BAB 1 PENDAHULUAN. dengue (DEN) dari kelompok Arbovirus B, yaitu termasuk arthtropod-borne virus

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan ditularkan melalui perantara nyamuk Aedes aegypti dan Aedes

BAB 1 PENDAHULUAN. hampir di seluruh belahan dunia terutama negara tropik dan subtropik sebagai

BAB I LATAR BELAKANG

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas 2013

I. PENDAHULUAN. vektor penyakit infeksi antar manusia dan hewan (WHO, 2014). Menurut CDC

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Salah satu penyakit yang ditularkan oleh nyamuk sebagai vektornya adalah Demam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes spp.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN.. HALAMAN PERNYATAAN. KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. yaitu Den-1, Den-2, Den-3, Den-4 dan yang terbaru adalah Den-5.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Dengue adalah salah satu penyakit infeksi yang. dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui perantara vektor penyakit. Vektor penyakit merupakan artropoda

BAB I. PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah

BAB I PENDAHULUAN. dan ditularkan oleh gigitan nyamuk Ae. aegypti ini menjadi penyakit tular virus

KEPADATAN JENTIK Aedes aegypti sp. DAN INTERVENSI PENGENDALIAN RISIKO PENULARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KOTA PADANG TAHUN 2015

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdarah Dengue (DBD). Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan

SURVEI ENTOMOLOGI DAN PENENTUAN MAYA INDEX DI DAERAH ENDEMIS DBD DI DUSUN KRAPYAK KULON, DESA PANGGUNGHARJO, KECAMATAN SEWON, KABUPATEN BANTUL, DIY

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengue adalah penyakit infeksi virus pada manusia yang ditransmisikan

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh virus dengue dengan gambaran klinis demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

Penyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota.

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Demam Chikungunya merupakan salah satu re-emerging disease di

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

BAB l PENDAHULUAN. manusia. Nyamuk yang memiliki kemampuan menularkan penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kepadatan penduduk. Menurut WHO (2009), Sekitar 2,5 miliar penduduk dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue, ditularkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah. kesehatan utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas

BAB I : PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus dengue, virus ini ditularkan melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang. disebabkan oleh virus dengue yang disebarkan oleh

Kepadatan Jentik Nyamuk Aedes sp. (House Index) sebagai Indikator Surveilans Vektor Demam Berdarah Denguedi Kota Semarang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan. salah satu masalah kesehatan lingkungan yang cenderung

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi di daerah tropis

STATUS ENTOMOLOGI BERDASARKAN INDEKS KEPADATAN VEKTOR DAN INFEKSI TRANSOVARIAL PADA NYAMUK Aedes sp. DI KELURAHAN METESEH KOTA SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia yang cenderung jumlah pasien serta semakin luas. epidemik. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh virus dengue. DBD merupakan penyakit dengan jumlah kasus yang tinggi di

BAB I PENDAHULUAN. Dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih me rupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami 2 musim, salah

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes, dengan ciri

masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Aedes aegypti adalah jenis nyamuk yang tidak. asing di kalangan masyarakat Indonesia, karena

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional karena upaya memajukan bangsa tidak akan efektif apabila tidak memiliki

1. PENDAHULUAN Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever

Al Ulum Vol.54 No.4 Oktober 2012 halaman

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan penyakit yang cepat, dan dapat menyebabkan. kematian dalam waktu yang singkat (Depkes R.I., 2005). Selama kurun waktu

ANALISIS FAKTOR RISIKO PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN HELVETIA TENGAH MEDAN TAHUN 2005

I. PENDAHULUAN. serangga yaitu Aedes spesies. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah. penyakit demam berdarah akut, terutama menyerang anak-anak dengan

BAB I PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD) atau Dengue. hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit virus yang

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah. satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara

I. PENDAHULUAN. yang ditularkan ke manusia dengan gigitan nyamuk Aedes Aegypty.

BAB 1 PENDAHULUAN. Asia Tenggara termasuk di Indonesia terutama pada penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

