BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III SISTEM PROTEKSI DENGAN RELAI JARAK. terutama untuk masyarakat yang tinggal di kota-kota besar. Kebutuhan tenaga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PENGAMANAN TRANSFORMATOR TENAGA

STUDI PENGARUH UPRATING SALURAN TRANSMISI TEGANGAN TINGGI 150 kv TERHADAP SETTING RELE JARAK ANTARA GI KAPAL GI PADANG SAMBIAN GI PESANGGARAN

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

BAB II GARDU INDUK 2.1 PENGERTIAN DAN FUNGSI DARI GARDU INDUK. Gambar 2.1 Gardu Induk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. c. Memperkecil bahaya bagi manusia yang ditimbulkan oleh listrik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap kondisi abnormal pada operasi sistem. Fungsi pengaman tenaga listrik antara lain:

LANDASAN TEORI Sistem Tenaga Listrik Tegangan Menengah. adalah jaringan distribusi primer yang dipasok dari Gardu Induk

ANALISIS PENYEBAB KEGAGALAN KERJA SISTEM PROTEKSI PADA GARDU AB

STUDI KEANDALAN DISTANCE RELAY JARINGAN 150 kv GI TELLO - GI PARE-PARE

Analisa Koordinasi Over Current Relay Dan Ground Fault Relay Di Sistem Proteksi Feeder Gardu Induk 20 kv Jababeka

Gambar 2.1 Skema Sistem Tenaga Listrik (3)

Ground Fault Relay and Restricted Earth Faulth Relay

III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV. ANALISA SETTING RELAI JARAK 150 kv GARDU INDUK KELAPA GADING

BAB IV SISTEM PROTEKSI GENERATOR DENGAN RELAY ARUS LEBIH (OCR)

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik

ANALISA SETTING RELAI PENGAMAN AKIBAT REKONFIGURASI PADA PENYULANG BLAHBATUH

ABSTRAK Kata Kunci :

dalam sistem sendirinya dan gangguan dari luar. Penyebab gangguan dari dalam

BAB 3 RELE PROTEKSI PADA SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI

EVALUASI KERJA AUTO RECLOSE RELAY TERHADAP PMT APLIKASI AUTO RECLOSE RELAY PADA TRANSMISI 150 KV MANINJAU PADANG LUAR

BAB IV PEMBAHASAN. Gardu Induk Godean berada di jalan Godean Yogyakarta, ditinjau dari

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III GANGGUAN PADA JARINGAN LISTRIK TEGANGAN MENENGAH

STUDI PERENCANAAN KOORDINASI RELE PROTEKSI PADA SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI GARDU INDUK GAMBIR LAMA - PULOMAS SKRIPSI

BAB 2 GANGGUAN HUBUNG SINGKAT DAN PROTEKSI SISTEM TENAGA LISTRIK

STUDI ANALISIS SETTING BACKUP PROTEKSI PADA SUTT 150 KV GI KAPAL GI PEMECUTAN KELOD AKIBAT UPRATING DAN PENAMBAHAN SALURAN

STUDI SETTINGAN DISTANCE RELAY PADA SALURAN TRANSMISI 150 KV DI GI PAYAKUMBUH MENGGUNAKAN SOFTWARE MATLAB

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2.6 Daerah Proteksi (Protective Zone) Bagian-bagian Sistem Pengaman Rele a. Jenis-jenis Rele b.

BAB III PERHITUNGAN ARUS GANGGUAN HUBUNG SINGKAT

BAB III RELAI JARAK. untuk masyarakat yang tinggal di kota-kota besar. Kebutuhan tenaga listrik yang

STUDI PERENCANAAN PENGGUNAAN PROTEKSI POWER BUS DI PT. LINDE INDONESIA GRESIK

Analisa Relai Arus Lebih Dan Relai Gangguan Tanah Pada Penyulang LM5 Di Gardu Induk Lamhotma

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN. panasbumi Unit 4 PT Pertamina Geothermal Energi area Kamojang yang. Berikut dibawah ini data yang telah dikumpulkan :

BAB II LANDASAN TEORI

KAJIAN PROTEKSI MOTOR 200 KW,6000 V, 50 HZ DENGAN SEPAM SERI M41

MEDIA ELEKTRIK, Volume 3 Nomor 1, Juni 2008

BAB II LANDASAN TEORI

KOORDINASI SISTEM PROTEKSI OCR DAN GFR TRAFO 60 MVA GI 150 KV JAJAR TUGAS AKHIR

GT 1.1 PLTGU Grati dan Rele Jarak

Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, Indonesia Abstrak

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA BAB I PENDAHULUAN

BAB II LANDASAN TEORI

FEEDER PROTECTION. Penyaji : Ir. Yanuar Hakim, MSc.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGGUNAAN RELAY DIFFERENSIAL. Relay differensial merupakan suatu relay yang prinsip kerjanya berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi salah satu penentu kehandalan sebuah sistem. Relay merupakan

BAB IV RELAY PROTEKSI GENERATOR BLOK 2 UNIT GT 2.1 PT. PEMBANGKITAN JAWA-BALI (PJB) MUARA KARANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III GANGGUAN SIMPATETIK TRIP PADA GARDU INDUK PUNCAK ARDI MULIA. Simpatetik Trip adalah sebuah kejadian yang sering terjadi pada sebuah gardu

BAB II LANDASAN TEORI

SIMULASI OVER CURRENT RELAY (OCR) MENGGUNAKAN KARATERISTIK STANDAR INVERSE SEBAGAI PROTEKSI TRAFO DAYA 30 MVA ABSTRAK

BAB 2 KARAKTERISTIK SALURAN TRANSMISI DAN PROTEKSINYA

BAB IV ANALISIA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Koordinasi Proteksi Pada Gardu Induk Wonosobo. Gardu induk Wonosobo mempunyai pengaman berupa OCR (Over Current

