ANALISIS YURIDIS SENGKETA PT. MILLENIUM PENATA FUTURES DAN SYAFI I DENGAN INVESTOR DITINJAU DARI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

dokumen-dokumen yang mirip
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENERAPAN ASAS-ASAS PERJANJIAN JUAL BELI DALAM TRANSAKSI KONTRAK BERJANGKA (FUTURES CONTRACT) DI BURSA BERJANGKA BAB I PENDAHULUAN

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR ATAS PAILITNYA PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA DALAM PERJANJIAN KERJASAMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI [LN 1997/93, TLN 3720]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 93, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3720)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB 1 PENDAHULUAN. penting untuk dapat mempengaruhi pola perdagangan. Kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor: 107/BAPPEBTI/PER/11/2013

DAFTAR PUSTAKA. Abdullah, Imam Baehaqi, dkk, 1990, Menggugat Hak: Panduan. Konsumen bila dirugikan, YLKI Jakarta

BAB IX PEMBUKUAN DAN PELAPORAN. Pasal 87

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

M E M U T U S K A N :

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. oleh hukum. Karena salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum adalah memberikan

UU No. 8/1995 : Pasar Modal

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1.

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA YANG DIBUBARKAN

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan analisis hukum terhadap perjanjian kredit yang dibakukan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya

BAB X PELAKSANAAN PERDAGANGAN BERJANGKA. Bagian Kesatu Pedoman Perilaku Pialang Berjangka. Pasal 102

M E M U T U S K A N : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI TENTANG KETENTUAN TEKNIS PERILAKU PIALANG BERJANGKA.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB I PENDAHULUAN. Pasar berjangka (futures market) merupakan bagian dari pasar derivatif yang

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi dapat memperluas ruang gerak transaksi barang dan/atau jasa. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melakukan hubungan tersebut tentunya berbagai macam cara dan kondisi dapat saja

SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMAKAI LAYANAN OPERATOR SELULAR TELKOMSEL CABANG PADANG. Oleh : FADLI ZAINI DALIMUNTHE BP :

PP 9/1999, PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA

BAB VII PELAKSANAAN PERDAGANGAN BERJANGKA. Bagian Kesatu Pedoman Perilaku. Pasal 49

PELAKSANAAN PENGAWASAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi perubahan-perubahan yang begitu cepat di masyarakat ditandai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen. 1 Hal ini dapat dilihat dari

PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJASAMA INVESTASI ANTARA INVESTOR DENGAN PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA

BAB I PENDAHULUAN. Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb).

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. yang memegang peranan penting dalam pembangunan. Teknologi. menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (bordeless) dan menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Pesatnya pembangunan Indonesia di bidang ekonomi telah memicu

PERLINDUNGAN HUKUM INVESTOR DALAM TRANSAKSI PADA DERIVATIVES MARKET DI ASIA TRADE POIN FUTURE SURAKARTA

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun

Menetapkan: PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PERANTARA PEDAGANG EFEK UNTUK EFEK BERSIFAT UTANG DAN SUKUK BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha

Formulir Nomor IV.PRO.10.1 (KOP PERUSAHAAN)

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan hukum..., Pramita Dyah Hapsari, FH UI, 2011.

BAB I PENDAHULUAN. tergantung kepada nilai saham yang hendak diperjualbelikan di pasar modal. Undang-

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat

BAB I PENDAHULUAN. berusaha. Jika tidak maka ia akan tertinggal jauh dengan yang lain, baik dari

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari segi kegiatannya, lebih tampak sebagai lembaga sosial. Sejak awal. dan meningkatkan kesejahteraan orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan. Perbankan, dalam pasal 1 angka 2 dinyatakan bahwa:

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI TENTANG TATA CARA PENYALURAN AMANAT NASABAH KE BURSA BERJANGKA LUAR NEGERI.

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau biasa disingkat dengan UUPK dan mulai diberlakukan pada tanggal 20 April UUP

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut perdagangan berjangka, dapat dijadikan pilihan investasi yang

DAFTAR PUSTAKA. Agus, Budi Riswandi, Hukum dan Internet di Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2003.

BAB I PENDAH ULUAN. masalah kompleks untuk dihadapi tetapi masalah ekonomi menjadi suatu masalah yang sulit

BAB III PENUTUP. pada bab-bab terdahulu, berikut disajikan kesimpulan yang merupakan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan hukum bagi konsumen 1 bertujuan untuk melindungi hak-hak

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SECARA MEDIASI TERHADAP PRODUK CACAT DALAM KAITANNYA DENGAN TANGGUNG JAWAB PRODUSEN

DaftarPustaka. Ahmadi Miru dan SutarmanYodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Raja. Grafindo Persada, Jakarta, 2005.

Perlindungan hukum..., Gista Latersia, FHUI,

PENGATURAN UPAYA HUKUM DAN EKSEKUSI PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK)

BAB I PENDAHULUAN. pelaku usaha sangat penting artinya bagi konsumen. Penyebarluasan informasi barang

Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 117/BAPPEBTI/PER/03/2015

Lex Crimen Vol. VI/No. 3/Mei/2017

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki kelebihan dana dengan pihak-pihak yang kekurangan dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB 1 PENDAHULUAN. Asril Sitompul, Pasar Modal Penawaran Umum Dan Permasalahannya, (Bandung: PT. Citra Adhitya Bakti,2000), hal. 1.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

