BAB I PENDAHULUAN. Indonesia semakin maju terlihat dari gedung-gedung yang menjulang tinggi di

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Gaya hidup secara luas didefenisikan sebagai cara hidup yang diidentifikasikan

BAB I PENDAHULUAN. Bandung merupakan Ibukota Jawa Barat, Kota Bandung pula berjuluk paris van

BAB I PENDAHULUAN. Dunia malam. Dua patah kata ini rasanya semakin sering beredar di telinga kita,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. informasi dan gaya hidup. Globalisasi ditandai dengan pesatnya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. maupun elektronik, maka telah menciptakan suatu gaya hidup bagi masyarakat. Menurut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis. Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tradisi minum minuman keras (miras) di tengah kehidupan masyarakat Bali sudah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Makanan dalam pandangan sosial budaya, memiliki makna yang lebih

BAB I I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi, yang mengakibatkan munculnya gaya hidup yang hedonis. Demi

BAB I PENDAHULUAN. Gaya hidup sebagai ciri modernisai yang populer pada zaman sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. mengubah pola perilaku konsumsi masyarakat. Globalisasi merupakan

BABI PENDAHULUAN. Berbagai ulasan di media massa menceritakan kisah hidup seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. lagu, sehingga oleh masyarakat baik para pekerja maupun para pelajar,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengakses informasi melalui media cetak, TV, internet, gadget dan lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. gemerlap. Dimana dugem yang diadopsi dari dunia barat ini telah menjadi istiah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang membedakan individu satu dengan individu lain dalam persoalan gaya hidup.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor industri yang berkembang pesat di Indonesia saat ini adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KERANGKA TEORI. Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas individu

semua kalangan usia. Tetapi biasanya pelanggan terbesarnya adalah para anak anak muda. Kota Bogor memiliki banyak potensi untuk dijadikan tempat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zenitha Vega Fauziah, 2013

Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective)

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

Manusia itu tida.k dilahirkan dengan suatu sikap pandangan ataupun sikap

STUDI POLA APRESIASI MASYARAKAT TERHADAP PASAR MODERN DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orang dengan orang lain, yang berfungsi dalam interaksi dengan cara-cara yang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja yang berlangsung antara tahun merupakan suatu

PERILAKU DUNIA GEMERLAP (DUGEM) REMAJA DI CHEERS! CAFE NEVER ENDING PARTY PURWOKERTO SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP GAYA HIDUP CLUBBING DENGAN RELIGIUSITAS PADA REMAJA DI SMA NEGERI 5 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar belakang pengadaan proyek

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dapat terlihat dari pembangunan gedung-gedung yang menjulang tinggi yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan yang terjadi di berbagai bidang baik di bidang industri, jasa

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian Jejaring Informasi Garage Sale di Kalangan Kaum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman saat ini telah banyak mempengaruhi seseorang dalam

BAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai media massa baik media cetak maupun media elektronik telah

BAB I PENDAHULUAN. tantangan dan tekanan dalam kehidupan dipengaruhi oleh persepsi, konsep

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jenis hiburan dari studio musik, klub malam, panggung dangdut, sampai yang terbaru

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain, maka mereka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. topik yang menarik untuk dibicarakan. Topik yang menarik mengenai masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis

BAB I PENDAHULUAN. remaja yang mempunyai tujuan ideologi yang sama. Hal ini biasanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kota Medan merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia dan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Ruang lingkup manusia pada umumnya dalam bersosialisasi dapat membedakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Bandung merupakan kota metropolitan terbesar di Provinsi Jawa Barat sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. UKM Olahraga merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa sebagai

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

6. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. Kultur Clubbing lahir pada akhir dekade 80-an di Eropa. Kemajuan dalam

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. laki-laki dan perempuan. Responden siswa laki-laki sebanyak 37 siswa atau 60 %.

Fenomena Clubbing. (Studi Kasus di Q-Corn Pub Quality Hotel Kota Gorontalo) Teffi Andaru Alwi, Farid Th. Musa S.Sos., MA, Funco Tanipu S.T.