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. pernah dilakukan sebagai rujukan penulis guna mendukung penyusunan

Suatu sistem pengaman terdiri dari alat alat utama yaitu : Pemutus tenaga (CB)

Analisis Koordinasi Rele Arus Lebih Pda Incoming dan Penyulang 20 kv Gardu Induk Sengkaling Menggunakan Pola Non Kaskade

BAB II LANDASAN TEORI ANALISA HUBUNG SINGKAT DAN MOTOR STARTING

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

STUDI KOORDINASI RELE PENGAMAN PADA SISTEM BUSBAR DI GARDU INDUK KAPAL

Pertemuan ke :2 Bab. II

Koordinasi Setting Relai Jarak Pada Transmisi 150 kv PLTU 2 SULUT 2 x 25 MW

BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN LAMPIRAN

BAB III SISTEM PROTEKSI TEGANGAN TINGGI

SIMULASI PROTEKSI DAERAH TERBATAS DENGAN MENGGUNAKAN RELAI OMRON MY4N-J12V DC SEBAGAI PENGAMAN TEGANGAN EKSTRA TINGGI DI GARDU INDUK

BAB III PEMBAHASAN RELAY DEFERENSIAL DAN RELEY DEFERENSIAL GRL 150

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN MOTTO KATA PENGANTAR

BAB II DASAR TEORI. Sistem proteksi adalah sistem yang memisahkan bagian sistem yang. b. Melepaskan bagian sistem yang terganggu (fault clearing)

Penentuan Kapasitas CB Dengan Analisa Hubung Singkat Pada Jaringan 70 kv Sistem Minahasa

STUDI PENGARUH MUTUAL INDUCTANCE TERHADAP SETTING RELE JARAK PADA SALURAN TRANSMISI DOUBLE CIRCUIT 150 kv ANTARA GI KAPAL GI PEMECUTAN KELOD

Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Makalah Seminar Tugas Akhir. Judul

SISTEM TENAGA LISTRIK

BAB III GANGGUAN PADA JARINGAN LISTRIK TEGANGAN MENENGAH DAN SISTEM PROTEKSINYA

Kata Kunci : Saluran UdaraTeganganTinggi, Rele Jarak, Scanning Setting Rele Jarak, Mathcad 14.

Jurnal Teknik Elektro, Universitas Mercu Buana ISSN :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Setting Relay Proteksi Pengaman Arus Lebih Pada Generator (Studi Kasus di PLTU 2X300 MW Cilacap)

Makalah Seminar Kerja Praktek PRINSIP KERJA DASAR RELAI JARAK PENYALURAN DAN PUSAT PENGATUR BEBAN JAWA BALI REGION JAWA TENGAH DAN DIY

RELE JARAK SEBAGAI PROTEKSI SALURAN TRANSMISI

D. Relay Arus Lebih Berarah E. Koordinasi Proteksi Distribusi Tenaga Listrik BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN B. SARAN...

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem penyaluran tenaga listrik, kita menginginkan agar pemadaman tidak

Politeknik Negeri Sriwijaya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

STUDI KOORDINASI RELE PENGAMAN PADA SISTEM KELISTRIKAN PT. WILMAR NABATI INDONESIA, GRESIK JAWA TIMUR. Studi Kasus Sistem Kelistrikan PT.

BAB III PROTEKSI GANGGUAN TANAH PADA STATOR GENERATOR. Arus gangguan tanah adalah arus yang mengalir melalui pembumian. Sedangkan

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS ARUS GANGGUAN HUBUNG SINGKAT PADA PENYULANG 20 KV DENGAN OVER CURRENT RELAY (OCR) DAN GROUND FAULT RELAY (GFR)

2014 ANALISIS KOORDINASI SETTING OVER CURRENT RELAY

BAB IV ANALISA PERHITUNGAN SETTING RELAI JARAK SUTET 500. kv KRIAN - GRESIK

PEMASANGAN DGR ( DIRECTIONAL GROUND RELE

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir Penelitian mengenai pengaman yang terdapat pada busbar 150 kv telah banyak dilakukan. Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terkait dengan pengaman yang tersebut, dijadikan sebagai acuan (referens i) dalam pengembangan pembahasan pada tugas akhir ini. Penelitian terdahulu dijadikan referensi yang digunakan untuk menentukan batasan batasan masalah yang kemudian akan dilakukan pada penelitian ini. Referensi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian serupa dari penelitian terkait. Salah satu penelitian terkait dilakukan oleh Torang Manurung, yakni Studi Pengaman Busbar 150 kv pada Gardu Induk Siantan, dengan cara mereduksi rangkaian ekivalen dari sumber hingga lokasi gangguan. Selain itu dilakukan pengujian pada kondisi beban normal (beban puncak siang dan beban puncak malam) menunjukkan unjuk kerja rele differensial busbar baik dalam artian tidak trip (sesuai fungsi). Serta dilakukan pengujian terhadap kondisi gangguan hubung singkat 3 fasa, 2 fasa, dan 1 fasa ke tanah yang terjadi pada busbar 1 maupun busbar 2. Dari perhitungan arus hubung singkat didapat arus terbesar yang melewati CT pada gangguan 3 fasa dengan besar arus 2693 A. Dengan ratio CT 2000/5 dan class CT 5P20 maka saat terjadi gangguan 3 fasa, CT masih berada jauh dibawah titik jenuh (saturasi). Selain oleh Torang Manurung, penelitian terkait juga dilakukan oleh Karisma Erydita (2011) yakni Studi Gangguan Hubung Singkat Pada Jaringan Transmisi 150 kv di Bali, dengan menggunakan simulasi menggunakan program ETAP. Dari hasil simulasi gangguan hubung singkat menggunakan ETAP diperoleh hasil gangguan hubung singkat dekat GI Sanur, arus hubung singkat maksimum sebesar 49,993 ka dengan kenaikan sebesar 99,8% dari arus normalnya pada gangguan hubung singkat tiga phasa dan arus minimum sebesar 0 ka dengan penurunan 100% dari arus normalnya pada gangguan hubung singkat 4

