BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gununghalu merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bandung Barat yang terletak di bagian selatan dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Cianjur. Bentang alamnya masih hijau dengan sungai yang mengalir jernih dan dihiasi oleh perkebunan dan ladang penduduk di sekitarnya. Beberapa sungainya membentuk air terjun atau curug yang menawan untuk dikunjungi seperti Curug Malela dan Curug Buana. Namun, selain keindahan tersebut, potensi bencana alam di kecamatan ini pun cukup besar. Berdasarkan Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah Jawa Bagian Barat tahun 2004 yang disusun oleh Badan Geologi pada Gambar 1.1, daerah Gununghalu dan sekitarnya secara umum termasuk zona kuning atau potensi gerakan tanah menengahtinggi. Artinya, bencana longsor sewaktu-waktu dapat terjadi terutama akibat curah hujan yang tinggi dan erosi yang kuat (Djadja drr., 2003). Tanah longsor terakhir terjadi pada tanggal 1 Februari 2009 yang mengakibatkan terputusnya jalan utama dari Bandung ke Gununghalu. Gambar 1.1 Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah Jawa Bagian Barat tahun 2004 yang disusun oleh Badan Geologi. Terlihat bahwa lokasi penelitian (kotak hitam) berada di zona kuning atau potensi gerakan tanah menengah. 1
Seringnya tanah longsor di daerah Gununghalu ini menjadi sesuatu yang menarik untuk diteliti terutama dari sudut pandang geologi. Oleh karena itu, daerah ini menjadi objek penelitian penulis sebagai bahan untuk menyusun skripsi S1. Peneliti sebelumnya salah satunya ialah dosen Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung, Ir. Kristian Nurwedi Tabri, MT (1989) yang melakukan studi endapan Tersier di daerah Gununghalu. B. Batasan Permasalahan Permasalahan yang akan dibahas terkait dengan latar belakang di atas ialah kondisi geologinya yang sangat jarang diteliti serta penyebab dan bagian-bagian longsorannya yang belum diteliti sebelumnya. Peneliti sebelum penulis yang meneliti geologi daerah ini ialah pada tahun 1989 oleh Ir. Kristian Nurwedi Tabri, MT. Adapun peneliti yang lain ialah M. Koesmono, Kusnama, dan N. Suwarna dari Badan Geologi yang menghasilkan Peta Geologi Lembar Sindangbarang dan Bandarwaru pada tahun 1996. Dengan demikian, pemetaan geologi detail setelah tahun 1989 tidak ada lagi sehingga data geologi daerah penelitian ini perlu diperbaharui. Penelitian terhadap longsoran di daerah ini masih lebih sering dibandingkan kondisi geologinya karena hampir tiap tahun daerah ini dilanda longsor. Namun, penelitian tersebut terbatas pada zona yang longsor saat itu, tidak menyeluruh sehingga analisisnya bersifat temporer. Padahal bukan tidak mungkin longsor tersebut merupakan bagian dari zona longsor yang lebih besar dan berbahaya. Oleh sebab itu, longsoran di daerah ini juga menarik untuk diteliti selain kondisi geologinya sehingga perlu dilakukan pengukuran dan pengamatan lapangan terhadap daerah longsornya. Kemudian, dianalisis lebih lanjut untuk menentukan penyebab dan bagian-bagian longsorannya. Dengan demikian, tugas akhir ini mengambil judul Geologi Dan Studi Longsoran Desa Sirnajaya Dan Sekitarnya, Kecamatan Gununghalu, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. C. Tujuan Berkaitan dengan batasan permasalahan di atas, tujuan dari penelitian ini ialah untuk memetakan penyebaran litologi beserta struktur geologi yang bekerja di Desa Sirnajaya dengan skala detil, yaitu 1:12.500, untuk memperkirakan sejarah geologinya. Lalu, dianalisis pengaruh kondisi geologi seperti jenis batuan, kedudukan, struktur geologi, 2