PERMAINAN TIMEZONE BAGI KALANGAN REMAJA DI SOLO GRAND MALL (Studi Fenomenologi tentang Gaya Hidup Remaja yang Gemar Bermain di Timezone)

I. PENDAHULUAN. adil atau tidak adil, mengungkap perasaan dan sentimen-sentimen kolektif

Seminar Tugas Akhir KBA BAB I PENDAHULUAN

BAB III KAUM MUDA PARUH WAKTU DAN GAYA HIDUP MODERN. banyak kaum muda yang masih berstatus sebagai mahasiswa bekerja paruh waktu dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I PENDAHULUAN. Kota Jakarta dan Kota Surabaya yang berada di Indonesia. Kota Medan terkenal

diarahkan untuk memenuhi tujuan tersebut.

PERILAKU MAHASISWI DALAM DUNIA GEMERLAP (DUGEM) DI KOTA MANADO RILYA SENDUK NIM

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari konsumen dihadapkan dengan berbagai

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. dan kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup. Bagi para penganut paham ini,

BAB I PENDAHULUAN. positif ataupun negatif. Perilaku mengonsumsi minuman beralkohol. berhubungan dengan hiburan, terutama bagi sebagian individu yang

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Konsumen adalah raja begitulah kata pepatah, karena konsumen

BAB I PENDAHULUAN. merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 Perilaku Konsumen

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kata konsumsi berasal dari bahasa inggris Consumption yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

6. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi, Indonesia dihadapi dengan berbagai pengaruh, terutama pengaruh

Bab I PENDAHULUAN. perkembangan industri jasa dirasakan cukup dibutuhkan oleh masyarakat luas.

DAMPAK PERILAKU PENGGUNAAN MINUMAN KERAS DI KALANGAN REMAJA DI KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Globalisasi adalah ketergantungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat mempengaruhi diri dan pola perilaku manusia. Tidak jarang

GEDUNG PAMER DAN LAYANAN PURNA JUAL

BAB I PENDAHULUAN. dengan kegiatan masyarakat yang sering mengunjungi mall atau plaza serta melakukan

BAB I PENDAHULUAN. berikutnya. Artinya apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN SOSIAL TERHADAP KENAKALAN REMAJA PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 SUMBER GEMPOL TULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAB I PENDAHULUAN. keren ketimbang belanja di pasar tradisional. memenuhi kebutuhan hidupnya (Halim, 2008, h.129). Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek budaya dan sosial yang datang dari luar negeri membuat pola

BAB I PENDAHULUAN. warung kopi modern sekelas Starbucks. Kebiasaan minum kopi dan. pertandingan sepak bola dunia, ruang pertemuan, live music dan lain

BAB V KESIMPULAN. waktu). Tetapi, ternyata terdapat hal lain yang membuat gig itu menjadi sebuah

BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pariwisata menjadi aktivitas yang mendapat perhatian besar, baik dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini pertumbuhan dan perkembangan industri di daerah perkotaan di Indonesia semakin maju terlihat dari gedung-gedung yang menjulang tinggi di tengah kota yang memiliki fungsinya masing-masing dari mulai gedung perkantoran, maupun gedung-gedung yang berfungsi sebagai sarana pendidikan, dan yang paling berkembang pesat adalah gedung-gedung yang memiliki fungsi sebagai sarana hiburan karena banyaknya masyarakat yang memadati tempattempat hiburan ini dari mulai anak-anak, remaja, dewasa maupun orang tua. Tempat hiburan yang biasanya dapat dikunjungi semua golongan adalah mall, restaurant, karoke keluarga, dan masih banyak lagi. Ada pun tempat hiburan yang biasanya didatangi oleh golongan-golongan tertentu saja adalah diskotik, tempat billiard atau restauran yang khusus menyediakan minuman beralkohol, ataupun kafé life music yang fungsinya tidak jauh beda dengan diskotik. Setiap tempat hiburan memiliki daya tarik tersendiri dan mempunyai penikmat masingmasing. Hal ini yang memunculkan suatu gaya hidup modern di masyarakat perkotaan. Gaya hidup merupakan ciri dari sebuah budaya modern atau yang biasa juga disebut modernitas, maksudnya adalah siapa saja yang hidup dalam masyarakat modern akan menggunakan gagasan gaya hidup untuk 1