ANALISIS YURIDIS SENGKETA PT. MILLENIUM PENATA FUTURES DAN SYAFI I DENGAN INVESTOR DITINJAU DARI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN Nama Mahasiswa Nama Pembimbing : Sutra Oktaviani : Henny Marlyna S.H., M.H., MLI Abstrak Seiring dengan berkembangnya zaman dan era globalisasi yang semakin berkembang bentuk transaksi tidak hanya berupa barang, dunia telah mengenal perdagangan berjangka. Perdagangan berjangka menawarkan banyak kesempatan bagi investor dengan modal dan adanya risiko. Dengan adanya perdagangan berjangka ini dapat menghasilkan suatu transaksi antara Pelaku Usaha yaitu perusahaan berjangka sebagai penyedia jasa dengan Investor sebagai Nasabah. Penelitian ini membahas mengenai kasus sengketa yang terjadi antara Hj. Hartini selaku Investor dengan PT. Millenium Penata Futures sebagai Perusahaan Pialang Berjangka dan Syafi i, dimana Investor menderita kerugian atas transaksi perdagangan berjangka ini dan Investor melaporkan ke BPSK untuk diselesaikan karena Investor merasa sebagai konsumen. Transaksi berjangka merupakan transaksi yang tidak memiliki kepastian dalam hal hasil yang keluar dari transaksi berjangka ini, hasil yang diperoleh oleh nasabah dapat berupa keuntungan yang sebesar-besarnya dan dapat pula berupa kerugian yang cukup besar. Fenomena ini menimbulkan permasalahan antara apakah Investor merupakan konsumen yang dapat dilindungi oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen, siapakah yang harus bertanggung-jawab atas kerugian yang diderita oleh Investor dan apakah Putusan Mahkamah Agung sudah tepat dalam kasus ini. Bentuk penelitian yang dilakukan adalah yuridis normatif, yang menekankan pada penggunaan data primer dan data sekunder. Pendahuluan Transaksi perdagangan dunia pada era globalisasi ini semakin berkembang dan dalam hal ini bentuk dari transaksi tidak hanya berupa barang. Seiring dengan perkembangan waktu, dunia telah mengenal perdagangan berjangka. Perdagangan berjangka menawarkan banyak kesempatan bagi investor dengan modal dan adanya risiko. Perdagangan berjangka memiliki beberapa jenis produk yang di perdagangkan, yaitu : 1. Forex 2. Saham 3. Perdagangan komoditi Perdagangan dunia berhubungan erat dengan perdagangan Forex. Setiap transaksi sekecil apapun transaksi tersebut apabila melibatkan dua negara atau lebih, pasti melibatkan

pertukaran atau perdagangan Forex. Transaksi perdagangan, seperti impor atau ekspor barang, jasa, dan bahan mentah, tidak dapat dipisahkan dari perdagangan Forex. Dengan adanya perdagangan Forex, maka banyak perusahaan yang membuat perusahaan berjangka. Berbagai kegiatan investasi diseluruh dunia yang dilakukan dalam skala internasional, seperti foreign direct investment di pasar modal dan pasar uang yang dilakukan oleh investor Individu, Hedge Funds, dan Investment Bankers, selalu mengikut sertakan transaksi perdagangan Forex. Masyarakat atau investor yang ingin melakukan transaksi kontrak berjangka harus menyetorkan terlebih dahulu sejumlah margin yang dipersyaratkan kepada Pialang Berjangka. Kegiatan Pialang Berjangka hanya terbatas pada aktivitas penyaluran amanat nasabah yang telah memenuhi persyaratan dan prosedur penerimaan amanat nasabah untuk disalurkan ke bursa berjangka.transaksi jual beli Kontrak Berjangka di Bursa Berjangka dimulai dengan adanya order atau pesanan untuk membeli atau menjual Kontrak Berjangka tertentu dengan jumlah dan harga tertentu oleh nasabah atau investor melalui pialang berjangka. Sehubungan dengan adanya perdagangan berjangka, terdapat satu contoh kasus sengketa yang terjadi antara seorang investor yang bernama Hj. Hartini dengan PT. Millenium Penata Futures selaku perusahaan pialang dan Syafi i selaku selaku perorangan yang memiliki profesi sebagai pelaksana transaksi untuk kepentingan kliennya. Kasus sengketa ini dibawa oleh Hj. Hartini ke BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) karena Hj. Hartini selaku Investor merasa bahwa telah dirugikan oleh PT.Millenium Penata Futures dan syafi i. Kerugian yang diderita oleh Hj. Hartini berupa uang yang sudah dia setorkan kepada PT. Millenium Penata Futures selaku Perusahaan Pialang sebesar Rp. 50.000.000.- (lima puluh juta rupiah), uang yang sudah disetorkan tersebut kemudian dikelola oleh Syafi i selaku Penerima Kuasa untuk melakukan transaksi kontrak berjangka. Hj. Hartini merasa dirugikan karena menurutnya yang menerima keuntungan adalah Syafi i selaku penerima kuasa sedangkan Hj. Hartini selaku pemberi modal menderita kerugian atas uang yang dia berikan. Sesungguhnya kerugian yang diderita oleh Hj. Hartini ini merupakan resiko transaksi perdagangan berjangka apabila memang seluruh kewajiban dari PT. Millenium Penata Futures dan Syafi i selaku Penerima Kuasa sudah dilakukan dengan benar, akan tetapi Hj. Hartini merasa adanya kecurangan yang dilakukan oleh Syafi i karena setiap transaksi yang diakukan oleh Syafi i tidak berdasarkan perintah dari Hj. Hartini.

