BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN AIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin

LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN

ANALISIS EFEKTIFITAS ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE DENGAN MEDIUM AIR SEBAGAI FLUIDA PANAS DAN METHANOL SEBAGAI FLUIDA DINGIN

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB II LANDASAN TEORI

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR

Sistem pendingin siklus kompresi uap merupakan daur yang terbanyak. daur ini terjadi proses kompresi (1 ke 2), 4) dan penguapan (4 ke 1), seperti pada

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TABUNG SEPUSAT ALIRAN BERLAWANAN DENGAN VARIASI PADA FLUIDA PANAS (AIR) DAN FLUIDA DINGIN (METANOL)

BAB II TEORI DASAR 2.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas Kualitas Air Panas Satuan Kalor

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB I PENDAHULUAN I.1.

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI

Perencanaan Mesin Pendingin Absorbsi (Lithium Bromide) memanfaatkan Waste Energy di PT. PJB Paiton dengan tinjauan secara thermodinamika

BAB II LANDASAN TEORI

DESAIN DAN ANALISA PERFORMA GENERATOR PADA REFRIGERASI ABSORBSI UNTUK KAPAL PERIKANAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)

BAB II LANDASAN TEORI. panas. Karena panas yang diperlukan untuk membuat uap air ini didapat dari hasil

Analisis Koesien Perpindahan Panas Konveksi dan Distribusi Temperatur Aliran Fluida pada Heat Exchanger Counterow Menggunakan Solidworks

Sujawi Sholeh Sadiawan, Nova Risdiyanto Ismail, Agus suyatno, (2013), PROTON, Vol. 5 No 1 / Hal 44-48

UJI EKSPERIMENTAL OPTIMASI LAJU PERPINDAHAN KALOR DAN PENURUNAN TEKANAN PENGARUH JARAK BAFFLE

RANCANG BANGUN KONDENSOR PADA MESIN PENDINGIN MENGGUNAKAN SIKLUS ABSORPSI DENGAN PASANGAN REFRIJERAN ABSORBEN AMONIA - AIR

Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika

Tekad Sitepu, Sahala Hadi Putra Silaban Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

BAB II LANDASAN TEORI

PENDINGIN TERMOELEKTRIK

ANALISIS PERFORMANSI PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHEEL AND TUBE TIPE BEM DENGAN MENGGUNAKAN PERUBAHAN LAJU ALIRAN MASSA FLUIDA PANAS (Mh)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Maka persamaan energi,

Karakteristik Perpindahan Panas dan Pressure Drop pada Alat Penukar Kalor tipe Pipa Ganda dengan aliran searah

Universitas Sumatera Utara

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISA HEAT EXCHANGER JENIS SHEEL AND TUBE DENGAN SISTEM SINGLE PASS

ANALISA KINERJA ALAT PENUKAR KALOR JENIS PIPA GANDA


BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

ANALISIS PERUBAHAN TEKANAN VAKUM KONDENSOR TERHADAP KINERJA KONDENSOR DI PLTU TANJUNG JATI B UNIT 1

DOSEN PEMBIMBING : PROF. Dr. Ir. DJATMKO INCHANI,M.Eng. oleh: GALUH CANDRA PERMANA

DOUBLE PIPE HEAT EXCHANGER. ALAT DAN BAHAN - Alat Seperangkat alat Double Pipe Heat Exchanger Heater Termometer - Bahan Air

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangkit Listrik Tenaga Air Panglima Besar Soedirman. mempunyai tiga unit turbin air tipe Francis poros vertikal, yang

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split

Energi dan Ketenagalistrikan

PERMASALAHAN. Cara kerja evaporator mesin pendingin absorpsi difusi amonia-air

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II MESIN PENDINGIN. temperaturnya lebih tinggi. Didalan sistem pendinginan dalam menjaga temperatur

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA

steady/tunak ( 0 ) tidak dipengaruhi waktu unsteady/tidak tunak ( 0) dipengaruhi waktu

ANALISA DESAIN DAN PERFORMA KONDENSOR PADA SISTEM REFRIGERASI ABSORPSI UNTUK KAPAL PERIKANAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

Bab 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH KECEPATAN ALIRAN FLUIDA TERHADAP EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHELL AND TUBE

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut.

PENDINGINAN KOMPRESI UAP

Ditulis Guna Melengkapi Sebagian Syarat Untuk Mencapai Jenjang Sarjana Strata Satu (S1) Jakarta 2015

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

Tabel 2.3 Daftar Faktor Pengotoran Normal ( Frank Kreit )

BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR

Taufik Ramuli ( ) Departemen Teknik Mesin, FT UI, Kampus UI Depok Indonesia.

BAB III METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE...

