BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembenahan di segala bidang termasuk bidang pendidikan. Hal ini juga dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Prima Mutia Sari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. martabat manusia secara holistik. Hal ini dapat dilihat dari filosofi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. sains siswa adalah Trends in International Mathematics Science Study

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sains di Indonesia dewasa ini kurang berhasil meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan

2015 PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK SMP PADA TEMA LIMBAH DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erie Syaadah, 2013

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA POKOK BAHASAN ENZIM

MODEL KETERPADUAN PEMBELAJARAN SAINS DALAM KURIKULUM 2013

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dimana objeknya adalah benda benda alam. Ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasna Nuraeni, 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. semua potensi, kecakapan, serta karakteristik sumber daya manusia kearah yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usep Soepudin, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan masalah yang harus diselesaikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peserta didik pada Sekolah Dasar yang duduk di kelas-kelas awal (kelas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sarana dalam membangun watak bangsa. Tujuan pendidikan diarahkan pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yossy Intan Vhalind, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengajarkan sains, guru harus memahami tentang sains. pengetahuan dan suatu proses. Batang tubuh adalah produk dari pemecahan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Irpan Maulana, 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. knowledge, dan science and interaction with technology and society. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. sangat banyak. Tuntutan tersebut diantaranya adalah anak membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB I PENDAHULUAN. belajar apabila dalam dirinya telah terjadi perubahan perilaku dan tidak tahu

Yuniar Fikriani Amalia, Zainuddin, dan Misbah Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan mendasar yang saat ini dialami oleh bangsa kita adalah

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN IPA TERPAD U TIPE INTEGRATED TERHAD AP PENGUASAAN KONSEP D AN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP PAD A TOPIK TEKANAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi salah satu fokus dalam penyelenggaraan negara. Menurut

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat. menyebabkan arus informasi menjadi cepat dan tanpa batas.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Hayyah Fauziah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Elly Hafsah, 2013

MODEL CONNECTED (MODEL 2: HOW TO INTEGRATE THE CURRICULA) Muktar Panjaitan Universitas HKBP Nommensen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengalaman langsung dan nyata. Model ini memberi contoh bagi guru di kelas awal SD untuk menyusun

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu peristiwa yang diamati yang kemudian diuji kebenarannya

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Purnama Adek, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada tingkat sekolah dasar adalah merupakan pondasi bagi

saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Sains diartikan sebagai bangunan ilmu pengetahuan dan proses.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Formal dalam memasuki era globalisasi ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN Bab I tentang Sistem Pendidikan Nasional: pendidikan adalah usaha sadar

BAB I PENDAHULUAN. khususnya teknologi sekarang ini telah memberikan dampak positif dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dini Herdiani, 2014 Pembelajran Terpadu dalam Kurikulum 2013 di Kelas VIII SMP Pasundan 3 Bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiara Nurhada,2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Heri Sugianto, 2013

BAB I PENDAHULUAN. berorientasi pada kecakapan hidup (life skill oriented), kecakapan berpikir,

BAB I PENDAHULUAN. setiap manusia memiliki kemampuan yang berbeda-beda tergantung pada usia

BAB I PENDAHULUAN. Peserta didik kelas rendah di Sekolah Dasar merupakan rentang usia yang

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN IPA TERPADU (IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013)

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (Sains) merupakan ilmu yang berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang

BAB I PENDAHULUAN. batin, cerdas, sehat, dan berbudi pekerti luhur. yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan

BAB I PENDAHULUAN. pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.41 Tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dibutuhkan untuk kehidupan. (KTSP). Sesuai dengan amanat KTSP, model pembelajaran terpadu

I. PENDAHULUAN. dibandingkan secara rutin sebagai mana dilakukan melalui TIMSS (the Trends in

BAB I PENDAHULUAN. tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizky Fauziah Nurrochman, 2015

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yuanita, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir dan kemampuan dalam memecahkan masalah, terutama dalam

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraannya, pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. salah satu tujuan pembangunan di bidang pendidikan. antara lain: guru, siswa, sarana prasarana, strategi pembelajaran dan

