BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biosintesis dan patofisiologi Procalcitonin PCT pertama kali diidentifikasi dari sel medullary tiroid carcinoma. PCT adalah protein yang terdiri dari 116 asam amino (AA) dengan BM ± 13 kda, yang dikode dengan gen Calc-I yang terletak pada kromosom 11 dan diproduksi pada sel C kelenjar tiroid sebagai prohormon dari calcitonin 6,11,16,17. Gen Calc-I menghasilkan dua transkripsi yang berbeda oleh tissue-spesific alternative splicing. Yang pertama, didapat dari exon 1-4 dari 6 exon yang merupakan kode untuk prepct, adalah sebuah rantai peptide yang terdiri dari 141 asam amino dimana memiliki sebuah rantai peptide yang terdiri dari 25 asam amino signal hidrophobik. Pada sel C kelenjar tiroid, proses proteolitik menghasilkan sebuah fragmen N-terminal (57 AA), calcitonin (32 AA) dan katacalcin (21 AA). Kehadiran sinyal peptide membuat PCT disekresikan secara intak setelah glikosilasi oleh sel lain. Transkrip yang kedua di potong secara terpilih yang mengandung exon 1,2,3,5,6 dan merupakan kode untuk Calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP), dimana CGRP diekspresikan secara luas pada saraf di otak, pembuluh darah dan saluran cerna. CGRP ini mempunyai peranan dalam immunomodulasi,neurotransmitter dan mengontrol vaskuler. 18,19,20 5
Gambar 2.1.1. Skema asam amino dari procalcitonin. 3 Peningkatan nilai PCT pada tiroidektomi yang sepsis, menjelaskan bahwa tiroid C cell bukanlah satu-satunya tempat asal PCT. PCT mensekresikan semua produk-produk biosintetik pathway dan telah dideteksi dalam homogenitas small cell carcinoma pada paru manusia. PCT mrna diekspresikan pada sel monuklear darah perifer manusia dan bermacam-macam sitokin proinflamatory dan lipopolisakarida mempunyai efek stimulasi. Sekitar 1/3 dari limfosit dan monosit manusia yang tidak di stimulasi mengandung protein PCT yang dapat didemonstrasikan secara imunologi, keadaan ini dipicu oleh lipopolisakarida bakteri, tetapi monosit dari pasien dengan syok sepsis memperlihatkan nilai basal yang meningkat dan peningkatan kadar PCT yang di stimulasi oleh lipopolisakarida. 7,17 Pada infeksi bakteri yang berat atau sepsis, proteolisis spesifik gagal sehingga terjadi konsentrasi yang tinggi dari protein precursor, begitu juga fragmen PCT yang berakumulasi dalam plasma. Asal mula sintesis PCT yang dirangsang oleh inflamasi belum diketahui dengan jelas saat ini. Sel-sel neuroendokrin di paru atau usus saat ini dianggap sumber utama PCT, karena 6
pasien-pasien dengan tiroidektomi total tetap mampu menghasilkan PCT pada keadaan sepsis. 17,18 Produksi plasma PCT dapat diinduksi dari manusia sehat dengan injeksi lipopolisakarida (LPS) dalam jumlah yang rendah. Peninggian konsentrasi PCT, pertama kali terdeteksi 2 jam sesudah injeksi endotoksin dan dalam waktu 6 hingga 8 jam kadar PCT akan meningkat dan mencapai plateu dalam waktu ± 12 jam. Setelah 2-3 hari, kadar PCT akan kembali normal. Induksi yang spesifik dan cepat oleh stimulus yang adekuat akan menimbulkan produksi yang tinggi dari PCT pada pasien dengan infeksi bakteri berat atau sepsis. Keadaan ini memperlihatkan patofisiologi PCT pada respon imun akut. Pada orang sehat PCT diubah dan tidak ada sisa yang bebas ke aliran darah, karena itu kadar PCT tidak terdeteksi (< 0,1 ng/ml). Tetapi selama infeksi berat yang bermanifestasi sistemik, kadar PCT dapat meningkat hingga melebihi 100 ng/ml. Berbeda dengan waktu paruh calcitonin yang hanya 10 menit, PCT memiliki waktu paruh yang panjang yaitu 25-30 jam. 6,16 7,19 2.2. Hal-hal yang mempengaruhi kadar Procalcitonin. Kadar PCT sangat stabil baik secara in vivo atau ex vivo walaupun pada suhu ruangan. Juga terhadap pembekuan dan pencairan tidak mempengaruhi konsentrasi PCT secara signifikan. Konsentrasi PCT pada sampel arteri dan vena juga tidak berbeda. Tidak ada perbedaan konsentrasi PCT dalam sampel serum dan plasma dengan anti koagulan yang berbeda,perbedaan yang signifikan hanya pada plasma lithium-heparin. Bagaimanapun, perbedaan ini sangat kecil dengan rata-rata perbedaan <8%. Selain itu, kehilangan konsentrasi PCT sehubungan dengan penyimpanan pada suhu 25ºC juga rendah. Walau setelah 24 jam 7
penyimpanan pada suhu26 ruangan, hanya 12,4% (mean) dari konsentrasi sebenarnya yang hilang dan sebanyak 6,3% (mean) yang hilang pada suhu 4C. Penyimpanan pada suhu ruangan lebih disarankan. Persentase kerusakan konsentrasi PCT pada suhu 25 C dan 4 C adalah sama untuk kadar yang tinggi (PCT > 8 ng/ml) dan kadar yang rendah (PCT <8 ng/ml). Konsentrasi PCT berhubungan dengan ringan atau beratnya infeksi, tetapi tidak dipengaruhi oleh tipe kuman. Namun demikian, kadar PCT tertinggi dijumpai pada pasien infeksi jamur, khususnya infeksi aspergillus. Pada infeksi jamur seperti kandidiasis mukosa mulut, kadar PCT berada dalam batas normal. Rata-rata kadar PCT tidak dapat dibedakan secara signifikan pada pasien yang diinfeksi oleh bakteri atau jamur yang berbeda. Kadar PCT menurun pada pasien yang berhasil (membaik) diterapi dengan antibiotik atau anti jamur yang efektif. 20 21 2.3. SEPSIS Sepsis merupakan suatu respon inflamasi sistemik terhadap infeksi, dimana lipolisakarida atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi proses inflamasi. Sepsis ditandai dengan perubahan suhu tubuh, perubahan jumlah leukosit, tachycardia dan tachypnea. Sedangkan sepsis berat adalah sepsis yang ditandai dengan hipotensi atau disfungsi organ atau hipoperfusi organ. 10 Pada tahun 1992, menurut The American College of Chest Physician (ACCP) and The Society for Critical Care Medicine (SCCM) Consensus Conference on Standardized Definitions of Sepsis, telah mempublikasikan suatu konsensus dengan definisi baru dan kriteria diagnosis untuk sepsis dan keadaan- 8
keadaan yang berkaitan dan menetapkan kriteria Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), sepsis berat dan syok sepsis dibawah ini: - Bakteremia : adanya bakteri dalam darah, yang dibuktikan dengan kultur darah positif. - SIRS : respon tubuh terhadap inflamasi sistemik, ditandai dua atau lebih keadaan berikut : 1. Suhu > 38ºC atau < 36ºC 2. Takikardia (HR > 90 kali/menit) 3. Takipneu (RR > 20 kali/menit) atau PaCO2 < 32 mmhg 4. Lekosit darah > 12.000/µL, < 4.000/µL atau neutrofil batang > 10% - Sepsis : SIRS yang dibuktikan atau diduga penyebabnya kuman. - Sepsis berat : sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau hipotensi termasuk asidosis laktat, oliguria dan penurunan kesadaran. - Syok sepsis : sepsis dengan hipotensi meskipun telah diberikan resusitasi cairan secara adekuat, bersama dengan disfungsi organ. - Hipotensi : tekanan darah sistolik < 90 mmhg atau berkurang 40 mmhg dari tekanan darah normal pasien. - Multiple Organ Dysfunction Syndrome: Disfungsi dari satu organ atau lebih, memerlukan Intervensi untuk mempertahankan homeostasis. 1,22 Internasional Sepsis Definitions Conference pada tahun 2001 menambahkan beberapa kriteria diagnosis baru untuk sepsis. Rekomendasi yang utama adalah implementasi dari PIRO yaitu penetapan predisposisi, insult infection (keadaan infeksi), respon fisiologis dan organ disfunction. 1,23 9
2.3.1. Epidemiologi Sepsis dalam 20 tahun terakhir meningkat di Amerika Serikat, di perkirakan jumlah kasus sepsis 400.000 500.000 setiap tahunnya. Data di Amerika Serikat menunjukkan pada tahun 1979 tercatat 164.000 kasus sepsis (82,7/100.000 populasi), sedangkan pada tahun 2000 tercatat 660.000 kasus (240,4/100.000 populasi) sehingga terjadi peningkatan insiden pertahun 8,7%. Sepsis merupakan penyebab terbanyak kematian di ruang 33 rawat intensif pada seluruh dunia dengan angka mortalitas 20% untuk sepsis, 40% sepsis berat dan > 60% syok sepsis. Di Amerika Serikat, sepsis merupakan penyebab kematian utama pada pasien jantung yang dirawat di Intensive care unit (ICU). 2.3.2. Etiologi Infeksi pada sepsis dapat disebabkan oleh bakteri gram negative atau gram positif. Selama periode 1979 2000 di Amerika Serikat angka sepsis terus meningkat sampai 13,7% per tahun. Dari 51% hasil biakan kuman yang tumbuh, 52,1% diantaranya adalah gram positif, 37,5% gram negatif, 4,7% polimikrobial, 4,6% jamur dan 1% bakteri anaerob. Infeksi bakteri gram positif terus meningkat disebabkan oleh peningkatan infeksi nosokomial dari berbagai sumber seperti kateterisasi atau terapi imunosupresif. Hal ini ditunjukkan dari meningkatnya kasus MRSA (Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus) dari 29% menjadi 45%. Infeksi terutama terjadi pada saluran nafas (40-44%), diikuti oleh infeksi saluran genitourinarius (9-18%) dan infeksi intra abdominal (9-14%). 2.3.3. Patogenesis Perbedaan stadium pada sepsis merupakan suatu kesinambungan, dimana kondisi pasien sering berubah dari stadium ke stadium dalam beberapa hari atau bahkan hanya beberapa jam setelah masuk rumah sakit. 24 25 10
Sepsis umumnya dimulai dengan infeksi lokal, dimana bakteri masuk kedalam aliran darah secara langsung menyebabkan bakteremia atau bisa juga berproliferasi secara lokal dan melepaskan toksin kedalam aliran darah. Toksin ini bisa muncul dari komponen struktur bakteri ( contohnya, endotoksin, teichoic acid antigen) atau bisa juga sebagai eksotoksin dimana protein-protein disintesa dan dilepaskan oleh bakteri. Endotoksin yang dimaksud adalah lipopolisakarida (LPS) yang terdapat pada bakteri gram negatif. Baik bakteri gram positif maupun gram negatif dapat menimbulkan sepsis. 26,27 Pada bakteri gram negatif, dinding sel terdiri dari 3 lapisan yaitu membrane luar, periplasma dan membran dalam. Lipopolisakarida terdapat pada membran luar dinding sel, yang terdiri dari 3 bagian: antigen O, core dan lipid A. Antigen O adalah polimer yang tersusun dari 4-5 monosakarida, salah satu ujung dari rantainya terpapar pada permukaaan bakteri, ujung lainnya berikatan dengan core. Core berikatan dengan lipid A. Lipid A merupakan fosfolipid dengan basis glukosamin. Lipid A berikatan dengan membran luar dinding sel pada gugus asil yang bersifat hidrofobik. Lipid A merupakan bagian LPS yang bersifat toksik, dimana gugus fosfat pada posisi C1 dan C4 menentukan toksisitasnya. Struktur core pada LPS berbeda pada setiap spesies bakteri. Core LPS pada E.coli berbeda dengan Pseudomonas aeruginosa ataupun dengan Klebsiella pneumonia. Injeksi LPS pada hewan percobaan dan manusia menimbulkan tanda dan gejala demam, hipotensi dan pelepasan mediator inflamasi. Monosit atau makrofag, netrofil dan sel endotel berperan dalam respon terhadap infeksi dan mempunyai reseptor terhadap endotoksin. Suatu protein di dalam plasma dikenal dengan lipopolysacharide binding protein (LBP), dengan berat molekul 55 kda dan disintesis oleh hepatosit berperan penting dalam metabolism LPS. LBP 26 11
terdapat dalam 2 bentuk, bentuk terlarut dan dalam ikatan dengan reseptor LPS yaitu CD14. 26 Bila LPS masuk ke dalam sirkulasi, sebagian akan diikat oleh faktor inhibitor dalam serum seperti lipoprotein, kilomikron sehingga LPS akan dimetabolisme. Sebagian LPS akan berikatan dengan LBP sehingga mempercepat ikatan dengan CD14 di permukaan sel maupun CD14 terlarut. Selanjutnya kompleks CD14-LPS menyebabkan transduksi sinyal intraseluler melalui nuclear factor kappa B (NFkB), tyrosin kinase (TK), protein kinase C (PKC), suatu faktor transkripsi yang menyebabkan diproduksinya RNA sitokin oleh sel. Kompleks LPS-CD14 terlarut juga akan menyebabkan aktivasi intrasel melalui toll like resceptor-2(tlr2). 26 Pada bakteri gram positif, komponen dinding sel bakteri yang merupakan induktor sitokin adalah lipotheichoic acid (LTA) dan peptidoglikan (PG). LTA merupakan polimer gliserol dan fosfat, berikatan dengan membrane sel monosit pada gugus asil di reseptor LTA (reseptor scavenger tipe 1). Mekanisme transduksi sinyal intrasel LTA masih belum jelas. Peptidoglikan terdiri dari polimer ß1-4, glukosamin-n- asam asetilmuramat, dengan ikatan silang 30ntibio. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa PG dapat menginduksi produksi sitokin pada monosit dengan ikatan pada CD14. Mekanisme transduksi sinyal intrasel PG juga belum diketahui. 26,28 Pada infeksi Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes dapat terjadi sindrom renjatan toksik (toxic shock syndrome/tss). Mekanisme yang berperan adalah diproduksinya eksotoksin yang bersifat superantigen. Pada keadaan normal antigen akan diproses oleh Antigen presenting cells (APC) dan membentuk kompleks histokompatibilitas mayor (MHC) tipe II dan 12
dipresentasikan pada reseptor sel T (T cellresceptor /TCR). Superantigen akan secara langsung membentuk kompleks dengan MHC dan TCR sehingga terjadi proliferasi sel T dan produksi sitokin yang berlebih. 2.3.4. Peran mediator inflamasi pada sepsis Mediator inflamasi merupakan mekanisme pertahanan host terhadap infeksi dan invasi mikroorganisme. Immunitas host bereaksi dengan melepaskan protein endogen, aktivasi sel sehingga mikroorganisme dapat dibunuh, sel-sel yang rusak dibersihkan dan terjadi perbaikan jaringan. Pada sepsis terjadi pelepasan dan aktivasi mediator inflamasi yang berlebih. Mediator inflamasi ini mencakup sitokin yang bekerja lokal maupun sistemik, mengaktivasi netrofil, monosit, makrofag, sel endotel, trombosit dan sel lainnya; aktivasi kaskade protein plasma seperti komplemen, sistem koagulasi dan fibrinolisis; pelepasan proteinase dan mediator lipid, oksigen dan nitrogen radikal. Selain mediator yang bersifat proinflamasi, dilepaskan pula mediator yang bersifat anti inflamasi seperti sitokin anti inflamasi, reseptor sitokin terlarut, protein fase akut, inhibitor proteinase dan berbagai hormon. 28 28 26,28 2.4. C-Reactive protein (CRP). CRP merupakan suatu protein fase akut yang dihasilkan dominan oleh hepatosit, merupakan suatu petanda inflamasi yang memberikan respon pada keadaan-keadaan peradangan atau inflamasi. Respon fase akut ini dapat berupa respon fisiologis dan biokimiawi yang mungkin saja terjadi pada kerusakan jaringan, infeksi, inflamasi dan keganasan. Secara sederhana yang dinamakan perubahan fase akut sebenarnya didasarkan kepada perubahan konsentrasi dari 13
protein-protein fase akut itu sendiri, yang dapat bersifat positif dan negative, dalam artian dapat naik ataupun turun sebanyak 25%. Protein fase akut ini sebenarnya terdiri dari banyak jenis dari sistem komplemen, sistem kagulasi dan fibrinolitik, anti protease, protein transport dan lain-lain yang akan mengalami perubahan konsentrasi, baik berupa peningkatan maupun penurunan sebesar 25% dan termasuk di dalamnya adalah CRP. Pada orang sehat didapati bahwa nilai tengah kadar CRP di sirkulasi adalah 0,8 mg/l, dimana bila terdapat stimulus yang bersifat akut, dapat terjadi peningkatan hingga 10.000 kali dari nilai normalnya. Waktu paruh dari CRP ini kira-kira 19 jam dan dari penelitian ternyata didapatkan hal ini konstan pada seluruh keadaan baik pada orang sehat maupun pada orang sakit. 29 29 29 2.5. Kerangka Konseptual. INFEKSI PASIEN SEPSIS NON SEPSIS KADAR PCT 14