Key word : digital surface model, digital terrain model, slope based filtering.

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3.3.2 Perencanaan Jalur Terbang Perencanaan Pemotretan Condong Perencanaan Penerbangan Tahap Akuisisi Data...

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Model Data Spasial. by: Ahmad Syauqi Ahsan

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB II DASAR TEORI. 2.1 DEM (Digital elevation Model) Definisi DEM

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA

PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jurnal Geodesi Undip Januari 2017

KLASIFIKASI PENGUKURAN DAN UNSUR PETA

1.1 Latar Belakang Volume penggalian dan penimbunan suatu material merupakan hal yang penting dalam banyak pekerjaan teknik dan pertambangan.

ANALISIS KETINGGIAN MODEL PERMUKAAN DIGITAL PADA DATA LiDAR (LIGHT DETECTION AND RANGING) (Studi Kasus: Sei Mangkei, Sumatera Utara)

BAB V TINJAUAN MENGENAI DATA AIRBORNE LIDAR

Pengertian Sistem Informasi Geografis

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

PEMBUATAN MODEL ORTOFOTO HASIL PERKAMAN DENGAN WAHANA UAV MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK FOTOGRAMETRI

Bab IV Analisis Hasil Penelitian. IV.1 Analisis Data Titik Hasil Pengukuran GPS

BAB 3 LIDAR DAN PENDETEKSIAN POHON

APLIKASI CLOSE RANGE PHOTOGRAMMETRY UNTUK PERHITUNGAN VOLUME OBJEK

BAB 2 STUDI REFERENSI. Gambar 2-1 Kamera non-metrik (Butler, Westlake, & Britton, 2011)

BAB II DASAR TEORI 2. 1 Fotogrametri

Pemetaan dimana seluruh data yg digunakan diperoleh dengan melakukan pengukuran-pengukuran dilapangan disebut : Pemetaan secara terestris Pemetaan yan

Analisa Ketelitian Geometric Citra Pleiades Sebagai Penunjang Peta Dasar RDTR (Studi Kasus: Wilayah Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

Ilustrasi: Proses Produksi

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS

Bab III Pelaksanaan Penelitian. Penentuan daerah penelitian dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan, diantaranya adalah :

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur

- Sumber dan Akuisisi Data - Global Positioning System (GPS) - Tahapan Kerja dalam SIG

PEMBUATAN MODEL ELEVASI DIGITAL DARI STEREOPLOTTING INTERAKTIF FOTO UDARA FORMAT SEDANG DENGAN KAMERA DIGICAM

Pengumpulan dan Integrasi Data. Politeknik elektronika negeri surabaya. Tujuan

PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III APLIKASI PEMANFAATAN BAND YANG BERBEDA PADA INSAR

PRESENTASI TUGAS AKHIR

Pengukuran Kekotaan. Lecture Note: by Sri Rezki Artini, ST., M.Eng. Geomatic Engineering Study Program Dept. Of Geodetic Engineering

III. METODOLOGI PENELITIAN

PEMBUATAN MODEL ELEVASI DIGITAL DARI STEREOPLOTTING INTERAKTIF FOTO UDARA FORMAT SEDANG DENGAN KAMERA DIGICAM

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan

Tujuan. Model Data pada SIG. Arna fariza. Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 4/7/2016

III. BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang

TEKNOLOGI RIMS (RAPID IMAGING AND MAPPING SYSTEMS)

Isfandiar M. Baihaqi

simplifying Survey PROPOSAL TEKNIS RAPID IMAGING AND MAPPING SYSTEM Delivery GeoInformation and co nsulting

9. PEMOTRETAN UDARA. Universitas Gadjah Mada

3/17/2011. Sistem Informasi Geografis

KOMPONEN VISUALISASI 3D

Analisa Data Foto Udara untuk DEM dengan Metode TIN, IDW, dan Kriging

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

PEMANFAATAN FOTO UDARA UAV UNTUK PEMODELAN BANGUNAN 3D DENGAN METODE OTOMATIS

BAB III PENGOLAHAN DATA ALOS PRISM

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA?