PERILAKU 3M, ABATISASI DAN KEBERADAAN JENTIK AEDES HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar di tanah air. Sejak pertama kali dilaporkan yaitu dari Jakarta dan Surabaya pada tahun 1968, penyakit ini makin meningkat dan menyebar (Wuryadi, 1992). Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (DEN) dari kelompok Arbovirus B, yaitu termasuk arthtropod-borne virus atau virus yang disebarkan oleh artropoda. Virus ini termasuk genus Flavivirus dari famili Flaviviridae. Vektor utama penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti (di daerah perkotaan) dan Aedes albopictus (di daerah pedesaan). Nyamuk yang menjadi vektor penyakit DBD adalah nyamuk yang menjadi terinfeksi saat menggigit manusia yang sedang sakit dan viremia (terdapat virus dalam darahnya) (Widiyono, 2011) Demam Berdarah Dengue ditempatkan menjadi penyakit virus terkait nyamuk yang paling penting di dunia (WHO, 2012). Jumlah kasus DBD banyak tidak dilaporkan dan terjadi kesalahan klasifikasi. Penelitian terbaru menunjukkan 390 juta infeksi dengue per tahun, dimana 96 juta bermanifestasi klinis dengan berbagai derajat. Penelitian lain menyatakan, prevalensi DBD diperkirakan mencapai 3,9 milyar orang di 128 negara berisiko terinfeksi virus dengue. (WHO,2015). Diperkirakan sekitar 2,5 miliar orang dalam 100 negara yang berbeda hidup dalam risiko yang tinggi. Setiap tahunnya diperkirakan terjadi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1

sekitar lima puluh juta kasus infeksi DBD baru dengan angka kematian di atas 20.000 jiwa (Bhatia, Dash, Sunyoto, 2013). Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis dimana Asia menempati urutan pertama di dunia dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Maka, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara (Kemenkes RI, 2010). Pada tahun 2014 jumlah Kabupaten/Kota di Indonesia yang terjangkit DBD mengalami kenaikan sebesar 4,4 % dibandingkan tahun 2013, menjadi 433 Kabupaten/Kota terjangkit (DPPPL RI, 2015). Kejadian DBD masih menjadi perhatian khususnya di Propinsi Sumatera Barat, hal itu terlihat dari angka kejadian DBD di seluruh kabupaten/kota yang cukup tinggi setiap tahunnya, yaitu 2.202 kasus dengan kematian 14 kasus pada tahun 2011 (CFR 0,64 % dan IR 44,85/100.000 penduduk) (Kemenkes RI, 2011), 3.158 kasus dengan kematian 20 kasus pada tahun 2012 (CFR 0,63 % dan IR 66,72/100.000 penduduk) (Kemenkes RI, 2012), 2.206 kasus dengan kematian 16 kasus pada tahun 2013 (CFR 0,73 % dan IR 46,63/100.000 penduduk) (Kemenkes RI, 2013), 2.328 kasus dengan kematian 10 kasus pada tahun 2014 (CFR 0,43 % dan IR 47,75/100.000 penduduk) (Kemenkes RI, 2014) dan 3.806 kasus dengan kematian 27 kasus pada tahun 2015 (CFR 0,71 % dan IR 62,87/100.000 penduduk) (Kemenkes RI, 2015). Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat mencatat hampir di 19 Kabupaten/Kota se-sumbar endemik kasus Demam Berdarah Dengue (DBD), kecuali Kabupaten Mentawai (Dinkes Sumbar, 2015). Kota Payakumbuh, sepanjang tahun 2015 telah terjadi 31 kasus DBD dengan 1 kematian di bulan Mei tahun 2015. Kasus terbanyak terdapat pada wilayah kerja Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2