5 satu phasa ke tanah. Untuk tegangan maksimum dan minimum pada gangguan dua phasa ke tanah sebesar 127,6 kv, mengalami kenaikan sebesar 92,5% dan untuk maksimum pada gangguan hubung singkat tiga phasa, dimana tegangan sama dengan tegangan normalnya. Akan tetapi pada penelitian ini belum mempertimbangkan impedansi gangguan yang diberikan pada setiap gangguan, maka dari itu dalam penelitian berikutnya diharapkan dapat dilengkapi dengan memberikan impedansi gangguan pada setiap gangguan hubung singkat pada sistem kelistrikan Bali. Sehingga hasil analisis yang diperoleh dapat lebih akurat. Penelitian selanjutnya dilakukan Oleh M. Nordiansyah yakni setting rele jarak pada Sistem SUTT 150 kv GI Kapal-GI Padang Sambian menggunakan metode Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS). Hasil dari analisis menggunakan metode ANFIS tersebut nantinya akan dibandingkan dengan nilai setting rele jarak yang telah ditentukan oleh PT. PLN (Persero) P3B JB APP Bali, sehingga akan didapatkan persentase perbedaan antara kedua nilai tersebut. Pada penelitian ini dilakukan setting rele jarakpada Sistem SUTT 150 kv GI Kapal-GI Padang Sambian selama 5 tahun terakhir menggunakan metode Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS) yang bertujuan untuk memperoleh pemodelan terbaik yang dapat digunakan dalam menentukan nilai setting rele jarak. Metode ini dipilih karena metode Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS) adalah metode yang bersifat adaptive yang merupakan gabungan dari metode Artificial Neural Network dan Fuzzy Inference System. 2.2 Tinjauan Pustaka 2.2.1 Gambaran Umum Sistem Tenaga Listrik Sistem tenaga listrik adalah suatu sistem yang membangkitkan, mengatur, menyalurkan, mendistribusikan dan akhirnya menggunakan dan memanfaatkan tenaga listrik. Pada umumnya tenaga listrik terdiri dari: 1. Pusat Pembangkit Listrik (Power Plant) Tempat energi listrik dibangkitkan, dimana terdapat turbin sebagai penggerak dan generator sebagai pembangkit listrik.

6 2. Transmisi Tenaga Listrik Sebagai tempat penyaluran tenaga listrik dari tempat pembangkit tenaga listrik ( power plant) sampai saluran distribusi sehingga sampai ke beban (konsumen). 3. Sistem Distribusi Merupakan subsistem tersendiri yang terdiri dari : pusat pengatur, DCC (Distribution Control Center), saluran tegangan menengah (6 kv dan 20 kv). Gambar 2.1 Sistem Tenaga Listrik (Sumber : Pramono,2010) Dapat dilihat pada gambar 2.1 suatu sistem tenaga listrik dari pembangkit sampai ke beban (konsumen). Tenaga listrik yang dihasilkan oleh unit pembangkit sebelum disalurkan melalui saluran transmisi biasanya dinaikkan tegangannya menjadi 70 kv, 150 kv atau 500 kv. Dari sistem transmisi diturunkan lagi di Gardu Induk menjadi tegangan distribusi primer 20 kv. Untuk dapat

7 didistribusikan langsung ke konsumen, tegangan menengah ini kembali diturunkan menjadi tegangan rendah 380/220 V pada Gardu Distribusi. 2.2.2 Rele Pengaman Rele sebagai salah satu bagian penting dalam sistem pengamanan saluran transmisi harus mempunyai kemampuan mendeteksi adanya gangguan pada semua keadaan yang kemudian memisahkan bagian sistem yang terganggu tersebut sehingga dapat meminimalkan kerusakan pada bagian yang terganggu dan mencegah gangguan meluas ke saluran lain yang tidak terganggu (Tobing,2008). Rele pengaman adalah susunan piranti, baik elektronik maupun magnetik yang direncanakan untuk mendeteksi suatu kondisi ketidaknormalan pada peralatan listrik yang bisa mambahayakan atau tidak diinginkan. Rele pengaman akan secara otomatis memberikan sinyal atau perintah untuk membuka pemutus tenaga (circuit breaker) agar bagian yang terganggu dapat dipisahkan dari sistem yang normal. Rele pengaman untuk saluran transmisi melindungi saluran dan peralatan terhadap kerusakan dengan cara menghilangkan gangguan yang terjadi secara cepat dan tepat (Arismunandar dan Kuwahara,2004). 2.2.3 Dasar - Dasar Sistem Pengaman Secara umum relay pengaman harus bekerja sesuai dengan yang diharapkan dengan waktu yang cepat sehingga tidak akan mengakibatkan kerusakan, dan mencegah meluasnya pemadaman bagi konsumen. Relay pengaman adalah susunan peralatan yang direncanakan untuk dapat merasakan atau mengukur adanya gangguan atau mulai merasakan adanya ketidaknormalan pada peralatan atau bagian sistem tenaga listrik, dan segera secara otomatis memberi perintah untuk membuka pemutus tenaga untuk memisahkan peralatan atau bagian dari sistem yang terganggu dan memberi isyarat berupa lampu dan bel. Relay pengaman dapat merasakan atau melihat adanya gangguan pada peralatan yang diamankan dengan mengukur atau membandingkan besaran - besaran yang diterimanya, misalnya arus, tegangan, daya, sudut fase, frekuensi, impedansi dan sebagainya dengan besaran yang telah ditentukan, dan selanjutnya mengambil keputusan untuk seketika ataupun

