BAB III SISTEM PERLINDUNGAN PENANGKAL PETIR DAN DATA JUMLAH HARI GURUH PERTAHUN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV PERHITUNGAN SISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR DI GEDUNG PT BHAKTI WASANTARA NET JAKARTA

BAB II DASAR TEORI. hari. Jumlah hari guruh yang terjadi pada suatu daerah dalam satu tahun disebut

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan mulai bulan september 2013 sampai dengan bulan maret

SISTEM PENANGKAL PETIR

BAB IV STUDI PERENCANAAN PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG STC (SPORT TRADE CENTRE) - SENAYAN

BAB II GANGGUAN TEGANGAN LEBIH PADA SISTEM TENAGA LISTRIK

BAB II PENANGKAL PETIR DAN ARUS PETIR. dan dari awan ke awan yang berbeda muatannya. Petir biasanya menyambar objek yang

GROUNDING SYSTEM HASBULLAH, MT. Electrical engineering Dept. Oktober 2008

BAB III IDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN MASALAH

BAB II TEGANGAN LEBIH SURYA PETIR. dibangkitkan dalam bagian awan petir yang disebut cells. Pelepasan muatan ini

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II PETIR DAN PENANGKAL PETIR

Penerapan Metode Jala, Sudut Proteksi dan Bola Bergulir Pada Sistem Proteksi Petir Eksternal yang Diaplikasikan pada Gedung [Emmy Hosea, et al.

BAB I PENDAHULUAN Proses terjadinya petir

SISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG WIDYA PURAYA

TUGAS AKHIR. Evaluasi Sistem Proteksi Instalasi Penangkal Petir Eksternal Pada Bangunan Gedung Departemen Kelautan dan Perikanan

by: Moh. Samsul Hadi

BAB II FENOMENA ALAMIAH TERBENTUKNYA PETIR

BAB II SISTEM PENANGKAL PETIR

Politeknik Negeri Sriwijaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Presented by dhani prastowo PRESENTASI FIELD PROJECT

Perancangan Sistem Penangkal Petir Batang Tegak Tunggal, Tugas Akhir BAB II TEORI DASAR

STUDI AWAL ALAT PROTEKSI PETIR DENGAN METODE PEMBALIK MUATAN

Aplikasi Konsep Fisika Pada Proses Terjadinya Petir dan Pentingnya Penggunaan Penangkal Petir Pada Bangunan *) Nia Nopeliza **)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Umum. Pada dasarnya suatu gangguan ialah setiap keadaan sistem yang menyimpang

Vol.13 No.2. Agustus 2012 Jurnal Momentum ISSN : X

BAB III PELINDUNG SALURAN TRANSMISI. keamanan sistem tenaga dan tak mungkin dihindari, sedangkan alat-alat

MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR

TUGAS AKHIR PERENCANAAN PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG STC (SPORT TRADE CENTRE) SENAYAN JAKARTA

ANALISIS PERANCANGAN SISTEM PROTEKSI BANGUNAN THE BELLAGIO RESIDENCE TERHADAP SAMBARAN PETIR

BAB III SISTEM PROTEKSI PETIR

Analisis Pengaruh Resistansi Pentanahan Menara Terhadap Terjadinya Back Flashover

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

ANALISA SISTEM PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG BERTINGKAT DI APARTEMEN THE PAKUBUWONO VIEW, KEBAYORAN LAMA, JAKARTA

BAB III METODE PENELITIAN

PEMODELAN PERLINDUNGAN GARDU INDUK DARI SAMBARAN PETIR LANGSUNG DI PT. PLN (PERSERO) GARDU INDUK 150 KV NGIMBANG-LAMONGAN

BAB II PENGERTIAN TERJADINYA PETIR

OPTIMASI JARAK MAKSIMUM PENEMPATAN LIGHTNING ARRESTER SEBAGAI PROTEKSI TRANSFORMATOR PADA GARDU INDUK. Oleh : Togar Timoteus Gultom, S.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1 BAB I PENDAHULUAN. Petir adalah suatu gejala alam, yakni peluahan muatan listrik statis yang

EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol 11 No. 1 Januari 2015; 23 28

ANALISIS PROTEKSI SAMBARAN PETIR EKSTERNAL MENGGUNAKAN METODE COLLECTION VOLUME STUDI KASUS GEDUNG FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

IMPLEMENTASI PENANGKAL PETIR TIPE EMISI ALIRAN MULA ( EARLY STREAMER EMISSION ) GUNA MENGURANGI DAMPAK SAMBARAN PETIR PADA BANGUNAN GEDUNG BERTINGKAT

II. TINJAUAN PUSTAKA

PT. Ciriajasa Cipta Mandiri

PERENCANAAN SISTEM INSTALASI PENANGKAL PETIR JENIS ELEKTROSTATIK BERDASARKAN PUIPP

BAB II PEMAHAMAN TENTANG PETIR

STUDI PENGARUH KONFIGURASI 1 PERALATAN PADA SALURAN DISTRIBUSI 20 KV TERHADAP PERFORMA PERLINDUNGAN PETIR MENGGUNAKAN SIMULASI ATP/EMTP

