GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG SEKSUALITAS DI SMU KARTIKA CHANDRA I BANDUNG Iqbal Pramukti

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. dewasa yang meliputi semua perkembangannya yang dialami sebagai. persiapan memasuki masa dewasa (Rochmah, 2005). WHO mendefinisikan

Volume 4 No. 2, September 2013 ISSN : GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA KELAS VII TENTANG PERUBAHAN SEKS SEKUNDER DI SMP N 1 MAYONG JEPARA

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DENGAN KESIAPAN ANAK MENGHADAPI MASA PUBERTAS

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI DI SMA N COLOMADU

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan

BAB I PENDAHULUAN. akurat khususnya teman (Sarwono, 2006). menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempunyai hak yang sama dengan orang dewasa.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut. masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era

BAB I PENDAHULUAN. penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui media massa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. masa dewasa yang berkisar antara umur 12 tahun sampai 21 tahun. Seorang remaja, memiliki tugas perkembangan dan fase

SKRIPSI Diajukan UntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Oleh : ROBBI ARSYADANI J

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan)

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang dalam bahasa Inggris adolesence, berasal dari bahasa latin

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan tersebut menjungjung tinggi moralitas berdasarkan norma-norma

PENDIDIKAN SEKSUALITAS PADA REMAJA MELALUI MEDIA PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa,

PERILAKU SEKSUAL WABAL DI TINJAU DARI KUALITAS KOMUNIKASI ORANG TUA-ANAK TENTANG SEKSUALITAS S K R I P S I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DAN LINGKUNGAN PERGAULAN DENGAN SIKAP TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA S1 KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja. Menurut Havighurst (dalam Syaodih : 161) mengatakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Pada

(e) Uang saku rata-rata perbulan kurang dari Rp ,- (64,8%) dan sisanya (35,3%) lebih dari Rp per bulan.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. dewasa yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja ini disebut sebagai masa penghubung atau masa

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nadia Aulia Nadhirah, 2013

BAB II TINJAUAN TEORITIS

Dewi Puspitaningrum 1), Siti Istiana 2)

BAB I PENDAHULUAN. Tri Lestari Octavianti,2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS DI SMA NEGERI 1 KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. remaja awal/early adolescence (10-13 tahun), remaja menengah/middle

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

BAB I PENDAHULUAN. remaja. Kelompok usia remaja menurut WHO (World Health Organization) adalah kelompok umur tahun (Sarwono, 2008).

BAB I PENDAHULUIAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkat. Remaja menjadi salah satu bagian yang sangat penting terhadap

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KONSEP DIRI PADA REMAJA USIA TAHUN DI SMA PGRI I TUBAN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode perkembangan antara pubertas, peralihan

PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMA NEGERI 1 PALU Oleh: Rizal Haryanto 18, Ketut Suarayasa 29,

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. yang bisa dikatan kecil. Fenomena ini bermula dari trend berpacaran yang telah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru

BABI PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial secara kodrat mempunyai berbagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja adalah suatu fase tumbuh kembang yang dinamis dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. WHO mendefinisikan, masa remaja (adolence) mulai usia 10 tahun sampai 19

BAB I PENDAHULUAN. generasi berikutnya (Jameela, 2010). fase ini individu mengalami perubahan dari anak-anak menuju dewasa

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

Dinamika Kebidanan vol. 2 no. 1. Januari 2012 STUDI DISKRIPTIF TENTANG GAYA PACARAN SISWA SMA KOTA SEMARANG. Asih Nurul Aini.

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996).

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. aktivitas seksual remaja juga cenderung meningkat baik dari segi kuanitas

BAB I PENDAHULUAN. baik secara fisik maupun psikis. Menurut Paul dan White (dalam Santrock,

PERSEPSI ORANGTUA TERHADAP PENDIDIKAN SEKS BAGI REMAJA DI LINGKUNGAN XVII KELURAHAN TANJUNG REJO, MEDAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beragam suku dan sebagian besar suku yang menghuni kabupaten Merangin

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara. dua orang yang berlainan jenis kelamin (Dariyo, 2004).