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menunjukkan bahwa ilmu

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan dan memiliki sikap ilmiah. Hal ini tentu saja berimplikasi terhadap kegiatan pembelajaran IPA. IPA dan pembelajaran IPA tidak hanya sekedar pengetahuan yang bersifat ilmiah saja, melainkan terdapat dimensi-dimensi ilmiah penting yang menjadi bagian dari IPA, yaitu muatan IPA (content of science), keterampilan proses (science process skills) dan dimensi yang terfokus pada karakteristik sikap dan watak ilmiah (BSNP, 2006) Berbagai permasalahan dalam implementasi pendidikan IPA yang sesuai dengan hakikatnya sangat kompleks, karena itu pemikiran-pemikiran masih terus disumbangkan untuk mencoba memecahakan permasalahan itu. Pendidikan IPA di Sekolah Dasar dihadapkan dengan berbagai permasalahan diantaranya faktor fasilitas, buku, media, sarana dan prasarana serta pembiayaan, dan satu hal yang paling pokok adalah dalam proses pembelajaran IPA yang belum searah dengan hakikat pembelajaran IPA seutuhnya sehingga dalam pencapaian hasil belajar peserta didik kurang optimal. Oleh sebab itu guru sebagai praktisi pendidikan harus bersama-sama berpikir dan bertindak ke arah yang lebih baik dalam melaksanakan proses pembelajaran IPA yang sesungguhnya, bahwa pembelajaran 1

2 IPA haruslah memuat hakikat IPA yang terdiri dari content-process-value. Namun kondisi pendidikan kita, tidaklah demikian pada kenyataannya. Rendahnya mutu hasil pembelajaran IPA dapat dilihat pada hasil pengukuran mutu sains secara internasional yang dilakukan oleh Programme for Internasional Student Assessment (PISA) pada tahun 2000, 2003 dan 2006 yang menunjukkan bahwa rerata prestasi IPA siswa Indonesia berada pada tahapan terendah/low international benchmark (Hadi,et.al, 2009). Demikian pula hasil pengukuran yang dilakukan oleh Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS). Pada tahun 1999 Indonesia menempati peringkat 32 dari 38 negara, tahun 2003 peringkat 37 dari 46 negara, dan tahun 2007 peringkat 35 dari 49 negara (Umar, et.al, 2009). Hal tersebut menuntut untuk segera dilakukan pembenahan dan pembaharuan untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran IPA khususnya di jenjang pendidikan dasar. Rustaman (2005) menyatakan bahwa upaya pembaharuan pendidikan dasar perlu lebih memperhatikan perkembangan kognitif dan afektif peserta didik. Pembaharuan pendidikan ilmu pengetahuan alam pada pendidikan dasar tidak cukup semata-mata menekankan pada produk dan proses, melainkan pada perimbangan antara produk-proses-sikap. Konteks ini berkenaan dengan individu (keterlibatan dan konstruktivisme), dan dengan kurikulum keseluruhan (bahasa, matematika dan lain-lain). Model pembelajaran IPA yang cocok untuk peserta didik Sekolah Dasar dengan kondisi, karakteristik dan sikap yang harus dikembangkan. Kemudian pendekatan yang paling cocok di Sekolah Dasar dan paling efektif untuk

3 menjawab tantangan yang dihadapi, tentunya pendekatan yang mencakup kesesuaian antara situasi dan belajar peserta didik dengan situasi kehidupan nyata di masyarakat. Sebagaimana yang tertuang dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi bahwa pembelajaran IPA di Sekolah Dasar sebaiknya dilakukan secara inkuri ilmiah, artinya dalam hal ini peserta didik dilatih untuk berinkuiri seperti yang telah dilakukan oleh para ilmuwan. Kemampuan inkuiri yang dilakukan di Sekolah Dasar secara sederhana dapat diartikan sebagai kegiatan menemukan namun dilandasi oleh beberapa langkah yang disusun secara sistematis, mulai dari mengidentifikasi dan merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, melakukan eksperimen, menguji hipotesis dan menyimpulkan hasil eksperimen serta membuat atau menyusun laporan sederhana. Dengan demikian pembelajaran IPA tidak sekedar mentransfer pengetahuan saja tetapi menemukan dan membuktikan sendiri kebenaran pengetahuan yang telah ada sebelumnya, maka pengetahuan yang mereka dapatkan dengan proses yang sistematis ini cenderung akan tersimpan lebih lama dan dapat membekali peserta didik dalam memecahkan masalah yang dihadapi sehari-hari. Menurut Kurikulum 2006 di Sekolah Dasar, kini ditegaskan bahwa pembelajaran di kelas rendah (kelas I s.d kelas III) menggunakan model pembelajaran tematik, hal tersebut sangat beralasan. Sesuai dengan tahapan perkembangan peserta didik yang masih melihat segala sesuatu sebagai suatu keutuhan (berpikir holistik), pembelajaran yang menyajikan mata pelajaran secara