DESAIN DAN ANALISIS ALAT PENUKAR KALOR TIPE CES

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan utama dalam sektor industri, energi, transportasi, serta dibidang

BAB lll METODE PENELITIAN

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Absorpsi Siklus absorpsi adalah termodinamika yang dapat digunakan sebagai siklus refrigerasi dan pengkondisian udara yang digerakkan oleh energi dalam bentuk panas. Siklus absorpsi yang sering dijumpai sering digunakan untuk teknik pendingin tapi bisa juga digunakan untuk pengkondisian udara. Dari beberapa jenis siklus teknik pendingin dan pengkondisian udara, siklus absorpsi adalah siklus yang sangat efisien karena siklus absorpsi dapat dijalankan dengan sumber panas yang temperaturnya kurang dari 200 ⁰C dan panas ini bisa didapatkan dengan memanfaatkan panas terbuang seperti gas buang, geothermal, dan panas matahari. Maka berdasarkan sumber panasnya mesin pendingin siklus absorbsi dapat dibagi menjadi : Pembakaran dengan bahan bakar (direct-fired), dimana bahan bakar yang digunakan dapat berupa minyak bumi (solar) dan gas. Pada sistem pembakaran langsung diperlukan peralatan burner untuk pembakaran bahan bakarnya. Uap (steam-fired), tenaga yang dihasilkan berasal dari uap panas (steam) yang biasanya dihasilkan oleh steam boiler atau bisa juga dari panas bumi (geothermal). Air panas (hot water-fired) sumber air panasnya dapat berupa diesel genset. Dan yang terakhir adalah memanfaatkan panas terbuang seperti gas buang dari pabrik-pabrik atau mesin, geothermal, panas matahari. Orang yang pertama kali merealisasikan mesin pendingin siklus absorpsi adalah Ferdinand Carre dari perancis, dan memperoleh hak paten dari pemerintah Amerika Serikat pada tahun 1860. Sejak saat itu mesin pendingin siklus absorpsi mendapat perhatian dari masyarakat. Mesin pendingin siklus absorpsi telah

dipasarkan secara komersial untuk industri-industri seperti industri perminyakan dan kimia. Namun pada tahun 1915 ketika kompresor amonia tenaga listrik diperkenalkan dan diterima masyarakat dengan baik, perkembangan teknik pendingin siklus absorpsi mulai berkurang. 2.1.1 Teori Umum Siklus Absorpsi Pada dasarnya siklus absorpsi memanfaatkan ikatan kimia antara dua zat yaitu zat penyerap dan zat yang diserap. Proses pengikatan ini dapat terjadi secara alami atau tanpa energi luar. Tetapi untuk proses pelepasan ikatannya, akan diperlukan panas. Setelah terpisah oleh panas, kedua pasangan zat ini akan dapat dicampur kembali. Proses ini dapat diulang menjadi sebuah siklus. Dan siklus inilah yang dimanfaatkan untuk dijadikan siklus refrigerasi dan menjadi dasar siklus absorpsi. Zat yang dapat diserap (diikat) oleh zat lain akan disebut absorbate, sementara zat yang bertugas menyerap (mengikat) akan dinamakan absorben. Zat yang diikat bertindak sebagai fluida kerja yang melakukan pendinginan, sehingga absorbate sebagai refrijeran dan disebut juga fluida utama (primer), sedangkan fluida sekunder adalah absorben. Pasangan yang sering digunakan adalah Amonia dengan Air dan pasangan Litium Bromida dengan Air. Pasangan ini dapat dijumpai di pasaran pada mesin-mesin pendingin siklus absorpsi. Pada penelitian ini pasangan absorbent-absorbate yang digunakan adalah larutan ammonia-air. Air bertindak sebagai absorben (penyerap) dan amonia bertindak sebagai absorbate (yang diserap). Air akan menyerap amonia dan bersatu menjadi larutan. Dan larutan ini akan berpisah, jika diberikan panas tertentu. Siklus absorpsi menggunakan energi mekanik yang sangat kecil yaitu penggunaan pompa untuk mensirkulasikan fluida kerjanya, persentasinya hanya sekitar 1% dibandingkan dengan energi panas yang digunakan. Siklus absorpsi sederhana terdiri atas beberapa komponen utama yaitu evaporator, kondensor, generator, absorber, katup ekspansi,dan pompa. Siklus absorpsi sederhana ditampilkan pada gambar 1 dibawah ini.

Gambar 2.1 Komponen utama siklus absorpsi sederhana (Sumber : Miller, 2006; Moran, 1998; Shan, 1991) Untuk mengetahui prinsip kerja siklus absorbsi sederhana ini maka pertama siklusnya dibagi menjadi dua bagian siklus, yaitu siklus pertama merupakan siklus ketika refrijeran terpisah dari absorben, ditunjukkan dengan titik 1-2-3-4. Siklus kedua adalah siklus dimana absorben dan refrijeran terlarut atau terikat. Pada gambar ditunjukkan pada titik 5-6-7-8. Penjelasan prinsip kerja siklus absorpsi sederhana ini dimulai dari titik 1-2-3-4. Pada siklus pertama atau titik 1-2-3-4, yaitu : 1. Refrijeran menguap dari evaporator di titik 1. Kemudian uap ini akan masuk ke siklus kedua dan keluar di titik 2 pada kondisi uap kering (super heat) dan tekanan tinggi. 2. Dari titik 2, uap refrijeran masuk menuju kondensor. Di kondensor panas dilepaskan ke lingkungan. Proses pelepasan panas ini terjadi secara isobarik, dan akhirnya refrijeran berubah menjadi cair di titik 3. 3. Kemudian refrijeran mengalir dari titik 3 menuju titik 4. Pada proses ini terjadi penurunan tekanan secara adiabatik oleh katub ekspansi. Pada saat tekanan turun temperatur juga akan turun dan sebagian cairan akan berubah menjadi uap di titik 4. 4. Selanjutnya dari titik 4 menuju titik 1. Refrijeran akan melakukan fungsi refrigerasi di evaporator dan akhirnya menguap, dan siklus akan berulang.