PERANAN CITRA SATELIT ALOS UNTUK BERBAGAI APLIKASI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

PDF Compressor Pro BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2016

PELAKSANAAN PENGUKURAN DAN HITUNGAN VOLUME METODE FOTOGRAMETRI RENTANG DEKAT DAN METODE TACHYMETRI

Gambar 7. Lokasi Penelitian

Mekanisme Persetujuan Peta untuk RDTR. Isfandiar M. Baihaqi Diastarini Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial

BAB III BAHAN DAN METODE

STEREOSKOPIS PARALAKS

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1.

C I N I A. Survei dan Pemetaan Untuk Perencanaan Jaringan Gas Bumi Bagi Rumah Tangga Menggunakan Metode Terrestrial dan Fotogrametri Jarak Dekat

Sumber Data, Masukan Data, dan Kualitas Data. by: Ahmad Syauqi Ahsan

Home : tedyagungc.wordpress.com

Jurnal Konstruksi ISSN : UNSWAGATI CIREBON JURNAL KONSTRUKSI. Kajian Penentuan Luas Bangunan dari Orthofoto untuk Keperluan Kadaster Fiskal

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN

PENGKAJIAN POTENSI RESAPAN AIR MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI STUDI KASUS CEKUNGAN BANDUNG TESIS MAGISTER. Oleh : MARDI WIBOWO NIM :

MAPPING THE OUTERMOST SMALL ISLANDS UTILIZING UAV- BASED AERIAL PHOTOGRAPHY OUTLINE

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Pemetaan Foto Udara Menggunakan Wahana Fix Wing UAV (Studi Kasus: Kampus ITS, Sukolilo)

KAJIAN AKURASI PEMANFAATAN CITRA QUICKBIRD PADA GOOGLE EARTH UNTUK PEMETAAN BIDANG TANAH TESIS

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING )

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Pemrosesan Data DEM. TKD416 Model Permukaan Digital. Andri Suprayogi 2009

PERENCANAAN PENGHIJAUAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT IKONOS (Studi Kasus di Desa WEK II, Kecamatan Padangsidempuan Utara, Kota Padangsidempuan)

PEMROGRAMAN VIRTUAL STEREOPLOTTER SEBAGAI PROGRAM SPASIAL PENGHASIL DIGITAL SURFACE MODEL DARI FOTO UDARA STEREO DIGITAL

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

BAB 3. Akuisisi dan Pengolahan Data

DAFTAR ISI. I.2. Lingkup Kegiatan I.3. Tujuan I.4. Manfaat I.5. Landasan Teori... 3

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

PEMBUATAN MODEL TIGA DIMENSI (3D) SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK VISUALISASI WILAYAH KOTA

BAB I PENDAHULUAN I.1

Bab III Pelaksanaan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I.1.

TEKNIK PEMODELAN 3D CITRA SATELIT LAPAN TUBSAT DENGAN VIDEOGRAMMETRI (Studi Kasus: Gunung Semeru)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH. ACARA 2 Mozaik Foto Udara dan Pengamatan Sterioskop. Oleh : Muhamad Nurdinansa [ ]

Transkripsi:

ABSTRACT Aerial photogrametry is one of methods to produce digital elevation model data. Nowaday, almost aerial photogrametry use image matching technique to make digital elevation model data. The main problem that is arise on processing image matching is that the product result that is still on data digital surface model (MPD) format, in fact, mostly of map users use digital terrain model data (MTD). To produce digital terrain model data, filtering the digital surface model data from aerial photo is needed to do by using slope based filtering mode. This slope based filtering mode is used to filter digital surface model of Kentungan area to become digital terrain model data. The first step is to choose two tipes of area digital surface model data area of Kentungan will be filtered, namely vegetation and urban areas. Both digital surface model data are exported to xyz data format, so the data can be processed in Saga gis 2.1.0 software using slope based filtering method. This slope based filtering method remove height point data from digital surface model data that don t represent technique terrain height point data. The result of research shows that digital terrain data from slope based filtering technique result on urban areas data is less accurate compared to vegetation areas on Kentunga. It is indicated by the presence of a high point after the terrain is filtered repeatedly. Analysis of the results is also performed visually on Global Mapper 13.2 software 3- dimensional model on Saga gis software 2.1.0. Filtering data digital surface model is also analyzed numerically by calculating statistics such as the highest point, the point of lows and the high point of the average data before and after filtered. The data obtained by the reduction of vegetation area represents a high point of 10 558 meters of residential areas and the reduction obtained high point of 7,847 meters. Key word : digital surface model, digital terrain model, slope based filtering. xvii