4 terpisah akan menyebabkan kurang mengembangkan peserta didik untuk berpikir holistik dan membuat kesulitan bagi peserta didik. Pada rentang usia di kelas rendah menurut Piaget berada pada tahap operasional konkrit yang ditandai dengan mulai digunakannya simbol-simbol untuk menghadirkan suatu benda atau pemikiran, khususnya penggunaan bahasa. Kecenderungan pembelajaran terpadu diyakini sebagai pendekatan yang berorientasi pada praktek pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan peserta didik (Developmentally Appropriate Practice). Pendekatan ini berangkat dari teori pembelajaran yang menolak driil sebagai dasar pembentukan intelektual peserta didik. Para Gestalist adalah tokoh-tokoh yang dirujuk berkenaan dengan pembelajaran yang harus bermakna, di samping juga teori Piaget dan para kognitivis lain yang menekankan pentingnya program pembelajaran yang berorientasi DAP (Developmentally Appropriate Practice). Dengan demikian pembelajaran IPA di SD harus disesuaikan dengan karateristik perkembangan kognitif peserta didik yang memiliki karakter berpikir holistik sehingga proses belajar tidak sekadar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga peserta didik dituntut mampu mengkaitkan konsep-konsep yang dipelajari, konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Dengan demikian, agar terjadi belajar bermakna maka guru harus selalu berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dan membantu memadukannya secara harmonis konsep-konsep tersebut dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan.

5 Demikian pula dengan keterampilan berinkuiri peserta didik perlu untuk dikembangkan karena karakteristik pembajaran IPA harus dilakukan dengan inkuiri ilmiah hal ini menuntut peserta didik untuk memiliki keterampilan berinkuiri. Untuk itu pembelajaran IPA secara terpadu dengan model connected dapat memfasilitasi dua aspek kemampuan peserta didik yaitu kemampuan mengkaitkan konsep-konsep IPA dan aspek keterampilan berinkuiri. Kenyataannya pembelajaran IPA di lapangan juga ditemukan Depdiknas (2008) menyatakan bahwa kecenderungan pembelajaran IPA di Indonesia adalah sebagai berikut: (1).Pembelajaran hanya berorientasi pada hasil tes/ujian, pengalaman belajar yang diperoleh dikelas tidak utuh dan tidak berorientasi pada tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar, (2) Pembelajaran bersifat teacher centered, guru hanya menyampaikan IPA sebagai produk dan peserta didik menghafal informasi faktual, (3) peserta didik hanya mempelajari IPA pada domain kognitif yang terendah, peserta didik tidak dibiasakan untuk mengembangkan potensi berpikirnya, cara berpikir yang dikembangkan dalam kegiatan belajar belum menyentuh domain afektif dan psikomotor, alasan yang sering dikemukakan guru adalah keterbatasan waktu, sarana, lingkungan belajar, dan jumlah peserta didik disetiap kelas terlalu banyak, (4) Evaluasi yang dilakukan hanya berorientasi pada produk yang berkaitan dengan domain kognitif. Berdasarkan hasil temuan peneliti di lapangan selama mengajar di SD masih banyak guru mengajar IPA seperti mengajarkan sastra sehingga pembelajarannya bersifat verbalisme yang dipelajari tidak didasarkan dengan melakukan kegiatan berinkuiri.