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

Jurnal Obstretika Scientia ISSN HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN SEKSUAL PRANIKAH DENGAN PERILAKU SEKSUAL

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI PERILAKU ONANI PADA REMAJA LAKI-LAKI. Skripsi

Keberhasilan pembangunan suatu bangsa tidak hanya dilihat dari aspek fisik

Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Perilaku Seksual Remaja Di Smk Bina Patria 1 Sukoharjo

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan. Bahkan hubungan seksual yang sewajarnya dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

Dinamika Kebidanan vol. 2 no.2. Agustus 2012

BAB I. perkembangan, yaitu fase remaja. Remaja (Adolescence) di artikan sebagai masa

BAB I PENDAHULUAN. yang mereka tinggali sekarang ini contohnya dari segi sosial, budaya, ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG SEKSUALITAS DI SMU KARTIKA CHANDRA I BANDUNG Iqbal Pramukti ABSTRAK Remaja merupakan suatu massa peralihan antara kanak-kanak dan dewasa. Pada masa ini, libido atau energi seksual menjadi hidup yang tadinya laten pada masa pra remaja. Akibat dari perubahan ini maka dorongan pada remaja untuk berperilaku seksual bertambah besar. Berdasarkan hal di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap remaja tentang seksualitas Agar tujuan tersebut dapat tercapai maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan teknik pengumpulan data menggunakan angket tertutup dengan lima alternatif jawaban untuk variabel pengetahuan dan dengan rating scale untuk variabel sikap. Setelah itu data diolah dngan menggunakan persentase. Setelah dilakukan pengolahan data didapat hasil bahwa untuk variabel pengetahuan siswa SMU tentang seksualitas dalam kategori baik (6,67%), cukup (16%), dan kurang (77,33%). Sedangkan untuk variabel sikap didapat hasil 23% siswa SMU favourable atau bersikap positif terhadap seksualitas dan 77% siswa SMU unfavourable atau bersikap negatif terhadap seksualitas. Pada era globalisasi sekarang ini remaja dihadapkan pada dilemma dua hal, yaitu di satu sisi mereka sangat diharapkan sebagai generasi penerus bangsa, tetapi di sisi lain mereka dihadapkan pada masalah rawannya pergaulan akibat dari arus globalisasi itu sendiri. Oleh karena itu peran serta berbagai pihak sangat diperlukan untuk menjadikan remaja generasi yang bertanggung jawab dan bermoral baik. Sehingga pada akhirnya mereka tidak akan salah langkah dalam bertindak, khususnya dalam berperilaku seksual. A. PENDAHULUAN Masa remaja adalah suatu periode antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Batasan usia pada masa remaja adalah antara 12 tahun sampai dengan 18 tahun (Hurlock, 1997), Piaget dalam Hurlock (1997) mengemukakan : Istilah remaja (adolescence) mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yag sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Perkembangan seksual, idealnya dimulai pada masa kanak-kanak dan matang saat remaja. Sigmund Freud dalam Hurlock (1997) mengemukakan bahwa pada masa remaja libido atau energi seksual menjadi hidup, yang tadinya laten pada masa pra remaja. Atas tanggapan itulah mengapa masa remaja dikaitkan dengan masa pubertas. Jurnal Stikes A. Yani 64