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi saat ini sudah semakin maju, hal ini juga berkaitan erat dengan perkembangan peta yang saat ini berbentuk digital. Peta permukaan bumi pun dapat disajikan dalam berbagai bentuk dan cara penyimpanan datanya. Salah satu bentuk penyajian data permukaan bumi adalah data model elevasi digital yang merupakan model elevasi suatu permukaan. Kebutuhan akan data model elevasi digital semakin meningkat tetapi ketersediaan data siap pakai dan akurasi tinggi tidak banyak dipasaran, sedangkan sejumlah aplikasi memerlukan data model elevasi digital beresolusi tinggi. Pilihannya adalah membuat sendiri data model elevasi digital yang dibutuhkan tersebut. Data model elevasi digital dapat dihasilkan dengan berbagai cara, salah satu caranya adalah teknologi penginderaan jauh. Untuk saat ini teknologi penginderaan jauh merupakan cara yang paling cepat untuk menghasilkan data model elevasi digital. Pemotretan dari udara atau aerial mapping adalah salah satu cara untuk membuat data model elevasi digital fotogametri. Saat ini untuk membuat data model elevasi digital dari udara, banyak menggunakan teknik image matching. Masalah utama yang timbul dalam proses image matching ini adalah hasil yang dihasilkan masih berupa data model permukaan digital (MPD), sedangkan yang dibutuhkan oleh pengguna peta adalah data model terain digital (MTD). Data model permukaan digital yang dihasilkan dari proses image matching bergantung kepada bentuk areanya. Salah satu cara yang dilakukan adalah menyaring objekobjek yang akan dijadikan terain atau medan permukaan tanah. Objek-objek yang tampak dipermukaan tanah tetapi bukan terain harus dihilangkan, baik objek alami seperti vegetasi maupun buatan manusia seperti bangunan. Setiap metode yang digunakan untuk menyaring data model permukaan digital bisa menghasilkan model terain digital yang berbeda-beda. Oleh karena kondisi tutupan lahan yang tidak sama, menyebabkan tidak adanya rumus baku yang bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Tugas akhir ini mengevaluasi cara penyaringan data model permukaan digital menjadi data model terain digital. Teknik penyaringan yang digunakan adalah adalah slope based 1

filtering yang mempertimbangkan aspek kemiringan dari titik tinggi yang berdekatan. Asumsinya adalah terain suatu permukaan tanah relatif datar dan tidak ada tanah yang sangat besar perbedaan elevasinya. Evaluasi pekerjaan dilakukan pada data model permukaan digital yang mewakili area vegetasi dan area pemukiman. Hasil dari pekerjaan akan dianalisis secara visual dan numerik. I.2 Perumusan Masalah Data model permukaan digital yang dihasilkan dari foto udara masih berupa data model permukaan digital, sedangkan data yang banyak digunakan untuk berbagai keperluan pemetaan adalah data model terain digital yang hanya menampilkan bentuk dari permukaan tanah saja. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah : 1. Data model permukaan digital hasil image matching perlu disaring menjadi data model terain digital. 2. Penyaringan yang dilakukan secara manual tidek efektif untuk proses produksi, maka perlu dilakukan secara otomatis. 3. Setiap teknik penyaringan mempunyai hasil yang berbeda, tergantung bentuk area yang di proses. I.3 Batasan Masalah Dalam penelitian ini, terdapat batasan-batasan sebagai berikut: 1. Tugas akhir ini hanya menggunakan satu teknik penyaringan data model permukaan digital, yaitu motede slope based filtering yang hanya memperhitungkan nilai kemiringan antara titik tinggi yang berdekatan. 2. Data model permukaan digital yang disaring dalam penelitian ini ada 2 jenis, yaitu area vegetasi dan area pemukiman. 3. Analisis dan pengujian hasil pekerjaan dilakukan dengan cara visual dan numerik melalui statistik data model permukaan digital. 4. Proses pembuatan model permukaan digital tidak dibahas dalam penelitian ini. 2