8 dengan perlambatan waktu membuka pemutus tenaga. Pemutus tenaga umumnya dipasang pada generator, transformator daya, saluran transmisi, saluran distribusi dan sebagainya supaya masing - masing bagian sistem dapat dipisahkan sedemikian rupa sehingga sistem lainnya tetap dapat beroperasi secara normal (Kurnain, Felienty, 2001). 2.2.4 Fungsi Relay Pengaman Dari uraian diatas maka relay pengaman pada sistem tenaga listrik berfungsi untuk: a. Merasakan, mengukur dan menentukan bagian sistem yang terganggu serta memisahkan secepatnya sistem lainnya yang tidak terganggu dapat beroperasi secara normal. b. Mengurangi kerusakan yang lebih parah dari peralatan yang terganggu. c. Mengurangi pengaruh gangguan terhadap bagian sistem yang lain yang tidak terganggu didalam sistem tersebut serta mencegah meluasnya gangguan(kurnain, Felienty, 2001). 2.2.5 Syarat - Syarat Relay Pengaman Untuk melaksanakan fungsi - fungsi diatas maka relay pengaman harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. Waktu kerja relay cepat Relay pengaman harus dapat bekerja dengan cepat memisahkan/mengisolir pada saat terjadi gangguan sehingga dapat mengurangi atau mencegah jumlah kerusakan yang lebih fatal dari suatu sistem maupun peralatan, membantu menjaga stabilitas dari mesin - mesin yang sedang bekerja paralel dan mengurangi total energi listrik yang tidak tersalurkan. Gangguan tiga fasa lebih berpengaruh pada kemampuan sistem untuk mempertahankan kestabilan sehingga waktu penyelesaian gangguan harus secepat mungkin. Interval waktu kerja sistem pengaman dengan memisahkan seksi yang terganggu dari sistem yang tidak terganggu adalah merupakan jumlah antarawaktu

9 kerja relay pengaman dengan waktu kerja mekanik penggerak dari circuit breaker. t oper = t p + t cb...(2.1) Keterangan: t oper = waktu kerja sistem pengaman t p t cb = waktu kerja relay pengaman = waktu kerja mekanik penggerak dari circuit breaker 2. Selektif Suatu relay pengaman bertugas mengamankan suatu alat atau bagian dari sistem tenaga listrik dalam jangkauan pengamanannya. Letak Pemutus Tenaga ( PMT ) sedemikian rupa sehingga setiap bagian dari sistem dapat dipisah- pisahkan. Maka tugas dari relay pengaman adalah mendeteksi adanya gangguan yang terjadi pada daerah pengamanannya, dan dengan segera memberi perintah untuk memisahkan rangkaian dari sistem dengan membuka/mentripkan pemutus tenaga ( PMT ) yang paling dekat dengan titik gangguan tersebut sehingga sistem yang lain yang tidak terganggu dapat beroperasi dengan normal. Jika hal ini dapat direalisir, maka pengaman yang demikian disebut pengaman yang selektif. Dengan kata lain, pengaman dikatakan selektif, bila relay pengaman yang bekerja hanyalah pada daerah yang terganggu saja. 3. Reliable ( dapat diandalkan ) Bila sistem dalam kondisi normal, relay tidak akan merasakan adanya kondisi abnormal maka relay tidak bekerja, mungkin berbulan - bulan, atau bertahun - tahun. Tetapi bila pada suatu saat ada gangguan maka relay harus bekerja dengan segera memberi perintah membuka/mentripkan PMT untuk menghindari pemadaman yang meluas. Dalam hal ini, yang harus dapat diandalkan bukan hanya relay saja, tetapi harus didukung oleh komponen - komponen sistem

10 pengaman yang lain. Keandalan relay pengaman itu ditentukan mulai dari rancangan, pengerjaan, bahan yang digunakan dengan perawatannya. Oleh karena itu diperlukan perawatan yang dalam hal ini perlu adanya pengujian secara periodik. 4. Sensitif ( peka ) Relay pengaman harus dapat mendeteksi gangguan sekecil mungkin sehingga gangguan tersebut dapat segera terlokalisir. Sensitifitas relay pengaman dalam hal merespon berbagai jenis hubung singkat ( tiga fasa, fasa ke fasa, fasa ke tanah, dll) ditentukan tergantung dari arus hubung singkat minimum yang terjadi. 5. Ekonomis Dalam menentukan peralatan pengaman yang akan digunakan harus ditinjau dari segi ekonomi-teknisnya. Untuk mendapatkan penyetelan yang memenuhi semua kriteria diatas adakalanya sulit dicapai, yaitu terutama antara selektif dan cepat, sehingga adakalanya harus diadakan kompromi. Kita sadari pula bahwa sistem pengaman tidak dapat sempurna walaupun sudah diusahakan pemilihan jenis relay yang baik dan penyetelan yang baik, tetapi adakalanya masih gagal bekerja. Hal - hal yang dapat menimbulkan kegagalan sistem pengaman adalah sebagai berikut : a. Kegagalan pada relaynya sendiri. b. Kegagalan suplai arus atau tegangan dari transformator ke relay terbuka atau terhubung singkat. c. Kegagalan sistem suplai arus searah untuk triping pemutus tenaga. Hal ini disebabkan baterai lemah karena kurang perawatan, terbukanya atau terhubung singkat rangkaian arus searah. d. Kegagalan pada pemutus tenaga. Kegagalan ini dapat disebabkan karena kumparan trip tidak menerima suplai, kerusakan mekanis, ataupun kegagalan pemutusan arus karena besarnya arus hubung singkat melampaui kemampuan dari pemutus tenaganya.

