TINJAUAN PUSTAKA. Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG)

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. ini didefenisikan oleh Parker pada tahun 1962, pada symposium pertama tentang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan lingkungan dengan suasana. fungsi dalam tata lingkungan perkotaan (Nazaruddin, 1996).

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

ISTILAH DI NEGARA LAIN

TINJAUAN PUSTAKA. Sistem Informasi Geografis dalam Susanto (2007), adalah sistem yang

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA

TINJAUAN PUSTAKA. Di bawah tanah, akar mengambil air dan mineral dari dalam tanah. Air dan

INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN LITERATUR

PENGINDERAAN JAUH D. SUGANDI NANIN T

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS,

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... 1 Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tujuan... 5

ANALISIS DAN SINTESIS

ix

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi hutan kota (urban forest) menurut Fakuara (1987) adalah

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

Interpretasi Citra dan Foto Udara

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.1.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan 2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

penginderaan jauh remote sensing penginderaan jauh penginderaan jauh (passive remote sensing) (active remote sensing).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. listrik harus bisa men-supplay kebutuhan listrik rumah tangga maupun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT

PERBANDINGAN RESOLUSI SPASIAL, TEMPORAL DAN RADIOMETRIK SERTA KENDALANYA

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak

PENGHIJAUAN SEBAGAI SALAH SATU SARANA MEWUJUDKAN KOTA BERWAWASAN LINGKUNGAN. Oleh: Susatyo Adhi Pramono. Abstract

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

JENIS CITRA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

Gambar 1. Satelit Landsat

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011).

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kota seringkali diidentikkan dengan berkembangnya

MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

Pengertian Sistem Informasi Geografis

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) Istilah penginderaan jauh dikenalkan di Amerika Serikat pada akhir tahun 1950-an untuk menarik dana dari instansi survei kelautan Amerika Serikat. Istilah ini didefenisikan oleh Parker pada tahun 1962, pada symposium pertama tentang penginderaan jauh untuk lingkungan di Michigan, yang meliputi pengumpulan data tentang obyek-obyek tanpa kontak langsung dengan alat pengumpulnya. Pada simposium tersebut, makalah yang disajikan meliputi interpretasi foto udara, fotografi udara, radar, dan penginderaan jauh sistem termal. Pada awal tahun 1970-an, istilah serupa digunakan di Perancis (teledetection), Spanyol (teleperception) dan Jerman (fenerkundung) (Jaya, 1997). Manual of remote sensing (American Socciety of Photogrametry, 1983) menyatakan bahwa dalam pengukuran yang lebih luas, pengukuran atau perolehan informasi dari beberapa sifat obyek atau fenomena, dengan menggunakan alat perekam yang secara fisik tidak terjadi kontak langsung atau bersinggungan dengan obyek atau fenomena yang dikaji (Howard, 1996). Penginderaan jauh merupakan suatu teknik untuk mengumpulkan informasi mengenai obyek dan lingkungannya dari jauh tanpa sentuhan fisik. Biasanya teknik ini menghasilkan beberapa bentuk citra yang selanjutnya diproses dan diinterpretasi guna menghasilkan data yang bermanfaat untuk aplikasi dibidang pertanian, arkeologi, kehutanan, geografi, geologi, perencanaan, dan bidang-bidang lainnya. Tujuan penginderaan jauh ialah untuk mengumpulkan data sumberdaya alam dan lingkungan. Informasi tentang obyek disampaikan pengamat melalui

energi elektromagnetik yang merupakan pembawa informasi dan sebagai penghubung komunikasi. Oleh karena itu kita menganggap bahwa data penginderaan jauh pada dasarnya merupakan informasi intensitas panjang gelombang yang perlu diberikan kodenya sebelum informasi tersebut dapat dipahami secara penuh. Proses pengkodean ini setara dengan interpretasi citra penginderaan jauh yang sangat sesuai dengan pengetahuan kita mengenai sifatsifat radiasi elektromagnetik (Wolf, 1993). Pada berbagai hal, penginderaan jauh dapat diartikan sebagai suatu proses membaca. Dengan menggunakan berbagai sensor kita mengumpulkan data dari jarak jauh yang dapat dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang objek, daerah atau fenomena yang diteliti. Pengumpulan data dari jarak jauh dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, termasuk variasi agihan daya, agihan gelombang bunyi atau agihan energi elektromagnetik (Howard, 1996). Dalam penginderaan jauh, sensor merekam tenaga yang dipantulkan atau dipancarkan oleh objek di permukaan bumi. Rekaman tenaga ini setelah diproses membuahkan data penginderaan jauh. Data penginderaan jauh tersebut dapat berupa data digital atau data numerik untuk dianalisis dengan menggunakan komputer, namun dapat berupa data visual yang pada umumnya dianalisis secara manual. Data visual ini dibedakan lagi menjadi data citra dan non citra. Data citra berupa gambaran yang mirip wujud aslinya atau paling tidak gambaran planimetrik. Sedangkan data non citra pada umumnya berupa garis atau grafik (Wibowo dkk, 1994). Penginderaan jauh menggunakan data berupa citra dan non citra dengan keluaran terbaru untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat. Laju perubahan