6 Oleh sebab itu pembelajaran terpadu yang berkarakter discovery inkuiri sehingga sangat tepat diterapkan di Sekolah Dasar terutama dalam pembelajaran IPA SD, karena pada jenjang ini peserta didik menghayati pengalamannya masih secara totalitas serta masih sulit menghadapi pemilahan yang artificial (Sa ud, 2006). Hal ini sejalan dengan yang dianjurkan Puskur bahwa pembelajaran IPA sebaiknya disajikan dalam IPA terpadu. Sehingga model pembelajaran terpadu dapat dijadikan alternatif dalam pembelajaran IPA dengan model connected. Serta pembelajaran terpadu syarat dengan aktivitas peserta didik dalam menemukan sebuah konsep, sehingga sejalan dengan hakikat pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Cara pengemasan pengalaman belajar yang dirancang guru untuk peserta didik di Sekolah Dasar sangat berpengaruh terhadap kebermaknaan pengalaman bagi peserta didik. Pengalaman belajar yang lebih menunjukkan kaitan unsurunsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Pembelajaran terpadu yang dikembangkan di Sekolah Dasar pada umumnya adalah model tematik khususnya webbeb. Menurut beberapa penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa penerapan pembelajaran tematik dengan model webbed (jaring) dapat lebih efektif digunakan untuk meningkatkan penguasaan konsep IPA dan keterampilan proses peserta didik kelas II Sekolah Dasar (Hendrawati, 2009), meningkatkan kemampuan koneksi matematis peserta didik kelas III Sekolah Dasar (Supriatin, 2009) dan meningkatkan kemampuan membaca dan menulis peserta didik kelas III Sekolah Dasar (Rahmani, 2009). Dengan demikian pembelajaran terpadu dengan pendekatan tematik harus terus dikembangkan

7 untuk lebih meningkatkan kompetensi peserta didik Sekolah Dasar khususnya kelas rendah. Penelitian lain terkait dengan pembelajaran IPA dengan menggunakan pembelajaran terpadu model connected bahwa model ini dapat menghasilkan berupa desain permbelajaran IPA terpadu connected dan beberapa pedoman dalam mengimplementasikan pengembangan desain ini terbukti telah mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik (Hidayat, 2008). Menurut Collin dan Dixon (1991) bahwa pembelajaran terpadu berdasarkan pada pendekatan inkuiri dengan melibatkan peserta didik ke dalam perencanaan, eksplorasi dan berbagi pengetahuan bersama. Hal ini sejalan dengan landasan filosofis pembelajaran terpadu yang berdasarkan paham konstruktivisme artinya bahwa pembelajaran bermakna dikonstruksi oleh peserta didik sebagai hasil dari pengalamannya dalam menghadapi lingkungannya, melalui skema atau struktur kognitif yang akan menyatakan pemahaman dunianya (Saunders, 1992). Dengan demikian pembelajaran IPA dapat dikembangkan dengan pembelajaran lainnya salah satunya dalam model pembelajaran terpadu, sehingga pembelajaran IPA dilaksanakan sesuai dengan hakikatnya. Berdasarkan fenomena pembelajaran IPA dan pembelajaran terpadu dengan pendekatan tematik menggunakan model webbed yang terjadi di lapangan saat ini, maka penulis menganggap perlu melakukan penelitian untuk mengetahui penerapan pembelajaran terpadu dengan model lain yang dapat menunjang proses pembelajaran IPA khususnya untuk meningkatkan kemampuan mengkaitkan satu konsep dengan konsep terkait dalam IPA dan keterampilan berinkuiri peserta didik. Walaupun penelitian pembelajaran terpadu model connected banyak dilakukan di tingkat SMP, tetapi penulis merasa

