BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

1. Tinjauan Umum

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara berkembang yang menggunakan sistem perekonomian terbuka.

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional (Wikipedia, 2014). Pertumbuhan

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

VII. SIMPULAN DAN SARAN

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. didunia, termasuk Indonesia. Apabila inflasi ditekan dapat mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. negara. Inflasi itu sendiri yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. proses pertukaran barang dan jasa serta untuk pembayaran utang. Pada umumnya setiap

I. PENDAHULUAN. Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. secara keseluruhan pasti melakukan kegiatan konsumsi. Kegiatan konsumsi

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BABI PENDAHULU~ Jumlah uang beredar teramat penting karena peranannya sebagai alat

I. PENDAHULUAN. Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

I. PENDAHULUAN. aspek yang tidak terpisahkan dari perkembangan ekonomi negara terbuka. Keterbukaan ekonomi Indonesia akan membawa konsekuensi pada

BAB I PENDAHULUAN. yang dimulai dengan bangkrutnya lembaga-lembaga keuangan di Amerika

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat

Andri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari, manusia

BAB I PENDAHULUAN. Peranan uang dalam peradaban manusia hingga saat ini dirasakan sangat

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

I. PENDAHULUAN. menyokong penyelenggaraan pembangunan suatu bangsa. Dalam Anggaran

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

Kondisi Perekonomian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7,

I. PENDUHULUAN. Index PDB Bulan

BAB I PENDAHULUAN. moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian.

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

BAB VI INFLATION, MONEY GROWTH & BUDGET DEFICIT

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan stabilitas di bidang ekonomi yang sehat dan dinamis, pemeliharaan di bidang ekonomi akan tercipta melalui pencapaian

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. tinggi (suprime mortgage) di AS secara tiba-tiba berkembang menjadi krisis

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

4. Outlook Perekonomian

PROYEKSI MAKROEKONOMI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. strategi dalam rangka mengefisienkan dana dari masyarakat seperti dengan

BAB I PENDAHULUAN. semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang

I. PENDAHULUAN. Kebijaksanan moneter mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh

VII. DAMPAK GUNCANGAN DOMESTIK TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur

BAB I PENDAHULUAN. Krisis mata uang di Amerika Latin, Asia Tenggara dan di banyak negara

BAB V. Simpulan dan Saran. sebelumnya, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut: 1. Gambaran Tingkat Suku Bunga, Jumlah Uang Beredar dan Indeks

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang memiliki karakteristik perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi pemerintah dalam suatu negara adalah : 1) fungsi stabilisasi, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi dapat di artikan sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian uang merupakan bagian yang integral dari kehidupan kita. sehari-hari. Ada yang berpendapat bahwa uang merupakan darahnya

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan ekonomi secara makro, di samping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang merupakan partner kebijakan fiskal dalam mengendalikan stabilitas ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Dalam kondisi perekonomian yang lesu, pengeluaran pemerintah dapat memberi stimulasi kepada perekonomian untuk bertumbuh melalui kebijakan fiskal yang ekspansif melalui peningkatan pengeluaran pemerintah (G) atau menurunkan pajak (T) untuk meningkatkan permintaan agregat (AD) di dalam perekonomian menyebabkan pendapatan naik yang akan mengurangi pengangguran yang ada untuk mencapai tingkat pendapatan kesempatan kerja penuh (full-employment level of income). Sebaliknya dalam kondisi overheating akibat terlalu tingginya permintaan agregat, kebijakan fiskal dapat berperan melalui kebijakan yang kontraktif melalui penurunan pengeluaran pemerintah (G) atau peningkatan pendapatan pajak (T) untuk menyeimbangkan kondisi permintaan dan penyediaan sumber-sumber perekonomian. Sedangkan kebijakan moneter merupakan kebijakan bank sentral atau otoritas moneter dalam bentuk pengendalian besaran moneter dan atau tingkat bunga untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan, perekonomian yang stabil lebih diinginkan dibandingkan perekonomian yang mengalami gejolak.

Kestabilan menjadi penting karena kondisi yang stabil akan menciptakan suasana yang kondusif untuk perkembangan dunia usaha. Stabilitas makroekonomi dapat dilihat dari dampak guncangan suatu variabel makroekonomi terhadap variabel makroekonomi lainnya. Apabila dampak suatu guncangan menimbulkan fluktuasi yang besar pada variabel makroekonomi dan diperlukan waktu yang relatif lama untuk mencapai keseimbangan jangka panjang, maka dapat dikatakan bahwa stabilitas makroekonomi rentan terhadap perubahan. Namun apabila dampak guncangan indikator itu menunjukkan fluktuasi yang kecil dan waktu untuk mencapai keseimbangan jangka panjang relatif tidak lama maka dapat dikatakan kondisi makroekonomi relatif stabil. Fluktuasi siklus bisnis tersebut sangat tergantung pada pola keseimbangan antara permintaan dan penawaran, di mana gangguan bersifat eksternal maupun internal dapat menyebabkan terjadinya dissequilibrium yang mengakibatkan deviasi output terhadap trend yang sedang berlaku. Shock akan menyebabkan fluktuasi ekonomi yang mengakibatkan terjadinya penyimpangan output terhadap trend berupa kontraksi atau ekspansi ekonomi yang kemudian akan membentuk sebuah pola siklus naik turun disebut dengan business cycle. Perkembangan kebijakan fiskal di Indonesia dapat dianalisis melalui instrumen pokok kebijakan fiskal yaitu pajak (T) dan pengeluaran pemerintah (G) dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 1.1 di bawah ini:

Tabel 1.1. Perkembangan Kebijakan Fiskal di Indonesia Tahun Pajak (Miliar Rp) Pengeluaran Pemerintah (Miliar Rp) 1997 196.600,13 103.336,74 1998 161.775,25 74.824,37 1999 151.707,31 87.482,96 2000 115.913,00 90.780,00 2001 162.333,91 99.230,16 2002 173.575,36 109.240,27 2003 189.579,98 128.216,03 2004 202.432,95 137.853,46 2005 219.007,79 141.983,26 2006 226.357,01 159.355,94 2007 244.057,82 163.915,09 2008 276.843,31 175.203,68 2009 252.721,47 209.326,54 1997 1998-17,71-27,59 1998 1999-6,22 16,92 1999 2000-23,59 3,77 2000 2001 40,05 9,31 2001 2002 6,92 10,09 Persentase Perubahan 2002 2003 9,22 17,37 2003 2004 6,78 7,52 2004 2005 8,19 3,00 2005 2006 3,36 12,24 2006 2007 7,82 2,86 2007 2008 13,43 6,89 2008 2009-8,71 19,48 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2009

50.00 40.00 30.00 T, G 20.00 10.00 0.00 1997-1998 -10.00 2000-2001 2003-2004 2006-2007 Pajak (T) Pengeluaran Pemerintah (G) -20.00-30.00-40.00 Tahun Gambar 1.1. Perkembangan Kebijakan Fiskal di Indonesia Berdasarkan Tabel 1.1 dan Gambar 1.1 di atas dapat dijelaskan bahwa perkembangan pajak tiga belas tahun terakhir dari tahun 1997-2009 mengalami peningkatan yang sangat berfluktuatif antara -23,59% 40,05% dengan rata-rata pertumbuhan pajak sebesar 3,29%. Lonjakan kontraksi pajak terjadi pada tahun 1997-2000 antara 6,22%- 23,59% di mana terjadinya shock terhadap perekonomian di Indonesia yaitu krisis moneter akibatnya penerimaan pajak mengalami kontraksi karena melemahnya pertumbuhan sektor swasta dan dunia usaha yang pada gilirannya berpengaruh pada menurunnya kontribusi sektor tersebut pada penerimaan perpajakan. Sejalan dengan berkembangnya kebutuhan pembiayaan pembangunan dan aktivitas pemerintahan, kebutuhan akan peningkatan penerimaan negara menjadi semakin mendesak.

Dengan adanya program ekstensifikasi diharapkan penerimaan pajak dapat meningkat sejalan dengan perkembangan jumlah wajib pajak dan perluasan jenis objek pajaknya. Sementara itu, melalui program intensifikasi penerimaan pajak yang dilakukan melalui peningkatan kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak serta upaya penegakan hukum diharapkan penerimaan pajak akan meningkat lebih besar lagi. Di samping itu, juga telah dilakukan upaya penyempurnaan sistem administrasi perpajakan melalui kebijaksanaan penetapan Nomor Pokok Wajib Pajak tunggal yang berlaku sejak tanggal 1 Juni 1998. Dengan kebijaksanaan ini diharapkan administrasi perpajakan semakin sempurna terutama dalam rangka mendorong penerimaan pajak di masa yang akan datang. Pada tahun 2008 berbagai persoalan eksternal yaitu krisis global yang terjadi di Amerika Serikat yang sedikit banyak mempengaruhi percepatan perbaikan perekonomian Indonesia. Gejolak sub prime mortgage di Amerika Serikat telah membawa dampak kepada melambatnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yang pada gilirannya membawa dampak kepada perlambatan ekonomi dunia, termasuk Indonesia. Akibat shock krisis global tersebut penerimaan pajak mengalami kontraksi sebesar 8,71% penurunan penerimaan pajak terutama terjadi pada pajak perdagangan internasional. Faktor utama yang mendorong turunnya penerimaan perpajakan khususnya bea masuk, bea keluar dan pajak dalam rangka impor (PDRI) adalah terjadinya krisis ekonomi yang menyebabkan merosotnya nilai dan volume transaksi perdagangan internasional.

Penurunan diperkirakan juga terjadi pada penerimaan pajak dalam Negeri, khususnya penerimaan PPN dan PPnBM. Faktor utama yang menyebabkan penurunan penerimaan PPN dan PPnBM adalah melemahnya daya beli masyarakat yang berdampak pada berkurangnya konsumsi dalam Negeri dan impor. Lonjakan ekspansi pajak pada tahun 2001 sebesar 40,05% disebabkan oleh peningkatan penerimaan pajak dalam Negeri, khususnya pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai barang dan jasa, pajak penjualan atas barang mewah (PPN dan PPnBM) serta penerimaan cukai. Peningkatan tersebut terutama berkaitan dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi, pelaksanaan intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan, penyempurnaan berbagai peraturan perpajakan. Sementara itu, dalam kurun waktu yang sama penerimaan pajak perdagangan internasional meningkat Rp.5,5 triliun yaitu dari Rp.5,0 triliun (0,4 persen terhadap PDB) dalam tahun anggaran 1999/2000 menjadi Rp.10,5 triliun (0,7 persen terhadap PDB) dalam tahun anggaran 2001. Pesatnya peningkatan pajak perdagangan internasional tersebut terutama disebabkan oleh depresiasi nilai rupiah yang mengakibatkan nilai transaksi dalam rupiah menjadi lebih besar. Sebaliknya, dalam denominasi mata uang asing perkembangan jenis penerimaan ini cenderung melambat. Hal ini berkaitan dengan masih besarnya fasilitas atas barang impor, khususnya pembebasan bea masuk atas produk tertentu terutama barang modal serta rendahnya tarif pajak/pungutan ekspor dalam rangka mendorong kegiatan ekspor dan pertumbuhan ekonomi.

Penerimaan PPh meningkat cukup signifikan yakni dari Rp.72,7 triliun (6,4 persen terhadap PDB) dalam tahun anggaran 1999/2000 menjadi Rp.92,8 triliun (6,3 persen terhadap PDB) dalam tahun anggaran 2001 yang berarti meningkat Rp.20,1 triliun. Selain karena pengaruh perkembangan kondisi ekonomi makro, peningkatan penerimaan tersebut juga merupakan hasil dari upaya-upaya: (i) ekstensifikasi wajib pajak terutama melalui program penyisiran (canvassing) wajib pajak, (ii) intensifikasi pemungutan pajak, terutama melalui pengawasan yang lebih intensif terhadap wajib pajak potensial dan (iii) peningkatan penegakan hukum (law enforcement). Selanjutnya, meskipun kondisi perekonomian belum pulih sepenuhnya upaya-upaya yang dilakukan selama tiga tahun terakhir mampu mendorong bergeraknya beberapa sektor tertentu. Dengan bergeraknya kegiatan ekonomi pada gilirannya akan mendorong peningkatan penerimaan PPN dan PPnBM. Sedangkan perkembangan pengeluaran pemerintah tiga belas tahun terakhir dari tahun 1997-2009 mengalami peningkatan yang sangat berfluktuatif antara -27,59% 19,48% dengan rata-rata pertumbuhan pengeluaran pemerintah sebesar 6,82%. Lonjakan kontraksi pengeluaran pemerintah terjadi pada tahun 1997-1998 sebesar 27,59% karena terjadi shock krisis ekonomi mengakibatkan perekonomian mengalami kontraksi. Guna meningkatkan efisiensi anggaran belanja Negara, telah dilakukan penjadwalan berbagai proyek dan kegiatan yang kurang mendesak atau tidak menjadi prioritas, seraya melakukan realokasi dan tambahan anggaran untuk memperkuat jaring pengamanan sosial (social safety net). Dalam upaya mengurangi dampak sosial yang semakin luas dari krisis ekonomi dan moneter, anggaran bagi

subsidi BBM, subsidi listrik, subsidi pangan dan subsidi obat-obatan menjadi bertambah besar. Hal ini terutama berkaitan dengan meningkatnya harga pangan sebagai akibat menurunnya produksi dan kekurangan pasokan karena kekeringan panjang pada musim tanam tahun 1997, serta meningkatnya harga obat sebagai akibat dari meningkatnya biaya impor obat jadi dan bahan baku obat karena depresiasi rupiah. Sedangkan pengeluaran pemerintah tahun 2008-2009 pada saat terjadinya shock krisis global mengalami ekspansi terjadi pada triwulan I 2009 sebesar 19,25% antara lain dipengaruhi oleh besarnya pengeluaran terkait pemilu di mana Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan belanja logistik, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk pengawasan dan TNI Polri untuk pengamanan. Sementara itu pada triwulan lainnya pengeluaran pemerintah juga tetap tinggi sejalan dengan komitmen pemerintah meningkatkan stimulus fiskal. Beberapa stimulus fiskal yang mempengaruhi pengeluaran pemerintah dan kemudian memberikan dampak pengganda kepada perekonomian termasuk konsumsi rumah tangga antara lain adalah implementasi jaring pengamanan sosial dalam bentuk program Bantuan Langsung Tunai (BLT), pengurangan pajak penghasilan, serta kenaikan gaji dan realisasi ke-13 bagi PNS/TNI. Pengeluaran pemerintah yang meningkat hingga 19,48% pada tahun 2009 telah menyumbang pertumbuhan ekonomi sebesar 1,3%. Berbagai pengeluaran pemerintah seperti stimulus yang diberikan juga berpengaruh bagi pertumbuhan ekonomi yang dicapai (www.bi.go.id).

Tabel 1.2. Perkembangan Pajak, Pengeluaran Pemerintah, Tingkat Bunga, Inflasi, PDB di Indonesia Tahun T (Miliar Rp) G (Miliar Rp) R (%) INF (%) PDB (Miliar Rp) 1997 196.600,13 103.336,74 17,38 11,05 1.510.149,89 1998 161.775,25 74.824,37 37,84 77,63 1.314.203,40 1999 151.707,31 87.482,96 11,93 2,01 1.324.610,87 2000 115.913,00 90.780,00 14,53 9,35 1.389.770,00 2001 162.333,91 99.230,16 17,62 12,55 1.449.150,84 2002 173.575,36 109.240,27 12,93 10,03 1.505.211,29 2003 189.579,98 128.216,03 8,31 5,06 1.577.176,74 2004 202.432,95 137.853,46 7,43 6,40 1.656.517,27 2005 219.007,79 141.983,26 12,75 17,11 1.750.821,00 2006 226.357,01 159.355,94 9,75 6,60 1.847.139,86 2007 244.057,82 163.915,09 8,00 6,59 1.963.885,81 2008 276.843,31 175.203,68 9,25 11,06 2.080.989,82 2009 252.721,47 209.326,54 6,50 2,78 2.176.976,00 1997-1998 -17,71-27,59 20,46 66,58-12,98 1998-1999 -6,22 16,92-25,91-75,62 0,79 1999-2000 -23,59 3,77 2,60 7,34 4,92 2000-2001 40,05 9,31 3,09 3,20 4,27 2001-2002 6,92 10,09-4,69-2,52 3,87 2002-2003 9,22 17,37-4,62-4,97 4,78 2003-2004 6,78 7,52-0,88 1,34 5,03 2004-2005 8,19 3,00 5,32 10,71 5,69 2005-2006 3,36 12,24-3,00-10,51 5,50 2006-2007 7,82 2,86-1,75-0,01 6,32 2007-2008 13,43 6,89 1,25 4,47 5,96 2008-2009 -8,71 19,48-2,75-8,28 4,61 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2009

T, G, R, IN F, P D B 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00-20.00 1997-1998 2000-2001 2003-2004 2006-2007 -40.00-60.00-80.00-100.00 Pajak (T) Pengeluaran Pemerintah (G) Tingkat Bunga Inflasi (INF) PDB Tahun Gambar 1.2. Perkembangan Pajak, Pengeluaran Pemerintah, Tingkat Bunga, Inflasi, PDB di Indonesia Berdasarkan Tabel 1.2 dan Gambar 1.2 di atas dapat dilihat perkembangan inflasi di Indonesia tiga belas tahun terakhir, pada tahun 1998 terjadi shock krisis ekonomi terhadap perekonomian di Indonesia sehingga inflasi meningkat sebesar 66,58%, tekanan inflasi tersebut bersumber dari gangguan pada sisi penawaran dan permintaan. Pada sisi penawaran sebagai akibat terganggunya kegiatan produksi dan distribusi barang-barang kebutuhan pokok khususnya kelompok makanan. Tingginya laju inflasi juga disebabkan oleh dampak lanjutan depresiasi rupiah yang mengakibatkan kenaikan harga barang-barang impor (pass-through effect). Dari sisi permintaan, ekspansi moneter juga ikut memberikan tekanan inflasi. Dalam paruh kedua tahun laporan laju inflasi secara berangsur-angsur mengalami penurunan bahkan pada bulan Oktober 1998 dan Maret 1999 mencatat deflasi, sejalan dengan pulihnya pasokan barang-barang kebutuhan pokok dan relatif

terkendalinya besaran moneter untuk mengendalikan inflasi pemerintah menaikkan tingkat bunga sebesar 25,91%, kebijakan ini juga dimaksudkan agar tingkat bunga riil tetap positif sehingga dapat menarik kembali modal luar negeri dan mendorong masyarakat memasukkan kembali dananya ke dalam sistem perbankan nasional. Selanjutnya, untuk lebih memantapkan efektivitas pengendalian moneter pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia telah melakukan penyempurnaan ketentuan tentang penerbitan dan perdagangan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yaitu mulai akhir bulan Juli 1998 penjualan SBI dilakukan melalui le1ang dengan Sistem Stop Out Rate (SOR). Melalui langkah tersebut diharapkan kuantitas uang yang dikontraksi akan mendekati seperti yang direncanakan dalam program moneter. Pada tahun 2009 sebesar 2,78% (turun sebesar -8,28% dari tahun 2008), Inflasi pada tahun 2009 yang minimal tidak terlepas dari pengaruh kebijakan Bank Indonesia dalam memulihkan kepercayaan pasar sehingga nilai tukar rupiah yang berada dalam trend menguat. Kondisi tersebut pada gilirannya dapat mendukung membaiknya ekspektasi inflasi, perbaikan ekspektasi inflasi juga cukup besar dipengaruhi penurunan inflasi kelompok barang administered dan inflasi kelompok volatile food. Inflasi kelompok barang administered menurun di bawah pola historisnya sejalan dengan pengaruh positif kebijakan pemerintah menurunkan harga BBM bersubsidi pada awal tahun 2009. Sementara itu, inflasi kelompok volatile food yang rendah dan juga berada di bawah pola historisnya tidak terlepas dari keberhasilan pemerintah dalam menjaga kecukupan pasokan dan kelancaran distribusi kebutuhan pokok khususnya bahan makanan dan energi (www.bi.go.id).

Pada tahun 2006 tingkat bunga sebesar 9,75% (turun -3% dari tahun 2005 sebesar 12,75%), penurunan tingkat bunga secara bertahap ini tetap diikuti oleh berbagai upaya untuk mengoptimalkan penyerapan ekses likuiditas perbankan yang masih cenderung meningkat. Pada tahun 2007 sebesar 8% (turun sebesar -1,75% dari tahun 2006), kebijakan tersebut diharapkan memberi sinyal positif terhadap ekspansi ekonomi yang tengah berlangsung kendati tetap mengedepankan upaya mencapai sasaran inflasi. Dalam implementasinya, stance kebijakan moneter selama tahun 2007 dapat dibagi dalam dua periode yakni periode penurunan tingkat bunga (Januari-Juli 2007) dan periode tingkat bunga tetap (Agustus-November 2007). Penurunan tingkat bunga terutama didasarkan atas pertimbangan tercapainya sasaran inflasi dan terjaganya stabilitas sistem keuangan. Sementara itu, tidak berubahnya tingkat bunga didasarkan atas pertimbangan antisipatif terhadap meningkatnya potensi risiko inflasi yang ditimbulkan oleh gejolak pasar keuangan global sejak akhir Juli 2007 dan trend kenaikan harga minyak dunia. Pada tahun 2008 sebesar 9,25% (naik sebesar 1,25% dari tahun 2007), Bank Indonesia menaikkan tingkat bunga secara bertahap dari 8% menjadi 9,5% pada Oktober 2008. Kenaikan tingkat bunga secara gradual dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa: (i) tekanan inflasi yang terjadi tidak hanya bersumber dari sisi permintaan, (ii) kenaikan tingkat bunga secara drastis akan memberatkan kinerja dan stabilitas sistem keuangan termasuk perbankan. Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan tingkat bunga menjadi 9,25% pada Desember 2008. Keyakinan penurunan tekanan inflasi ke depan tersebut didukung oleh indikasi

anjloknya permintaan domestik yang semakin kuat yang juga dikonfirmasi oleh ekspansi kredit perbankan yang mulai menunjukkan penurunan tajam pada Oktober 2008 dan November 2008, terjaganya kecukupan pasokan bahan pokok dan energi, minimalnya kebutuhan untuk menaikkan harga barang administered, terutama bahan bakar minyak (BBM) dalam Negeri karena rendahnya harga minyak dunia. Selain itu, penurunan tingkat bunga tersebut juga didasari oleh kondisi imbal hasil rupiah yang masih menarik dan merupakan upaya untuk mengurangi tekanan pada stabilitas sistem keuangan. Pada tahun 2009 sebesar 6,50% (turun sebesar -2,75% dari tahun 2008). Dari perkembangan tingkat bunga dan inflasi di atas dapat dilihat bahwa Inflasi akan cenderung menyebabkan tingkat bunga semakin meningkat. Kebijakan fiskal (pajak dan pengeluaran pemerintah) berpengaruh terhadap inflasi, menurut Keynesian bahwa naiknya tingkat harga menyebabkan semakin tingginya pengeluaran nominal, meningkatnya pengeluaran nominal tersebut mengakibatkan permintaan akan uang untuk transaksi juga meningkat. Bila jumlah uang beredar tetap, maka akan mengakibatkan tingkat bunga menjadi meningkat. PDB atas dasar harga konstan 2000 pada tahun 1997-1998 pada saat krisis ekonomi mengalami kontraksi sebesar 12,98%, pada tahun 2006 sebesar Rp.1.847.127 miliar (naik sebesar 5,5% dari tahun 2005 sebesar Rp.1.750.815 miliar). Pada tahun 2007 sebesar Rp.1.964.327 miliar (naik sebesar 6,34% dari tahun 2006), pada tahun 2008 sebesar Rp.2.082.316 miliar (turun sebesar 6,01% dari tahun 2007) dan tahun 2009 sebesar Rp.2.176.976 miliar (turun sebesar 4,55% dari tahun 2008). Bila produk domestik bruto meningkat maka akan berdampak kepada

peningkatan kegiatan ekonomi utamanya sektor riil dan dunia usaha pada umumnya. Peningkatan kegiatan ekonomi akan membawa pengaruh peningkatan penerimaan pemerintah melalui perpajakan karena bergairahnya perekonomian sehingga aktivitas dunia usaha meningkat dan pada akhirnya keuntungan perusahaan meningkat pula. Peningkatan aktivitas dan keuntungan perusahaan ini tentunya akan meningkatkan perpajakan baik dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai maupun cukai. Jika penerimaan pemerintah meningkat maka akan membawa konsekuensi peningkatan pengeluaran pemerintah. Peningkatan pengeluaran pemerintah juga didasari alasan bahwa dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi, maka menuntut peningkatan penyediaan barang publik oleh pemerintah. Dengan demikian untuk kasus Indonesia Wagner s Law berlaku, di mana peningkatan produk domestik bruto akan mengakibatkan peningkatan pengeluaran pemerintah. Dalam menganalisis shock kebijakan fiskal di Indonesia, ada dua peneliti yang telah melakukan penelitian ini. Pertama, Francisco de Castro (2003) meneliti pengaruh kebijakan fiskal terhadap variabel ekonomi makro di Spanyol variabel yang digunakan adalah Pengeluaran pemerintah, pajak bersih, GDP, harga, tingkat bunga. Kedua, Andrew Mountford dan Harald Uhlig (2005) dalam penelitiannya variabel yang digunakan adalah Tingkat bunga, GDP, konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, pajak. Sedangkan di Indonesia sendiri shock kebijakan fiskal belum diketahui dipengaruhi oleh variabel-variabel apa saja. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Analisis Shock Kebijakan Fiskal di Indonesia.

1.2. Perumusan Masalah 1. Apakah shock kebijakan fiskal, shock PDB berkontribusi terhadap shock inflasi? 2. Apakah shock kebijakan fiskal, shock tingkat bunga riil, shock inflasi berkontribusi terhadap shock PDB? 1.3. Tujuan Penelitian 1. Untuk menganalisis kontribusi shock kebijakan fiskal, shock PDB terhadap shock inflasi. 2. Untuk menganalisis kontribusi shock kebijakan fiskal, shock tingkat bunga riil, shock inflasi terhadap shock PDB. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Secara umum, penelitian ini bermanfaat sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam pengambilan keputusan kebijakan fiskal di Indonesia. 2. Secara khusus, penelitian ini dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi penulis berkaitan dengan kebijakan fiskal di Indonesia. 3. Sebagai bahan tambahan referensi bagi peneliti lain yang berminat untuk mengkaji dalam bidang yang sama dengan pendekatan dan ruang lingkup yang berbeda.