Root dalam Hurlock (1997) mengemukakan bahwa pada masa puber adalah suatu tahap dalam perkembangan dimana terjadi kematangan alat-alat seksual dan tercapai kemampuan reproduksi yang disertai dengan perubahan-perubahan fisik dan psikologis. Aspek perubahan yang menonjol pada masa remaja adalah perubahan bentuk tubuh, meningkatnya tuntutan dan harapan sosial, adanya tuntutan kemandirian dari orang tua, meningkatnya kebutuhan untuk berhubungan dngan kelompok sebaya, mampu bersikap sesuai norma sekitar, kompeten secara intelektual, berkembangnya tanggung jawab pribadi dan sosial, belajar mengambil suatu keputusan, dan yang tidak kalah penting adalah munculnya kesadaran pada remaja untuk mempelajari segala seluk-beluk yang berkaitan dengan masalah seksual. Pada era globalisasi sekarang ini generasi muda sebagai bagian dari anggota keluarga dan masyarakat dihadapkan pada pesatnya informasi tentang berbagai hal, termasuk hal-hal yang menyangkut masalah seksual, yang tentu saja dapat memberikan pengaruh baik positif maupun negatif. Remaja merupakan generasi penerus yang berguna bagi kemajuan bangsa dan negara. Oleh karenanya peran serta berbagai pihak sangat diperlukan untuk membentuk dan menjadikan remaja manusia yang mempunyai tanggung jawab dan moral yang baik. Pihak-pihak tersebut di antaranya : guru, orang tua, dan juga perawat sebagai konselor dan edukator, dimana perawat mempunyai andil yang cukup besar dalam memberikan informasi pada remaja SMU tentang kesehatan reproduksi, khususnya masalah seks pranikah. Salah satu alasan mengapa remaja perlu arahan dalam masalah perilaku seksualnya adalah karena usia remaja merupakan suau periode yang banyak mengalami perubahan fisik, psikis, dan psikososial, karena gonads yang tetap bekerja bukan saja berpengaruh pada penyempurnaan tubuh, melainkan juga berpengaruh jauh untuk melakukan perilaku seksual yang cukup besar. Selain perkembangan fisiologis di atas, remaja juga memiliki rasa ingin tahu yang cukup besar, terutama dalam masalah seksual. Mereka selalu berusaha untuk mencari informasi tentang seksualitas dengan berbagai cara hanya untuk memenuhi kebutuhan ingin tahunya tanpa dapat menyaringnya. Bahkan mereka terdorong untuk mencoba melakukan perilaku seksual tersebut. Jurnal Stikes A. Yani 65

Menurut hasil survey Chandi Salmon Conrad di Rumah Sakit Gaul binaan Yayasan Pelita Ilmu, banyak remaja yang melakukan hubungan seksual pranikah karena anggapan yang salah (Fawzia Aswin Hadis, 2003). Mereka yang berperilaku negatif ini berpandangan, jika menolak hubungan seksual akan ditinggal pacarnya. Mereka juga merasa akan ditertawakan oleh teman jika menolak. Atau pandangan bahwa tidak ada yang mau berpacaran dengan orang yang menolak hubungan intim. Anggapan yang salah ini dapat memperburuk kondisi kesehatan reproduksi remaja. Remaja berada pada fase pertumbuhan dan perkembangan identitas diri. Optimasi perkembangan jati diri akan muncul bila kondisi lingkungan dan pemahaman diri berkembang dengan baik. Artinya remaja paham benar akan keberadaan dirinya, langkahlangkah yang akan dilakukan pada setiap tindakan ataupun aktivitas yang akan dijalankannya serta mampu memperhitungkan resiko yang akan muncul pada setiap pilihan yang telah diambilnya. Remaja perlu mempersiapkan diri untuk menghadapi berbagai tantangan dan resiko yang akan dihadapinya khususnya pada era industrialisasi membuat remaja berada pada situasi yang rawan akan berbagai resiko dan tantangan. Salah satu wujud industrialisasi di berbagai sektor tersebut adalah komersialisasi seks. Dengan kata lain seks dijadikan alat untuk mencari keuntungan. Remaja menjadi korban eksploitasi seks. Banyaknya petunjukan yang mengarah pada pornografi dan pornoaksi melibatkan remaja sebagai pelaku dan konsumen sekaligus, berbagai kasus pembuatan VCD porno, misalnya melibatkan remaja tidak hanya sebagai aktor namun sekaligus konsumennya. Faktor pengetahuan tentang seksualitas merupakan faktor yang paling penting dalam menumbuhkan sikap yang positif tentang seks pada remaja. Memang faktor lainnya, seperti dukungan dari orang tua juga meupakan hal yang penting. Namun jika pengetahuan mereka tentang seksualitas itu kurang, walaupun dukungan dari orang tuanya sangat bagus tidak akan menjamin mereka akan memiliki skap yang positif tentang seksualitas. Hal ini dikarenakan kurang mengertinya mereka tentang seksualitas itu sendiri dan bagaimana bersikap yang positif terhadapnya. Sehingga dikhawatirkan pada akhirnya nanti mereka akan salah langkah berperilaku seksual. Hasil studi pendahuluan dengan beberapa guu di SMU Kartka Chandra I Bandung didapatkan data bahwa di SMU tersebut pernah terjadi kehamilan di luar nikah Jurnal Stikes A. Yani 66

