PUTUSAN MK NO. 54/PUU-XIV/2016 DAN IMPLIKASI DI DALAM PILKADA Oleh Achmadudin Rajab* Naskah Diterima: 24 Juni 2017, Disetujui: 11 Juli 2017

dokumen-dokumen yang mirip
POTENSI CALON PERSEORANGAN DALAM PERUBAHAN KEDUA UU NO. 1 TAHUN 2015 Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 23 Maret 2016; disetujui: 4 April 2016

RechtsVinding Online

RechtsVinding Online. Naskah diterima: 17 Februari 2016; disetujui: 25 Februari 2016

RechtsVinding Online. Naskah diterima: 21 Januari 2016; disetujui: 27 Januari 2016

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 60/PUU-XIII/2015 Persyaratan Menjadi Calon Kepala Daerah Melalui Jalur Independen

DINAMIKA PETAHANA DAN PENCALONANNYA DALAM PILKADA Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 04 Mei 2016; disetujui: 26 Mei 2016

URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 54/PUU-XIV/2016 Syarat Dukungan dan Ketentuan Verifikasi Faktual bagi Calon Perseorangan

RechtsVinding Online. RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu. bersikap untuk tidak ikut ambil bagian. dalam voting tersebut.

BAB V PENUTUP. penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

RechtsVinding Online

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

RechtsVinding Online

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RechtsVinding Online

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUU-XII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi No. 3/SKLN-X/2012 Tentang Sengketa Kewenangan Penyelenggaraan Pemilu Antara KPU dengan DPRP

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih

KUASA HUKUM Muhammad Sholeh, S.H., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Oktober 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal)

PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman *

BAB III KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH. A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sengketa Pilkada

Kehadiran Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

PUTUSAN Nomor 46/PUU-XIII/2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada

Naskah diterima: 29 Desember 2015; disetujui: 11 Januari 2015

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 115/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilukada Serentak Akibat Calon Tunggal

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 89/PUU-XIV/2016 Bilangan Pembagi Pemilihan

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 46/PUU-XIII/2015

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah:

KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI... KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI...

ANALISIS SITUASI KAJIAN HUKUM GUGATAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN PILKADA ACEH 2017 EDISI 15 TAHUN 2017 PRODUK JARINGAN SURVEY INISIATIF

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 140/PUU-XIII/2015 Hak Konstitusional Untuk Dipilih Dalam Hal Pasangan Calon Berhalangan Tetap

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XV/2017 Kewajiban Pengunduran Diri Bagi Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam PILKADA

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KENDAL. SALINAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KENDAL NOMOR: 11/Kpts/KPU-Kab-012.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XV/2017. I. PEMOHON 1. Hadar Nafis Gumay (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I);

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 103/PUU-XIII/2015 Penolakan Pendaftaran Calon Peserta Pemilukada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

Urgensi Pemimpin Daerah Yang Bersih Guna Mewujudkan Good Governance Oleh: Achmadudin Rajab *

PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah)

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 79/PUU-XIII/2015 Ketentuan Tidak Memiliki Konflik Kepentingan Dengan Petahana

ADVOKASI HUKUM SENGKETA PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN IDA BUDHIATI ANGGOTA KPU RI

KUASA HUKUM Heru Widodo, S.H., M.Hum., dkk berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 22 Januari 2015.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 37/PUU-XIV/2016 Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 2/PUU-XV/2017 Syarat Tidak Pernah Melakukan Perbuatan Tercela Bagi Calon Kepala Daerah

BAB V KESIMPULA DA SARA

KUASA HUKUM Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H., dan Vivi Ayunita Kusumandari, S.H., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Oktober 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PUTUSAN.