11 2.2.6 Daerah Pengaman ( Protective Zone ) Relay pengaman dari suatu sistem daya direncanakan bersama - sama dengan desain sistem. Pemutus tenaga ( PMT ) ditempatkan pada titik yang tepat sehingga setiap komponen sistem daya dapat dipisahkan untuk kebutuhan operasi yang normal dan pemeliharaan serta juga dalam kondisi abnormal seperti hubung singkat. Setiap komponen sistem daya ( generator, transformator, jaringan transmisi, busbar, dst ) dicakup oleh suatu zona pengaman. Suatu bagian dari sistem dilindungi oleh suatu skema pengaman tertentu yang disebut zona pengaman. Keseluruhan sistem daya dicakup oleh bebrapa zona pengaman dan tidak ada bagian sistem yang tidak terpengaman. Setiap zona mencakup satu atau dua komponen sistem daya. Zona yang berdekatan saling overlap, sehingga tidak ada daerah yang dibiarkan tidak terlindungi ( dead spot ). Batas zona pengaman ditentukan oleh lokasi transformator arus. Dengan demikian transformator arus ditempatkan sedemikian sehingga pemutus tenaga dicakup didalam zona pengaman (Kurnain, Felienty, 2001). Keterangan : Gambar 2.2 Zona Pengaman (Sumber : Ramadon,dkk, 2000) - - - - Batas zona pengaman ditentukan oleh lokasi CT Pemutus tenaga ( PMT ) 1. Zona pengaman Transmisi 2. Zona pengaman Transformator unit 3. Zona pengaman busbar

12 4. Zona pengaman jaringan distribusi 5. Zona pengaman PBO Zona pengaman dapat dibagi atas 2 sistem : 1. Sistem unit adalah suatu sistem dimana zona dapat ditentukan secara pasti. Pengaman hanya bereaksi terhadap gangguan didalam zona yang dilindunginya, dan tidak bereaksi terhadap gangguan lewat ( gangguan diluar zona pengamannya ) 2. Non sistem unit seperti pengaman gangguan hubung singkat tidak mempunyai batas yang pasti. Setiap zona mempunyai skema pengaman tertentu dan setiap skema pengaman mempunyai sistem pengaman. 2.2.7 Rele Jarak (Distance Relay) Rele jarak digunakan sebagai pengaman utama ( main protection) pada SUTT/SUTET dan sebagai backup untuk seksi didepan. Rele jarak bekerja menggunakan pengukuran tegangan dan arus untuk mendapatkan impedansi saluran yang harus diamankan. Jika impedansi yang terukur di dalam batas setting-nya, maka rele akan bekerja. Impedansi pada saluran besarnya akan sebanding dengan panjang saluran, sehingga rele jenis ini disebut dengan rele jarak. Rele jarak digunakan untuk mengamankan saluran transmisi terhadap hubung singkat antar fasa dan antara fasa dengan tanah. Gambar 2.3 Daerah Pengaman Rele Jarak (Sumber : Mason, 1956)

13 Penjelasan daerah cakupan dari rele jarak sebagai berikut : 1. Zona 1, sebagai daerah proteksi utama. Daerah ini rele jarak harus bekerja seketika, tanpa ada perlambatan waktu, jadi kalau titik gangguan berada didaerah ini, maka rele jarak langsung bekerja. Batas zona 1 ini adalah dari lokasi rele jarak sampai 80% panjang saluran transmisi. Panjang saluran transmisi adalah jarak dari satu bus dimana lokasi rele berada ke bus didepannya. 2. Zona 2, sebagai daerah proteksi cadangan dari zona 1, bekerja meliputi seluruh daerah yang berada di saluran pertama ditambah dengan 20% daerah yang berada setelah bus depan yaitu daerah yang terletak mulai awal saluran pertama sampai dengan 120% panjang saluran pertama atau 100% panjang saluran pertama ditambah 20% panjang saluran berikutnya. Reaksi rele jarak untuk gangguan yang terjadi didaerah ini mengalami perlambatan waktu, karena daerah ini merupakan daerah cadangan dari zona1. 3. Zona 3, merupakan daerah proteksi cadangan dari zona 2 yang meliputi seluruh daerah pada saluran utama dan kedua ditambah 20% panjang saluran ketiga (zona 3 bekerja mengamankan 220% dari panjang saluran pertama). Reaksi rele jarak untuk gangguan di zona 3 ini adalah sesuai fungsinya sebagai cadangan dari zona 2 sehingga perlambatan waktunya lebih besar dari perlambatan waktu zona 2. 2.2.8 Prinsip Kerja Rele Jarak Rele jarak mengukur tegangan pada titik rele dan arus gangguan yang terlihat dari rele, dengan membagi besaran tegangan dan arus, makaimpedansi sampai titik terjadinya gangguan dapat di tentukan. Perhitungan impedansi dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Jemjem dan Syofvi, 2006): dengan : Z f V f I f Z f =V f /I f... (2.2) =Impedansi (Ω) =Tegangan (Volt) =Arus gangguan (Ampere)

14 Rele jarak akan bekerja dengan cara membandingkan impedansi gangguanyang terukur dengan impedansi seting, dengan ketentuan (Titarenko dan Noskov, 1987): a. Bila harga impedansi ganguan lebih kecil dari pada impedansi seting rele maka rele akan trip. b. Bila harga impedansi ganguan lebih besar dari pada impedansi seting rele maka rele tidak akan trip. Pada dasarnya rele jarak yang berfungsi untuk mengamankan saluran transmisi memiliki 4 komponen dasar yaitu: a. Elemen starting yang ditandai dengan huruf C, yaitu suatu komponen didalam rele jarak yang berfungsi sebagai pembatas gangguan sehingga apabila terjadi gangguan diluar dari zonenya maka rele tidak boleh kerja. b. Elemen power directional yang ditandai dengan P, merupakan rangkaian yang mengijinkan suatu pengaman bekerja bila ada gangguan dengan arah dari bus ke saluran transmisi yang diamankan. c. Elemen distance yang ditandai dengan huruf D, merupakan rangkaian yang bertanggung jawab terhadap perbandingan tegangan dan arus (Ur/Ir) sehingga diperoleh harga impedansi yang kemudian secara benar mengukur jarak dari pengaman ke titik gangguan yang terjadi. d. Elemen time delay dengan tanda huruf T, merupakan rangkaian waktu dimana nilainya tergantung dari jarak pengaman ke titik gangguan yang terjadi. Adapun rangkaian diagram proteksi jarak yang memperlihatkan hubungan dari elemen-elemen tersubut adalah seperti gambar berikut ini :