tingkat pelapukan serta kemiringan lereng, terhadap longsor di beberapa lokasi. Oleh karena dimensi longsoran di daerah penelitian tergolong berskala kecil dengan penyebab yang relatif mudah dipahami, maka inspeksi lapangan saja cukup untuk menganalisis penyebabnya (Cornforth, 2005). Data lapangan lain seperti tataguna lahan dan keairan lereng akan dirangkum dalam satu tabel bersama dengan kondisi geologinya sehingga dapat disimpulkan pada kondisi yang bagaimanakah longsor di daerah ini dapat terjadi. Keluaran penelitian ini akan menghasilkan peta geomorfologi, peta geologi detil berskala 1:12.500, peta lintasan dan pengamatan, serta hasil analisis petrografi dan paleontologi dari batuannya. Ditambah juga dengan tabel data longsoran di tiap lokasi beserta kesimpulan hasil analisis dari studi kasus salah satu lokasi longsor. D. Lokasi Penelitian Adapun lokasi penelitiannya terletak pada koordinat 7 00 30-7 02 30 LS dan 107 16 30-107 18 30 BT dengan luas sekitar 14,6 km 2 yang secara administratif mencakup 3 desa dan 2 kecamatan. Bagian utaranya merupakan wilayah Desa Cibedug, Kecamatan Rongga sedangkan bagian selatannya dengan Sungai Cidadap sebagai pemisah termasuk dalam Desa Sirnajaya dan Desa Bunijaya, Kecamatan Gununghalu, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.2. Gambar 1.2 peta lokasi penelitian. Berada di Desa Bunijaya dan Sirnajaya, Kecamatan Gununghalu dan Desa Cibedug, Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Peta pada bagian kiri meupakan perbesaran dari peta berskala 1:25.000 sedangkan peta di sebelah kanan tanpa skala. Daerah ini termasuk dalam Peta Geologi Lembar Sindangbarang dan Bandarwaru berskala 1:100.000 (Koesmono drr., 1996) dan Peta Topografi lembar 1208-543. Sebagian besar daerah penelitian merupakan lahan perkebunan teh PT. Montaya dan sebagian lagi 3
berupa pesawahan dan kebun penduduk. Kawasan pemukiman berada di sepanjang jalan utama dan di sekitar jalan perkebunan. E. Pendekatan dan Metode Penelitian Penelitian dilakukan melalui 4 tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap penelitian lapangan, tahap pengolahan data, dan tahap akhir. 1. Tahap Persiapan Pada tahap ini, dilakukan studi awal sebelum mulai melakukan pengamatan lapangan. Studi literatur, analisis morfologi melalui peta topografi serta citra Google Earth dan DEM SRTM, serta penentuan luas daerah penelitian merupakan persiapan awal agar pengamatan lebih efektif dan efisien. Studi literatur dilakukan melalui literatur pendukung yang berkaitan dengan topik yang akan dibahas serta dari berbagai laporan penelitian dari peneliti terdahulu. Informasi terbaru dari surat kabar dan website akan dipelajari agar diperoleh keterangan yang lebih aktual sehingga dapat melengkapi informasi sebelumnya. Analisis morfologi dilakukan dengan mengamati bentuk morfologi dan pola aliran sungai di daerah penelitian untuk menafsirkan kondisi geologinya. Peta topografi yang digunakan ialah Peta Topografi untuk militer keluaran tahun 1944 dengan skala 1:50.000 dan peta topografi keluaran Bakosurtanal dengan skala 1:12.500. Melalui pengamatan ini, akan ditentukan lintasan dan luas daerah penelitian yang menarik untuk diteliti berdasarkan pola konturnya. Citra udara dari Google Earth dan DEM SRTM serta modifikasi peta topografi menggunakan Software ArcGIS 9.5 kemudian digunakan sebagai pembanding dan untuk melihat gambaran kondisi geologinya serta memperjelas bentuk morfologinya. 2. Tahap Penelitian Lapangan Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data lapangan seperti jenis, satuan, dan sebaran litologi, kedudukan lapisan, struktur geologi, kondisi tanah pelapukan, dan zona-zona longsorannya. Data tersebut kemudian diplot pada peta lintasan berskala 1:12.500 sesuai dengan lokasi pengambilan data di sepanjang lintasan tersebut. Selain itu, dilakukan juga pengamatan bentang alam untuk membantu interpretasi data jika tidak ditemukan data yang ideal di lapangan akibat berbagai hal seperti pelapukan yang intensif, tertutup oleh vegetasi atau lahan pertanian dan perkebunan. 4