Pada siklus kedua atau titik 5-6-7-8, yaitu : 1. Setelah selesai dari siklus pertama uap refrijeran keluar dari titik 1 masuk ke absorber dan keluar melalui titik 6. Di absorber terjadi proses pengikatan uap oleh larutan yang datang dari titik 5 yaitu larutan konsentrasi lemah. Proses ikatan kimia ini akan melepas sejumlah panas ke lingkungan. 2. Kemudian larutan dari titik 6 menjadi larutan konsentrasi kuat akan dipompakan ke titik 7 menuju generator oleh pompa. 3. Larutan dari titik 7 masuk ke generator, disini larutan akan dipanaskan sehingga terjadi proses pelepasan refrijeran dan absorben. Refrijeran akan keluar dari titik 2 sedangkan absorben atau larutan konsentrasi lemah keluar dari titik 8. 4. Dari titik 8 larutan konsentrasi lemah akan diturunkan tekanannya oleh katub ekspansi dan keluar menuju titik 5. Sebagai catatan, untuk membuat siklus absorpsi dapat terjadi rasio tekanan pada generator atau kondensor dan absorber atau evaporator harus diatur cukup tinggi. Diagram p-h dari siklua absorpsi sederhana dengan komponen siklus kedua ditampilkan pada Gambar 2.2. Gambar 2.2 Diagram p-h siklus kompresi uap dan siklus absorpsi (Sumber : Miler, 2006; Moran, 1998)

2.1.2. Perbedaan Siklus Absorpsi dengan Siklus Kompresi Uap Perbedaan siklus absorpsi dengan siklus kompresi uap terletak pada bagaimana caranya menaikkan tekanan refrijeran. Pada siklus kompresi uap refrijeran yang datang dari evaporator akan masuk menuju kompresor. Kompresor inilah yang digunakan untuk menaikkan tekanan refrijeran yang dialirkan kembali masuk ke kondensor. Sedangkan pada siklus absorpsi larutan yang datang dari evaporator akan masuk menuju absorber. Di absorber larutan dari evaporator akan berikatan dengan larutan konsentrasi lemah yang merupakan hasil pemisahan dari generator. Kemudian dipompakan menuju generator, dan di generator terjadi pemisahan larutan yang menghasilkan refrijeran dan larutan konsentrasi lemah. Refrijeran inilah yang akan masuk menuju kondensor. Perlu diketahui bahwa siklus absorpsi dan siklus kompresi uap akan melakukan proses yang sama mulai dari refrijeran masuk ke kondensor sampai keluar dari evaporator. Jadi dapat disimpulkan bahwa proses siklus absorpsi dan siklus kompresi uap hampir sama hanya saja fungsi dari kompresor pada siklus kompresi uap diganti menjadi absorber, pompa generator dan katup ekspansi pada siklus absorpsi. Hal inilah yang menyebabkan perkembangan siklus absorpsi bertolak belakang dengan siklus kompresi uap. Jika siklus kompresi uap berkembang maka siklus absorsi akan melambat. Tetapi ada beberapa keunggulan siklus absorpsi dibandingkan siklus kompresi uap, yaitu : 1. Pengoperasian yang tidak bising 2. Umurnya yang relatif panjang 3. Efisien dan ekonomis jika memanfaatkan panas terbuang seperti gas buang, geothermal, dan panas matahari. 4. Mudah mengontrol kapasitasnya. 2.2 Pasangan Refrijeran-absorben siklus absorpsi Siklus absorpsi terjadi dengan memanfaatkan ikatan kimia antara refrijeran dan absorben yaitu dengan mengikat refrijeran dan absorben di absorber dan memisahkannya di generator. Untuk menjadikan dua zat sebagai