BPSK Pekanbaru memenangkan Hj Hartini selaku konsumen yang sudah dirugikan oleh PT. Millenium Penata Futures selaku pelaku usaha dan Syafi i yang Hj. Hartini anggap sebagai bagian dari PT. Millenium Penata Futures. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, ada tiga pokok permasalahan yang akan dipaparkan, yaitu : 1. Apakah dalam kasus ini Hj. Hartini dapat dinyatakan sebagai Konsumen dan PT. Millenium Penata Futures serta Syafi i dapat dinyatakan sebagai Pelaku Usaha? 2. Apakah PT. Millenium Penata Futures dan Syafi i harus bertanggung jawab atas kerugian dalam investasi berjangka yang dilakukan? 3. Apakah putusan hakim dalam kasus ini sudah tepat? Tinjauan Teoritis 1. Investor adalah pihak-pihak yang melakukan transaksi kontrak berjangka melalui rekening yang dikelola oleh pialang berjangka. Investor di sini mencakup para spekulen dan hedgers. 2. Bursa Berjangka adalah badan usaha yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan/atau sarana untuk kegiatan jual beli komoditi berdasarkan kontrak berjangka dan opsi atas kontrak berjangka. 3. Pialang Berjangka adalah badan usaha yang melakukan kegiatan jual beli komoditi berdasarkan kontrak berjangka atas amanat nasabah dan untuk itu menarik sejumlah uang dan/atau surat berharga tertentu sebagai margin untuk menjamin transaksi tersebut 4. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. 5. Perlindungan Konsumen diartikan sebagai segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen Metode Penelitian Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Jenis penelitian yang dilakukan adalah

penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif dilakukan untuk mengidentifikasikan konsep dan asas-asas hukum yang digunakan untuk mengatur perlindungan konsumen di Indonesia, khususnya yang digunakan sebagai kerangka dasar dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan peraturan perundang-undangan terkait. Dalam penyusunan skripsi ini, data yang digunakan adalah data sekunder. Yang dimaksud dengan data sekunder adalah mencakup bahan-bahan, yang apabila dilihat dari sudut kekuatannya, mengikat ke dalam, yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, mencakup Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Perdagangan Berjangka Komoditi No.32 Tahun 1997. Bahan hukum yang ada dianalisis untuk melihat proses perlindungan konsumen bagi investor dengan perusahaan pialang berjangka sehingga dapat membantu sebagai dasar acuan dan pertimbangan hukum yang berguna dalam perlindungan konsumen di Indonesia. b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang menjelaskan bahan hukum primer, yang isinya tidak mengikat. Bahan hukum sekunder diperoleh dari buku teks, jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, serta kasus-kasus hukum. c. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang menunjang bahan primer dan bahan sekunder. Bahan hukum tersier memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain. Selain dari penelitian kepustakaan, penulis juga melakukan wawancara kepada narasumber yang memiliki kompetensi di bidang penyelesaian sengketa invetasi serta instansi terkait lainnya. Hasil Penelitian Berdasarkan kasus diatas dengan adanya Hj. Hartini yang mengajukan masalah ini ke BPSK membuat pengertian baru mengenai investor yang dapat mengajukan gugatan ke BPSK. Dimana seharusnya pihak-pihak yang dapat menyelesaikan perkaranya di BPSK adalah Konsumen dan Pelaku Usaha.

Mengenai Konsumen, dalam UUPK Pasal 1 Angka (2) diatur mengenai definisi Konsumen akhir yaitu: Setiap orang yang mendapat dan menggunakan barang dan/atau jasa dengan tujuan memenuhi kebutuhan hidup pribadi, keluarga dan/atau rumah tangga dan tidak memiliki tujuan komersial. Sedangkan menurut Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan Pasal 1 Angka 15 yang dimaksud dengan Konsumen adalah: Konsumen adalah pihak-pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan yang tersedia di Lembaga Jasa Keuangan antara lain nasabah pada Perbankan, pemodal di Pasar Modal, pemegang polis pada Perasuransian, dan peserta pada Dana Pensiun, berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Selain melihat dari definisi konsumen, kita dapat melihat dari definisi Investor menurut Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi adalah: Pihak-pihak yang melakukan transaksi kontrak berjangka melalui rekening yang dikelola oleh pialang berjangka. Menurut Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Konsumen merupakan: Konsumen adalah Setiap Orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa dimana apabila konsumen tersebut merupakan konsumen jasa, maka konsumen tidak selalu harus memperoleh barang melainkan prestasi atas jasa yang didapatkannya. Berdasarkan uraian-uraian diatas saya dapat mengatakan bahwa Investor merupakan konsumen berdasarkan unsur-unsur yang terdapat pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan yang berisi: 1. Unsur Setiap orang yang mendapat dan menggunakan barang dan/atau jasa sudah dipenuhi karena Investor mendapatkan jasa dari Perusahaan Pialang berjangka untuk dikelola dan disampaikan ke pasar perdagangan berjangka. 2. Unsur Dengan tujuan memenuhi kebutuhan hidup pribadi, keluarga dan/atau rumah tangga dan tidak memiliki tujuan komersil sudah terpenuhi karena hasil yang diperoleh dari jasa yang diberikan oleh perusahaan pialang tersebut berupa prestasi jasa keuangan (berupa uang). Dalam kasus ini Hj. Hartini termasuk dalam konsumen

jasa dan cara konsumen mendapatkan jasa dari pelaku usaha adalah dengan media perjanjiannya. Unsur-unsur dalam Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan: Unsur Pihak-Pihak pihak-pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan yang tersedia di Lembaga Jasa Keuangan antara lain nasabah pada Perbankan, pemodal di Pasar Modal, pemegang polis pada Perasuransian, dan peserta pada Dana Pensiun, berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Unsur ini sudah terpenuhi karena terpenuhinya unsur pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan yang tersedia di Lembaga Jasa Keuangan, Investor dapat dianalogikan sebagai Pemodal karena kegiatan utama dari pemodal adalah dengan cara menginvestasikan dan menempatkan dana yang dimilikinya. Hal ini sudah dilakukan oleh Hj. Hartini dengan menempatkan dananya di Perusahaan Pialang Berjangka selaku penyedia jasa untuk transaksi jual beli kontrak berjangka nilai tukar mata uang asing di bursa berjangka. Berdasarkan Uraian diatas dapat ditarik kesimpulan, saya menganalisis bahwa seiring dengan perkembangannya Investor dapat dinyatakan sebagai Konsumen jasa yang mendapatkan prestasi jasa keuangan berupa uang dengan media perjanjian. Akan tetapi tetap harus dibatasi perlindungannya, karena dalam investasi terdapat dua macam kerugian yang akan diterimanya. Kerugian yang pertama berdasarkan karena pasar, kerugian yang berdasarkan pasar ini tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya karena ini merupakan resiko dari investasi, sedangkan kerugian yang didapat karena kesalahan dari pelaksanaan jasa dapat dimintakan pertanggungjawabannya kepada penyedia jasa. Setelah menjabarkan mengenai hubungan hukum antara Hj. Hartini selaku investor yang dapat dikatakan sebagai konsumen, saya akan menjabarkan uraian-uraian mengenai PT. Millenium Penata Futures yang dalam kasus ini dikatakan sebagai Pelaku Usaha. Mengenai Pelaku Usaha diatur dalam UUPK Pasal 1 Angka (3) yang miliki definisi: Setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Perusahaan Pialang Perdagangan Berjangka menurut Undang-Undang No.32 Tahun 1997 adalah:

Badan Usaha yang melakukan kegiatan jual beli Komoditi berdasarkan Kontrak Berjangka atas amanat Nasabah dengan menarik sejumlah uang dan/atau surat berharga tertentu sebagai margin untuk menjamin transaksi tersebut. Kemudian diperbaharui sesuai dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.10 Tahun 2011 pengertian Perusahaan Pialang Perdagangan Berjangka adalah: Badan Usaha yang melakukan kegiatan jual beli komoditi berdasarkan Kontrak Berjangka, Kontrak Derivatif Syariah, dan/atau Kontrak Derivatif lainnya atas amanat Nasabah dengan menarik sejumlah uang dan/atau surat berharga tertentu sebagai Margin untuk menjamin transaksi tersebut. Menurut Ketua Asosiasi Pialang Berjangka, Perusahaan Pialang berjangka merupakan Badan Usaha dibawah pengawasan dari BAPPEBTI serta tunduk dengan Undang-Undang Perdagangan Berjangka Komoditi No.32 Tahun 1997 yang kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang No.10 Tahun 2011 tugas dari Perusahaan Pialang berjangka adalah menyampaikan amanat dari Nasabah kepada pedagang, akan tetapi tetap keputusan transaksi dilakukan oleh Nasabah. Setelah menguraikan definisi Pelaku Usaha menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan definisi Perusahaan Pialang Berjangka menurut Undang-Undang Perdagangan Berjangka serta hasil wawancara, Saya akan menguraikan unsur-unsur Pelaku Usaha dan dihubungkan dengan Perusahaan Perdagangan Berjangka yang dalam kasus ini adalah PT. Millenium Penata Futures: 1. Unsur Setiap orang atau Badan Usaha sudah dipenuhi dalam PT. Millenium Penata Futures karena PT. Millenium Penata Futures merupakan Badan Usaha; 2. Unsur Baik berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum sudah dipenuhi oleh PT. Millenium Penata Futures selaku badan hukum yang berbentuk Perseroan Terbatas yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik Indonesia; 3. Unsur Baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi sudah terpenuhi oleh PT. Millenium Penata Futures mengingat PT tersebut melakukan kegiatan usaha berdasarkan perjanjian dengan Hj. Hartini dan/atau Investor lainnya. Berdasarkan uraian diatas saya menarik kesimpulan bahwa dalam kasus ini PT. Millenium Penata Futures sudah memenuhi seluruh unsur-unsur dari Pelaku Usaha, maka PT.

Millenium Penata Futures merupakan Pelaku Usaha. PT. Millenium Penata Futures merupakan Pelaku Usaha Jasa yang menyediakan jasa yaitu menyampaikan amanat dari Investor kepada Pasar Berjangka. Hubungan hukum yang terjadi antara Hj. Hartini dengan PT. Millenium Penata Futures merupakan hubungan antara Pelaku Usaha dengan Konsumennya dan media dari hubungan ini adalah Perjanjian yang sudah ditandatangani oleh Hj. Hartini selaku Investor dengan PT. Millenium Penata Futures selaku Perusahaan Pialang. PT. Millenium Penata Futures, perjanjian ini diberikan oleh Wakil Pialang yang bernama Novyandre. Pihak lain yang terlibat dalam kasus ini adalah Syafi i selaku perorangan yang memiliki profesi sebagai pelaksana transaksi untuk kepentingan kliennya Syafi i memiliki keahlihan dan ketrampilan dalam membaca arah pergerakan pasar berjangka, sehingga dapat memprediksi kapan harus menjual atau kapan harus membeli. Hubungan hukum yang terjadi antara Hj. Hartini dengan Syafi i adalah hubungan antara pemberi kuasa dan penerima kuasa berdasarkan surat kuasa yang diberikan oleh Hj. Hartini. Surat kuasa itu berisi : Bertindak mewakili Pemberi Kuasa atas rekening Pemberi Kuasa No.5011990 di PT. Millenium Penata Futures dengan risiko ditanggung oleh Pemberi Kuasa dan segala perbuatan-perbuatan di masa akan datang sehubungan dengan transaksi-transaksi (termasuk menyampaikan amanat jual atau beli kontrak berjangka kepada Pialang Berjangka serta menerima tembusan konfirmasi transaksi kontrak pembelian, penjualan dan pengiriman) serta semua instrument keuangan system berjangka baik terhadap margin ataupun yang tidak dengan ketentuan-ketentuan dan persyaratanpersyaratan yang dianggap tepat oleh agen Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Bab XVI Bagian 1 Pasal 1792-1799 mengatur mengenai sifat dari pemberian kuasa. Surat kuasa ini diberikan dari Hj. Hartini kepada Syafi i pada tanggal 26 oktober 2010 surat kuasa digunakan agar Syafi i dapat bertindak sebagai kuasa dan dapat melakukan kegiatan transaksi yang dilakukan oleh Hj. Hartini karena dalam Pasal 52 Ayat (1) Undang No.32 Tahun 1997 mengenai perdagangan berjangka menyebutkan bahwa Pialang Berjangka dilarang melakukan transaksi Kontrak Berjangka untuk rekening Nasabah kecuali telah menerima perintah untuk setiap kali transaksi dari Nasabah atau Kuasanya yang ditunjuk secara tertulis untuk mewakili kepentingan Nasabah, maka dari itu Hj. Hartini memberikan Kuasa kepada Syafi i untuk melakukan transaksi Kontrak Berjangka untuk rekening Hj.