sebanyak 15 orang dalam 3 tahun terakhir ini yang 9 orang di antaranya adalah siswa kelas 2. Kemudian selain dari itu sering pula didapatkan remaja yang sedang saling bercumbu di area sekolah tersebut. Hal ini tentunya merupakan masalah yang cukup serius yang memerlukan penyelesaian. B. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan tujuan untuk menggambarkan mengenai keadaan atau suatu fenomena (Arikunto, 1998), tidak untuk mencari penjelasan atau menguji maupun memprediksi (Azwar, 1995). Variabel Penelitian Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah gambaran pengetahuan dan sikap remaja SMU tentang seksualitas. C. HASIL PENELITIAN Penelitian dilakukan di SMU Kartika Chandra I Bandung. Hasil penelitian diperoleh dari pengumpulan angket kuesioner yang disebarluaskan kepada 75 responden, kemudian data-data tersebut akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi responden yang disertai interpretasinya yang bisa dilihat pada tabel 1. Pembahasannya akan difokuskan pada gambaran pengetahuan dan sikap remaja SMU tentang seksualitas tersebut di atas. 1. Pengetahuan siswa SMU tentang seksualitas diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu : baik, cukup, dan kurang. Hasil yang didapat adalah : 6,67% siswa memiliki pengetahuan yang baik, 16% siswa memiliki pengetahuan yang cukup, dan 77,33% siswa memiliki pengetahuan yang kurang tentang seksualitas. 2. Sikap siswa SMU tentang seksualitas dikliasifikasikan menjadi dua, yaitu positif dan negatif. Hasil yang didapat adalah : 23% siswa SMU memiliki sikap positif terhadap seksualitas dan 77% siswa SMU memiliki sikap negatif terhadap seksualitas. Diagram 1. Distribusi Pengetahuan Siswa SMU Tentang Seksualitas Jurnal Stikes A. Yani 67

80 70 60 50 40 30 20 10 0 Baik Cukup Kurang f % Diagram 2. Distribusi Sikap Siswa SMU Tentang Seksualitas 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 f % Favourable Unfavourable D. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitan yang terdapat pada diagram 1 terlihat bahwa persentase terbesar pada siswa adalah memiliki pengetahuan yang kurang tentang seksualitas, yaitu sebesar 77,33%. Yang kedua adalah kategori cukup, yaitu sebesar 16%. Dan yang paling kecil adalah untuk kategori baik, yaitu hanya sebesar 6,67%. Hal ini membuktikan bahwa ternyata pengetahuan siswa SMU tentang seksualitas masih sangat kurang, sebab jumlah siswa yang pengetahuannya baik tentang seksualitas hanya sebagian kecil saja. Begitu juga dengan jumlah siswa yang pengetahuannya cukup. Jurnal Stikes A. Yani 68