refrijeran dan absorben ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu sebagai berikut ini : 1. Tidak boleh membentuk fasa padat selama siklus untuk mencegah aliran siklus terhenti. 2. Refrijeran lebih mudah menguap dengan tujuan mengurangi panas masukan di generator. 3. Antara refrijeran dan absorben harus memiliki ikatan yang kuat agar mengurangi jumlah absorben yang bersirkulasi di dalam siklus sehingga dimensi berkurang. 4. Tekanan operasi tidak terlalu tinggi di generator dan tidak terlalu rendah di absorber. Bertujuan untuk mengurangi dimensi peralatan daya pompa. 5. Tidak korosif 6. Stabil, maksudnya refrijeran dan absorben tidak berubah sifat agar bisa dipakai dalam waktu yang lama. 7. Refrijeran dan absorben harus aman yaitu tidak beracun, tidak mudah terbakar, dan tidak merusak lingkungan. Syarat syarat diatas belum bisa dipenuhi semua pada pasangan refrijeran dan absorben. Tetapi ada pasangan refrijeran dan absorben yang mendekati yang bisa digunakan yaitu pasangan amonia-air (amonia sebagai refrijeran dan air sebagai absorben) dan pasangan air-lithium bromida (air sebagai refrijeran dan lithium bromida sebagai absorben). Kedua pasangan inilah yang sering dijumpai pada siklus absorpsi yang dikomersialkan. Ada beberapa keunggulan dan kekurangan antara pasangan amonia-air dan air-lithium bromida, yaitu : 1. Pasangan amonia-air Pasangan amonia-air mempunyai hampir seluruh kriteria yang diperlukan di atas, kecuali bahwa zat-zat tersebut dapat bersifat korosif terhadap tembaga dan alloynya, volatilitasnya yang rendah dan tekanan

kerja yang tinggi serta sifat amonia yang sedikit beracun sehingga membatasi penggunaannya untuk pengkondisian udara. Pasangan amoniaair dapat dioperasikan pada temperatur evaporasi dibawah 0 ºC. 2. Pasangan air- lithium bromida Pasangan air- lithium bromida memiliki beberapa keunggulan yaitu aman dikarenakan tidak bersifat racun, memiliki volalitas yang tinggi, stabil, dan memiliki panas laten yang tinggi. Tetapi pasangan ini mempunyai kelemahan yaitu pasangan air- lithium bromida tidak dapat dioperasikan mendekati temperatur evaporasi 0 ºC. Hal ini disebabkan air sebagai refrijeran akan berubah menjadi padat sehingga siklus terhenti. Sehingga tidak digunakan bekerja pada temperatur yang rendah. 2.2.1 Amonia Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH 3. Biasanya senyawa ini didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas I (disebut bau amonia). Sifat amonia dapat dilihat seperti tabel di bawah ini. Tabel 2.1 Sifat Amonia Sifat Amonia Massa jenis Titik lebur Titik didih Klasifikasi EU Panas Laten Penguapan (Le) 682 kg/m 3, cair -77,7 o C -33.3 o C Kautik, korosif 1357 kj/kg (Sumber : Chang, 2003) Titik lebur dan titik didih yang rendah menjadi keunggulan tersendiri dari amonia yaitu pada siklus absorpsi mesin dapat bekerja pada temperatur evaporasi di bawah 0 ºC. Walaupun amonia memberi sumbangan penting bagi keberadaan

nutrisi di bumi, amonia sendiri adalah senyawa kaustik dan dapat merusak kesehatan. Kontak dengan gas amonia berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan bahkan kematian. Sekalipun amonia diatur sebagai gas tak mudah terbakar, amonia masih digolongkan sebagai bahan beracun jika terhirup. 2.3 Generator Generator merupakan alat penukar kalor. Pada siklus refrigerasi atau pendinginan generator berfungsi sebagai tempat proses pelepasan refrijeran dari absorben atau disebut desorpsi. Agar proses ini terjadi maka diberikan energi dalam bentuk panas. Dengan demikian generator berfungsi sebagai pemanas. Pada penelitian ini energi dalam bentuk panas diperoleh dari gas buang motor bakar. Adapun proses yang terjadi di generator yaitu dimulai dengan larutan konsentrasi kuat akan masuk ke generator. Kemudian larutan ini dipanaskan oleh gas buang dari motor bakar. Pemanasan ini menyebabkan temperatur larutan meningkat sehingga refrijeran dan absorben berpisah. Refrijeran menjadi uap masuk ke kondensor sedangkan absorben masuk ke katub ekspansi. Absorben ini disebut juga larutan konsentrasi rendah. Berdasarkan konstruksinya generator yang digunakan adalah heat exchanger tipe tubular (shell and tube) dan berdasarkan bentuk aliran fluida termasuk heat exchanger single pass (counter flow). Heat exchanger tipe tubular Heat exchanger tipe ini melibatkan penggunaan tube pada desainnya. Bentuk penampang tube yang digunakan bisa bundar, elips, kotak, dan lain sebagainya. Heat exchanger tipe tubular didesain untuk dapat bekerja pada tekanan tinggi, baik tekanan yang berasal dari lingkungan kerjanya maupun perbedaan tekanan tinggi antar fluida kerjanya. Tipe tubular sangat umum digunakan untuk fluida kerja cair-cair, cair-gas, gas-cair atau gas-gas. Namun untuk penggunaan pada fluida kerja gas-cair, atau gas-gas, khusus digunakan pada