Untuk jenis litologi, akan digunakan 2 jenis deskripsi, yaitu deskripsi singkapan dan deskripsi hand specimen. Untuk deskripsi singkapan, digunakan deskripsi secara megaskopis dengan bantuan lup, HCl, meteran atau penggaris, dan kompas geologi. Selain deskripsi jenis batuan, diukur juga struktur, kedudukan dan lokasinya. Untuk deskripsi hand specimen, digunakan pengamatan mikroskopis di laboratorium dari sampel yang telah disayat. Pada tahap ini juga dilakukan pengamatan terhadap lokasi-lokasi yang terdapat jejak-jejak longsor. Lalu, dibuat penampang, pengukuran dan sketsa geometri serta profil longsorannya. Selain data pengamatan, keterangan dari penduduk setempat pun digunakan sebagai sumber informasi tambahan guna memperoleh sejarah bencana longsornya. Keterangan penduduk tersebut dikorelasikan dengan data geologi yang diperoleh dan membuat kesimpulan sementara mengenai penyebab longsornya. Jika terdapat kondisi yang serupa di tempat lain yang belum longsor, maka keduanya dapat dibandingkan guna mengoreksi analisis sebelumnya. 3. Tahap Pengolahan Data Tahap ini dilakukan di laboratorium dan studio berdasarkan data yang akan dianalisis, seperti nama dan tekstur khas batuan, komposisi mineral, kandungan fosil, dan sifat keteknikannya. Data litologi dari sampel akan diolah di laboratorium petrografi, paleontologi, dan geologi teknik. Di laboratorium petrografi, sampel yang telah disayat diamati di bawah mikroskop polarisasi dan dideskripsi secara mikroskopis untuk menentukan nama batuan, tekstur khas, dan mineraloginya. Laboratorium paleontologi digunakan untuk mengolah data dari sampel yang mengandung fosil berukuran makro maupun mikro. Tujuan analisis fosil ini ialah untuk menentukan umur relatif dan lingkungan pengendapan batuan tersebut. Data dari kedua laboratorium tersebut kemudian dikorelasikan agar diperoleh penafsiran yang lebih presisi. Studio digunakan untuk membuat peta geomorfologi, peta lokasi dan lintasan serta peta sebaran batuan dan struktur geologi yang dirangkum dalam peta geologi berskala 1:12.500 berdasarkan data yang telah diperoleh. Pada peta ini juga dibuat penampang dan profil stratigrafinya untuk menafsirkan sintesis geologi daerah tersebut. Sementara itu, data hasil pengamatan longsoran dikompilasikan dengan data geologi untuk menyimpulkan kaitan antara bencana longsor dan kondisi geologinya. 5
4. Tahap Akhir Tahap ini merupakan proses penyusunan skripsi dan penjilidannya. Kemudian, membuat slide untuk dipresentasikan saat kolokium dan sidang sarjana. F. Sistematika Penulisan Skripsi hasil penelitian ini terdiri dari 6 (enam) bab ditambah daftar pustaka dan lampiran di bagian akhir. Pada bagian awalnya terdapat halaman depan, abstrak dan lembar pengesahan dari penulis, pembimbing serta dosen wali penulis. Bab pertama berisi tentang latar belakang, masalah yang dibahas, tujuan, dan sistematika penulisan makalah ini. Pada bab ini dijelaskan juga alasan pemilihan topik longsoran sebagai studi khususnya serta mengapa Desa Sirnajaya dan sekitarnya yang dipilih untuk diteliti. Tahapan-tahapan penelitian pun terangkum pada bab ini. Bab kedua ialah kondisi geologi regional dari daerah penelitian untuk mengetahui pengaruhnya terhadap lokasi penelitian. Fisiografi, stratigrafi dan struktur geologi ialah aspek-aspek yang dibahas pada bab ini berdasarkan data literatur yang diperoleh. Bab ketiga ialah penjabaran hasil pengamatan lapangan dan hasil analisis lain yang dapat digunakan untuk menafsirkan kondisi geologinya. Fisiografi lokal, struktur geologi dan stratigrafi lokal dibahas pada bab ini berikut dengan sejarah geologinya. Hasil analisis stereografi, petrografi dan paleontologi pun diulas pada bab ini untuk membantu analisis. Bab keempat berisi penjabaran dari hasil analisis longsoran yang diawali dengan teori dasar studi longsoran. Pembahasan dari tiap-tiap lokasi longsor dibahas dalam bentuk tabel dan dilanjutkan dengan analisis bagian-bagian longsoran melalui penampang salah satu lokasi longsor. Lalu, berdasarkan tabel dan sketsa penampang tersebut akan disimpulkan penyebab longsor yang paling dominan di daerah tersebut. Bab terakhir merupakan kesimpulan dari keseluruhan penulisan yang dikaitkan dengan tujuan dan masalah yang dibahas. Apakah tujuannya tercapai? Apakah seluruh masalah telah dibahas? Perlu penelitian lanjutan atau tidak? Semua itu dijabarkan dalam bab terakhir ini. Di akhir penulisan terdapat lampiran yang berisi hasil-hasil analisis laboratorium, tabel data pengamatan longsoran, serta peta geomorfologi, peta lintasan, dan peta geologi daerah penelitian beserta penampang vertikalnya. 6