I.4 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi hasil penyaringan metode slope based filtering terhadap data model permukaan digital di area vegetasi dan area pemukiman. Evaluasi dilakukan secara visual dan numerik. I.5 Manfaat Dalam penelitian ini diperoleh berbagai manfaat, yaitu: 1. Melakukan penyaringan data model permukaaan digital dengan lebih efektif. 2. Mengerti tentang teknik penyaringan yang baik untuk area tertentu. I.6 Tinjauan Pustaka Atriyon (2010) melakukan penelitian tentang teknik penurunan data digital surface model (DSM) menjadi data digital elevation model (DEM) di daerah Cilacap. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dari citra ALOS. Dalam penelitian ini penulis perlu akurasi dan presisi data satelit Alos menggunakan penyesuaian least square metode parameter. Hasil ini akan digunakan untuk mengubah digital surface model (DSM) menjadi digital elevation model (DEM). Penelitian ini menciptakan digital elevation model (DEM) menggunakan rentang z (elevasi) metode. Pfeifer (2008) melakukan penelitian tentang digital surface model filtering. Data yang digunakan adalah data Laser altimetry. Penelitian dilakukan diwilayah Kanpur, India. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode slope based filtering, robust interpolation, progresif TIN densification dan segmentation based filtering. Hasil dari penelitian ini adalah membandingkan hasil penyaringan menggunakan 4 metode penyaringan data digital surface model. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penyaringan dari data digital surface model kawasan Kentungan menjadi data digital terrain model. Software dan metode yang digunakan dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Penelitian ini juga tidak membahas proses pembentukan data permukaan digital. 3

Tabel I.1 Perbandingan penelitian terhadap penyaringan data digital surface model. No. Nama Metode Data Lokasi Hasil 1. Atriyon Julzarika Least square metode parameter Citra ALOS Cilacap, Jawa Tengah Digital elevation model 2. Norbert Pfeifer Slope based filtering, Robust interpolation, Progresif TIN densification dan Segmentation based filtering Laser altimetry Kanpur, India Digital terrain model 3. Monzeri Desilva Slope based filtering Digital surface model dari foto udara Kentungan, Sleman, Yogyakarta Digital terrain model I.7 Landasan Teori I.7.1 Pembentukan model permukaan digital Dalam pemotretan udara, titik kontrol tanah diperlukan untuk trianggulasi udara. Trianggulasi udara adalah cara penentuan koordinat titik kontrol minor secara fotogrametris. Tie point adalah titik kontrol tanah perapatan yang mengacu pada titik kontrol tanah hasil premarking. Tie point ini sering disebut dengan postmark, karena ditentukan setelah pemotretan. Titik kontrol tanah berfungsi sebagai data masukan untuk proses hitungan titik bantu minor atau ikatan bantu secara fotogrametris. Hasil dari pekerjaan trianggulasi udara ini adalah koordinat titik tie point, baik titik kontrol penuh (X, Y, Z), titik kontrol planimetris (X,Y) dan tinggi (Z) yang telah diratakan. Titik kontrol tanah atau ground control point (GCP) merupakan suatu titik diatas permukaan tanah yang memiliki nilai koordinat tertentu, dalam sistem koordinat tertentu, yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan posisi titik atau obyek di suatu tempat di permukaan tanah. Titik kontrol tanah ini dapat ditentukan dengan berbagai cara. Untuk penentuan koordinat planimetrisnya (X, Y) dapat digunakan metode triangulasi, trilaterasi, poligon, dan GPS. Sedangkan untuk penentuan tinggi titiknya (Z) dapat digunakan metode sipat datar atau trigonometris. Data pengukuran disini adalah pengukuran titik kontrol 4