Sedangkan sebagian besar dari jumlah siswa memiliki pengetahuan yang kurang tentang seksualitas. Hal ini bisa disebabkan oleh kurangnya mereka mendapat pendidikan seks baik dari sekolah mapun dari lingkungan sekitarnya ataupun dari lembaga yang bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan kesehatan tentang kesehatan reproduksi bagi remaja SMU khususnya. Bila melihat fenomena yang tejadi di atas, maka hal ini merupakan suatu masalah yang cukup serius dimana pada kenyataannya pengetahuan siswa SMU tentang seksualitas adalah tidak adekuat. Seharusnya hal ini tidak boleh terjadi, karena hal itu bisa mempengaruhi perilaku siswa tersebut dalam hal seksualitasnya. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Notoatmodjo (1993), bahwa terbentuknya suatu perilaku baru terutama pada orang dewasa dimulai dari domain kognitif, dalam arti si subyek harus tahu terlebih dahulu stimulus yang berupa materi atau obyek di luarnya, sehingga menimbulkan makna baru pada obyek tersebut dan selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap si subyek terhadap obyek yang diketahuinya itu. Kemudian berdasarkan hasil penelitian yang terdapat pada diagram 2 terlihat bahwa persentase siswa yang memiliki sikap postif terhadap seksualitas sebesar 23% dari seluruh jumlah responden. Jumlah ini kurang dari setengah jumlah seluruh responden. Sedangkan persentase siswa yang memiliki sikap negatif terhadap seksualitas sebesar 77%. Jumlah ini adalah sebagian besar dari jumlah seluruh responden. Hal ini menunjukkan bahwa sebagaian besar siswa SMU tersebut memiliki sikap yang negatif terhadap seksualitas. Melihat fenomena di atas tentang sikap siswa yang sebagian besar adalah negatif terhadap seksualitas merupakan suatu masalah juga yang tidak kalah pentingnya. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah pengetahuan dan pengalaman mereka tentang seksualitas itu sendiri. Sebagaimana yang dinyatakan oleh middlebrook (dalam Azwar, 2003), bahwa adanya pengalaman yang menyenangkan dengan suatu obyek cenderung akan membentuk sikap terhadap obyek tersebut, dan sebaliknya tidak adanya pengalaman sama sekali dengan suatu obyek akan membentuk sikap yang negatif terhadap obyek tersebut. Memang tidak bisa kita pungkiri bahwa seorang remaja SMU itu masih mempunyai tugas perkembangan yang lebih condong terhadap perasaan/emosi, minat, Jurnal Stikes A. Yani 69

cita-cita, pribadi, sosial moral, dan lain-lain yang tidak pernah lepas dari pengaruh lingkungannya. Oleh karena itu pada masa ini terjadi perbenturan antara berbagai kebutuhan dan menjadikan tahap ini sebagai tahap penuh tekanan (stressfull stage). Di satu sisi secara fisk dan psikologis ia siap untuk mulai melakukan aktivitas genital dengan lawan jenisnya, tetapi pada saat yang sama ia juga ingin mengelak dari desakan tersebut, karena tidak ingin menentang tata nilai sosial yang sedang ia anut (Hurlock, 1994). Sebenarnya perlu diketahui bahwa seksualitas itu merupakan psikis, yang ikut mendorong manusia untuk bertingkah laku. Tidak hanya bertingkah laku di bidang seksual saja, akan tetapi juga melakukan kegiatan-kegiatan non-seksual. Misalnya saja berprestasi di bidang ilmiah, seni, melakukan tugas-tugas moril dan lain-lain. Sebagai energi psikis, seksualitas merupakan motivasi dan dorongan untuk berbuat dan bertingkah laku (Mohammad, K. 1998). Oleh karena itu pemberian informasi yang benar dan tepat sangat dibutuhkan oleh remaja saat ini, dan hendaknyalah kita sebagai tim kesehatan yang mengetahui dan memahami akan hal tersebut ikut andil dalam penyelesaian masalah ini. Dengan terdapatnya fenomena bahwa masih banyaknya remaja SMU yang memiliki pengetahuan yang kurang tentang seksualitas dan masih banyaknya pula remaja SMU yang bersikap negatif terhadap seksualitas membuktikan bahwa peran perawat yang salah satunya sebagai koordinator pelayanan kesehatan (coordinator of services) belum maksimal. F. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan a. Untuk variabel pengetahuan didapatkan hasil sebagiam bsar (77,33%) pengetahuan siswa SMU tentang seksualitas adalah kurang. Sedangkan untuk yang kategori baik sebesar 6,67% dan kategori cukup sebesar 16%. b. Untuk variabel sikap didapatkan hasil sebagian kecil (23%) responden bersikap positif terhadap seksualitas, yaitu mendukung pada seksualitas yang baik dan benar, dan sebagian besar (77%) responden bersikap negatif terhadap seksualitas, yaitu tidak mendukung pada seksualitas yang baik dan benar. 2. Saran Jurnal Stikes A. Yani 70