kondisi fluida kerja bertekanan dan bertemperatur tinggi dikarenakan tidak ada jenis heat exchanger lain yang mampu untuk bekerja pada kondisi tersebut. Heat exchanger tipe tubular jenis shell and tube. Heat exchanger tipe shell and tube merupakan satu tipe yang paling mudah dikenal. Tipe ini melibatkan tube sebagai komponen utamanya. Salah satu fluida mengalir di dalam tube, sedangkan fluida lainnya di luar tube. Pipa-pipa tube disusun berada di dalam sebuah ruang berbentuk silinder yang disebut dengan shell, sehingga pipa-pipa tube tersebut berada sejajar dengan sumbu shell. K o m Gambar 2.2 heat exchanger tipe shell and tube (Sumber : Donald Q. Kern, 2006) Komponen utama dari heat exchanger tipe shell and tube Komponen utama dari heat exchanger tipe shell and tube adalah sebagai berikut : 1. Tube. Tube berpenampang lingkaran menjadi jenis yang paling banyak digunakan pada heat exchanger tipe ini. Desain rangkaian tube dapat bermacam-macam sesuai dengan fluida kerja yang dihadapi.

1. Shell ini menjadi tempat mengalirnya fluida kerja yang lain selain yang mengalir di dalam tube. Umumnya shell didesain berbrntuk silinder dengan penampang melingkar. Material untuk membuat shell ini adalah pipa silindris jika diameter desain dari shell tersebut kurang dari 0,6 meter. Sedangkan jika lebih dari 0,6 meter, maka digunakan bahan plat metal yang dibentuk silindris dan disambung dengan proses pengelasan. 2. Front-End dan Rear-End Head Bagian ini berfungsi sebagai tempat masuk dan keluar dari fluida sisi tube. Selain itu bagian ini juga berfungsi untuk menghadapi adanya efek pemuaian. 3. Buffle Ada dua jenis buffle yang ada pada heat exchanger tipe shell and tube, yakni tipe tranversal dan longitudinal. Keduanya berfungsi sebagai pengatur arah aliran fluida sisi shell. 4. Tubesheet Tube yang melintang longitudinal membutuhkan penyangga agar posisinya bisa stabil. Jika sebuah heat exchanger menggunakan baffle tranversal maka ia juga berfungsi ganda sebagai penyangga. Namun jika tidak menggunakan buffle maka membutuhkan penyangga khusus. Heat exchanger single-pass Dikatakan single-pass yakni apabila fluida mengalir satu kali di dalam heat exchanger.

Gambar 2.3 Ilustrasi aliran fluida single-pass (Sumber : Donald Q. Kern, 2006) Tipe single-pass counter flow heat exchanger Fluida-fluida yang mengalir pada heat exchanger tipe ini sejajar, akan tetapi memiliki arah yang saling berlawanan. Hal itu membuat desain ini menghasilkan efisiensi perpindahan panas yang paling baik diantara jenis heat exchanger yang lain. Hal ini disebabkan karena fluida dingin yang masuk ke dalam heat exchanger akah bertemu dengan fluida sumber panas yang akan keluar dari heat exchanger, dimana fluida ini sudah mengalami penurunan panas. Begitu pula pada sisi outlet fluida yang dipanaskan, ia akan dipanaskan oleh fluida sumber panas yang baru saja masuk ke exchanger tersebut.

2.4 Perpindahan panas Ketika besi dipanasi, air dimasak, dan matahari menyinari bumi terjadi perpindahan panas. Perpindahan panas adalah ilmu yang mempelajari tentang perpindahan energi (dalam bentuk panas) yang terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara kedua benda atau material. Perpindahan panas terdiri atas,konduksi, konveksi, dan radiasi. Konduksi terjadi pada besi yang dipanasi, konveksi terjadi pada air yang dimasakdan radiasi terjadi pada pada saat matahari menyinari bumi. Ilmu perpindahan kalor dapat digunakan untuk menentukan suhu batangan baja sebagai fungsi waktu artinya, ilmu perpindahan kalor dapat mengetahui waktu yang dibutuhkan untuk mencapai temperatur akhir. Adapun perpindahan panas yang terjadi pada siklus absorbsi yaitu : Konduksi (hantaran) Konveksi (aliran) 2.4.1 Perpindahan panas konduksi Perpindahan kalor secara konduksi adalah proses perpindahan kalor dimana kalor mengalir dari daerah yang bersuhu tinggi ke daerah yang bersuhu rendah dalam suatu medium (padat, cair, gas) atau medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung. Laju perpindahan panas konduksi melalui suatu lapisan material dengan ketebalan tetap adalah berbanding lurus dengan beda suhu di pangkal dan ujung lapisan tersebut, berbanding lurus dengan luas permukaan tegak lurus arah perpindahan panas dan berbanding terbalik dengan ketebalan lapisan. Rumus hukum Fourier:... (2.1) Keterangan : q = laju aliran kalor (watt)