2 menggambarkan tindakannya sendiri maupun orang lain (Chaney, 1996). Lebih lanjut dijelaskan Chaney bahwa gaya hidup adalah pola-pola tindakan yang membedakan antara satu orang dengan orang lain. Salah satu faktor utama yang mendorong munculnya gaya hidup adalah pola konsumsi, pola konsumsi masyarakat perkotaan telah menjadikan barang-barang ataupun jasa sebagai identitas mereka, barang dan jasa dikonsumsi bukan karena kebutuhan mereka melainkan hanya sebatas memenuhi keinginan dan petunjuk identitas sosial mereka. Pola konsumsi masyarakat perkotaan ini telah merubah suatu nilai produk yang awalnya memiliki nilai fungsional menjadi nilai simbolis. Perubahan suatu nilai-nilai suatu barang dan jasa ini kemudian memunculkan gaya hidup masyarakat perkotaan. gaya hidup yang mengutamakan kesenangan bahkan fungsi. Gaya hidup ini biasa disebut dengan gaya hidup hedonis. Hedonism berawal dari emosi yaitu respon dari suatu kejadian, dimana emosi ini membuat seseorang berespon dengan cara yang berbeda-beda, hal ini yang membuat pentingnya cara beradaptasi dengan kejadian-kejadian yang baik maupun yang buruk (Mangunharjana, 1997). Pada akhirnya hedonism ini menjadi suatu paham atau gaya hidup yang seperti disebutkan oleh Epikuros (341-270 SM) hedonism adalah suatu paham yang memiliki pendapat bahwa ukuran baik atau buruk terletak pada kesenangan, dan kesenangan merupakan tujuan hidup manusia. Bila perbuatan manusia menimbulkan suatu kenikmatan dialah orang yang mempunyai etika dan moral yang tinggi (Charris, 2003)

3 Night club merupakan tempat yang memfasilitasi gaya hidup hedonis. Night club merupakan tempat hiburan yang disuguhkan untuk para penikmat dunia malam. Banyaknya investor yang mengembangkan bisnis night club menggambarkan semakin banyak pula para penikmatnya. Data resmi jumlah night club di kota besar cukup sulit ditemukan namun demikian jumlah night club di Jakarta dapat ditelusuri melalui website-website yang mendaftar berbagai tempat hiburan seperti www.lintascerita.com sedikitnya mendaftar 34 night club ditambah dengan www.kampus.us mendaftar tempat hiburan yang tidak tercatat di www.lintascerita.com sebanyak 43 night club jika di jumlahkan night club yang ada di Jakarta terdapat 77 night club. Demikian pula halnya dengan kota Bandung yang mempunyai 40 night club (bandung-tur.blogspot.com/2011/06). Data ini belum termasuk night club yang lima tahun belakangan ini baru berdiri seperti Mansion, Amnesia, Legacy, dan Sober. Fenomena night club sebenarnya sudah muncul pada tahun 1970-an dan terus berkembang hingga sekarang seperti diceritakan dalam studi deskriptif tentang gaya hidup para clubbers oleh Muhammad Liyansyah (2009). Lebih lanjut dijelaskan bahwa pada awal perkembangannya di Indonesia pada dekade 1970-an. Night club dan tempat hiburan malam hanya dinikmati oleh orang tua saja dan hanya sebatas live music dan karaoke. Namun akhirnya dimasuki oleh kaum muda dengan menciptakan dunia malam mereka sendiri dengan gaya mobile disco. Memasuki era 80-an night club dan dunia malam semakin berkembang serta mengalami perubahan gaya yang terkenal dengan sebutan break dance atau tari

4 kejang. Pada era 90-an sampai sekarang night club dan dunia malam terus berkembang, para penikmat dunia malam sekarang sudah dapat memilih antara live music dan karaoke atau dance, karena tempatnya sudah tersendiri dan para penikmatnya tidak hanya anak muda (Liyansyah, 2009). Dewasa ini night club merupakan salah satu tempat yang banyak dipilih oleh masyarakat perkotaan untuk melepaskan kepenatan, khususnya bagi komunitas dunia malam. Disadari ataupun tidak, pergi ke night club telah menjadi suatu kebutuhan bagi para penikmat dunia malam. Meningkatnya para penikmat dunia malam, khususnya night club, memunculkan kelompok-kelompok dunia malam yang sekarang sering disebut clubbers. Clubbers adalah sekumpulan individu-individu yang memilih cara menghabiskan waktunya dengan berkumpul dengan teman-temannya di sebuah night club dan kegiatan ini biasa disebut dengan dugem (dunia gemerlap) (Liyansyah, 2009). Dugem (dunia gemerlap), begitulah istilah yang digunakan oleh mereka yang gemar menghabiskan waktu malamnya untuk berpesta pora baik dengan pasangan masing-masing maupun koleganya (Liyansyah, 2009). Istilah ini sangat dikenal di kalangan individu-individu yang menggerandungi pesta dan hiburan malam. Pada era modernisasi ini dugem (dunia gemerlap) sudah sangat identik dengan masyarakat metropolitan. Konsep makna yang senada dengan dugem adalah clubbing. Kata clubbing berasal dari bahasa inggris yang dibentuk dari kata club yang bermakna perkumpulan (Hassan & Echols, 1996). Istilah clubbing yang terdapat dalam kamus tersebut bermakna berkumpul (Hassan & Echols,