BAB I PENDAHULUAN (UUD NRI Tahun 1945) terutama pada Pasal 18 ayat (4) yang menyatakan,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-X/2012 Tentang Persyaratan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XIV/2016 Upaya Hukum Kasasi dalam Perkara Tindak Pidana Pemilu

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN PATI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 11/PUU-XV/2017 Pembatasan Waktu Pengajuan Sengketa Pemilukada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017

LEGAL OPINON (PENDAPAT HUKUM) PENGAJUAN SENGKETA PERSELISIHAN HASIL PILKADA ACEH TAHUN 2017 Tim Riset Jaringan Survei Inisiatif

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 75/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 67/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 24/PUU-XV/2017 Penyelesaian Perselisihan Kepengurusan Partai Politik

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA TANJUNGBALAI. NOMOR: 5 /Kpts/KPU /2015

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 66/PUU-XII/2014 Frasa Membuat Lambang untuk Perseorangan dan Menyerupai Lambang Negara

P U T U S A N. Perkara Nomor 006/PUU-III/2005 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota

Transkripsi:

PUTUSAN MK NO. 54/PUU-XIV/2016 DAN IMPLIKASI DI DALAM PILKADA Oleh Achmadudin Rajab* Naskah Diterima: 24 Juni 2017, Disetujui: 11 Juli 2017 Mekanisme pencalonan bagi calon perseorangan dalam Pemilihan Kepala Daerah selalu berganti-ganti, mulai dari Putusan Mahkamah Konsititusi No. 5/PUU-V/2007 hingga yang paling akhir Putusan MK No. 54/PUU-XIV/2016. Putusan MK yang terakhir diajukan oleh sejumlah Pemohon yakni Perkumpulan Teman Ahok, Gerakan Nasional Calon Independen (GNICI), Perkumpulan Kebangkitan Indonesia Baru (PKIB), Tsamara Amany, dan Ning Darol Mahmada telah membawa implikasi tersendiri bagi mekanisme pencalonan calon perseorangan dalam Pilkada. AMAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 54/PUU-XIV/2016 Amar pokok putusan MK No. 54/PUU-XIV/2016 1 adalah sebagai berikut: 1. Menyatakan frasa dan dimuat dalam Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan PERPU Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi UU bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai tidak mengacu pada nama yang termuat/tercantum dalam DPT melainkan pada jumlah penduduk yang telah memiliki hak pilih. 2. Menyatakan frasa dan tercantum dalam Pasal 41 ayat (3) UU No. 10 Tahun 2016 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai tidak mengacu pada nama yang termuat/tercantum dalam DPT melainkan pada jumlah penduduk yang telah memiliki hak pilih. 3. Menyatakan kata tidak dalam Pasal 48 ayat (9) UU No. 10 Tahun 2016 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang berkata tidak dalam pasal dimaksud dimaknai perseorangan. nama-nama pendukung calon 1 http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=download.putusan&id=2657 1

Dengan adanya putusan MK ini walaupun yang dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat hanya frasa-frasa atau kata tertentu saja, namun implikasinya begitu besar. Berikut ini kita bahas lebih lanjut mengenai implikasi dari Putusan MK No. 54/PUU-XIV/2016 ini. PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 54/PUU-XIV/2016 KONTRA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 60/PUU-XIII/2015 Mengapa sub-bab ini Penulis nyatakan Putusan MK No. 54/PUU-XIV/2016 adalah kontra dengan Putusan MK No. 60/PUU-XIII/2015? Putusan MK No. 54/PUU-XIV/2016 yang dibacakan pada tanggal 14 Juni 2017 menujukkan ketidakonsistensian jalan pikiran para hakim MK dalam merumuskan putusannya. Sebagaimana diketahui bahwa mekanisme pencalonan bagi calon perseorangan adalah telah berubah dikarenakan Putusan MK No. 60/PUU-XIII/2015 yang diajukan oleh para pemohonnya yakni M. Fadjroel Rachman, Saut Mangatas Sinaga, dan Victor Santoso Tandjasa. Dalam Putusan MK No. 60/PUU-XIII/2015 tersebut, para pemohon menguji Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 8 Tahun 2015 karena dianggap telah merugikan hak konstitusional yang dimiliki oleh Para Pemohon. Adapun sebagai contoh Pasal 41 ayat (1) huruf a adalah sebagai berikut: Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa harus didukung paling sedikit 10% (sepuluh persen). Mahkamah Konstitusi lalu pada akhirnya dalam putusannya mengubah norma terkait syarat dukungan calon perseorangan sebagaimana diatur dalam Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d yang semula menggunakan acuan jumlah penduduk dalam UU No. 8 Tahun 2015 menjadi berdasarkan daftar pemilih tetap. Alhasil dikarenakan dalam rangka menjalankan amanat putusan MK tersebut, dalam UU No. 10 Tahun 2016 yang merupakan perubahan kedua dari UU No. 1 Tahun 2015 (UU Pilkada), dan juga merupakan revisi dari UU No. 8 Tahun 2015, maka norma dimaksud telah diubah menjadi sebagai berikut: Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa harus didukung paling sedikit 10% (sepuluh persen). Adapun pertimbangan mengapa revisi ini sesegera mungkin dieksekusi dalam perubahan kedua UU Pilkada tersebut dikarenakan dalam pertimbangan hukum alinea terakhir dari dalam Putusan MK No. 60/PUU-XIII/2015 ini, Mahkamah 2