15 Keterangan : CB : Circuit Breaker CT : Current Transformer VT : Voltage Transformer C : Elemen Starting P : Elemen Power Directional D : ElemenDistance/ Rele Jarak T : Elemen Time Delay Ir : Arus Rele Vr : Tegangan Rele Gambar 2.4 Diagram Segaris Rele Jarak (Sumber : Titarenko dan Noskov, 1987) Berdasarkan gambar diatas, arus dan tegangan yang terbaca pada CT dan VT akan dibandingkan pada elemen power directional (P) dan elemen distance (D) (Ur/Ir) untuk memperoleh arah gangguan dan harga impedansi yang kemudian secara benar mengukur lokasi dan jarak dari pengaman ke titik gangguan yang terjadi. Gambar 2.5 Pengamanan Saluran dengan Rele Jarak (Sumber : Arismunandar dan Kuwahara, 2004) Pada gambar 2.5 menunjukkan wilayah cakupan rele jarak dengan sistem penjatuhan daerah secara bertingkat ( zone tripping). Tingkat pertama A 1

16 F 1 dipasang pada jarak 70 90% dari daerah yang dilindungi, sehingga penjatuhan (tripping) dari daerah tersebut berlangsung dengan kecepatan tinggi. Pengamanan tingkat kedua A 2 F 2 yang dipasang pada jarak 120 150% dari daerah tersebut, dengan pengunduran waktu tertentu (time delay). Tingkat ketiga A 3 dipasang pada jarak yang lebih jauh lagi serta penundaan waktu bekerja yang lebih lama dari tingkat kedua. 2.2.9 Setting Rele Jarak Dalam setting rele jarak, pertama tama ditetapkan terlebih dahulu nilai impedansi di sistem tenaga primer. Sehingga impedansi sekunder dapat dihitung dengan persamaan berikut ini (Samuel,dkk,2012) :...(2.3) Dimana : = Impedansi sekunder (Ω) = Impedansi primer (Ω) = Rasio Transformator Arus (A) = Rasio Transformator Tegangan (V) Penjelasan setting rele jarak pada setiap zona, adalah sebagai berikut: 1. Setting zona1 Settingzona 1 tidak mencakup 100% saluran yang diproteksi. Saluran yang dicakup zona 1 tergantung pada akurasi rele dan ketidakpastian lainnya, akibat adanya gangguan. Zona 1 biasanya diseting 80% dari panjang saluran transmisi. Hal hal yang perlu diperhatikan dalam settingzona1 adalah : a. Unit zona1 tidak boleh bekerja bila ada gangguan di terminal ujung saluran. Zona 1 bekerja seketika bila ada gangguan yang terdeteksi. Akurasi rele kurang dapat membedakan apakah gangguan tersebut ada di dekat rel depan saluran yang diproteksi, atau dekat rel pada saluran tetangganya. Akibatnya bisa terjadi pemutusan daya yang luas, karena

17 kedua rele pada rel-rel tetangganya akan segera bekerja. Gambar 2.4, memperlihatkan keadaan ini, bila terjadi gangguan di F1 atau di F2 maka relai R1 dan R4 bekerja. Bila terjadi gangguan pada F1 maka seharusnya hanya rele-rele pada saluran tersebut yang bekerja seketika, yaitu R1 dan R2, sedangkan relai R4 tidak bekerja. Gambar 2.6 Jangkauan Zona 1 tidak boleh sampai Terminal Depan (Sumber :Suprijono, 2012) b. Jangkauan zona 1 tidak boleh kurang dari 50% panjang saluran, karena pengaruh tahanan gangguan. Sebab akan ada daerah pada saluran tersebut yang tidak mempunyai proteksi seketika. Untuk tingkat amannya, maka zona1 diseting sedikitnya 60 % saluran yang diproteksi, karena adanya tahanan gangguan terbesar yang diramalkan(suprijono, 2012). 2. Setting zona 2 Zona 2 biasanya diseting mencakup sampai beberapa bagian saluran depan kedua. Impedansi penyetelan adalah 100% saluran depan ditambah 20% saluran depan kedua. Waktu penyetelan zona 2 harus memperhatikan waktu ketidakpastian operasi unit zona 1, agar benar-benar yakin bahwa unit zona 1 memang tidak mendeteksi gangguan tersebut. Prinsip penentuan penyetelan rele pada unit zona 2 adalah : a. Jangkauan zona 2 harus mencakup minimum gangguan di rel depan, karena adanya variasi nilai tahanan gangguan. Zona 2 rele diseting 20% lebih besar dari impedansi gangguan, dengan memberi tahanan gangguan terbesar yang mungkin terjadi. b. Dengan memperhatikan transformator di rel depan bila ada, unit zona2 tidak boleh bekerja bila ada gangguan pada transformator tersebut. Jangkauan zona2 sebenarnya dapatmencakup gangguan pada transformator tersebut, asalkan waktu kerja zona2 lebih lama dari waktu kerja rele-rele proteksi cadangan trafo terlama yang mungkin terjadi. Waktu penyetelan