k = konduktifitas termal bahan (W/(m 2. 0 C) = gradient suhu kearah perpindahn kalor ( 0 C/m) A = luas penampang (m 2 ) Pada alat penukar kalor perpindahan konduksi terjadi pada bagian tabung/pipa,tahanan termal yang terjadi pada tabung/pipa adalah seperti pada gambar 2.3 Gambar 2.4 Mode perambatan panas pada dinding tube (Sumber : Cengel, 1989) 2.4.2 Perpindahan Panas Konveksi Bila ada fluida yang bergerak terhadap suatu permukaan, dan kedua suhunya tidak sama, maka akan terjadi mekanisme perpindahan panas secara konveksi. Semakin cepat gerakan fluida tersebut, maka semakin besar laju perpindahan panas konveksinya. Bila fluida tidak bergerak, maka mekanisme perpindahan panas akan menjadi mekanisme perpindahan konduksi kembali. Karena konveksi terjadi akibat adanya gerakan fluida, maka dikenal istilah konveksi alami dan konveksi paksa. Konveksi alami (konveksi bebas) terjadi karena fluida bergerak secara alamiah dimana pergerakan fluida tersebut lebih

disebabkan oleh perbedaan massa jenis fluida akibat adanya variasi suhu pada fluida tersebut. Logikanya, kalau suhu fluida tinggi, tentunya dia akan menjadi lebih ringan dan mulai bergerak keatas. Sementara konveksi paksa trjadi karena bergeraknya fluida bukan karena faktor alamiah. Fluida bergerak karena adanya alat yang digunakan untuk menggerakkan fluida tersebut, seperti kipas, pompa, blower dan sebagainya. Konveksi paksa terdiri atas dua yaitu : a) Konveksi paksa (Aliran Luar) Gambar 2.5 Aliran luar (Sumber : Cengel, 1989) Pada persoalan aliran luar tersebut lapisan batas aliran berkembang secara bebas, tanpa batasan yang disebabkan oleh permukaan yang berada di dekatnya. Sehubungan dengan itu akan selalu ada daerah lapisan batas yang berada di sisi luar aliran dimana gradien kecepatan temperatur dapat di abaikan. Sebagai contoh meliputi pergerakan fluida diatas plat datar dimana laju perpindahan panasnya : (2.2) Dimana : h = Koefisien perpindahan pans konveksi As = Luas permukaan perpindahan kalor Ts = Suhu pada plat

T q = Suhu udara/gas buang = Laju perpindahan panas b) Konveksi paksa (Aliran Dalam) Gambar 2.6 Aliran dalam (Sumber : Cengel, 1989) Berbeda dengan aliran luar yang tanpa ada batasan luar,pada aliran dalam seperti halnya yang terjadi didalam pipa adalah sesuatu dimana fluida dibatasi oleh permukaan sehingga lapisan batas tidak dapat berkembang secara bebas seperti halnya pada luar. Laju perpindahan panas aliran dalam :. (2.3) h As Ts T q = Koefisien perpindahan pans konveksi = Luas permukaan perpindahan kalor = Suhu pada plat = Suhu fluida = Laju perpindahan panas

c) Perpindahan panas secara keseluruhan Pada banyak kasus perpindahan panas yang melibatkan proses konveksi dan konduksi, dimana laju perpindahan panas total :...(2.4) Dimana untuk mencari U ( koefisien perpindahan panas keseluruhan ) adalah : (2.5) Panas dari generator di alirkan ke larutan amonia-air yang besarnya dapat di tentukan dari persamaan :. (2.6) Dimana: = Suhu gas buang masuk generator = Suhu gas buang keluar generator 2.5 Parameter dalam Perhitungan nilai Perpindahan Panas Generator Sebelumnya dalam alat penukar kalor yaitu generator adalah menggunakan jenis shell and tube dengan tambahan buffle. Larutan amonia air akan dipanaskan oleh gas buang dari motor bakar. Dalam pembahasan nilai nilai parameter penting untuk perhitungan laju perpindahan panas, laporan ini hanya membahas mengenai perpindahan panas pada tabung atau tube-nya saja, sehingga persamaan yang di bahas adalah tentang tube dengan perhitungan menggunakan persamaan konveksi yang secara umum digunakan pada penukar kalor tabung pipa (shell and tube). Seringkali salah satu fluida dalam penukar panas mengalir dalam pipa, sedang fluida yang lain mengalir dalam ruang annulus sebuah pipa

yang lebih besar atau dalam ruang sebuah shell yang memuat banyak pipa, perpindahan panas berlangsung secara radial terhadap pipa. Antara lain fluida di dalam pipa dan permukaan dinding pipa sebelah dalam, panas dipertukarkan secara konveksi, kemudian panas menjalar secara konduksi melalui logam dinding pipa sedangkan diluar pipa terjadi lagi konveksi. Nilai laju perpindahan panas dalam alat penukar kalor dapat dihitung berdasarkan teori perpindahan panas secara konveksi. Selain laju perpindahan panas, parameter penting yang mempengaruhi efektifitas suatu alat penukar kalor adalah nilai koefisien perpindahan panasnya. Besarnya koefisien perpindahan panas secara konveksi diperkirakan dari persamaan persamaan empiris lain daripada untuk konveksi luar pipa. Banyak buku yang memuat keterangan tentang koefisien perpindahan panas baik dalam bentuk persamaan maupun dalam bentuk lain. Dalam mencari persamaan empiris itu harus diperhatikan sifat fluida, sifat aliran, jenis perpindahan panas (pemanasan atau pendinginan), letak pipa dan lain sebagainya. 2.5.1 Sifat sifat termodinamika fluida a) Temperatur rata-rata fluida... (2.7) Dimana : Temperatur inlet (Tci) Temperatur outlet (Tco) b) Mencari Temperatur rata-rata gas buang..(2.8) Dimana : Temperatur inlet (Thi) Temperatur outlet (Tho)