menyatakan: Bahwa mengingat tahapan-tahapan pemilihan kepala daerah telah berjalan, sementara putusan Mahkamah tidak berlaku surut (non-retroactive), agar tidak menimbulkan kerancuan penafsiran maka Mahkamah penting menegaskan bahwa putusan ini berlaku untuk pemilihan kepala daerah serentak setelah pemilihan kepala daerah serentak Tahun 2015. Sehingga putusan ini termasuk salah satu putusan yang wajib eksekusi segera dan telah diterapkan sebagai norma baru dalam Pilkada Tahun 2017 yang lalu. Dasar pembentuk undang-undang (penulis merupakan legal drafter di setiap UU Pilkada baik itu UU No. 8 Tahun 2015 maupun UU No. 10 Tahun 2016) merumuskan Pasal 41 baik ayat (1) maupun ayat (2) seperti itu dikarenakan baik di dalam pertimbangan maupun amar putusan dari Putusan MK No. 60/PUU-XIII/2015 ini menginginkan bahwa acuan untuk dukungan untuk calon perseorangan berubah menjadi daftar pemilih tetap dari yang semula semenjak berlakunya Putusan MK No. 5/PUU-V/2007 adalah jumlah penduduk. Terlebih lagi jika melihat putusan amar putusan MK 60/PUU-XIII/2015 misalnya poin 1.1 yang berbunyi sebagai berikut: Menyatakan Pasal 41 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d UU No. 8 Tahun 2015 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa persentase dukungan bagi calon perseorangan yang hendak mendaftarkan diri sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur didasarkan atas jumlah penduduk yang telah mempunyai hak pilih sebagaimana dimuat dalam calon pemilih tetap di daerah yang bersangkutan pada Pemlihan Umum sebelumnya. Sehingga jelas acuan bagi dukungan calon perseorangan adalah DPT dan yang telah dimuat, sehingga tidak heran jikalau pembentuk undang-undang merevisi UU No. 8 Tahun 2015 akibat salah satunya putusan MK ini (MK 60/PUU-XIII/2015) menjadi sebagaimana tercantum dalam Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2) begitu juga Pasal 43 di UU No. 10 Tahun 2016. Oleh karena itu, ketika MK pada akhirnya dalam amar putusannya baik untuk Pasal 41 ayat (1) dan (2) juga Pasal 43 menyatakan bahwa frasa dan dimuat / dan tercantum tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai tidak mengacu pada nama yang termuat/tercantum dalam DPT melainkan pada jumlah penduduk yang telah memiliki hak pilih, adalah putusan yang bertolak belakang dengan putusan MK sebelumnya yakni 60/PUU-XIII/2015 dan menunjukkan ketidakkosistensian alur berfikir dari para hakim MK dalam memutuskan suatu perkara. 3