18 zona2 tidak dapat dinaikkanagar bisa lebih besar dari waktu penyetelan terlama dari proteksi cadangan,karena zona2 dimaksudkan sebagai proteksi cadangan utama pada saluran transmisi, tidak bisa terlalu lama dari waktu terlama unit zona1. Kesinambungan aliran daya adalah alasan lain, yaitu jangan sampai gangguan lokal menyebabkan pemutusan aliran daya yang luas. Zona 2 hampir selalu diseting tidak boleh mencakup gangguan pada transformator di rel depan(suprijono, 2012). 3. Setting Zona 3 Settingjangkauan zona 3 merupakan cadangan unit zona 2 sehingga jangkauannya pasti lebih jauh dari jangkauan zona 2. Tidak ada batasan yang mutlak untuk penyetelan daerah ini, karena zona3 berada antara jangkauan zona 2 dan jangkauan unit starting. Zona 2 diseting untuk mencakup gangguan pada rel-rel depan kondisi apapun, sedang unit starting dibatasi oleh aliran daya dan ayunan daya. Jangkauan zona 3 biasanya diseting 220% melewati saluran di depan dan saluran di depan kedua. Transformator berada di rel depan, maka zona 3 diseting lebih kecil dari impedansi saluran di depan ditambah reaktansi transformator. Waktu penyetelan proteksi cadangan terlama transformator perlu diperhatikan apabila seting zona 3 tidak memungkinkan. Bila lebih kecil dari waktu penyetelan zona 3 maka penyetelan zona3 tidak perlu dirubah lagi, tetapi bila lebih besar, maka waktu penyetelan zona3 bisa diperbesar lagi. Ratarata waktu penyetelan zona3 jauh lebih besar dari waktu cadangan rele-rele transformator(suprijono, 2012). 2.2.10 Impedansi Saluran Transmisi Impedansi saluran transmisi terdiri dari impedansi urutan positif, impedansi urutan negatif, dan impedansi urutan nol (Tobing,2008). Perhitungan impedansi dapat dituliskan dalam rumus sebagai berikut : Z = R + j (X L +X C )......(2.4) dengan : Z = Impedansi (Ω) R = Resistansi (Ω)

19 X L X C = Reaktansi induktif (Ω) = Reaktansi kapasitif(ω) Sedangkan untuk mencari total impedansi suatu saluran transmisi dapat dihitung dengan persamaan berikut : Z = R + j (X L -X C ) L...(2.5) dengan : L = Panjang saluran (km) 2.2.11 Prinsip Dasar Perhitungan Arus Hubung Singkat Gangguan hubung singkat yang mungkin terjadi di dalam jaringan (sistem kelistrikan) ada 3, yaitu: 1. Gangguan hubung singkat 3 fasa 2. Gangguan hubung singkat 2 fasa 3. Gangguan hubung singkat 1 fasa ke tanah Dari ketiga macam gangguan hubung singkat di atas, arus gangguannya dihitung dengan menggunakan rumus : 1. Gangguan hubung singkat 3 fasa a. Gangguan hubung singkat 150 kv =... (2.6) b. Gangguan hubung singkat 20 kv =... (2.7) 2. Gangguan hubung singkat 2 fasa a. Gangguan hubung singkat 150 kv.... (2.8) b. Gangguan hubung singkat 20 kv.... (2.9) c. Gangguan hubung singkat 1 fasa ke tanah...(2.10)

20 Keterangan: : Arus hubung singkat tiga fasa di sisi 150 kv : Arus hubung singkat tiga fasa di sisi 20 kv : Arus hubung singkat dua fasa di sisi 150 kv : Arus hubung singkat dua fasa di sisi 20 kv : Arus hubung singkat satu fasa ke tanah fasa di sisi 20 kv : Arus hubung singkat : Tegangan pada sisi primer : Tegangan pada sisi sekunder : Impedansi sumber : Impedansi trafo 2.2.12 Busbar (Rel) Busbar merupakan titik hubungan pertemuan ( connecting) antara transformator daya, SUTT/SKTT dengan komponen listrik lainnya, untuk menerima dan menyalurkan tenaga listrik. Berdasarkan sistem busbarnya, gardu indu dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu: 1. Gardu induk sistem ring busbar Adalah gardu induk yang busbarnya berbentuk ring. Pada gardu induk jenis ini, semua busbar yang ada tersambung (terhubung) satu dengan lainnya dan membentuk ring (cincin). 2. Gardu induk sistem single busbar Adalah gardu induk yangmempunyai satu ( single) busbar. Pada umumnya gardu dengan sistem ini adalah gardu induk yang berada pada ujung (akhir) dari suatu sistem transmisi. Single line diagram gardu induk sistem single busbar dapat dilihat pada gambar dibawah,

21 Gambar 2.7 Single line Gardu Induk Sistem Single Busbar (Sumber : https://tambaklorok.files.wordpress.com/2012/07/gardu-induk) 3. Gardu induk sistem double busbar Adalah gardu induk yang mempunyai dua ( double) busbar. Gardu induk sistem double busbar sangat efektif untuk mengurangi terjadinya pemadaman beban, khusunya pada saat melakukan perubahan sistem (manuver sistem). Jenis gardu induk ini pada umumnya yang banyak digunakan. Untuk single line diagram gardu induk double busbar dapat dilihat pada gambar dibawah,

22 Gambar 2.8 Single line Gardu Induk Sistem Double Busbar (Sumber : https://tambaklorok.files.wordpress.com/2012/07/gardu-induk) 2.2.13 Sistem Zone Time Actual Sistem proteksi pada rele jarak dibagi dalam 3 zone dan masing masing mempunyai waktu tunda berbeda beda. Pembagian zone ini bertujuan untuk memperoleh koordinasi dalam mengamankan sistem dari berbagai gangguan yang dapat terjadi. Pada zone pertama 80% dari panjang saluran yang diamankan, zona kedua adalah 120% dari panjang saluran, dan zona ketiga adalah 220% dari panjang saluran yang diamankan (PLN,2006). Berikut ini ketentuan pembagian time actual setiap zone : a) Time actual dan setting pada zone 1 Secara umum zone 1 diset 80% dari panjang saluran. Pada saat pengukuran bisa saja terjadi kesalahan pengukuran pada rele jarak, hal ini dapat terjadi disebabkan karena kesalahan perbandingan dari trafo arus (CT), trafo tegangan (PT), dan impedansi saluran. Dengan mempertimbangkan adanya kesalahan kesalahan dari data saluran, CT, PT, dan peralatan penunjang lain sebesar 10% - 20%, maka zone 1 rele diset 80% dari panjang saluran yang diamankan (PLN,2006) : Zone 1 reach = 0,8 x panjang saluran pertama (Z AB )...(2.11)