horisontal dan tinggi. Hasil dari pengukuran titik kontrol ini adalah daftar koordinat tanah X, Y, Z pada masing-masing titik kontrol tanah yang dilalui jalur pengukuran (Rendy, 2012). Data model permukaan digital yang disebut juga dengan digital elevation model pada kegiatan fotogrametri dapat diperoleh dari pembuatan digital elevation model pada saat pengolahan foto dengan menggunakan perangkat lunak. Pada perangkat lunak PCI Geomatics, digital elvation model dapat diperoleh dari titik-titik ground control point (GCP) dan tie points yang didapatkan dari proses triangulasi udara. Kualitas digital elevation model yang terbentuk sangat bergantung dengan persebaran titik-titik kontrol tersebut. Semakin banyak dan tersebar merata titik-titik kontrol pada foto yang saling bertampalan, akan meningkatakan kualitas dan akurasi digital elevation model yang terbentuk. Apabila persebaran titik-titik GCPs dan tie points belum tersebar secara merata pada area foto yang saling bertampalan, dapat ditambahkan titik-titik elevation match point pada daerah foto yang saling bertampalan sebagai titik bantu untuk daerah foto yang belum terwakili nilai ketinggiannya oleh titik-titik GCPs dan tie points. Sehingga digital elevation model yang terbentuk memiliki nilai ketinggian sesuai dengan kondisi daerah foto yang saling bertampalan. Metode pembutan data digital elevation model dapat dilihat pada gambar I.1 seperti dibawah ini. Gambar 1. 1 Pembentukan digital elevation model pada kegiatan fotogrametri (Priastina, 2006 dalam Giri, 2012) Tahap alignment merupakan tahap dimana dilakukan pendefinisian atau identifikasi tie point secara otomatis melalui nilai kesamaan piksel pada image. Proses alignment menghasilkan gambar yang membentuk points cloud pada foto-foto yang memiliki hubungan pada overlap dan sidelap. Pada proses alignment dilakukan proses bundle adjustment secara berulang untuk dapat memperoleh nilai apriori varian sekecil mungkin,. dan dari proses 5

tersebut diperoleh nilai variant aposteriori pada foto. Pada proses ini dapat ditunjukkan hasil kelebihan dari penggunaan foto udara salah satunya dalam segi ketelitian. Nilai variant aposteriori diperoleh pada saat dilakukan proses penyelarasan menggunakan software Agisoft PhotoScan. Build geometry adalah tahapan dimana dilakukan proses orthophoto. Orthophoto adalah pembuatan foto yang telah melalui proses ortorektifikasi, dimana foto telah menyajikan gambaran obyek pada posisi ortografik yang benar. Ortorektifikasi ini digunakan untuk menghapus efek kemiringan sumbu dan hasilnya berupa ekivalen foto tegak. Karena pergeseran letak gambar sehubungan dengan perubahan relief, ekivalen foto tegak masih mengandung skala yang tidak seragam. Di dalam proses peniadaan pergeseran letak oleh relief pada sembarang foto, variasi skala juga dihapus sehingga skala menjadi sama bagi seluruh foto. Pada software Agisoft PhotoScan hasil dari pembentukan geometri adalah penggabungan antar titik berdasarkan nilai tingginya (Giri, 2012). I.7.2 Pengetahuan umum tentang digital elevation model Pemodelan permukaan merupakan istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan suatu proses menyajikan permukaan nyataatau tiruan secara matematis. Pemodelan permukaan bumi merupakan kategori khusus dari pemodelan permukaan yang berkaitan dengan problem khusus untuk menyajikan bentuk permukaan bumi (Djurdjani, 1999). Model permukaan digital dapat disimpan dengan berbagai metode: 1. Data berdistribusi teratur. Data disimpan dengan spasi yang teratur antar titik data sehingga membentuk suatu grid. Bentuk dasar dari grid yang paling sering digunakan adalah bentuk bujur sangkar. Data elevasi dicatat pada tiap jarak tertentu, sesuai dengan resolusi spasial dari grid. 2. Data berdistribusi semi teratur. Pada metode ini, keteraturan terdapat pada salah satu unsur datanya, sedangkan unsur yang lain acak. Misalnya garis-garis kontur pada peta yang merepresentasikan ketinggian yang sama pada permukaan bumi dengan interval ketinggian tertentu yang konstan mempunyai keteraturan pada unsur Z, tetapi pada unsur X dan Y acak. 3. Data berdistribusi acak. Pada metode ini, tidak ada keteraturan pada setiap unsur datanya. Salah satu bentuk struktur data acak adalah TIN (Triangulated Irregular Networks) dengan segitiga-segitiga tak beraturan sebagai satuan datanya. 6