5 1996). Aktivitas clubbing adalah kebiasaan sebagian anak muda perkotaan yang menghabiskan waktu di kafe, mendengarkan musik di pub, menyanyi di karaoke dan joget di diskotik. Mereka yang biasa melakukan aktivitas ini disebut dengan istilah clubber (Ruz, 2003) Hal ini yang menjadikan alasan kenapa para penikmat dugem disebut dengan clubbers. Tidak semua pengunjung night club dapat dikatakan clubbers karena sebagian pengunjung night club adalah pengunjung biasa yang mungkin hanya mencari suasana hiburan yang berbeda atau mungkin ingin mencoba gaya hidup sebagai seorang clubbers. Untuk membedakan seorang clubbers dengan pengunjung biasa memang tidak mudah. Namun bila diperhatikan dengan seksama maka perbedaan tersebut dapat dilihat, hal ini dapat dilihat dari gaya berpakaian, cara ngedance dan frekuensi kunjungan mereka. Selain itu beberapa night club juga menyediakan kartu member untuk para penikmat clubbing atau biasa disebut dengan clubbers. Hal ini bisa digunakan untuk mengidentifikasi mana clubbers dan mana yang bukan. Konsumen night club pada umumnya merupakan pelajar dan mahasiswa, para eksekutif muda, pengusaha-pengusaha sukses, bahkan ibu rumah tangga ada juga yang menjadi pelaku clubbing (Susanto, 2001). Namun demikian mayoritas pengunjung night club ini adalah para remaja yang memiliki sosio-ekonomi yang cukup baik (Perdana, 2004). Ini terlihat dari kebutuhan-kebutuhan material yang menopang aktivitas clubbing yang jelas membutuhkan dana ekstra. Mulai dari pemilihan pakaian yang bermerk, property, kendaraan, hingga perangkat clubbing

6 itu sendiri (Perdana, 2004). Banyaknya pengunjung berdasarkan wawancara preliminary dengan salah satu pegawai Mansion di Bandung pada tanggal 17 Mei 2012 menyebutkan bahwa pada hari kerja sekitar 200 orang sedangkan di akhir minggu bisa sampai 500-800 orang dan didominasi sekitar umur 21 tahun ke atas karena adanya peraturan terkait dengan batasan umur tetapi faktanya tidak sedikit pengunjung di bawah umur 21 tahun bisa masuk ke tempat ini. Remaja dianggap konsumen yang potensial karena masa remaja dianggap sebagai masa peralihan dan sering disebut sebagai masa pencarian identitas diri. Remaja gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan ingin memberi kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah. Berpakaian dan bertindak seperti orang dewasa ternyata belum cukup, sehingga di negara barat remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, yaitu merokok, minum minuman keras, menggunakan obatobatan dan terlibat dalam perbuatan seks untuk memberikan citra yang diinginkan (Hurlock, 1994). Pada masa remaja, manusia akan mengeksplorasi kemandirian dan membangun rasa peka akan dirinya (Santrock, 2007). Seorang remaja dihadapkan pada tantangan menemukan identitas siapa mereka, bagaimana mereka nantinya, dan kemana mereka menuju dalam kehidupannya (menuju tahap dewasa) (Santrock, 2007). Remaja diharapkan memiliki banyak peran baru dan status sebagai orang dewasa. Dalam menjelajahi peran tersebut sangat mungkin terjadi sesuatu yang dinamakan pencarian sensasi (sensation seeking).