23 T 1 = 0 detik (tanpa perlambatan waktu) Gambar 2.9 Skema Proteksi Zone 1 Pada Rele Jarak (Sumber : Mason,1956) b) Time actual dan setting pada zone 2 Pada zone 2 ditentukan lebih panjang daripada zone 1, dengan demikian waktu tundanya lebih lama dibanding zone 1. Pada zone 2 secara umum diset 100% dari panjang saluran pertama dan 20% dari panjang saluran kedua, dengan waktu (time actual) sekitar 0,4 sampai dengan 0,8 detik. Zone 2 ini dimaksudkan sebagai pengaman cadangan apabila zone 1 gagal bekerja. Zone 2 min = 1,2 x panjang saluran pertama (Z AB )...(2.12) Gambar 2.10 Skema Proteksi Zone 2 Min Pada Rele Jarak (Sumber : Mason,1956) Zone 2 maks = 0,8 x (Z AB + 0,8. Z BC )...(2.13) Zone 2 maks ini diusahakan memberikan pengaman cadangan sejauh mungkin setelah Z1. T 2 = 0,4 sampai dengan 0,8 detik

24 Gambar 2.11 Skema Proteksi Zone 2 Maks Pada Rele Jarak (Sumber : Mason,1956) c) Time actual dan setting pada zone 3 Zone 3 ditentukan 220% dari panjang saluran yang diamankan dan waktu tunda yang digunakan sekitar 1,2 sampai dengan 1,6 detik. Zone 3 difungsikan sebagai pengaman cadangan apabila pada zone 2 gagal beroperasi. Zone 3 min = 1,2 x (Z AB + Z BC )...(2.14) Gambar 2.12 Skema Proteksi Zone 3 Min Pada Rele Jarak (Sumber : Mason,1956) Zone 3 maks = 0,8 x (Z AB + (1,2. Z BC ). k...(2.15) (k = faktor infeed) T 3 = 1,2 sampai dengan 1,6 detik

25 Gambar 2.13 Skema Proteksi Zone 3 Maks Pada Rele Jarak (Sumber : Mason,1956) 2.2.14 Gangguan Pada Busbar Busbar memiliki peranan yang sangat penting karena berfungsi sebagai tempat terhubungnya semua bay pada suatu Gardu Induk, seperti transformator dan bay line. Pada umumnya busbar menggunakan tiga jenis konfigurasi busbar yaitu busbar tunggal ( single busbar), busbar satu setengah PMT ( one and a half busbar) dan busbar ganda ( double busbar). Walaupun ganguan dibusbar jarang terjadi dibandingkan gangguan pada penghantar namun dalam pengoperasiannya busbar tidak terlepas dari kondisi abnormal atau gangguan. Gangguan pada busbar akan menghasilkan dampak jauh lebih besar daripada gangguan pada penghantar, terutama bila busbar tersebut terhubung dengan kapasitas pembangkit yang besar. Hal ini dikarenakan gangguan yang terjadi pada busbar selain mengganggu keandalan sistem dalam menyalurkan pasokan daya juga mengakibatkan kerusakan pada peralatan instalasi yang sangat besar baik peralatan pada Gardu Induk itu sendiri maupun peralatan instalasi lain seperti pembangkit (gangguan meluas). Selain itu dampak yang dapat ditimbulkan oleh gangguan di bus jika gangguan tidak segera diputuskan antara lain adalah kerusakan instalasi, timbulnya masalah stabilitas transient dan dimungkinkan relai arus lebih / Over Current Relay dan rele gangguan tanah / Ground Fault Relay (GFR) disistem bekerja sehingga pemutusan menyebar. Sehingga proteksi busbar sangat memiliki peranan penting sangat memiliki peranan penting dalam sistem kelistrikan, selektif, cepat dan harus stabil untuk gangguan yang terjadi diluar daerah proteksinya (gangguan diluar busbar rele tidak boleh trip).

26 2.2.15 Reaktansi Transformator Untuk mencari nilai reaktansi transformator dalam ohm dihitung dengan cara sebagai berikut. Langkah pertama, mencari nilai ohm pada 100% untuk transformator pada 20kV, yaitu dengan menggunakan rumus :... (2.16) Dimana : Xt = Reaktansi Trafo (ohm) kv 2 = Tegangan sisi sekunder trafo tenaga (kv) MVA = Kapasitas daya trafo tenaga (MVA) Dari persamaan diatas dapat dicari nilai reaktansinya : 1. Untuk menghitung raeaktansi urutan positif dan negatif (Xt1 = Xt2) dih itung dengan menggunakan rumus : Xt = % yang diketahui x Xt (pada 100%) 2. Sebelum mencari nilai reaktansi urutan nol (Xt0) terlebih dahulu harus diketahui data trafo tenaga itu sendiri yaitu data dari kapasitas belitan delta yang ada dalam trafo : - Untuk trafo tenaga hubungan belitan Y dimana kapasitas belitan delta sama besar dengan kapasitas belitan Y, maka Xt0 = Xt1 - Untuk trafo tenaga dengan hubungan belitan Yyd dimana kapasitas belitan delta (d) biasanya adalah sepertiga dari kapasitas belitan Y (beli tan yang dipakai untuk menyalurkan daya, sedangkan belitan delta tetap ada didalam tetapi tidak dikeluarkan kecuali satu terminal delta untuk ditanahkan), maka nilai Xt0 = 3 Xt1. - Untuk trafo tenaga dengan hubungan belitan YY dan tidak mempunyai belitan delta di dalamnya, maka untuk menghitung besarnya Xt0 berkisar antara 9 sampai dengan 14 Xt1