Hartini. Profesi Syafi i yang merupakan pelaksana transaksi untuk kepentingan Hj. Hartini sangat diperlukan oleh Hj. Hartini selaku Investor, karena Hj. Hartini kurang mengerti mengenai Perdagangan Berjangka. Hubungan yang terjadi merupakan hubungan timbal balik yang terjadi antara Pemberi Kuasa dan Penerima Kuasa karena Syafi i selaku Penerima Kuasa menerima imbalan atas kuasa yang diterimanya maka bila Penerima Kuasa melaksanakan kegiatan diluar dari surat kuasa maka Syafi i dapat dinyatakan melakukan Perbuatan Melawan Hukum. Penerima Kuasa harus mematuhi isi dari surat kuasa serta memahami kewajiban-kewajibannya begitu pula dengan Pemberi Kuasa. Dalam kasus ini PT. Millenium Penata Futures diposisikan sama dengan Syafi i, dimana Hj. Hartini selaku konsumen meminta pertanggungjawaban atas kerugian yang dideritanya. Dalam definisi konsumen yang ada dalam Investasi tidak semua kerugian dapat dimintakan pertanggungjawabannya kepada Pelaku Usaha, karena kerugian yang disebabkan oleh pasar merupakan resiko dari transaksi kontrak perdagangan berjangka ini. Yang dapat dimintakan pertanggungjawabannya adalah kerugian yang disebabkan oleh kesalahan dari Pelaku Usaha. Kewajiban Pelaku Usaha diatur dalam Pasal 7 UUPK. Dalam Undang-Undang Perdagangan Berjangka No.32 Tahun 1997 juga mengatur mengenai kewajiban dari Perusahaan Pialang berjangka yang diatur dalam Pasal 50-Pasal 52 fakta-fakta yang ada didalam Putusan adalah: 1. Bukti Surat Kuasa dari Hj. Hartini kepada Syafi i; 2. Sebelum melakukan transaksi Hj. Hartini Sudah menandatanagani beberapa Dokumen yang diberikan oleh PT. Millenium Penata Futures, yaitu: a. Pemberitahuan Adanya Risiko yang harus disampaikan oleh Pialang Berjangka; b. Surat Pernyataan yang menyatakan bahwa Hj. Hartini sudah sepenuhnya membaca, mengerti serta memahami penjelasan mengenai isi dokumen Perjanjian Pemberian Amanat Nasabah, dokumen pemberitahuan adanya risiko serta semua ketentuan dan peraturan perdagangan; c. Dokumen Perjanjian Pemberian amanat; d. Surat pernyataan telah melakukan simulasi perdagangan berjangka; e. Aplikasi pembukaan rekening transaksi f. Peraturan transaksi 3. Adanya transkrip rekaman percakapan antara Wakil Pialang dengan Hj. Hartini terkait seluruh dokumen yang sudah ditandatangani serta persetujuan dari Hj. Hartini akan

seluruh dokumen yang sudah ditandatangani, dan pemberian login dan password kepada Hj. Hartini; 4. Dengan adanya keuntungan yang sudah pernah diambil oleh rekening Hj. Hartini dengan fakta adanya penarikan dana ini menunjukkan bahwa Hj. Hartini sudah mengerti dan memahami untung-rugi dari risiko transaksi. Berdasarkan uraian kewajiban menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Perdagangan Berjangka serta fakta dalam persidangan, saya menarik kesimpulan bahwa yang seharusnya bertanggung-jawab atas kerugian dari transaksi perdagangan berjangka ini bukanlah PT. Millenium Penata Futures karena PT. Millenium Penata Futures sudah melakukan seluruh kewajiban yang seharusnya dilakukan oleh Pelaku Usaha dan Perusahaan Pialang. PT. Millenium Penata Futures selaku penyedia jasa hanya memiliki kewenangan untuk menyalurkan amanat dari Nasabah ke Pasar Berjangka, yang aktif melakukan transaksi adalah Syafi i bersama dengan Hj. Hartini. Dalam kasus ini PT. Millenium Penata Futures dinyatakan melanggar Pasal 52 Undang-Undang No.32 Tahun 1997 melihat dari fakta yang ada di dalam Putusan Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung, dapat terlihat dan ditarik kesimpulan bahwa Majelis Hakim kurang mengerti maksud dari Pasal 52 Undang-Undang No.32 Tahun 1997 tersebut, Karena dalam kasus ini PT. Millenium tidak melanggar ketentuan yang menyatakan Pialang Berjangka dilarang melakukan transaksi Kontrak Berjangka untuk Rekening Nasabah, yang melakukan transaksi kotrak berjangka ini adalah Syafi i yang merupakan Kuasa dari Hj. Hartini dan ini sudah dibuktikan dengan adanya dokumen Surat Kuasa. Maka dari itu kerugian yang diderita oleh Hj. Hartini bukannlah tanggung-jawab dari PT. Millenium Penata Futures yang sudah melakukan seluruh kewajiban yang diharuskan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen maupun Undang-Undang Perdagangan Berjangka. Analisis dari penulis dikuatkan dengan hasil wawancara yang sudah dilakukan dengan Ketua Asosias Pialang Berjangka Indonesia dan BAPPEBTI yang mengatakan bahwa dalam kasus ini, PT. Millenium Penata Futures sudah melakukan kewenangannya dengan benar yaitu menyampaikan wewenang kepada Pasar Berjangka, sehingga apabila terjadi kerugian bukanlah PT. Millenium Penata Futures yang harus bertanggung-jawab dan Perusahaan Pialang Berjangka hanya bertanggung-jawab atas perbuatan yang dilakukan oleh pegawainya yang terdiri dari: 1. Wakil Pialang Berjangka; 2. Wakil Penasihat Berjangka; dan