SISTEM PROTEKSI EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP SAMBARAN PETIR PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS ANDALAS

BAB 10 SISTEM PENTANAHAN JARINGAN DISTRIBUSI

BAB IV ANALISA DAN EVALUASI DATA

ANALISIS PENAMBAHAN LARUTAN BENTONIT DAN GARAM UNTUK MEMPERBAIKI TAHANAN PENTANAHAN ELEKTRODA PLAT BAJA DAN BATANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER.02/MEN/1989 T E N T A N G PENGAWASAN INSTALASI PENYALUR PETIR

JOBSHEET PRAKTIKUM 6 WORKHSOP INSTALASI PENERANGAN LISTRIK

SISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR DI GEDUNG PT BHAKTI WASANTARA NET JAKARTA

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

Nurudh Dhuha

BAB II PEMBUMIAN PERALATAN LISTRIK DENGAN ELEKTRODA BATANG. Tindakan-tindakan pengamanan perlu dilakukan pada instalasi rumah tangga

BAB III TEGANGAN GAGAL DAN PENGARUH KELEMBABAN UDARA

EVALUASI INSTALASI SISTEM PENANGKAL PETIR EKSTERNAL PADA GEDUNG XYZ

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

a. Bahwa tenaga kerja dan sumber produksi yang berada ditempat kerja perlu di jaga keselamatan dan produktivitasnya.

BAB II Teori Dasar. 2.1 Sumber-sumber Tegangan Lebih

Analisis Sistem Pengaman Menara Seluler Smartfren Pada Perumahan Masyarakat Di Kelurahan Umban Sari

DAFTAR PUSTAKA. 1. Peraturan Umum Instalasi Listrik (PUIL) 2000 Badan Standarisasi

DESAIN SISTEM PROTEKSI PETIR INTERNAL PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA KUALA BEHE KABUPATEN LANDAK

Analisis Perbandingan Nilai Tahanan Pembumian Pada Tanah Basah, Tanah Berpasir dan Tanah Ladang

LATIHAN UJIAN NASIONAL

SISTEM PROTEKSI TERHADAP SAMBARAN PETIR LANGSUNG (DIRECT STRIKE) KE GARDU INDUK. Sudut Lindung. Menara Transmisi Dan Gardu Induk

PERENCANAAN SISTEM PROTEKSI PETIR MASJID RAYA MUJAHIDIN MENGGUNAKAN METODE BOLA BERGULIR (ROLLING SPHERE METHOD)

KONDUKTOR ALUMUNIUM PADA SISTEM GROUNDING. Galuh Renggani Wilis Dosen Prodi Teknik Mesin Universitas Pancasakti Tegal

PENDAHULUAN Perumusan Masalah

SISTEM PROTEKSI PETIR INTERNAL DAN EKTERNAL

ANALISIS SISTEM PROTEKSI PETIR EKSTERNAL DI OFFTAKE WARU, PT. PERUSAHAAN GAS NEGARA (PERSERO) TBK SBU WIL II JABATI

PENGARUH PASIR - GARAM, AIR KENCING SAPI, BATU KAPUR HALUS DAN KOTORAN AYAM TERNAK TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN PADA SAAT KONDISI TANAH BASAH

MEMBUAT SISTIM GROUNDING (PENTANAHAN) SEDERHANA

BAB II TEORI DASAR GANGGUAN PETIR

Sela Batang Sela batang merupakan alat pelindung surja yang paling sederhana tetapi paling kuat dan kokoh. Sela batang ini jarang digunakan pad

BAB II ISOLATOR PENDUKUNG HANTARAN UDARA

BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN KAWAT TANAH

Pengaruh Umur Pada Beberapa Volume PENGARUH UMUR PADA BEBERAPA VOLUME ZAT ADITIF BENTONIT TERHADAP NILAI TAHANAN PENTANAHAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. (updraft) membawa udara lembab. Semakin tinggi dari permukaan bumi, semakin

BAB VIII LISTRIK STATIS

BAB II LANDASAN TEORI

PERBEDAAN PENAMBAHAN GARAM DENGAN PENAMBAHAN BENTONIT TERHADAP NILAI TAHANAN PENTANAHAN PADA SISTEM PENTANAHAN. IGN Janardana

IMPLEMENTASI SISTEM PENTANAHAN GRID PADA TOWER TRANSMISI 150 KV

PENGARUH KADAR AIR DAN KEDALAMAN ELEKTRODA BATANG TUNGGAL TERHADAP TAHANAN PEMBUMIAN PADA TANAH LIAT

EVALUASI ARRESTER UNTUK PROTEKSI GI 150 KV JAJAR DARI SURJA PETIR MENGGUNAKAN SOFTWARE PSCAD

Kajian Perancangan Sistem Penangkal Petir Eksternal Pada Gedung Pusat Komputer Universitas Riau

Jenis-Jenis Elektroda Pentanahan. Oleh Maryono

Kata Kunci Pentanahan, Gardu Induk, Arus Gangguan Ketanah, Tegangan Sentuh, Tegangan Langkah, Tahanan Pengetanahan. I. PENDAHULUAN