IMPLIKASI HILANGNYA KATA TIDAK DALAM PASAL 48 AYAT (9) UU No. 54/PUU-XIV/2016 Perdebatan di internal pembentuk undang-undang untuk Pasal 48 ayat (9) UU No. 10 Tahun 2016 sejatinya berlangsung cukup panjang. Adapun norma yang dimaksud adalah sebagai berikut: Hasil verifikasi faktual berdasarkan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (6), ayat (7), dan ayat (8) tidak diumumkan. Perdebatan yang ada selama pembahasan tersebut adalah terkait dengan keinginan salah satu pihak yang ingin calon perseorangan untuk semakin berkualitas, oleh karena itu wakil rakyat mengusulkan agar hasil verifikasi faktual dukungan calon perseorangan itu diumumkan, sehingga jelas nama-nama yang memberikan dukungannya untuk calon perseorangan tertentu. Keinginan ini didasarkan karena pada saat ini KTP yang dikumpulkan sebagai syarat untuk maju dalam calon perseorangan ini disinyalir seringkali didapatkan tidak dengan cara yang benar, sehingga tidak jelas apakah benar KTP-KTP tersebut ada untuk dukungan calon perseorangan atau diambil oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Dengan adanya pengumuman hasil verifikasi faktual ini sejatinya akan menciptakan calon perseorangan yang lebih berkualitas dan jelas legitimasinya sebagai calon. Adapun ide ini pada akhirnya tidak disetujui, keinginan luhur ini dianggap baik namun untuk saat ini dianggap belum waktu yang tepat. Pemikiran tersebut timbul karena stabilitas politik dalam pilkada dianggap tidak dapat terprediksi dan jika diumumkan nama-nama pendukung tersebut, maka nama-nama yang muncul akan seolah-oleh terikat karena mau tak mau menujukkan dukungannya terhadap nama tersebut, walaupun tidak ada jaminan nama tersebut akan memilih pada pemungutan suara nantinya. Itulah sebabnya dikarenakan akan menimbulkan konflik dan gejolak sosial yang baru, maka ide ataupun pemikiran untuk mengumumkan hasil verifikasi faktual menjadi dibatalkan dan normanya sebagaimana tercantum dalam Pasal 48 ayat (9) UU No. 10 Tahun 2016. Adapun ketika MK dalam putusannya No. 54/PUU-XIV/2016 menyatakan bahwa kata tidak tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sehingga nama-nama pendukung calon perseorangan harus diumumkan, maka hal tersebut adalah ide luhur yang terwujud pada akhirnya. Putusan MK No. 54/PUU-XIV/2016 membawa impilikasi yang begitu besar, pertama, yang secara sangat teknis hal ini akan berimplikasi bagi Peraturan Komisi Pemilihan Umum baik itu Peraturan KPU No. 3 Tahun 2017 mengenai pencalonan dalam Pilkada (terutama 4

untuk Pilkada 2018 yang akan berlangsung sebentar lagi) ataupun Peraturan KPU No. 1 Tahun 2017 mengenai tahapan, program, dan jadwal Pilkada Tahun 2018 karena bertambahnya tugas bagi penyelenggara untuk mengumumkan hasil verifikasi faktual dukungan calon perseorangan. Sehingga penyelenggara pemilu harus menyiapkan waktu khusus untuk melakukan pengumuman sebagaimana amanat putusan MK tersebut. Hal lainnya adalah revisi lanjutan dari UU Pilkada, setelah terakhir diubah melalui UU No. 10 Tahun 2016, maka dengan adanya putusan MK ini bukanlah hal yang tidak mungkin untuk kembali mengubah UU Pilkada untuk ketiga kalinya karena Indonesia menganut sistem Civil Law yakni sistem hukum yang berkembang di dataran Eropa dimana titik tekannya pada sistem hukum ini adalah penggunaan aturan-aturan hukum yang sifatnya tertulis, sehingga revisi UU Pilkada dengan melakukan perubahan ketiga UU No. 1 Tahun 2015 adalah hal yang seharusnya. Lebih lanjut lagi terkait dengan hal ini adalah kaitannya dengan RUU Penyelenggaraan Pemilu (UU Pemilu) yang saat ini juga sedang diikuti oleh Penulis selaku legal drafternya. Hal ini dikarenakan dalam UU Pemilu ini terdapat pula Pemilu untuk calon anggota Dewan Perwakilan Daerah dimana hal ini mirip dengan calon perseorangan dalam Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Sehingga ketika Putusan MK No. 54/PUU-XIV/2016 terbit sebenarnya secara tidak langsung dari sisi substansi seharusnya ikut terkena dampaknya, misalnya jika calon kepala daerah saja nama-nama pendukungnya harus diumumkan ketika dilakukan verifikasi faktual, maka seharusnya begitu juga untuk calon anggota DPD. *Penulis adalah seorang Tenaga Fungsional Perancang Undang-Undang di Pusat Perancangan Undang-Undang DPR RI Bidang Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia 5