3. Wakil Pengelola Sentra Dana Berjangka Syafi i merupakan entitas yang berbeda dengan PT. Millenium Penata Futures sehingga PT. Millenium Penata Futures tidak harus bertanggung-jawab atas Syafi i karena dia bukanlah pegawai dari PT. Millenium Penata Futures. Syafi i merupakan perorangan yang memiliki profesi sebagai pelaksana transaksi untuk kepentingan kliennya. Perorangan-perorangan seperti Syafi i memiliki keahlihan dan ketrampilan dalam membaca arah pergerakan pasar berjangka, sehingga bisa memprediksi kapan harus menjual atau kapan harus membeli. Dalam kasus ini hubungan hukum yang terjadi antara Hj. Hartini dengan Syafi i adalah hubungan antara Pemberi Kuasa dengan Penerima Kuasa. Hal ini dibuktikan dengan adanya Surat Kuasa yang diberikan oleh Hj. Hartini kepada Syafi i dengan isi: Bertindak mewakili Pemberi Kuasa atas rekening Pemberi Kuasa No.5011990 di PT. Millenium Penata Futures dengan risiko ditanggung oleh Pemberi Kuasa dan segala perbuatan-perbuatan di masa akan datang sehubungan dengan transaksi-transaksi (termasuk menyampaikan amanat jual atau beli kontrak berjangka kepada Pialang Berjangka serta menerima tembusan konfirmasi transaksi kontrak pembelian, penjualan dan pengiriman) serta semua instrument keuangan system berjangka baik terhadap margin ataupun yang tidak dengan ketentuan-ketentuan dan persyaratanpersyaratan yang dianggap tepat oleh agen Fakta yang ada dalam Putusan adalah: 1. Syafi i Menerima Kuasa pada tanggal 26 Oktober 2010 dari Hj. Hartini selalu Pemberi Kuasa; 2. Transaksi ini dilakukan oleh Syafi i selaku Penerima Kuasa untuk bertindak mewakili Hj. Hartini selaku Investor; 3. Syafi i merupakan entitas yang berbeda dengan PT. Millenium Penata Futures; 4. Atas transaksi yang dilakukan oleh Syafi i Investor menderita kerugian atas dana yang Hj. Hartini setorkan; 5. Pada transaksi yang selanjutnya Syafi i tidak meminta konfirmasi lagi dan mengambil keputusan sendiri sehingga pada akhirnya akun yang dimiliki Hj. Hartini menderita kerugian.

Berdasarkan Bagian 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata kewajiban-kewajiban dari Penerima Kuasa yang diatur dalam Pasal 1800-1806, Syafi i telah melanggar ketentuan dari Pasal 1802 yang berbunyi: Penerima kuasa wajib memberi laporan kepada pemberi kuasa tentang apa yang telah dilakukan, serta memberikan perhitungan tentang segala sesuatu yang diterimanya berdasarkan kuasanya, sekalipun apa yang diterima itu tidak harus dibayarkan kepada pemberi kuasa Berdasarkan uraian Pasal 1802 dan fakta yang ada dalam putusan Syafi i telah melakukan pelanggaran yang disengaja karena tidak meminta konfirmasi terlebih dahulu dari Hj. Hartini untuk melakukan transaksi ke Perusahaan Pialang. Pada hasil wawancara dengan BAPPEBTI dan Ketua Asosiasi Pialang Berjangka ditarik kesimpulan bahwa posisi Syafi i ini tidak diakui keberadaannya secara hukum, dan biarpun Hj. Hartini sudah memberikan kuasanya kepada Syafi i tetapi tetap Hj. Hartini yang harus melakukan eksekusi terhadap transaksi tersebut dan atas eksekusi tersebut Syafi i harus memberikan laporan dan mendapatkan konfirmasi dari Hj. Hartini seperti yang di atur dalam Pasal 1802 yang mewajibkan Penerima Kuasa memberikan laporan tentang apa yang dilakukan, karena Syafi i pada dasarnya hanya bertindak sebagai pembaca pergerakan pasar dan pemberi nasihat keputusan tetap ditangan Hj. Hartini. Syafi i selaku perorangan yang memiliki profesi untuk membaca pergerakan pasar dapat dianggap sudah mengerti akan adanya perjanjian yang menyatakan bahwa Login dan Password hanya dapat digunakan oleh Investor. Walaupun adanya Surat Kuasa akan tetapi apabila Syafi i melakukan ekseskusi dari suatu transaksi dalam perdagangan berjangka melalui akun Hj. Hartini maka hal tersebut telah melanggar isi perjanjian antara PT. Millenium Penata Futures dengan Hj. Hartini dimana dalam perjanjian tersebut telah ditentukan bahwa yang berwenang menggunakan Login dan Password serta melakukan eksekusi terhadap suatu transaksi hanya bisa dilakukan oleh Investor/Hj. Hartini. Mengingat suatu perjanjian mengikat para pihak seperti Undang-Undang dan diatur dalam pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan seharusnya Syafi i selaku Penerima Kuasa mengetahui isi dari perjanjian yang dilakukan antara Hj. Hartini dengan PT. Millenium Penata Futures. Dengan adanya Surat Pemberian Kuasa ini menimbulkan tidak adanya hubungan yang terjadi antara Konsumen dengan Pelaku Usaha, karena dalam kasus ini Syafi i bertindak sebagai Penerima Kuasa.