4. Fungsi permukaan. Permukaan bumi dapat pula disajikan dalam model matematis tertentu, namun pemodelan ini cenderung hanya memberikan gambaran umum permukaan (trend surface) serta menghilangkan detildetil lokal pada permukaan bumi, mengingat kenampakan fisik dari permukaan bumi sangat kompleks dan sulit dimodelkan melalui suatu fungsi matematis secara tepat. Menurut Temfli (1991) dalam Purwanto (2008), yang dimaksud dengan digital elevation model adalah data digital yang manggambarkan geometri dari bentuk permukaan bumi atau bagiannya yang terdiri dari himpunan titik-titik koordinat hasil sampling dari permukaan dengan algoritma yang mendefinisikan permukaan tersebut menggunakan himpunan koordinat. Digital elevation model merupakan data elevasi digital terain (topografi dan batimetri) tanpa adanya fitur permukaan bumi seperti bangunan dan vegetasi (Giri, 2012). Digital elevation model merupakan model permukaan bumi yang terbentuk dari titik titik yang memiliki nilai koordinat 3 Dimensi (X, Y, Z). Titik-titik tersebut dapat berupa titik sample permukaan bumi atau titik hasil interpolasi atau ekstrapolasi titik-titik sample. Digital elevation model dapat diperoleh dari berbagai macam sumber, seperti pengukuran langsung dilapangan, photogrametric data capture (manual, semi otomatis, dan otomatis), digitasi peta topografi, dan dari sumber lain (RADAR, sonar, laser altimetry). Beberapa kegunaan digital elevation model yang lain yaitu (Giri, 2012): 1. Untuk mengidentifikasi struktur geologi pada topografi. 2. Sebagai sumber informasi topografi dan garis kontur untuk peta. 3. Pada perusahaan telekomuniksasi, digital elevation model digunakan untuk mengidentifikasi area cakupan dari base transceiver station (BTS). Tekstur digital elevation model digunakan untuk memperkirakan bagaimana bentuk permukaan bumi bisa mempengaruhi kekuatan dan pantulan dari sinyal. Digital elevation model secara umum berasal dari tiga sumber (Resmono, 1998 dalam Giri, 2012) yaitu : 1. Survei lapangan / terestris Data survei lapangan atau terestris dapat langsung dimasukkan ke dalam komputer melalui penyimpanan data yang dipasang pada alat pengukuran. 7

Ketelitian hasil digital elevation model sejalan dengan ketelitian alat pengukuran dan kemampuan surveyor mengambil data titik yang mewakili karakteristik terain. 2. Metode fotogrametri Metode fotogrametri berdasarkan pada interpretasi stereoskopik foto udara. Ketelitian digital elevation model tergantung pada metode pengambilan titik dan ketelitian citra atau foto udara yang dipergunakan. 3. Peta topografi Peta topografi dapat menjadi sumber data digital elevation model dengan melakukan digitasi kontur atau profilnya. Peta topografi sangat dominan dipergunakan sebagai sumber data digital elevation model karena biaya yang dikeluarkan lebih murah dibandingkan menggunakan survei terestris ataupun metode fotogrametris. Digital elevation model (DEM) dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu Digital Surface Model (DSM) dan Digital Terrain Model (DTM) (intermaps, 2012). Dalam penelitian kali ini akan dibahas tentang kedua jenis digital elevation model (DEM) tersebut. I.7.2.1 Digital surface model Digital surface model adalah model permukaan bumi digital yang memuat elevasi fitur-fitur alami permukaan tanah dan segala obyek yang ada di permukaan tanah, baik obyek alami maupun obyek buatan manusia (Intermap, 2012). Perolehan data digital surface model bisa melalui data dari peta, image matching, maupun pengukuran secara langsung dilapangan. Dalam penelitian ini data digital surface model diperoleh dari hasil image matching foto udara. Pada proses pembuatan data digital surface model dengan fotogametri, semua objek yang ada pada permukaan bumi baik objek alami dan objek buatan manusia dianggap sebagai permukaan tanah. Pohon, bangunan dan objek apa saja yang ada pada permukaan bumi pada saat melakukan foto udara akan dimodelkan sebagai data digital surface model. Contoh tampilan data digital surface model dapat dilihat pada gambar I.2 dibawah ini. 8