Puskesmas Ibuh Kelurahan Ibuh dengan 6 kasus, diikuti Puskesmas Parit Rantang 6 kasus, dan Puskesmas Lampasi juga 6 kasus (Dinkes Kota Payakumbuh, 2015). Salah satu faktor risiko yang sangat berdampak terhadap penularan dan berkembangnya penyakit DBD adalah semakin majunya sistem transportasi sehingga membawa orang-orang mudah berpergian dari suatu tempat ke tempat lain (DPPPL RI, 2015). Meningkatnya perjalanan menggunakan alat transportasi baik darat, laut maupun udara menyediakan mekanisme yang ideal untuk pengangkutan nyamuk Ae. aegypti lebih jauh ke daerah lain yang menyebabkan pergerakan dan penyebaran virus dengue yang ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk Ae. agypti dapat dengan mudah beralih dari daerah endemis ke daerah yang tidak endemis sebelumnya (Gratz dan Kundsen, 1996 ; Gubler, 1998) Di Indonesia telah dilakukan berbagai program dalam mengendalikan vektor DBD salah satunya adalah pengendalian kimiawi yang berupa fogging untuk nyamuk dewasa dan penggunaan larvisida atau abatisasi untuk larva nyamuk (Kemenkes RI, 2010). Abatisasi merupakan salah satu tindakan pengendalian nyamuk Ae. aegypti yang masih dilaksanakan hingga saat ini. Temefos merupakan larvasida sintetik golongan organofosfat dan membunuh larva dengan cara mengganggu hantaran impuls saraf yang direkomendasikan oleh WHO untuk dipergunakan dalam membunuh Ae. aegypti di tempat persediaan air bersih penduduk (WHO, 2011). Walaupun usaha untuk mencegah DBD telah dilakukan, masih terjadi peningkatan kasus DBD setiap tahunnya. Selain karena adanya sifat penularan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 3

virus DBD secara transovarian, hal ini juga dipengaruhi oleh terjadinya perubahan dan penyebaran resistensi vektor DBD terhadap insektisida (WHO, 2012). Karakteristik resistensi insektisida adalah diturunkan ke generasi berikutnya (Dhang et al, 2008). Transmisi yang terjadi secara vertikal (transovarial) dari nyamuk Ae. aegypti betina bunting yang terinfeksi virus DEN yang telah resisten terhadap insektisida menjadi kunci penyebab yang bertanggung jawab terhadap fenomena peningkatan kasus DBD (Sorisi, 2013). Deteksi dini resistensi vektor terhadap insektisida dapat bermanfaat sebagai informasi program untuk pemilihan insektisida yang tepat dalam pengendalian vektor. Deteksi resistensi vektor terhadap insektisida dapat dilakukan menggunakan deteksi secara konvensional dengan metode standar WHO yaitu bioassay test terhadap larva nyamuk Ae. aegypti (WHO, 2016). Penelitian yang dilakukan Mulyanto et al. (2012) mengenai resistensi larva Ae. aegypti terhadap temephos di Kota Surabaya mendapatkan jumlah kematian larva beragam dari 22% hingga 60%. Hal tersebut mengindikasikan bahwa strain nyamuk di Kota Surabaya telah resisten terhadap temephos yang digunakan untuk abatisasi. Namun berbeda dengan status kerentanan larva Ae. aegypti di tiga kelurahan di Kota Sukabumi, yaitu Kelurahan Baros, Sriwedari, dan Nangeleng masih menunjukkan hasil yang rentan terhadap temephos, terbukti dari hasil kematian larva Ae. aegypti 100% pada dosis diagnostik, yaitu 0,02 mg/l (WHO, 1981; Fuadzy et al., 2015). Program pengendalian DBD yang diatur oleh pemerintah adalah dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) (Widiarti, et al. 2011). Perilaku 3M yang baik dan abatisasi temasuk dalam PSN, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 4