2.5.2 Sifat aliran fluida Aliran dapat diklasifikasikan (digolongkan) menjadi aliran laminar dan aliran turbulen. Aliran laminar adalah aliran dengan fluida yang bergerak dalam kecepatan rendah, semua partikel partikelnya mempunyai sifat aliran yang seragam. Kedua adalah aliran turbulen pada aliran ini masing masing partikelnya mempunyai arah kecepatan yang berlainan dan tidak seragam sehingga setiap partikelnya mempunyai arah kecepatan yang berlainan dan tidak seragam sehingga setiap partikelnya mempunyai kesempatan yang sama untuk menyentuh permukaan atau dinding saluran, dengan demikian kesempatan fluida mengambil atau mentransfer panas pada dinding saluran menjadi lebih besar. Dalam heat exchanger selalu diinginkan agar alirannya turbulen sehingga kapasitas perpindahan panasnya meningkat. Aliran turbulen dapat diperoleh dengan pemasangan baffle atau dengan membuat permukaan dinding saluarn kasar. Jenis aliran turbulen atau laminar dapat ditentukan perhitungan bilangan reynold. Bilangan reynold untuk aliran dalam pipa dapat didefinisikan dengan menggunakan rumus :...(2.9) Keterangan : ρ = kerapatan fluida (kg/m3) V = kecepatan aliran (m/s) D = diameter pipa (m) µ = viskositas dinamik (kg/m.s) Bilangan Reynolds digunakan sebagai kriteria untuk menunjukkan sifat aliran fluida, apakah aliran termasuk aliran laminar, transisi atau turbulen. Untuk Re < 2000 biasanya termasuk jenis aliran laminar sedangkan untuk 2000 < Re <4000 adalah jenis aliran transisi dan untuk Re> 4000 adalah jenis aliran turbulen. Sedangkan bilangan nusselt untuk aliran turbulen yang sudah jadi atau berkembang penuh (fully developed turbulent flow) di dalam tabung licin dapat di tuliskan dengan persamaan :

(2.110 Pada bagian pintu masuk dimana aliran belum berkembang atau bersifat aliran transisi, bilangan nusselt dapat dituliskan dalam persamaan :.. (2.11) Dan bilangan nusselt untuk laminar dapat dituliskan dalam persamaan :....(2.12) Keterangan : n = 0,3 untuk pendingin n Re Pr d L = 0,4 untuk pemanasan = Bilangan Reynolds = Bilangan Prandtl = diameter tabung = Panjang tabung 2.5.3 Laju perpindahan kalor pada alat penukar kalor Pada dasarnya laju perpindahan kalor pada alat penukar kalor dipengaruhi oleh adanya tiga (3) hal, yaitu: 1. Koefisien perpindahan kalor menyeluruh (U) Nilai koefisien perpindahan panas menyeluruh dapat didasarkan atas luas dalam atau luar tabung, menurut selera perancang sehingga cara menghitungnya bias dengan 2 cara yaitu: Koefisien perpindahan panas menyeluruh berdasarkan pipa dalam (Ui)..(2.13)

Koefisien perpindahan panas menyeluruh berdasarkan pipa dalam (Uo)...(2.14) Keterangan : ri = jari-jari pipa dalam (m) ro = Jari jari pipa luar (m) Ao = Luas permukaan luar total (m 2 ) Ai = Luas permukaan dalam total (m 2 ) ho = Koefisien perpindahan kalor konveksi pada pipa bagian luar (W/m 2 K) hi = Koefisien perpindahan kalor konveksi pada pipa bagian dalam (W/m 2 K) L = Panjang pipa Kmaterial = Konduktivitas panas material (W/m 0 K) Koefisien perpindahan kalor pada masing masing proses perpindahan kalor dapat dijabarkan sebagai berikut : Menghitung nilai koefisien perpindahan panas konveksi bagian dalam (hi) (2.15) Keterangan : hi = koefisien perpindahan panas konveksi bagian dalam (W/m 2 K) Nu = Bilangan nusselt k = Konduktifitas thermal (W/m 2 0 C) Di = Diameter dalam (m)

Menghitung nilai koefisien perpindahan panas konveksi bagian luar (ho).(2.16) Keterangan : ho = koefisien perpindahan panas konveksi bagian luar (W/m 2 K) Nu = Bilangan nusselt k = Konduktifitas thermal (W/m 2 0 C) Do = Diameter luar (m) 2. Luas perpindahan panas (A) Menghitung luas perpindahan panas (A) Luas permukaan perpindahan panas permukaan dalam pipa (Ai).(2.17) Luas permukaan perpindahan panas permukaan luar pipa (Ao).(2.18) Luas permukaan penukar kalor total dapat juga dihitung berdasarkan persamaan : Luas permukaan penukar panas (Atotal). (2.19)..(2.20) ` Keterangan : Ao = Luas permukaan total, dalam (m 2 )

Ai = Luas permukaan total, luar (m 2 ) Do = Diameter pipa bagian luar total (m) Di = Diameter pipa bagian dalam (m) L Uo F = Panjang pipa (m) = Koefisien perpindahan panas menyeluruh Berdasarkan pipa luar (W/m 2 K) = Faktor koreksi ΔTLMTD = Beda suhu rata-rata log 3. Beda suhu rata-rata log atau Logarithmic Mean Temperatur Difference (ΔLMTD)..(2.21)..(2.22)....(2.23) Keterangan : Tci Tco Thi Tho = Temperatur air masuk (C) = Temperatur air keluar (C) = Temperatur udara masuk (C) = Temperatur udara keluar (C) Dimana LMTD ini disebut beda suhu rata-rata log atau beda suhu pada satu ujung kalor dikurangi beda suhu pada ujung lainnya dibagi dengan logaritma alamiah daripada perbandingan kedua beda suhu pada ujung lainnya. Konfigurasi aliran alternative adalah alat penukar panas diman fluida bergerak dalam arah aliran melintang (cross flow) atau dengan sudut tegak lurus satu sama lainya melalui alat penukar panas tersebut, jika suatu penukar kalor yang bukan jenis pipa ganda digunakan, perpindahan kalor dihitung dengan menerapkan faktor koreksi terhadap LMTD untuk pipa susunan ganda aliran lawan arah dengan suhu fluida panas dan dingin yang sama, maka persamaan perpindahan panas menjadi

Q = U.A.F.ΔT LMTD. Bila terdapat perubahan fase seperti kondensasi atau penguapan, fluida biasanyaberada pada suhu yang hakekatnya tetap maka nilai factor koreksi F = 1,0 2.5.4 Penukar panas dalam aliran paralel Dari gambar di bawah ini,maka persamaan kekekalan energi dapat di tulis :....(2.24).. (2.25) Dan Karena Maka. (2.26) Gambar 2.7 Penukar panas dalam arah parallel (Sumber : Cengel, 1989)

Perpindahan kalor dinyatakan dengan :... (2.27) Bila persamaan 2.28 di substitusikan ke persamaan 2.27 kemudian di integralkan : Atau.(2.28) Apabila di substitusikan dengan persamaan 2.25 dan persamaan 2.26 maka :...(2.29) Dengan demikian maka laju perpindahan kalor dapat ditulis : Dimana :...(2.30) 2.5.5 Penukar panas dengan arah yang berlawanan laju perpindahan panas dapat ditulis seperti laju perpindahan panas aliran parallel namun untuk,

Gambar 2.8 Penukar panas dengan aliran fluida berlawanan (Sumber : Cengel, 1989) 2.6 Faktor Pengotoran Performansi alat penukar kalor biasanya semakin menurun dengan bertambahnya waktu pemakaian sebagai akibat terjadinya penumpukan kotoran pada permukaan alat penukar kalor. Lapisan kotoran tersebut menimbulkan hambatan tambahan pada proses perpindahan panas dan mengakibatkan penurunan laju perpindahan panas pada alat penukar kalor. Penumpukan kotoran pada alat penukar kalor disebut faktor kotoran R f yang menjadi ukuran dalam tahanan termal (Janna, 2000; Incropera, 2006). Faktor pengotoran adalah nol untuk alat penukar kalor yang baru dan meningkat dengan meningkatnya lama pemakaian sehingga kotoran menempel pada permukaan alat penukar kalor. Faktor kotoran bergantung pada temperatur operasi dan kecepatan fluida, dan sebanding dengan panjang alat penukar kalor. Kotoran akan meningkat dengan meningkatnya temperatur dan menurunnya

kecepatan. Persamaan sebelumnya perlu dimodifikasi sebagai efek dari kotoran pada permukaan dalam dan luar tabung. Untuk alat penukar kalor tabung cangkang yang tidak memiliki sirip, persamaan sebelumnya menjadi :..(2.31) Tabel 2.2 Faktor pengotoran beberapa fluida Fluida Air laut, air sungai, air mendidih, air suling Dibawah 50 o C Diatas 50 o C 0,0001 0,0002 Bahan bakar 0,0009 Uap air (bebas minyak) 0,0001 Refrijeran (cair) 0,0002 Refrijeran (gas) 0,0004 Alcohol (gas) 0,0001 Udara 0,0004 (Sumber : Janna, 2000) 2.7 Keefektifan Untuk menghitung keefektifan dari generator maka terlebih dahulu mencari nilai C min dan C maks., Dengan diperoleh hasil perhitungan C min dan C maks maka akan dapat digunakan rumus efektifitas yang tepat. Didalam perhitungan ini sifat-sifat fisik fluida dihitung pada temperatur rata-rata. C c = ṁ c c p,c

C h = ṁ h c p,h Bila C h = C min maka keefektifan ε ε = (2.32) Bila C c = C min maka keefektifan ε ε = (2.33)