EVALUASI SISTEM PEMBUMIAN GARDU INDUK BELAWAN

Evaluasi Sistem Proteksi Listrik Kantor Bupati Landak

Penentuan Daerah Perlindungan Batang Petir

BAB III PROTEKSI SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH (SUTM) TERHADAP SAMBARAN PETIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA

LEMBAR JUDUL LEMBAR PENGESAHAN

Transkripsi:

21 BAB III SISTEM PERLINDUNGAN PENANGKAL PETIR DAN DATA JUMLAH HARI GURUH PERTAHUN 3.1 Sistem Penangkal Petir Kilat yang terjadi saat hujan badai berasal dari muatan listrik yang timbul dari aliran udara didalam awan. Perbedaan timbunan muatan listrik membangkitkan kilatan petir dalam awan, antara gumpalan awan yang satu dengan yang lain, atau antara awan dengan bumi. Kilat biasanya terjadi di ketinggian antara 10 km dan menimbulkan kilat sampai sepuluh kilatan dalam satu menit, namun sebagian besar tidak terlihat karena terjadi didalam awan. Adakalanya kilat menyambar bumi dan dapat menimbulkan kebakaran, melukai manusia atau bahkan membunuhnya. Salah satu sifat dari muatan listrik adalah saling tarik menarik antara muata positif dan negative. Sifat ini digunakan alat penangkal petir untuk menarik petir dan menyalurkannya ke tanah sebelum petir itu menyambar bangunan. Petir merupakan kejadian alam dimana terjadi loncatan muatan listrik antara awan dengan bumi. Loncatan muatan listrik tersebut diawali dengan mengumpulnya uap air didalam awan. Ketingian antara permukaan atas dan permukaan bawah pada awan dapat mencapai jarak sekitar 8 km dengan 21

22 temperature bagian Bawah 60 F dan temperature bagian atas sekitar -60 F. Akibatnya, didalam awan tersebut akan terjadi kristal-kristal es. Karena di dalam awan terdapat angin kesegala arah, maka Kristal-kristal es tersebut akan saling bertumbukan dan bergesekan sehingga terpisahkan antara muatan positif dan muatan negative. Pemisahan muatan inilah yang menjadi sebab utama terjadinya sambaran petir. Pelepasan muatan listrik dapat terjadi di dalam awan, antara awan dengan awan, dan awan dengan bumi. Tergantung dari kemampuan udara dalam menahan beda potensial yang terjadi. Petir yang kita kenal sekarang ini terjadi akibat awan dengan muatan tertentu menginduksi muatan yang ada di bumi. Bila muatan yang berada di dalam awan bertambah besar, maka kekuatan induksi pun bertambah besar. Sehingga beda potensial antara awan dengan bumi juga semakin besar. Kejadian ini diikuti pelopor menurun dari awan dan diikuti pula dengan adanya pelopor naik dari bumi yang mendekati pelopor menurun. Pada saat itulah terjadi apa yang dinamakan petir. Petir yang ditarik kemudian disalurkan ke dalam tanah. Macam-macam konduktor dapat digunakan untuk mengalirkan energy petir ke tanah. Karakteristik yang utama adalah steel frame, bare cooper, dan coaxial cable. Sedangkan untuk grounding terminal dapat berupa batan gtembaga, lempeng tembaga atau kerucut tembaga. Semakin luas permukaan terminal dan semakin rendah tahanan tanah, maka semakin baik sistem pentanahannya. Panjang kanal petir dapat mencapai beberapa kilometer dengan rata-rata 5 km. Kecepatan pelopor menurun dari awan dapat mencapai 3% dari kecepatan

23 cahaya. Sedangkan kecepatan pelepasan muatan balik mencapai 10% dari kecepatan cahaya. Dengan pemasangan penangkal petir tidak menambah atau mengurangi kemungkinan suatu bangunan tersambar petir. Akan tetapi bila terjadi sambaran petir arusnya akan disalurkan ke tanah lewat instalansi penyalur sehingga bangunan dan peralatan di dalamnya terlindungi. Ada beberapa cara yang dapat digunakan, antara lain : 1. Penangkal petir sistem franklin 2. Penangkal petir sistem faraday 3.1.1 Sistem Penangkal Petir Franklin Pengamanan bangunan terhadap sambaran petir dengan menggunakan sistem penangkal petir franklin banyak digunakan karena hasil perlindungannya terhadap bangunan cukup baik, terutama pada bangunan-bangunan gedung bertingkat yang beratap runcing, seperti gereja, menara, dan gedung sekolah. Sistem penangkal petir franklin berbentuk sebuah batang logam dengan bentuk runcing pada bagian ujung batang logamnya. Ujung batang penangkal petir ini dibuat runcing bertujuan agar pada saat terjadi aktifitas penumpukan muatan di awan, maka diujung itulah akan terinduksi muatan dengan rapat muatan yang relative lebih besar bila dibandingkan dengan rapat muatan yang terdapat pada bangunan yang dilindungi. Dengan demikian sambaran akan terjadi pada ujung penangkal petir tersebut. Batang penagkal petir ini kemudian disalurkan ketanah melalui penghantar ke batang elektroda yang berada didalam tanah. Tujuan dari saluran pentanahan