a. Bagi tenaga perawat Perawat yang mempunyai peran sebagai konselor, dimana perawat mempunyai andil yang cukup besar dalam memberikan informasi kepada remaja SMU tentang kesehatan reproduksi, khususnya masalah seksualitas, maka dari itu hendaknya perawat komunitas membuat suatu program yang fungsinya dapat memberikan informasi dan pendidikan yang benar mengenai kesehatan reproduksi remaja khususnya tentang seksualitas, dimana tempat dan cara penyajian program tersebut sedapat mungkin disesuaikan dengan karakter remaja SMU pada jaman sekarang, sehingga acara dari program tersebut dapat menarik perhatian remaja SMU. b. Bagi pendidikan Hasil penelitian ini bisa dijadikan cermin sikap remaja, dimana salah satu kebutuhan remaja adalah terpenuhi keingintahuannya mengenai informasi tentang seksualitas. Oleh sebab itu mahasiswa yang sedang menjalani profesi di bagian komunitas mempunyai andil yang cukup besar dalam memberikan solusi dalam permasalahan ini. Hal ini bisa dijadikan bahan dalam pembuatan salah satu program dalam rangka peningkatan kesehatan masyarakat, khususnya masyarakat remaja. c. Bagi peneliti selanjutnya Hendaknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara pengetahuan tentang seksualitas dengan sikap terhadap seksualitas, sehingga dapat diketahui apakah faktor pengetahuan menjadi predisposisi terbentuknya sikap seseorang terhadap seksualitas yang pada akhirnya dapat dirumuskan alternatif pemecahan masalahnya. Jurnal Stikes A. Yani 71

DAFTAR PUSTAKA 1. Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Jakarta : PT. Rhineka Cipta 2. Azwar, S. 1995. Sikap Manusia Teori Dan Pengukurannya. Edisi I. Yogyakarta : Pustaka Pelajar 3. Danim, S. 1997. Metode Penelitian Untuk Ilmu Perilaku. Cetakan Kedua, Jakarta : Bumi Aksara 4. Departemen Kesehatan RI. 1994. Kehamilan Remaja. Jakarta : Departemen Kesehatan RI 5. Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. 1994. Obstetri Patologis. Bandung : FK UNPAD 6. Gunarsa, D.S 1995. Psikologi Keperawtan. Jakarta : Gunung Mulya 7. Hamilton, Persis Mary. 1995. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas 8. Hanifah, Laily. 2001. Pacaran : Benarkah Faktor Utama Hubungan Seksual Pra Nikah Remaja?. Jakarta : Pusat Komunikasi Kesehatan 9. Hurlock, E. 1994. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga 10. Kartini, K. Dr. 1989. Psikologi Abnormal Dan Abnormal Seksual. Bandung : Mondar Maju 11. Kozier, erb, Oliveri. 1990. Fundamental of Nursing Processand Practice. California : Addison Wesley 12. Manuaba, Ida Bagus Ged. 1998. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta Penerbit Arca 13. Mar at, 1981. Sikap Manusia Perubahan Serta Pengukurannya. Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran Bandung Jurnal Stikes A. Yani 72