Menurut Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, sepanjang Syafi i menikmati keuntungan dia harus bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Hj. Hartini asalkan Syafi i sudah melanggar kewajiban yang seharusnya dilakukannya selaku Penerima Kuasa. Namun, terdapat kesalahan dalam Putusan BPSK yang menghukum PT. Millenium Penata Futures untuk bertanggung jawab bersama-sama dengan Syafi i, karena seharusnya hanya Syafi i yang bertanggung jawab atas kerugian Hj. Hartini. PT. Millenium Penata Futures sudah melakukan tugasnya dengan baik dengan menyampaikan wewenang kepada Pasar Berjangka. Atas kesalahan yang dilakukan oleh Syafi i selaku Penerima Kuasa, Hj. Hartini tidak bisa menggunakan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan tidak bisa diselesaikan di BPSK, karena dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan BPSK hanya mengatur hubungan yang terjadi antara Pelaku Usaha dengan Konsumen. Kesalahan yang dilakukan oleh Syafi i termasuk kedalam Perbuatan Melawan Hukum karena melampaui kewenangannya untuk menggunakan Login dan Password serta melakukan eksekusi tanpa persetujuan dari Hj. Hartini. Berdasarkan uraian diatas maka yang berwenang untuk menyelesaikan perkara antara Pemberi Kuasa yaitu Hj. Hartini dengan Syafi i selaku Penerima Kuasa adalah Pengadilan Perdata. Dalam Putusan BPSK yang kemudian diperkuat dengan Putusan Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung menyebutkan dan mendudukan PT. Millenium sebagai entitas yang sama dengan Syafi i merupakan tidak tepat. Hal ini disebabkan Syafi i merupakan perorangan yang tidak bekerja untuk PT. Millenium Penata Futures seharusnya Putusan BPSK lebih menekankan lagi siapakah yang harus bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh Hj. Hartini. Berdasarkan analisis penulis mengenai tanggung jawab yang sudah diuraikan sebelumnya, seharusnya Syafi ilah yang bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh Hj. Hartini karena Syafi i sudah melakukan Perbuatan Melawan Hukum yang mengakibatkan kerugian atas dana yang dimiliki oleh Hj. Hartini. Berdasarkan uraian diatas maka seharusnya PT. Millenium Penata Futures dibebaskan dari tanggung jawabnya untuk mengganti kerugian yang diderita oleh Hj. Hartini dan melimpahkan tanggung-jawab sepenuhnya kepada Syafi i karena atas perbuatan Syafi i yang menghabiskan dana Hj. Hartini pada rekeningnya tanpa adanya konfirmasi dari Hj. Hartini adalah merupakan tindakan yang sewenang-wenang dan merugikan Hj. Hartini dan putusan Majelis Hakim merupakan Putusan yang eror in persona. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini maka sebagai jawaban terhadap permasalahan tersebut, dapat disimpulkan halhal sebagai berikut: 1. Hj. Hartini selaku Investor dapat dikatakan sebagai Konsumen jasa yang mendapatkan prestasi jasa keuangan berupa uang dengan media perjanjian, akan tetapi harus ada pembatasan perlindungan kerugian untuk Investor. Kerugian yang dapat dimintakan pertangungjawabannya adalah kerugian yang berdasarkan kesalahan dari pelaksana jasa, kerugian akibat pasar tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya. PT. Millenium Penata Futures merupakan Pelaku Usaha Jasa yang menyediakan jasa yaitu menyampaikan amanat dari Investor kepada Pasar Berjangka dengan media perjanjian yang ditandatangani oleh Investor dan PT. Millenium Penata Futures. Syafi i bukanlah Pelaku Usaha, melainkan Hubungan hukum yang terjadi antara Hj. Hartini dengan Syafi i adalah hubungan antara pemberi kuasa dan penerima kuasa berdasarkan surat kuasa yang diberikan oleh Hj. Hartini. 2. PT. Millenium Penata Futures seharusnya tidak bertanggung-jawab atas kerugian yang diderita oleh Hj. Hartini karena sudah melakukan seluruh kewajiban yang seharusnya dilakukan oleh Pelaku Usaha dan tidak melanggar ketentuan dari kewajiban Perusahaan Pialang, sehingga apabila terjadi kerugian bukanlah PT. Millenium Penata Futures yang harus bertanggung-jawab melainkan Syafi i selaku Penerima Kuasa yang sudah melampaui kewenangannya dengan menggunakan Login dan Password tanpa persetujuan dari Investor. Investor juga melakukan kesalahan karena telah memberikan Login dan Password yang seharusnya hanya Investor yang dapat mengaksesnya. Syafi i merupakan entitas yang berbeda dengan PT. Millenium Penata Futures sehingga PT. Millenium Penata Futures tidak harus bertanggungjawab atas Syafi i karena dia bukanlah pegawai dari PT. Millenium Penata Futures. 3. Putusan Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru dan Putusan Mahkamah Agung eror in persona, karena mendudukkan PT. Millenium sebagai entitas yang sama dengan Syafi i. Syafi i merupakan perorangan yang tidak bekerja untuk PT. Millenium Penata Futures, akan tetapi Putusan BPSK tidak memisahkan posisi dari PT. Millenium Penata Futures dengan Syafi i, seharusnya Syafi ilah yang bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh Hj. Hartini karena Syafi i sudah melakukan Perbuatan Melawan Hukum yang mengakibatkan kerugian atas dana yang dimiliki oleh Hj. Hartini.