Gambar 1. 2 Tampilan data digital surface model ( Pfeifer, 2008). I.7.2.2 Digital terrain model Digital terrain model adalah model medan digital yang hanya memuat elevasi fiturfitur alami permukaan tanah terbuka tanpa obyek penutup di atasnya baik alami maupun buatan manusia (Intermap, 2012). Digital terrain model adalah sistem informasi yang menyimpan, memanipulasi, dan menampilkan informasi tentang permukaan. Informasi yang ditampilkan adalah permukaan tanahnya saja. Istilah Digital terrain model ini pertama kali diperkenalkan oleh Miller dan La Flame pada tahun 1958. Sejak itu istilah ini banyak digunakan dan dikembangkan dibidang surveying, geologi, geografi, sipil dan perencanaan serta disiplin ilmu kebumian lainnya. Dalam penelitian ini digital terrain model diperolah dari hasil penyaringan data digital surface model dengan menghilangkan objek di permukaan yang bukan tanah atau terain, baik objek alami maupun objek buatan manusia. Contoh tampilan digital terrain model dapat dilihat pada gambar I.3 dibawah ini. Gambar 1. 3 Tampilan data digital terrain model (Pfeifer, 2008). Untuk lebih jelasnya perbedaan digital surface model dan digital terrrain model kita bisa lihat pada gambar I.4 dibawah ini. Data digital surface model dibandingkan dengan data digital terrain model dari suatu area. 9

A B Gambar 1. 4 Perbandingan data digital surface model (A) dengan data digital terrain model (B) pada area yang sama (Pfeifer, 2008). Pada gambar I.4 diatas dapat dilihat bahwa data digital surface model dibagian kiri gambar (A) menampilkan semua permukaan lahan baik objek alami maupun objek buatan manusia. Pada gambar (B) sebelah kanan hanya menampilkan permukaan tanahnya saja yang disebut dengan data digital terrain model. Distribusi data digital terrain model (DTM) adalah sebagai berikut : 1. Digital terrain model grid mempunyai titik-titik digital terrain model yang tersebar secara merata pada seluruh permukaan model dan teratur dalam interval tertentu. Titik digital terrain model dapat berupa titik sampel maupun titik hasil interpolasi titik sampel. Permukaan model terbentuk oleh grid yang menghubungkan titik digital terrain model. 2. Digital terrain model TIN menggunakan titik-titik yang tersebar secara tidak teratur pada permukaan model. Permukaan model TIN adalah jaring bidang segitiga yang terbentuk dari triangulasi titik-titik digital terrain model. 3. Digital terrain model kontur menyajikan topografi permukaan bumi dalam bentuk garis-garis kontur yang menghubungkan titik-titik yang memiliki nilai ketinggian yang sama. Digital terrain model kontur didapat dari tracing / plotting model stereo citra dan dari hasil interpolasi digital terrain model Grid atau TIN. 10

I.7.3 Teknik penyaringan data model permukaan digital Dari beberapa jenis teknik penyaringan data digital elevation model yang ada, peneliti menggunakan teknik slope based filtering. Teknik slope based filtering ini menyaring bentuk lereng atau kemiringan dari data digital surface model yang dianggap bukan merupakan terain atau medan tanah (Pfeifer, 2008). Menurut Pfeifer (2008) pada metode slope based filtering, jenis medan yang akan disaring sangat mempengaruhi hasil penyaringan. Keuntungan dari metode slope based filtering adalah : 1. Slope based filtering secara otomatis menghapus lompatan ketinggian yang besar, yang dianggap sangat berbeda dengan ketinggian dasar tanah disekitarnya. 2. Slope based filtering memperhitungkan jarak antar titik. Penyaringan data menggunakan metode slope based filtering berhubungan dengan pendekatan terhadap bentuk medan (terrain assumption) dengan mengutamakan beberapa faktor berikut : 1. Tidak adanya perbedaan ketinggian yang terlalu besar. 2. Permukaan tanah yang rata. 3. Tidak ada titik ketinggian dibawah permukaan medan. Teknik penyaringan data model permukaan tanah metode slope based filtering ini mengunakan prinsip matematika morfologi. Dalam metode matematika morfologi ini proses penyaringan data model permukaan digital dilakukan dengan dua bentuk penyaringan, yaitu pembukaan morfologi dan penutupan morfologi (Pfeifer, 2008). Proses pengecilan objek permukaan menjadi lebih kecil disebut erotion, dan proses pelebaran objek permukaan menjadi lebih besar disebut dilation. Proses pembukaan morfologi bentuk permukaan tanah dilakukan dengan cara pengecilan dan dilanjutkan dengan cara pelebaran, sedangkan proses penutupan morfologi dilakukan dengan cara pelebaran dan dilanjutkan dengan cara pengecilan. Penggunaan cara penyaringan ini tergantung kepada bentuk area yang diproses, jika area berupa tonjolan dari permukaan tanah dilakukan proses pembukaan morfologi, sedangkan proses penutupan morfologi dilakukan jika area berupa cekungan. Ilustrasi proses penutupan dan penbukaan morfologi bentuk permukaan tanah dapat dilihat pada gambar I.5 dan gambar I.6 dibawah ini. 11