8 perlu untuk melakukan penelitian ini di tingkat Sekolah Dasar khususnya kelas rendah. Salah satu pertimbangan penulis adalah bahwa materi IPA menurut kurikulum di Sekolah Dasar memiliki keterkaitan atau keterhubungan antara satu materi dengan materi lainnya. Pertimbangan lainnya adalah bahwa pelaksanaan pembelajaran di Sekolah Dasar dilakukan oleh guru kelas dan bukan guru bidang studi sehingga guru kelas memiliki otoritas dan kewenangan yang demikian luas dan besar dalam mengembangkan pembelajaran di kelasnya. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut. 1. Bagaimanakah keterlaksanaan pembelajaran terpadu model connected dan model webbed dalam pembelajaran IPA pada peserta didik kelas III Sekolah Dasar? 2. Bagaimanakah perbandingan peningkatan kemampuan mengkaitkan konsep IPA pada peserta didik Sekolah Dasar kelas III antara yang mendapatkan pembelajaran terpadu model connected dibandingkan dengan yang mendapatkan pembelajaran terpadu model webbed? 3. Bagaimanakah perbandingan peningkatan keterampilan berinkuiri peserta didik Sekolah Dasar kelas III antara yang mendapatkan pembelajaran terpadu model connected dibandingkan dengan peserta didik yang mendapatkan pembelajaran terpadu model webbed?.

9 C. Batasan Masalah Penelitian ini terbatas pada hal-hal berikut: 1. Pembelajaran terpadu model connected (keterhubungan) dan model webbed (jaring laba-laba) mengangkat sebuah tema yaitu Bumi Kita yang diperuntukkan bagi peserta didik kelas III semester 2. 2. Pembelajaran model connected yang diterapkan di kelas eksperimen merupakan pembelajaran terpadu intra bidang studi yang khusus mengkaitkan konsep-konsep pada Kompetensi Dasar utama dengan konsep-konsep yang terdapat dalam mata pelajaran IPA saja. 3. Pembelajaran model webbed yang diterapkan di kelas kontrol merupakan pembelajaran terpadu lintas bidang studi yang mengintegrasikan 5 mata pelajaran yaitu IPA, Matematika, Bahasa Indonesia, IPS dan Seni Budaya dan Keterampilan (SBK). 4. Penelitian ini hanya mengkaji proses dan hasil pembelajaran IPA dan tidak mengkaji mata pelajaran lain yang dikaitkan. Data hasil observasi pembelajaran yang dikumpulkan dalam penelitian ini dimanfaatkan sebagai data pendukung. D. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui keterlaksanaan pembelajaran terpadu model connected dan model webbed dalam pembelajaran IPA pada peserta didik kelas III SD

10 2. Untuk mengetahui perbandingan peningkatan pada kemampuan mengkaitkan konsep IPA antara peserta didik kelas III yang mendapatkan pembelajaran terpadu model connected dengan yang mendapatkan pembelajaran terpadu model webbed. 3. Untuk mengetahui perbandingan peningkatan pada keterampilan berinkuiri antara peserta didik kelas III yang mendapatkan pembelajaran terpadu model connected dengan yang mendapatkan pembelajaran terpadu model webbed. E. Manfaat Penelitian Hasil studi ini dapat dijadikan bukti empiris tentang potensi pembelajaran terpadu model connected dalam meningkatkan kualitas pembelajaran IPA ditinjau dari aspek kemampuan peserta didik dalam mengkaitkan konsep-konsep terkait dan aspek keterampilan berinkuiri peserta didik yang kelak dapat memperkaya hasil hasil penelitian dalam kajian sejenis dan dapat digunakan oleh berbagai pihak yang berkepentingan, seperti guru, praktisi pendidikan, lembaga-lembaga terkait, para peneliti dan lain-lain. F. Definisi Operasional 1. Pembelajaran terpadu model connected (keterhubungan) didefinisikan sebagai pembelajaran yang menyajikan pembelajaran lebih eksplisit di dalam satu mata pelajaran yaitu menghubungkan satu topik dengan topik yang lain, satu konsep dengan konsep yang lain, satu keterampilan dengan keterampilan yang lain dan satu tugas dengan tugas berikutnya. Pada pembelajaran terpadu model