Saran 1. Seiring berkembangnya dunia perekonomian di Indonesia maka semakin berkembang juga definisi dari konsumen, sehingga diperlukan mekanisme hukum untuk mengatur kedudukan Investor tersebut terutama dalam kaitannya dengan perlindungan konsumen dan perdagangan berjangka. Atas dasar ini maka dirasa perlu agar dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengatur secara jelas kedudukan Investor yang mampu mengakomodir berbagai masalah konsumen terkait Investor. 2. Atas kasus dalam sengketa yang dibahas oleh peneliti, masih adanya kurang pengertian mengenai Surat Kuasa, maka dari itu sebagai Pemberi Kuasa haruslah memperhatikan lebih teliti lagi isi dari Surat Kuasa yang akan diberikan kepada Penerima Kuasa dan Surat Kuasa yang diberikan haruslah yang bagus isinya agar dapat dimengerti oleh kedua belah pihak, Sehingga untuk masalah investasi seperti ini kedepannya Investor tidak sembarangan memberikan kuasanya kepada orang lain agar tidak disalahgunakan. 3. Sebaiknya Majelis Hakim lebih memperhatikan dan lebih cermat dalam memutuskan suatu perkara, seharusnya majelis hakim memiliki pemahaman yang mendalam mengenai transaksi kontrak berjangka dan kedudukan para pihak, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam menentukan siapa yang harus bertanggung-jawab atas sebuah kerugian. Kepustakaan I. BUKU Batu, Pantas Lumban. Perdagangan Berjangka (Futures Trading). Jakarta: Elex Media Komputindo, 2010. Campbell, Harry. Black s Law Dictionary, fifth Edition. United States : West Publishing co., 1979. Elshabrina. Forex Trading for Smart Trade. Jakarta: Cemerlang Publishing, 2012. Fuady, Munir. Pengantar Hukum Bisnis; Menata Bisnis Modern di Era Global. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005.

Mahmud, Hasan Zein, Kontroversi Bursa Berjangka, Futures Exchange_Articles (Februari- April 2002). Hlm. 4. Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2000. Muliasari, Annisa Dita. Analisa yuridis terhadap perlindungan konsumen jasa layanan short message service (sms) ditinjau UU_8 _1999. Tesis Master Universitas Indonesia. Depok, 2009. Nasution, AZ. Laporan Perjalanan ke Daerah-daerah Dalam Rangka Pengembangan Perlindungan Konsumen. Jakarta. Nasution, AZ (a). Konsumen dan Hukum; Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum pada Perlindungan Konsumen Indonesia, Cet. 1. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995. Nasution, AZ (b). Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Cet. 2. Jakarta : Diadit Media, 2002. Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, cet. 3. Jakarta: UI Press, 1986. Shofie, Yusuf (a). Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana Korporasi, cet. 1. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002. Shofie, Yusuf (b). Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut UUPK; Teori dan Penegakan Hukum. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2003. Siahaan, N.H.T. Hukum Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk, Cet. 1. Bogor : Grafika Mardi Yuana, 2005. Sidharta. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta : PT. Grasindo, 2000. Tanugraha, Harry. Perdagangan Berjangka Peluan dan Tantangan di Era Globalisasi. Jakarta: Jurnalindo Aksara Grafika, 1998. Toruan, Rayendra L. Forex Online Trading Tren Investasi Masa Kini. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2012. Universitas Indonesia dan Departemen Perdagangan. Rancangan Akademik Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen. Jakarta: Universitas Indonesia dan Departemen Pedagangan, 1992. Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani. Hukum Tentang Perlindungan Konsumen. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000. Widiatmodjo, Sawidji. Cara Cepat Memulai Investasi Saham. Jakarta: Alex Media Komputindo, 2004.

Wijaya, Johanes Ariffin. Bursa Berjangka. Yogyakarta: Penerbit Andi, 2005. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. Perlindungan Konsumen Indonesia, Suatu Sumbangan Pemikiran tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Jakarta: Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, 1981. II. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Indonesia, Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan, UU No. 21 Tahun 2011. Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Indonesia, Undang-Undang Tentang Perdagangan Berjangka Komoditi. UU No.32 Tahun 1997. LN No.93 tahun 1997, TLN. No.3720. Indonesia (a), Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen. UU No. 8 Tahun 1999. LN No. 42 Tahun 1999, TLN. No. 3821. Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Kepmen Perindustrian dan Perdagangan No. 350/MPP/Kep/12/2001. Badan Perdagangan Berjangka Komoditi, Peraturan Kepala Bappebti Tentang Sistem Perdagangan Alternatif. Peraturan Nomor: 58/BAPPEBTI/Per/1/2006. Badan Perdagangan Berjangka Komoditi, Peraturan Kepala Bappebti Tentang Kontrak Derivatif Yang Diperdagangkan Dalam Sistem Perdagangan Alternatif. Peraturan Nomor: 72/BAPPEBTI/Per/9/2009. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Peristilahan Dalam Perdagangan Berjangka Komoditi. Jakarta: Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan, 1999. Badan Perdagangan Berjangka Komoditi, Peraturan Kepala Bappebti Tentang Tata Cara Penyaluran Amanat Nasabah Ke Bursa Berjangka Luar Negeri. Peraturan Nomor: 82/BAPPEBTI/Per/04/2010. III. INTERNET Kontrak Berjangka http://www.geocities.com/sang-pengembara/kontrak-berjangka.htlm 4. Diakses hari jumat, tanggal 21 september 2012.

Nasution, AZ. Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Tinjauan Singkat UU Nomor 8 Tahun 1999, www.pemantauperadilan.com. Diakses pada 2 Oktober 2010. Sejarah Mata Uang dan Pertukaran Valuta Asing http://cariuang.purwochanger.com/sejarah-mata-uang-dan-pertukaran-valutaasing.htm. Diakses Jumat, 21 September 2012. IV. WAWANCARA Dr. Djainal Abidin. Wakil Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Jakarta. Wawancara 6 Desember 2012. I. Gede Raka Tantra. Ketua Asosiasi Pialang Berjangka Indonesia di Jakarta Pusat. Wawancara 11 Desember 2012. Sri Haryati. Ketua Pelayanan Hukum Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi di Jakarta Timur. Wawancara 9 Desember 2012. Sudaryatmo. Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia di Jakarta Selatan. Wawancara 14 Desember 2012.