Original erosion dilanjutkan dengan dilation Gambar 1. 5 Proses pembukaan morfologi (Pfeifer, 2008) Gambar I.5 Proses pembukaan morfologi seperti pada gambar I.5 diatas dilakukan dengan proses erotion dan dilanjutkan dengan proses dilatation. Objek yang disaring dibuat menjadi kecil lalu dilebarkan kembali sehingga permukaan yang bukan permukaan tanah akan hilang. Original dilation dilanjutkan dengan erosion Gambar 1. 6 Proses penutupan morfologi (Pfeifer, 2008) Pada proses penutupan morfologi seperti gambar I.6 diatas dilakukan dengan proses dilatation dan dilanjutkan dengan proses erosion. Objek yang akan disaring dilebarkan terlebih dahulu sebelum dikecilkan kembali, sehingga objek yang tertinggal adalah yang merata seperti permukaan tanah atau bangunan. Penyaringan data digital surface model menggunakan metode slope based filtering ini berdasarkan hal berikut : 1. Optimal saringan tergantung pada jenis medan. 12

2. Menghapus lompatan titik tinggi yang terlalu besar. 3. Memperhitungkan jarak antara titik tinggi. Proses penyaringan data model permukaan digital dalam metode slope based filtering dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Identifikasi titik tinggi pada data model permukaan digital, seperti pada gambar dibawah ini. Gambar 1. 7 Identifikasi titik tinggi. 2. Menghilangkan titik yang terlalu tinggi, seperti gambar dibawah ini. Gambar 1. 8 Menghilangkan titik yang terlalu tinggi. 3. Membentuk data model permukaan digital dengan titik tinggi yang merata, seperti gambar dibawah ini. Gambar 1. 9 Model permukaan digital yang merata. 13

Parameter dalam penyaringan data digital surface model menggunakan metode slope based filtering ini adalah sudut kemiringan dan radius (Wichman, 2012). Seperti dapat dilihat pada gambar I.10 dibawah ini. R S Gambar 1. 10 Parameter dalam metode slope based filtering (Wichman, 2012). Pada gambar I.10 diatas dapat dilihat bahwa kemiringan sudut (s) dan merupakan perbedaan ketinggian antar titik di area tertentu (medan). Penyaringan mendefinisikan perbedaan ketinggian yang dapat diterima antara dua titik tinggi sebagai fungsi dari jarak antara titik-titik. Titik sentral diklasifikasikan sebagai tanah jika tidak ada titik lain dalam radius pencarian dengan perbedaan ketinggian lebih besar dari perbedaan tinggi maksimum yang diperbolehkan pada setiap jarak. Jari-jari atau radius (r) juga harus diperhitungakan yaitu harus setengah dari ukuran terbesar dari objek yang dihapus (Wichman, 2012). Kedua parameter ini memiliki pengaruh besar pada hasil penyaringan untuk menemukan pengaturan nilai parameter yang tepat. Tujuan dari pengaturan parameter ini untuk mempertahankan titik tinggi tanah sebanyak mungkin, dengan menghapus semua titik non-ground. I.8 Hipotesis Teknik penyaringan dengan metode slope based filtering, dapat menyaring data model permukaan digital menjadi data model terrain digital pada area vegetasi dan area pemukiman. Penyaringan data digital surface model pada area vegetasi lebih baik dibandingkan area pemukiman. 14