sebesar 25,2%. Khusus untuk penduduk wilayah Jakarta Utara, period prevalence

3 ISPA yang terdiagnosis (D) oleh tenaga kesehatan adalah sebesar 14,5% dan yang mengalami gejala (G) ISPA adalah sebesar 24,3%. Hal ini menunjukkan perlu ditingkatkannya program pengendalian penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (P2 ISPA) karena penyakit tersebut berhubungan dengan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) di Indonesia. Perilaku merokok di dalam rumah dapat berdampak negatif bagi anggota keluarga lainnya terutama balita. Asap rokok mengandung ribuan bahan kimia beracun dan bahan-bahan yang dapat menimbulkan kanker (karsinogen). Bahkan bahan berbahaya dan racun dalam rokok tidak hanya mengakibatkan gangguan kesehatan pada orang yang merokok, namun juga dapat mengganggu kesehatan orang-orang yang berada di sekitarnya yang tidak merokok yang sebagian besar adalah bayi dan anak-anak yang terpaksa menjadi perokok pasif oleh karena ayah, ibu, atau anggota keluarga lainnya yang merokok di rumah. Padahal perokok pasif mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk menderita penyakit ISPA, kanker paru-paru, dan penyakit jantung ishkemia. Sedangkan pada janin, bayi, dan anak-anak mempunyai risiko yang lebih besar untuk menderita kejadian berat badan lahir rendah, bronchitis, pneumonia, infeksi rongga telinga, dan asma (Departemen Kesehatan RI, 2008). Dari hasil data penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yusari pada tahun 2013 diketahui bahwa presentase balita yang tinggal serumah dengan orang yang mempunyai kebiasaan merokok dalam rumah lebih banyak menderita ISPA (84,4%) dibandingkan dengan balita yang tinggal serumah dengan orang yang tidak mempunyai kebiasaan merokok dalam

4 rumah (31,2%), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara paparan rokok dengan kejadian ISPA. Nikotin dengan ribuan bahaya beracun asap rokok lainnya masuk ke saluran pernapasan bayi atau balita. Nikotin yang terhirup melalui saluran pernafasan dan masuk ke tubuh melalui ASI ibunya akan berakumulasi di tubuh bayi atau balita dan membahayakan kesehatan si kecil. Paparan asap rokok berpengaruh terhadap kejadian ISPA pada balita, dimana balita yang terpapar asap rokok beresiko lebih besar untuk terkena ISPA dibanding balita yang tidak terpapar asap rokok (Nurmi, 2009). Penelitian ini dilakukan di Kampung Nelayan Muara Angke Kelurahan Pluit Jakarta Utara dengan letak geografis yang berada di daerah perkotaan dan dengan kondisi lingkungan yang padat penduduk, sebagian besar penduduk di Kampung Nelayan memiliki perilaku merokok dan pada masing-masing rumah memiliki minimum 2 anggota kepala keluarga di dalamnya. Dari hasil observasi dan wawancara pendahuluan yang dilakukan secara acak terhadap 15 responden ibu yang memiliki balita di Kampung Nelayan Muara Angke, Kelurahan Pluit-Jakarta Utara diperoleh informasi bahwa 6 diantaranya orang tuanya adalah perokok dan 9 diantaranya ada yang tinggal dengan anggota keluarga yang lain yang merokok. Diketahui, 15 balita yang tinggal dengan keluarga tersebut mengalami period prevalence ISPA (diagnosis (D) penyakit ISPA dan gejala (G) penyakit ISPA) dalam kurun waktu sebulan terakhir. Berdasarkan penjelasan yang telah dijabarkan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai Hubungan

5 Perilaku Merokok Anggota Keluarga Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Kampung Nelayan Muara Angke, Jakarta Utara. 1.2 Identifikasi Masalah Menurut Prabu dalam Yuli (2012) Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit ISPA pada balita, yaitu terdiri dari : 1. Faktor Lingkungan, Faktor lingkungan yaitu meliputi pencemaran udara dalam rumah terdiri dari : a. Asap Rokok dan Asap Hasil Pembakaran Bahan Bakar Untuk Memasak. Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. b. Ventilasi Rumah Ventilasi yang baik akan menunjang sirkulasi udara yang baik di dalam rumah, jika ventilasi rumah kurang baik maka sirkulasi udara di dalam rumah akan buruk. Kualitas udara yang buruk akan mengakibatkan gangguan pada pernapasan, jika kualitas udara buruk tersebut terhirup oleh balita, maka balita akan rentan terhadap penyakit ISPA. c. Kepadatan Hunian