24 ini adalah untuk melindungi gedung dan menyalurkan aliran arus akibat sambaran petir kedalam tanah, sehingga tidak terjadi hal-hal yang membahayakan. 3.1.2 Sistem Penangkal Petir Faraday Sistem penangkal petir faraday adalah sistem penagkal petir hasil dari pengembangan penangkal petir franklin. Kerja dari sistem panagkal petir faraday sama dengan sistem penangkal petir franklin. Perbedaannya hanya pada penggunaan ujung penangkal petirnya. Dimana pada sistem penangkal petir franklin digunakan batang-batang penangkal petir yang vertikal, sedangkan pada sistem penangkal petir faraday menggunakan konduktor horizontal. Sambaran petir biasanya menyambar bagian-bagian yang berbentuk runcing pada atap bangunan. Oleh karena itu maka pada bagian-bagian yang berbahaya tersebut perlu dipasang konduktor horizontal yang berfungsi sebagai objek sambaran kilat, sehingga bagian lain pada atap bangunan juga terlindungi. Prinsip dari perlindungan penangkal petir faraday adalah konduktorkonduktor dipasang secara horizontal pada atap bangunan lalu dihubungkan dengan saluran penghantar yang terhubung dengan elektroda pengetanahan dari bangunan. Untuk gedung yang dipenuhi dengan peralatan elektronik sangkar faraday dan franklin tidak dianjurkan karena medan yang ditimbulkan ketika terjadi sambaran petir dapat menggangu kinerja dari perangkat elektronik, terutama untuk perangkat elektronik yang menggunakan sinyal.

25 3.2 Sistem Perlindungan Penangkal Petir Melihat akibat sambaran petir sangat berbahaya, maka muncullah berbagai usaha untuk mengatasi sambaran petir. Teknik penangkal petir pertama kali ditemukan oleh Benyamin Franklin pada tahun 1749 di Amerika. Jenis penangkal petir Franklin ini menggunakan interceptor (terminal udara) yang dihubungkan dengan konduktor metal ketanah. Teknik ini selanjutnya terus dikembangkan untuk mendapatkan hasil yang efektif. Dalam teknik penangkal petir dikenal 2 macam sistem, yaitu : 1. Sistem penangkal petir 2. Dissipation array system (DAS) 3.2.1 Sistem penangkal petir Sistem ini menggunakan ujung metal yang runcing sebagai pengumpul muatan dan diletakan pada tempat yang tinggi. Sehingga diharapkan petir menyambar ujun metal tersebut terlebih dahulu. Sistem ini memiliki kelemahan di mana apabila sistem penyalur arus petir ke tanah tidak berfungsi dengan baik, maka ada kemungkinan terjadi kerusakan pada peralatan elektronik yang sangat peka terhadap medan transien. Ada beberapa macam alat penangkal petir yang biasa digunakan, yaitu : a. Franklin Rod, berupa kerucut tembaga dengan daerah perlindungan berupa kerucut imajiner dengan sudut puncak 1120. Agar daerah perlindungan besar, franklin rod dipasang dengan pipa besi dengan ketinggian 1-3

26 meter. Franklin Rod dapat dilihat berupa tiang-tiang runcing pada atap bangunan. b. Faraday Cage, untuk mengatasi kelemahan franklin Rod karena adanya daerah yang tidak terlindungi. Dan daerah dimana perlindungan melemah bila jarak makin jauh dari Franklin Rod, maka dibuat sistem Faraday Cage. Faraday Cage mempunyai sistem dan sifat seperti Franklin Rod, akan tetapi pemasangannya diseluruh permukaan atap dengan tinggi tiang yang lebih rendah. c. Ionization Corona, yang bersifat menarik petir untuk menyambar ke kepalanya dengan cara haluan memancarkan ion-ion ke udara. Kerapatan ion makin besar bila jarak ke kepalanya semaikn dekat. Pemancaran ion dapat dilakukan dengan cara menggunakan enerator listrik atau baterai cadangan (generated ionization) atau secara alamiah (natural ionization). Area perlindungan sistem ini berupa bola dengan radius mencapai 120 meter. Dan radius ini akan mengecil sejalan dengan bertambahnya umur pemakaian. Sistem ini dapat dikenali dari kepalanya yang dikelilinggi 3 bilah pembangkit beda potensial dan dipasang pada tiang tinggi. d. Radioaktif, meskipun merupakan sistem penarik petir terbaik namun pemakaiannya sudah dilarang. Karena radius yang dipancarkannya dapat menggangu kesehatan manusia. Selain itu sistem ini aka berkurang radius pengamanannya bersamaan dengan waktu radioaktifnya.

27 3.2.2 Dissipation Array System (DAS) Sistem ini menggunakan banyak ujung runcing (point discharge) dimana setiap bagian benda yang runcing akan mengarahkan muatan listrik dari benda itu sendiri ke molekul udara disekitarnya. Sistem ini mengakibatkan turunnya beda potensial antara awan dengan bumi. Sehinga menggurangi kemampuan awan melepaskan muatan listriknya. 3.3 Instalasi Penangkal Petir Instalansi penangkal petir adalah instalansi suatu sistem dengan komponen-komponen dan peralatan-peralatan yang secara keseluruhan berfungsi untuk menangkap sambaran petir dan menyalurjaknnya ke tanah. Sehingga semua bagian dari bangunan beserta isinya dapat terlindungi dari bahaya sambaran petir. Instalansi penangkal petir terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut : 1. Penangkal diatas tanah, ialah penghantar yang dipasang diatas atap sebagai penangkap petir, berupa batang elektroda logam yang dipasang dengan posisi tegak lurus. 2. Penghantar pada dinding atau didalam bangunan sebagai penyalur arus petir ke tanah. Penghantar ini terbuat dari tembaga, baja galvanis atau alumunium. 3. Elektroda-elektroda tanah, seperti : a. Elektroda pita (strip) yang ditanam pada tanah dengan kedalaman minium 0,5-1 m dari permukaan tanah. b. Elektroda batang, dari pipa atau besi baja profil yang ditanam tegak lurus pada tanah dengan kedalaman 2 m.

28 Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam merencanakan dan memasang sistem penangkal petir adalah : Keamanan secara teknis, tanpa mengabaikan faktor-faktor keserasian arsitektur. Perhatian utama harus ditujukan kepada nilai perlindungan terhadap sambaran petir yang efektif. Penampang hantaran-hantaran pentanahan yang baik untuk digunakan. Ketanahan mekanis. Ketahanan terhadap korosi. Bentuk dan ukuran bangunan yang dilindungi. Faktor ekonomis.

29 Tabel 3.1 Ukuran dan bahan dari instalasi penangkal petir No Nama Komponen Jenis Penangkal Petir Bahan Bentuk Ukuran 1 1.1 Penangkal tegak Tembaga Silinder pejal 10 mm Pita pejal 25 mm x 3 mm Baja Galv Silinder pejal 25 mm x 3 mm 1.2 Batang tegak Tembaga Silinder pejal 10 mm Pita pejal 25 mm x 3 mm Baja Galv Silinder pejal 10 mm Pipa pejal 25 mm x 3 mm 1.3 Penangkap Datar Tembaga Silinder pejal 10 mm Pita pejal 25 mm x 3 mm Pilin 50 mm Baja Galv Silinder pejal 10 mm Pipa pejal 25 mm x 3 mm 2 Penghantar Tembaga Silinder pejal 10 mm Pita pejal 25 mm x 3 mm Pilin 50 mm Baja Galv Silinder pejal 10 mm Pipa pejal 25 mm x 3 mm 3 Elektroda Pentanahan Tembaga Silinder pejal 10 mm Pita pejal 25 mm x 3 mm Baja Galv Silinder pejal 10 mm Pipa pejal 25 mm x 3 mm Tempat-tempat yang tak terhindarkan dari sambaran petir dan memerlukan sistem penangkal petir, seperti : 1. Tempat lapangan terbuka ( stadion sepak bola ). 2. Gedung-gedung bertingkat. 3. Transformator pada gardu induk. 4. Mercusuar.

30 Pada tempat-tempat seperti itulah perlu sekali mengunakan sistem penangkal petir. Apabila pada tempat-tempat tersebut sudah menggunakan sistem perlindungan penangkal petir, maka kecil kemungkinan akan terjadi sambaran petir terhadap bangunan tersebut. Karena arus listrik yang dihasilkan oleh petir sangat berbahaya bagi manusia, seperti yang ditunjukan pada table berikut ini : Kuat Arus Yang Mengalir Pada Tubuh Tabel 3.2 Pengaruh arus listrik pada tubuh manusia Pengaruh Pada Organ Tubuh Manusia Waktu Tahan Tubuh Tegangan Yang Ditanahkan Jika R= 500 Ω 0,5 ma Terasa mulai kaget Tidak tertentu 2,5 V 1 ma Terasa jelas Tidak tertentu 5 V 2 m Mulai kejang Tidak tertentu 10 V 5 ma Kejang keras Tidak tertentu 25 V 10 ma Sulit untuk melepaskan Tidak tertentu 50 V pegangan 15 ma Kejang dan terasa nyeri 15 sekon 75 V 20 Ma Nyeri berat 5 sekon 100 V 30 ma Nyeri yang tak 1 sekon 150 V tertahankan 40 ma Tidak sadarkan diri 0,2 sekon 200 V Arus listrik antara 15-30 mili Ampere sudah dapat mengkibatkan kematian karena manusia yang terkena alirannya sudah sulit untuk melepaskan pegangannya. Tahanan kulit manusia dalam keadaan kering 100-500 kohm, sedangkan dalam keadaan basah 1 kohm. Tegangan yang diangap aman adalah 50 volt nominal kebawah.

31 3.4 Analisis Biaya Manfaat Sistematis Penangkal Petir Pengadaan instalansi penangkal petir meliputi penangkal petir eskternal dan penangkal petir internal. Hal-hal yang berkaitan dengan sistem penangkal petir, teknologi, dan biaya investasi yang diperlukan ditentukan oleh tingkat perlindungan penangkal petir yang diinginkan. Sedangkan tingkat perlindungan yang diinginkan ditentukan oleh jenis, tipe, fungsi bangunan serta peralatan yang dilindungi dan resiko bila terjadi kegagalan perlindungan. Tingkat perlindungan suatu sistem penangkal petir di kelompokan menjadi 3, yaitu : 1. Tingkat perlindungan biasa atau normal, yaitu untuk bangunan-bangunan biasa yang bila terjadi kegagalan perlindungan tidak menyebabkan bahaya beruntun, seperti bangunan perumahan, dan gedung-gedung sekolah. 2. Tingkat perlindungan tinggi, yaitu untuk bangunan-bangunan perkantoran atau instalansi yang jika terjadi kegagalan perlindungan maka akan dapat berbahaya bagi keselamatan jiwa atau dapat menimbulkan bahaya yang besar, seperti instalansi eksplosif mudah meledak, instalansi komunikasi penting, dan bangunan-bangunan dengan tingkat penggunaan tinggi yang terdapat banyak orang didalamnya. 3. Tingkat perlindungan sangat tinggi, yaitu untuk bangunan atau instalansi yang jika terjadi kegagalan perlindungan dapat menyebabkan bahaya yang sangat besar dan tidak terkendali, seperti PLTN, PLTA, PLTU dan Pertamina. Biaya investasi yang diperlukan untuk ketiga tingkat perlindungan diatas pada dasarnya terbagi dalam biaya instalansi penangkala petir eksternal dan

32 instalansi penangkal petir internal. Dan minimisasi biaya total dapat dilakukan dengan menerapkan konsepsi bahwa instalansi penangkal petir eksternal merupakan bagian yang tak terpisahkan dari instalansi penangkal petir internal. 3.5 Analisa Kriteria Kebutuhan Instalansi Penangkal Petir Besar kebutuhan gedung akan instalansi penangkal petir ditentukan oleh besarnya kemungkinan kerusakan, serta bahaya yang ditimbulkan bila bangunan tersambar petir. Besar kebutuhan instalansi penangkal petir ditentukan dengan persamaan berikut : PB = A + B + C + D + E...(3.1) Dimana : A = Penggunaan bangunan B = Konstruksi bangunan C = Situasi bangunan D = Tinggi bangunan E = Pengaruh kilat Untuk mengetahui kebutuhan isntalansi penangkal petir dapat dihitung dengan menyumblahkan data yang dimiliki oleh gedung berdasarkan nilai indeks yang ditetapkan. Semakin besar jumlah yang didapat, maka semakin besar pula kebutuhan gedung akan instalansi penangkal petir.

33 3.6 Hari guruh Hari guruh adalah hari dimana terdengar minimal 1 kali dalam satu hari. Jumlah hari guruh yang terjadi pada suatu daerah dalam waktu satu tahun disebut Isokreaunic Level dan biasa ditulis dalam simbol IKL. Indonesia terletak didaerah khatulistiwa yang panas dan lembab, sehingga terjadinya hari guruh (IKL) yang sangat tinggi dibandingkan daerah lainnya (100-260 hari pertahun). Bahkan didaerah cibinong sempat tercatat pada Guinnes Book Of Record 1988 dengan jumlah 322 petir pertahun. Berikut tabel rata-rata hari guruh pertahun di beberapa negara dan di Indonesia : Tabel 3.3 Hari Guruh Dunia pertahun (IKL) Negara Hari guruh/tahun Argentina 30-80 Brazil 40-200 Hongkong 90-100 Indonesia 180-260 Singapore 160-200 Malaysia 180-260 Thailand 90-200 Tabel 3.4 Hari guruh di Kalimantan dan Sumatera Lokasi Sumatera Hari Lokasi Hari guruh/tahun guruh/tahun Kalimantan Sabang 39 Pontianak 117 Medan 130 Balikpapan 95 Pekanbaru 36 Banjarmasin 84 Padang 64 Singkawang 109 Palembang 125 Bengkulu 37 Jambi 124 Tanjung Karang 45

34 Tabel 3.5 Hari guruh di pulau Jawa Lokasi Hari guruh/tahun Lokasi Hari guruh/tahun Jakarta 126 Yogyakarta 126 Tangerang 45 Solo 72 Bandung 102 Madiun 136 Tasikmalaya 73 Malang 149 Tegal 46 Semarang 39 Cilacap 80 Banyuwangi 124 Tabel 3.6 Hari guruh di Irian Jaya Lokasi Hari guruh/tahun Lokasi Hari guruh/tahun Sorong 98 Biak 133 Wawena 57 Merauke 85 Kalimana 118 Jayapura 74 Kerapatan sambaran petir ke tanah (ground flash density) adalah jumlah sambaran petir ke tanah yang terjadi dalam satu tahun pada suatu daerah yang luasnya dalam satuan. Relasi empiris antara kerapatan sambaran petir ke tanah dengan hari guruh tahun tertera pada tabel 3.7. Pada setiap daerah memiliki nilai kerapatan sambaran petir ke tanah yang berbeda-beda. Untuk wilayah Indonesia sendiri dalam menentukan jumlah kerapatan sambaran petir yang terjadi, dapat dihitung menggunakan persamaan berikut : = 0.15 (3.2) Dimana : Ikl = Hari guruh/tahun.

35 Tabel 3.7 Relasi empiris antara kerapatan sambaran petir dan hari guruh tahunan No Lokasi Kerapatan sambaran petir (Ns) Peneliti 1 India 0.10 Ikl Aiya (19968) 2 Rhodesia 0.14 Ikl Anderson & Jenner (1954) 3 Afrika selatan 0.023 (Ikl Anderson & Erikson (1954) 4 Swedia 0.004 (Ikl Muller & Hillbernd (1964) 5 Inggris 0.15 Ikl Stringfellow (1974) 6 USA (utara) 0.11 Ikl Horn & Ramsey (1951) 7 USA (selatan) 0.17 Ikl Horn & Ramsey (1951) 8 Rusia 0.036 (Ikl Kolokolov & Pavlova (1972) 9 Dunia iklim sedang 0.15 Ikl Brooks (1950) 10 Dunia iklim tropis 0.13 Ikl Brooks (1950) 11 USA 0.10 Ikl Anderson (1968) 12 USA 0.15 Ikl Brown & Whitehead (1969) 3.7 Parameter Petir Parameter petir adalah rumusan yang diperoleh dari penelitian tentang sambaran petir Rumusan ini dapat dipakai sebagai acuan dalam menganalisa masalah petir dan serta sistem proteksinya. Setiap sambaran petir selalu diikuti dengan arus puncak yang mempunyai bentuk gelombang khusus, yaitu merupakan bentuk gelombang berjalan yang berbentuk impuls. Nilai arus puncak ini akan naik dalam waktu yang cepat dan menurun dalam waktu lambat. Hal yang diperlukan dalam menganalisa parameter petir ini berkaitan dengan nilai kepadatan sambaran petir ke tanah (Ng), Arus puncak petir (i), Muatan arus petir (Q), kecuraman arus petir (di/dt)maks. 3.7.1 Kepadatan Sambaran Petir ke Tanah Kepadatan sambaran petir dipengaruhi oleh jumlah hari guruh pertahun (IKL) yang terjadi pada suatu daerah tersebut. Semakin besar jumlah hari guruh pertahun pada suatu daerah semakin besar pula kemungkinan daerah tersebut

36 terkena sambaran petir. Densitas sambaran petir ke tanah (Ng) dinyatakan dalam sambaran ke tanah per kilometer/segi pertahunnya. Dan dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus berikut : (3.3) Dimana : Td = Jumlah hari guruh per tahun. 3.7.2 Arus Puncak Petir Arus puncak petir merupakan salah satu parameter penting dalam menentukan besar tegangan yang terjadi pada saat terjadi sambaran petir. Besar arus petir juga biasa digunakaan untuk mengukur besar jarak sambaran petir terhadap suatu objek. Untuk menghitung besar arus puncak petir dapat menggunakan rumus persamaan berikut : (3.4) Dimana : I = Arus puncak petir (KA) Li = Derajat lintang daerah yang bersangkutan Ng = Kepadatan sambaran petir ( A = Ketinggian awan terdekat (meter) 3.7.3 Muatan Arus Petir Ketika kuat medan listrik di awan melebihi harga kuat medan udara (30 kv/cm) maka akan terjadi lidah pelopor (pilot stremer) yang menentukan arah

37 perambatan lidah petir (leader) dari awan ke udara. Gerakan lidah pelopor diikuti lompatan-lompatan titik cahaya yang jalannya terpatah-patah (step leader). Terjadinya sambaran petir selalu diawali oleh lidah-lidah petir yang bergerak turun (downward leader) dari awan yang bermuatan. Semakin besar muatan arus petir, maka beda potensial antara awan dan tanah semakin besar medan listrik yang terjadi. Jika medan listrik yang ditimbulkan melebihi kuat medan tembus udara ke tanah maka akan terjadi pelepasan muatan listrik. Besar muatan arus petir dapat dicari dengan mengunakan persamaan berikut : Q = 1.13 x C.(3.5) Dimana : I = Arus puncak petir (KA) 3.7.4 Kecuraman Maksimum Arus Petir Kecuraman arus petir maksimum terjadi pada tegangan induksi elektromagnetis pada jaringan yang terdapat pada suatu penghantar yang tertutup maupun terbuka yang dilalui arus petir. Kecuraman arus petir dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut : (di/dt = 1,2 x Ka/μs.(3.6) Dimana : I = Arus puncak petir (KA) 3.8 Menentukan Luas Daerah Sambaran Petir Menentukan luas daerah sambaran petir pada suatu bangunan sangatlah penting. Hal ini dilakukan untuk mengetahui cakupan dari sistem perlindungan penangkal petir yang nantinya akan digunakan pada bangunan-bangunan ataupun

38 gedung perkantoran. Indonesia memiliki jumlah hari guruh yang besar yaitu 260 hari. Sehingga intensitas terjadinya sambaran petir pada suatu daerah sangatlah tinggi. Intensitas arus petir sangatlah mempengaruhi luas daerah sekitar bangunan yang menarik untuk tersambar petir. Semakin besar intensitas dari arus petir, semakin besar pula daerah yang menarik untuk tersambar petir karena jarak terkaman petir semakin besar. Menurut R.H. Golde luas daerah yang menarik untuk tersambar petir dapat ditentukan dengan beberapa persamaan berikut : Menghitung luas daerah bangunan yang menarik untuk sambaran petir (FE) dalam....(3.7) Dimana : P = Panjang bangunan (m) L = Lebar bangunan (m) H = Tinggi bangunan (m) Menghitung besar jumlah sambaran petir (Ne) per hari/ berdasarkan letak garis lintang geografis bangunan yang bersangkutan (λ). Ne = (0,1 + 0,35 sin λ) (0,4 ± 0,2) [ ]..(3.8) Menghitung jumlah sambaran petir/tahun (F). F = Ne. IKL...(3.9) Menghitung besar kemumgkinan suatu bangunan tersambar petir/tahun (Np). Np = Fe x (3.10)

39 3.9 Sistem Perlindungan Bola Gulir Sistem perlindungan penangkal petir pada PT. Graha Menara Hijau menggunakan sistem perlindungan bola gulir (rolling sphere). Metode bola gulir ini digunakan untuk mengidentifikasi ruang proteksi dari luas dan keliling bangunan gedung. Radius bola (R) digulirkan pada sekeliling bangunan gedung hingga bertemu dengan bidang tanah atau bangunan gedung permanen yang berhubungan dengan bumi yang mampu bekerja sebagai konduktor petir. Pada metode bola gelinding, ruang proteksi merupakan daerah antara perpotongan bidang referensi bangunan dan keliling bola gelinding. Pada tabel 3.8 akan diperoleh besar jari-jari rolling sphere pada gedung. Tabel 3.8 Penempatan Terminal Udara Berdasarkan Tingkat Proteksi Tingkat proteksi h (m) R (m) 20 α 30 α 45 α 60 α Lebar jaring (m) I 20 25 * * * 5 II 30 35 25 * * 10 III 45 45 35 25 * 10 IV 60 55 45 35 25 20 * Hanya digunakan untuk metode rolling sphere dan mesh Keterangan : h = tinggi terminal udara dari permukaan tanah R = Radius bola gulir α = Sudut lintang Gambar 3.1 Metode Rolling Sphere

40 Metode ini berdasarkan elektrogeometri dimana ruang proteksinya adalah daerah perpotongan antara bidang referensi bangunan dan keliling bola gelinding. Untuk mencari luas perlindungan (L) bola gelinding. Dapat menggunakan persamaan berikut : L =.(3.11) Atau keliling bangunan L = 4 π..(3.12) Dimana : L = Luas perlindungan ( r = Jari-jari 3.10 Pengukuran Tahanan Pembumian Pengukuran tahanan pembumian atau tahanan jenis tanah dilakukan untuk mengetahui besaran tahanan tanah pada area gedung yang bersangkutan. Tanah merupakan campuran dari partikel-partikel padat, cair, dan gas. Variasi tahanan jenis tanah dapat dilihat pada tabel 3.9 di bawah ini : Tabel 3.9 Spesifikasi Tahanan Jenis Tanah No Jenis Tanah Tahanan Jenis Tanah (Ωm) 1 Tanah berair,tanah humus dan lembab 30 2 Tanah liat dan tanah pertanian 100 3 Tanah liat berpasir 150 4 Tanah berpasir lembab 200 5 Tanah berpasir kering 1000 6 Koral dengan kondisi lembab 500 7 Koral dengan kondisi kering 1000 8 Tanah berbatu 3000

41 Dengan berpedoman nilai tahanan tanah yang tertera pada tabel 3.9. Nilai tahanan pembumian juga dapat dicari dengan persamaan berikut : R =..(3.13) Dimana : R = Tahanan pembumian (Ω) ρ = Tahanan jenis tanah (Ωm) L = Panjang batang elektroda pentanahan (m) A = Luas penampang pentanahan ( ) 3.11 Pengukuran Jarak Aman Pentanahan Sistem pembumian bertujuan untuk menyalurkan arus listrik maupun gangguan-gangguan lainnya yang terjadi akibat sambaran petir ke dalam tanah. Keamanan dalam sistem pentanahan juga sangat perlu sekali diperhatikan. Agar efek yang ditimbulkan dapat dinetralisir dan tidak menimbulkan gangguangangguan terhadap gedung, perangkat elektronik, maupun orang-orang yang berada di atas permukaan tanah. Untuk itulah pengukuran jarak aman pembumian sangat perlu dilakukan. Jarak aman sistem pembumian dari gedung atau logam terdekat dari permukaan tanah dapat dicari dengan persamaan berikut : D =. R..(3.14) Dimana : D = Jarak aman sitem pembumian R = Tahanan pembumian (Ω)