11 connected hanya mengintegrasikan beberapa kompetensi dasar terkait tema Bumi Kita yang terdapat dalam pelajaran IPA. Keterlaksanaan model connected dalam pembelajaran IPA kelas III SD ini dipantau melalui kegiatan observasi dan didokumentasikan dengan menggunakan rekaman video. 2. Pembelajaran terpadu model webbed didefinisikan sebagai pembelajaran yang menggunakan pendekatan tematik yang mengintegrasikan beberapa mata pelajaran yang terkait dalam satu tema, sehingga tidak nampak pemisahan mata pelajaran dan penentuan alokasi waktu setiap mata pelajaran. Pada pembelajaran terpadu model webbed mengintegrasikan beberapa kompetensi dasar pada 5 mata pelajaran terkait tema Bumi Kita yaitu IPA, Matematika, Bahasa Indonesia, IPS, dan SBK. Keterlaksanaan pembelajaran model webbed dalam pembelajaran IPA kelas III SD ini dipantau melalui kegiatan observasi dan didokumentasikan dengan menggunakan rekaman video 3. Kemampuan mengkaitkan konsep IPA didefinisikan sebagai kemampuan peserta didik dalam menghubungkan konsep konsep IPA pada kompetensi dasar utama dengan konsep-konsep pada Kompetensi dasar terkait pada tema Bumi Kita yang keterkaitannnya menyatakan hubungan konsep sebab akibat dan hubungan konsep dengan sub konsep. Kemampuan mengkaitkan konsep ini diukur dengan menggunakan tes dalam bentuk pilihan ganda dengan 3 pilihan jawaban yang digunakan sebelum dan sesudah pembelajaran. 4. Keterampilan berinkuiri didefinisikan sebagai kemampuan atau keterampilan yang harus dikembangkan pada peserta didik dalam pembelajaran IPA meliputi aspek 1) mengajukan pertanyaan mengenai objek, organisme dan

12 kejadian yang terjadi di lingkungan, 2) merencanakan dan melakukan sebuah percobaan sederhana, 3) menggunakan data yang diperoleh untuk menjawab pertanyaan atau menjelaskan fenomena yang ditemukannya, dan 4) mengkomunikasikan hasil penyelidikan dan menjelaskan hasilnya. Kemampuan ini diukur dengan menggunakan tes pilihan ganda dengan 3 pilihan jawaban yang digunakan pada sebelum dan sesudah pembelajaran. G. Asumsi Penelitian Asumsi atau anggapan dasar yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Pembelajaran terpadu diasumsikan dapat meningkatkan kemampuan mengkaitkan konsep IPA dan keterampilan berinkuiri peserta didik mengingat proses pembelajaran terpadu berbasis inkuiri (Collin & Dixon: 1991) dan memberi kesempatan yang luas kepada peserta didik untuk berpikir holistik, melihat segala sesuatu dari berbagai sudut pandang bahkan dari berbagai disiplin ilmu (Sa ud: 2006) 2. Waktu belajar peserta didik di rumah dan di sekolah baik pada kelas eksperimen yang mendapatkan pembelajaran terpadu model connected maupun pada kelas kontrol yang mendapatkan pembelajaran terpadu model webbed dianggap sama. 3. Kemampuan guru yang mengajar baik pada kelas eksperimen yang melaksanakan pembelajaran terpadu model connected maupun pada kelas

13 kontrol yang melaksanakan pembelajaran terpadu model webbed dianggap sama. 4. Sarana dan prasarana sekolah yang ada pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dianggap sama. 5. Daya tangkap pesertra didik terhadap pelajaran baik pada kelas eksperimen maupun pada kelas kontrol dianggap sama. H. Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka terdapat dua buah hipotesis penelitian sebagai berikut: H01 : Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan mengkaitkan konsep IPA yang signifikan antara peserta didik kelas III yang mendapatkan pembelajaran terpadu model connected dengan yang mendapatkan pembelajaran terpadu model webbed. (µa1=µa2 ) Ha 1 : Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan mengkaitkan konsep IPA yang signifikan antara peserta didik kelas III yang mendapatkan pembelajaran terpadu model connected dengan yang mendapatkan pembelajaran terpadu model webbed. (µa1 µa2 ) H02 : Tidak terdapat perbedaan peningkatan keterampilan berinkuiri yang signifikan antara peserta didik kelas III yang mendapatkan pembelajaran

14 terpadu model connected dengan yang mendapatkan pembelajaran terpadu model webbed. (µb1 = µb2 ) Ha2 : Terdapat perbedaan peningkatan keterampilan berinkuiri yang signifikan antara peserta didik kelas III yang mendapatkan pembelajaran terpadu model connected dengan yang mendapatkan pembelajaran terpadu model webbed. (µb1 µb2 )