mempengaruhi kepadatan nyamuk Ae. aegypti yang rendah (Respati dan Soedjajadi, 2007). Larva Ae. aegypti merupakan indikator terdapatnya populasi nyamuk Ae. aegypti disuatu daerah (Widiarti dkk., 2011). Kegiatan surveilans larva pada suatu wilayah dengan hasil ditemukannya larva Aedes sp di daerah tersebut menandakan tingginya penyebaran nyamuk sehingga menyebabkan risiko terjadinya penularan DBD juga semakin besar (Wati, 2015). Data surveilans larva Ae. aegypti di setiap wilayah diukur menggunakan parameter entomologi yaitu Container Index (CI), House Index (HI) dan Breteau Index (BI). Hasil perhitungan tersebut kemudian dibandingkan dengan angka kepadatan vektor dari WHO (density figure). Risiko penularan DBD nanti dikategorikan ringan, sedang, dan berat berdasarkan density figure (Purnama dan Baskoro, 2012). Dalam konteks penanggulangan, diperlukan data lingkungan terkait dengan segi bionomik vektor DBD, yaitu Maya Index (MI) (Sunaryo dan Pramestuti, 2014). Maya index digunakan untuk mengidentifikasi suatu area berisiko tinggi sebagai tempat perkembangbiakan (breeding site) nyamuk Aedes sp. berdasarkan pada status kebersihan lingkungan dengan indikatornya Hygiene Risk Index (HRI) dan ketersediaan tempat-tempat yang mungkin berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk dengan indikatornya Breeding Risk Index (BRI). Kedua indikator tersebut dikategorikan menjadi tiga, yakni tinggi, sedang, dan rendah yang membentuk tabel 3x3 (Kemenkes RI, 2007). Data yang didapat dari Dinas Kesehatan Sumatera Barat 2015 menunjukkan bahwa Kota Payakumbuh menduduki peringkat kedua terendah kasus kejadian DBD setelah Kabupaten Mentawai. Untuk memastikan daerah tersebut rendah dan mengantisipasi kejadian DBD yang tinggi maka penulis telah melakukan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 5

penelitian terhadap kepadatan dan kerentanan larva Ae. aegypti di Kota Payakumbuh sehingga diharapkan kejadian di daerah tersebut tetap menjadi rendah dan bebas kasus DBD. 1.2 Rumusan Masalah Sebagai bentuk upaya pencegahan terhadap kasus DBD yang berada di Kota Payakumbuh agar kejadia di daerah tersebut tetap rendah dan tidak terjadi lonjakan kasus maka kita perlu mengetahui 1. Bagaimana nilai kepadatan populasi nyamuk Ae. aegypti berdasarkan parameter entomologi (House Index/HI, Breteu Index/BI, Container Index/CI) di Kelurahan Ibuh Kota Payakumbuh pada tahun 2016? 2. Bagaimana nilai status kebersihan lingkungan berdasarkan parameter Maya Indek/MI (Hygiene Risk Index/HRI dan Breeding Risk Indek/BRI di Kelurahan Ibuh KotaPayakumbuh pada tahun 2016? 3. Bagaimana status kerentanan larva Ae. aegypti terhadap temefos di Kelurahan Ibuh Kota Payakumbuh pada tahun 2016? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum: Mengetahui kepadatan populasi, status kebersihan lingkungan & status kerentanan vektor DBD Ae. aegypti di Kelurahan Ibuh Kota Payakumbuh pada tahun 2016. 1.3.2 Tujuan Khusus: 1. Mengetahui nilai kepadatan populasi nyamuk Ae. aegypti berdasarkan parameter entomologi (House Index/HI, Breteu Index/BI, Container Index/CI) di Kelurahan Ibuh Kota Payakumbuh pada tahun 2016. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 6

2. Mengetahui status kebersihan lingkungan berdasarkan parameter Maya Indek/MI berdasarkan pada status kebersihan lingkungan HRI (hygiene risk index) dan ketersediaan tempat-tempat yang mungkin berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk BRI (breeding risk index) di Kelurahan Ibuh Kota Payakumbuh pada tahun 2016. 3. Mengetahui status kerentanan larva Ae. aegypti dan Lethal Time 50 (LT 50 ) dan LT 99 terhadap temefos di Kelurahan Ibuh Kota Payakumbuh pada tahun 2016. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini: 1. Bagi Peneliti Untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan bahan penelitian selanjutnya bagi akademisi Perguruan Tinggi. 2. Bagi Masyarakat Dapat diambil tindakan yang tepat untuk memberantas sarang nyamuk dengan program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD. 3. Bagi Dinas Kesehatan Dapat memberi masukan bagi instansi yang berwenang dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit menular DBD dalam mengambil kebijaksanaan untuk mencegah kasus DBD di Kota Payakumbuh melalui pengendalian vektor yang tepat dan efisien. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 7