6 Kepadatan hunian dalam rumah menurut keputusan menteri kesehatan nomor 829/MENKES/SKVII/1999 tentang persayaratan kesehatan rumah satu orang minimal menempati luas rumah 8m 2. Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas. Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam rumah sehingga dapat menyebabkan gangguan pernapasan seperti penyakit ISPA. 2. Faktor Individu Anak Faktor individu anak yaitu meliputi: a. Berat Badan Lahir Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental pada masa balita. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai resiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan berat badan lahir normal, terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia, dan sakit saluran pernapasan lainnya. b. Status Gizi Balita dengan gizi kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit

7 infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang balita lebih mudah terserang ISPA. c. Kelengkapan Imunisasi. Peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalm upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA dapat diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat. 3. Faktor Perilaku Keluarga Balita. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga, satu dengan yang lainnya saling tergantung dan berinteraksi. Faktor perilaku keluarga meliputi perilaku pencegahan dan penanggulangan ISPA atau peran aktif keluarga dalam menangani penyakit ISPA. Perilaku orang tua balita sangat menentukan faktor penyakit ISPA pada balita di mana terdapat anggota keluarga yang merokok yang menyebabkan pencemaran udara dengan asap hasil pembakaran rokok. Asap rokok yang terhirup dan masuk ke dalam pernafasan secara terus menerus dapat mengiritasi mukosa yang ada di saluran pernafasan sehingga akan menyebabkan penyakit

8 ISPA. ISPA yang berlanjut akan menjadi pneumonia yang dapat menyebakan kematian pada balita. 1.3 Pembatasan Masalah Di dalam penelitian ini penulis memberikan batasan ruang lingkup penelitian, yaitu yang menjadi subjek penelitian di dalam penelitian ini adalah para ibu yang memiliki balita yang menderita penyakit ISPA di Kampung Nelayan Muara Angke dengan judul yang diambil yaitu Hubungan Perilaku Merokok Anggota Keluarga Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Kampung Nelayan Muara Angke, Kelurahan Pluit-Jakarta Utara. 1.4 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian adalah apakah ada Hubungan Perilaku Merokok Anggota Keluarga Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Kampung Nelayan Muara Angke, Kelurahan Pluit-Jakarta Utara? 1.5 Tujuan Penelitian 1.5.1 Tujuan Umum Mengetahui Hubungan Perilaku Merokok Anggota Keluarga Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Kampung Nelayan Muara Angke, Kelurahan Pluit-Jakarta Utara.

9 1.5.2 Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi perilaku merokok anggota keluarga di Kampung Nelayan Muara Angke, Kelurahan Pluit-Jakarta Utara. b. Mengidentifikasi kejadian ISPA pada balita di Kampung Nelayan Muara Angke, Kelurahan pluit-jakarta Utara. c. Menganalisis hubungan antara perilaku merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita Nelayan Muara Angke, Kelurahan Pluit-Jakarta Utara. 1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Bagi Peneliti a. Dapat mengetahui hubungan antara perilaku merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita. b. Dapat mengaplikasikan keilmuan yang telah didapatkan selama menjalankan pendidikan di bangku kuliah 1.6.2 Bagi Dinas Kesehatan a. Memberikan masukan untuk meningkatkan program penyuluhan tentang bahaya merokok di masyarakat b. Memberikan masukan untuk meningkatkan program pencegahan primer penyakit ISPA pada balita 1.6.3 Bagi Masyarakat Manfaat yang bisa diperoleh bagi masyarakat adalah mereka dapat mengetahui dampak buruk dari perilaku merokok terhadap kejadian

10 ISPA pada balita sehingga diharapkan dapat mengurangi kebiasaan merokok 1.6.4 Bagi Keluarga Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan dapat mencari pemecahan yang lebih baik dan efektif untuk membatasi dan mengatasi perilaku merokok dalam keluarga. 1.6.5 Bagi Institusi Pendidikan Dapat menambah dan melengkapi kepustaan khususnya mengenai hubungan perilaku merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita.