BAB I PENDAHULUAN. terjadi di Indonesia pasca reformasi tahun 1998 telah menimbulkan tuntutan yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. daerah diharapkan mampu menciptakan kemandirian daerah dalam mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran sektor publik merupakan alat ( instrument) akuntabilitas atas

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB I PENDAHULUAN. merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menjadi Undang-Undang. Nomor 25 Tahun 1999 menjadi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas yang dihasilkan dari suatu sistem informasi. Informasi yang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi pemerintah merupakan salah satu bentuk organisasi non

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan lebih luas kepada pemerintah daerah. dana, menentukan arah, tujuan dan target penggunaan anggaran.

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. Indenosia tersebar di desa-desa seluruh Indonesia. diundangkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB I PENDAHULUAN. mobilisasi sumber dana, menentukan arah, tujuan dan target pengguanaan

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

ANALISIS KINERJA ANGGARAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI

reformasi yang didasarkan pada Ketetapan MPR Nomor/XV/MPR/1998 berarti pada ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 menjadi dasar pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. komposisi dan besarnya anggaran yang secara langsung mencerminkan arah

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. diperkenalkannya pendekatan penganggaran berbasis kinerja (performance. based budgeting) dalam penyusunan anggaran pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mengatur pelimpahan kewenangan yang semakin luas kepada

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi juga merupakan indikator pencapaian pembangunan nasional. akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari yang semula terpusat menjadi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power,

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah otonom sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya demokratisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan daerah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. karena entitas ini bekerja berdasarkan sebuah anggaran dan realisasi anggaran

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas

BAB I PENDAHULUAN. kerja dengan alokasi anggaran yang tersedia. Kinerja merupakan. organisasi (Nugroho dan Rohman, 2012: 1). Kinerja menurut Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

BAB I PENDAHULUAN. input yang ditetapkan. Untuk mengukur kinerja keuangan. Belanja Daerah. Di dalam Kepmendagri tersebut dalam pembagian struktur APBD

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai negara,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah telah ditetapkan di Indonesia sebagaimana yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik Pengertian Akuntansi Sektor Publik Bastian (2006:15) Mardiasmo (2009:2) Abdul Halim (2012:3)

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya sesuai dengan kebutuhan dan prioritasnya masing-masing. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dengan adanya sistem desentralisasi maka pemerintah pusat

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengawas utama kinerja pemerintahan. pemerintah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Terwujudnya akuntabilitas

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintah Daerah dan UU No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Standar Belanja (ASB) sudah diperkenalkan pertama kali kepada

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah pada era reformasi ini dituntut untuk melaksanakan. perubahan penting dan mendasar yang dimaksudkan untuk memperbaiki

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan gerak yang tidak dapat dibendung akibat sistem penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. Melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang telah

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak bergulirnya gelombang reformasi, otonomi daerah menjadi salah

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Namun karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan,

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah disertai pengalihan personil, peralatan, pembiayaan dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan sistem politik, sosial, dan kemasyarakatan serta ekonomi yang terjadi di Indonesia pasca reformasi tahun 1998 telah menimbulkan tuntutan yang beragam terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik hingga saat ini. Tuntutan ini perlu dipenuhi dan disadari langsung oleh para manajer ataupun pemimpin daerah maupun pusat. Semua tuntutan itu, pada akhirnya menuntut kemampuan manajemen pemerintahan daerah untuk mengalokasikan sumber daya secara efisien dan efektif (Bastian: 2007). Pengelolaan keuangan daerah merupakan salah satu bagian yang mengalami perubahan mendasar dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang direvisi dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Kedua Undang-Undang tersebut telah memberikan kewenangan lebih luas kepada pemerintah daerah. Kewenangan dimaksud antara lain adalah keleluasaan dalam mobilisasi sumber dana, menentukan arah, tujuan dan target penggunaan anggaran. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU No.23/2014). 1

2 Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, yang merupakan limpahan pemerintah pusat kepada daerah. Urusan pemerintahan seperti politik luar negeri, keamanan, moneter dan fiskal nasional masih diatur oleh pemerintah pusat. Pendelegasian kewenangan tersebut disertai dengan penyerahan dan pengalihan pendanaan, sarana dan prasarana, serta Sumber Daya Manusia (SDM) dalam kerangka desentralisasi fiskal (Mardiasmo: 2006). Pendanaan kewenangan yang diserahkan tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu mendayagunakan potensi keuangan daerah sendiri dan mekanisme perimbangan keuangan pusat-daerah dan antar daerah. Berikut ini data keuangan untuk pembelanjaan daerah yang berasal dari dana perimbangan: Gambar 1. Belanja APBD Kabupaten dan Kota di Indonesia (Juta Rupiah) Tampak pada gambar di atas, hampir sekitar lima puluh persen anggaran APBD dialokasikam untuk memenuhi keperluan pegawai daerah, sementara nilai pembelian barang dan jasa serta modal masih jauh di bawah belanja pegawai.

3 Daerah dituntut memanfaatkan potensi daerahnya meskipun dana perimbangan menjadi penyokong utama kegiatan di pemerintah daerah. Kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan sendiri dilakukan dalam wadah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sumber utamanya adalah pajak daerah dan retribusi daerah. Upaya untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara atau daerah adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip tepat waktu (timeliness) dan dapat diandalkan (reliable) serta disusun dengan mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang telah diterima secara umum. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 dan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Proses pengganggaran telah mengalami perubahan, mulai dengan pendekatan tradisional berubah menjadi berbasis kinerja pada saat ini. Pendekatan tradisional sebelum era reformasi pemerintah umumnya dikenal dengan pendekatan Objek-Pengeluaran. Pendekatan ini merupakan pendekatan paling mudah dan sederhana dari pendekatan lain yang dikenal dan pendekatan ini banyak dianut oleh negara-negara berkembang (Mahsun dkk: 2006). Pendekatan ini berorientasi kepada pengendalian pengeluaran. Pendekatan kinerja (performance approach) merupakan perbaikan dari pendekatan tradisional atau pendekatan obyek pengeluaran yang oleh para ahli dinilai banyak mengandung kelemahan terutama karena hanya memusatkan

4 kepada obyek pengeluaran yang kemudian dituangkan dalam bentuk angka tanpa melihat urgensinya. Fokus utama dari pendekatan ini ialah evaluasi efisiensi terhadap aktivitas yang ada dengan menggunakan alat utama akuntansi biaya dan pengukuran kerja. Pendekatan Program dan Perencanaan-Pemrograman- Penganggaran (Planning Program Budgeting System/PPBS) menitikberatkan pada suatu anggaran dengan pengeluaran utama didasarkan atas program kerja sedangkan berikutnya didasarkan atas obyek yang secara sederhana berorientasi pada keluaran dan tujuan (Ritonga: 2012). Penganggaran hingga pada nominal yang telah dicantumkan harus dibuat atas dasar pembelanjaan yang wajar dan didasarkan pada kerangka berpikir logis. Analisis Standar Belanja (ASB) pertama kali diperkenalkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 dengan nama Standar Analisa Belanja sebagai instrumen untuk penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya terhadap suatu kegiatan. Kemudian diperbarui melalui Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah dengan harapan, ASB dapat memperbaiki kinerja keuangan pemerintah daerah, memanfaatkan sebesar-besarnya anggaran yang telah ada secara optimal dan maksimal. Dipertegas dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2014. Regulasi selalu menyebutkan bahwa ASB merupakan salah satu instrumen pokok dalam penganggaran berbasis kinerja. Tetapi ternyata regulasi-regulasi tersebut belum menunjukkan secara riil dan operasional tentang

5 ASB. Akibatnya, ASB menjadi sesuatu yang abstrak bagi Pemerintah Daerah di Indonesia. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) merupakan bagian dari pemerintah daerah yang melaksanakan fungsi pemerintahan dan pelayanan publik, baik secara langsung ataupun tidak. Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya tersebut, SKPD diberikan alokasi dana (anggaran). Anggaran dalam bentuk nominal yang diberikan hendaknya dibuat dan disusun berdasarkan logika berpikir yang baik sehingga tepat sasaran, efektif dan efisien. Sampai saat penelitian ini dilakukan Pemerintah Kota Jambi belum menyusun ASB sebagai salah satu instrumen penganggaran daerah. Terkait ASB di Pemerintah Kota Jambi, Pak Donny selaku Kepala BAPPEDA, menjelaskan:...analisis seperti itu belum dibuat sejauh ini, karena keterbatasan SDM tentang analisis standar belanja, belum banyak yang tahu bagaimana cara untuk membuat analisis standa belanja. Masih didasarkan standar harga barang dan jasa... Staf Anggaran di DPKAD, Bu Nova menjelaskan:...dari tahun 2010 sampai tahun 2013 dan 2014, dan saat ini kita belum pakai analisis standar belanja, terkendala mengenai apa itu analisis standar belanja dan fungsi, kita belum mengerti... Meski pemerintah telah mencantumkan dalam peraturannya namun dalam proses penyusunan ASB sendiri, masih menjadi hal yang sulit bagi pemerintah daerah. Saat ini pelaksanaan penyusunan anggaran hanya berpatokan pada harga standar umum dan standar biaya umum.

6 Penentuan alokasi anggaran seringkali dipengaruhi oleh siapa yang mengajukan anggaran, jika yang mengajukan anggaran adalah SKPD besar maka SKPD tersebut akan memperoleh anggaran yang lebih tinggi dibandingkan SKPD kecil meskipun jenis kegiatan dan beban kerja adalah sama. Lemahnya perencanaan anggaran tersebut akhirnya memunculkan kemungkinan pembelanjaan tidak wajar ataupun pemborosan, yang semuanya mempengaruhi efisiensi dan efektivitas unit kerja pemerintah daerah. Masalah klasik yang dihadapi SKPD secara umum adalah mengganggarkan di bawah dan jauh dari kenyataan akibat keterbatasan dana sehingga rendahnya kapabilitas program kerja untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan publik. Masalah lainnya, SKPD menganggarkan di atas anggaran normal pada umumnya, masalah yang dihadapi adalah efisiensi yang rendah dan pemborosan anggaran. Hal yang menjadi fenomena saat ini. Pemborosan anggaran merupakan fenomena yang sering muncul. Fenomena ini dikarenakan pembuat perencanaan anggaran tidak merasa setiap rupiah itu merupakan tanggung jawab yang besar dan merupakan uang rakyat bukan uang pribadinya semata. Situasi seperti ini menyebabkan banyak layanan publik dijalankan secara tidak efisien yang ujungujung berdampak pada pemborosan sehingga dirasakan tidak sesuai dengan tuntutan kebutuhan publik karena anggaran daerah itu sendiri merupakan dana publik yang harus seoptimal mungkin digunakan.

7 1.2 Rumusan Masalah Studi Kasus Ketiadaan ASB masih terjadi karena tidak ada sanksi hukum yang tegas dalam peraturan pemerintah terkait ketidakbersediaan pemerintah daerah menyusun ASB. Ketiadaan ASB menyebabkan penyusunan dan penentuan anggaran cenderung masih bersifat subjektif, khususnya berhubungan dengan ukuran SKPD pengusung. ASB merupakan salah satu cara memperbaiki kinerja keuangan pemerintah daerah sehingga mengurangi perilaku pemborosan anggaran dan meningkatkan efisiensi anggaran. Peran ASB dalam penyusunan anggaran pada pemerintah daerah ialah menjamin kewajaran beban kerja dan biaya yang digunakan antar SKPD dalam melakukan kegiatan sejenis. Terkait masalah dan peranan ASB tersebut, perlu disusun model ASB dengan menggunakan analisis regresi sederhana karena dipandang metode ini lebih akurat dalam memberikan informasi tentang kewajaran belanja daerah. 1.3 Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian ini ialah: 1. Apakah ASB dapat membantu mengukur kewajaran anggaran belanja di Pemerintah Kota Jambi? 2. Apakah model ASB dengan menggunakan regresi sederhana/kuadrat terendah dapat diimplementasi dalam proses penganggaran belanja Pemerintah Kota Jambi?

8 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dengan dilakukannya penelitian ini adalah: 1. Menganalisis kewajaran anggaran belanja pada setiap kegiatan seluruh SKPD di Pemerintah Kota Jambi. 2. Mengimplementasi ASB dengan menggunakan regresi sederhana dalam proses penganggaran belanja pemerintah kota Jambi. 1.5. Motivasi Penelitian Problematika terkait penyusunan ASB yang terjadi hampir di seluruh kabupaten/kota yang ada di Indonesia membuat peneliti menganggap perlu untuk melakukan riset terkait pola pengganggaran belanja guna meningkatkan kinerja keuangan pemerintah daerah dan mendukung terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik. 1.6. Kontribusi Penelitian Penelitian ini diharapkan akan memberikan suatu analisis yang jelas tentang kewajaran belanja daerah di Pemerintah Kota Jambi. Analisis tersebut diharapkan dapat membantu untuk mengukur kewajaran belanja di setiap SKPD di Pemeritah Kota Jambi dan diharapkan meminimalisir terjadinya pengeluaran yang kurang jelas yang berdampak inefisiensi anggaran di Pemerintah Kota Jambi.

9 1.7. Proses Penelitian Penelitian ini beranjak dari problematika dan survei awal yang menunjukkan kelemahan dalam proses penganggaran di Pemerintah Kota Jambi. Adapun alur proses penelitian dapat dilihat di bawah ini: 1. Fenomena 3. Tujuan Penelitian 4. Landasan Teori 2. Pertanyaan Penelitian 5. Metode Penelitian 6. Hasil dan Analisis Gambar 2. Proses Penelitian