7 Sensasi adalah suatu pengalaman yang diterima oleh seluruh alat indera manusia yang merupakan suatu pengalaman elementer yang tidak memerlukan penguraian verbal, simbolis, atau konseptual (Rakmat, 1994). Sensasi yang dirasakan oleh remaja yang dipersepsikan memang bervariasi, tergantung bagaimana seseorang merasakan sensasi yang diterima dari alat indera ketika mereka berpetualang (Santrock, 2007). Clubbing adalah salah satu aktivitas yang sangat mungkin terjadi pada saat pencarian sensasi. Aktivitas clubbing merupakan aktivitas yang dapat memberikan banyak stimulus pada semua alat indera, dan ini akan berakibat banyaknya respon yang dikeluarkan oleh para penikmat clubbing. Para remaja saat ini yang khas dengan pencarian jati diri dan rasa ingin tau yang tinggi akan mencoba hal-hal yang baru, salah satunya adalah clubbing. Night club merupakan salah satu tempat yang mungkin bagi mereka dalam mencari pengalaman. Night club menurut mereka mungkin menyenangkan maka dari itu banyak sekali para remaja yang memadati tempat ini. Namun tempat ini juga sangat beresiko, di tempat ini sangat mungkin terjadi pelecehan-pelecehan seksual. Banyaknya clubbers yang memakai narkoba pada saat clubbing, minuman berakohol dan asap rokok pun sudah menjadi bagian dari night club. Risiko-risiko ini nampaknya tidak membuat mereka takut untuk datang ke night club, untuk itu fenomena ini sangat menarik untuk di teliti. Pencarian sensasi dan pencarian jati diri seorang remaja adalah hal yang sangat mungkin berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Pencarian sensasi merupakan sebuah sifat (trait) yang

8 menerangkan tentang suatu kebutuhan akan perubahan (variety), kebutuhan untuk melakukan hal yang baru (novel). Pengalaman dan sensasi yang bersifat kompleks serta keinginan untuk mengambil resiko yang bersifat fisik dan sosial untuk kepentingan tertentu (Zuckerman, 1979). Untuk itu penelitian ini akan menelaah tentang pencarian sensasi pada remaja yang menyukai aktivitas clubbing 1.2 Fokus Penelitian Fokus dari penelitian ini ialah pada pencarian sensasi yang dialami remaja sebagai pelaku clubbing (clubbers), clubbers yang dimaksud adalah pelaku clubbing dengan minimal kunjungan ke night club satu kali dalam seminggu. khususnya usia 15-24 tahun karena di Indonesia batasan remaja yang mendekati batasan PBB tentang pemuda adalah kurun usia 15-24 tahun (Sarwono, 2010) dan memiliki status ekonomi menengah ke atas. Serta faktor-faktor yang mempengaruhi para remaja tersebut untuk datang ke night club, night club yang dimaksud adalah tempat hiburan dengan lantai dansa dan disk jokey sebagai pengatur lagu yang akan di putar bukan kafe dengan life music atau tempat karoke. Dan salah satu night club yang akan diteliti adalah Mansion di kota Bandung, peneliti memilih tempat ini karena peneliti memiliki akses terhadap informan yang bekerja di Mansion night club, Mansion adalah salah satu night club yang banyak diminati oleh remaja dan Mansion mempunyai tempat yang

9 luas sehingga banyak para penikmat dunia malam memilih tempat ini untuk aktivitas clubbing. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka permasalahan yang akan dikaji adalah : 1. Bagaimana gambaran remaja kota Bandung dan kebiasaan clubbing? 2. Faktor-faktor yang berkontrbusi terhadap kegiatan clubbing? 3. Bagaimana pencarian sensasi yang terjadi pada remaja clubbers dan Sensasi apa yang dirasakan remaja clubbers di kota Bandung? 1.4. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui gambaran remaja kota Bandung yang mempunyai kebiasaan clubbing 2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kegiatan clubbing 3. Untuk mengetahui pencarian sensasi seperti apa yang mereka alami pada saat melakukan aktivitas clubbing serta mengetahui sensasi yang dirasakan remaja clubbers di kota Bandung 1.5.Manfaat Penelitian 1.5.1. Manfaat Praktis

10 Dengan diketahui pencarian sensasi yang dialami remaja sebagai pelaku clubbers, dan faktor-faktor yang membuat mereka datang ke night club akan memberikan pandangan serta pemahaman terhadap orang tua yang seharusnya berperan sebagai pengontrol untuk anak-anaknya khususnya remaja saat ini yang pergaulannya semakin luas 1.5.2. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan ilmu psikologi sosial terutama dalam pencarian sensasi pada anak remaja saat ini sebagai pelaku clubbers