permukaan bumi yang setiap saat semakin cepat, mengharuskan adanya data yang lebih baru lagi sehingga satelit melakukan perekaman kembali pada daerah yang dibutuhkan. Hal ini tentu saja membutuhkan biaya yang relatif besar, sehingga masih banyak data lama yang digunakan oleh para pengguna dalam perolehan informasi. Selain itu, kegiatan perekaman yang dilakukan oleh satelit sangat dipengaruhi oleh alam, seperti keberadaan awan, hujan yang dapat meyebabkan citra yang dihasilkan rusak / cacat, sehingga tidak dapat digunakan dalam kegiatan interpretasi. Kesalahan juga dapat terjadi pada manusia sebagai pengguna ketika sedang melakukan interpretasi dengan menggunakan konsep penginderaan jauh (Riswan, 2001). Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan, memanipulasi dan menganalisis informasi geografis. Dengan kemampuannya memanipulasi data, komputer dengan sistem informasi geografisnya dapat menghasilkan suatu informasi berharga yang diperoleh dari hasil analisis yang diprogramkan kepadanya. Dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) data spasial dari suatu wilayah dan data pendukung lainnya dapat dikumpulkan untuk dimasukkan dan disimpan dalam komputer (Riswan, 2001). Sistem informasi geografis biasanya dikaitkan dengan suatu sistem berbasis komputer yang didesain untuk mengumpulkan, mengelola, memanipulasi, menganalisa dan menampilkan informasi spasial. Informasi spasial sendiri dapat diartikan sebagai informasi yang mengandung karakteristik kunci lokasi pada di bawah ataupun di atas permukaan bumi dimana lokasi tersebut didefenisikan dalam suatu sistem koordinat terkait bumi (Hendrarto, dkk.1997).

Manfaat utama penggunaan sistem informasi spasial dengan komputer dibandingkan dengan metode pembuatan peta tradisional dan masukan data manual atau informasi manual, adalah memperkecil kesalahan manusia, kemampuan memanggil kembali peta tumpangsusun dari data SIG secara cepat, menggabungkan tumpangsusun tersebut, tetapi penggabungan batas agak sulit, dan untuk memperbaharui dengan memperhatikan perubahan lingkungan, data statistik dan batas-batas dan area yang nampak pada peta. Pelabelan perubahan dapat dicek secara cepat pada layer video dari system tersebut (Howard, 1996). Sistem Informasi Geografis (SIG) paling tidak terdiri dari sub sistem pemprosesan, sub sistem analisis data dan sub sistem yang menggunakan informasi. Sub sistem pemrosesan data mencakup pengambilan data, input dan penyimpanan. Sub sistem analisis data mencakup perbaikan, analisis dan keluaran informasi dalam berbagai bentuk. Sub sistem yang memakai informasi memungkinkan informasi relevan diterapkan pada suatu masalah (Lo, 1990). Sistem Infomasi Geografis (SIG) dipergunakan untuk membentuk basis data kehutanan yang mantap sebagai bahan pengambilan keputusan perencanaan yang berkaitan dengan areal atau kawasan hutan. Karena data yang dikelola dalam basis data ini berkaitan dengan ruang atau posisi geografis data dimaksud, maka data ini disebut data spasial. Dengan adanya SIG, maka data dan informasi kehutanan baik yang bersifat deskriptif, maupun numerik/angka akan tertata dengan baik dan terpetakan secara rapi menggunakan teknologi digital, sehingga memudahkan kita untuk memperbarui dan mengaktualkan datanya (editing), serta mempergunakannya secara akurat dan cepat untuk keperluan analisis (Lillesand dan Kiefer,1990).

Kelemahan pemanfaatan SIG terletak pada terciptanya kesalahankesalahan yang dapat berupa kesalahan pada saat memasukkan data, kesalahan dalam penyimpanan data, kesalahan pada analisis data dan kesalahan pada sumber data. Oleh karena itu, diperlukan ketelitian dan perbaikan metoda pengumpulan data, sistematika kegiatan yang terarah, analisis dan modelling yang sesuai dengan masalah dan kalibrasi alat (Riswan,2001). SIG tidak terlepas dari perangkat lunak yang digunakan dalam sistem komputerisasinya. Banyak perangkat lunak yang telah digunakan untuk mendukung kemudahan pengolahan data seperti ER Mapper, Map Info, Arc Info, ER DAS, Arc View dan Arc GIS. Arc View merupakan sebuah perangkat lunak pengolah data spasial yang memiliki berbagai keunggulan yang dapat dimanfaatkan oleh kalangan pengolah data spasial. Arc View memiliki kelebihan pada fasilitas pengolah data spasial seperti penajaman, penghalusan, penyaringan dan klasifikasi. Selain itu perangkat lunak ini sangat berperan dalam editing data digital berformat vektor, yang berkemampuan mengolah data digital dan editing serta layout hasil olahan data digital tersebut (Budiyanto, 2002). Arc view juga memiliki kemampuan dalam pengolahan atau editing arc,menerima atau konversi dari data digital lain seperti CAD atau dihubungkan dengan data image seperti format JPEG, TIFF, atau image gerak. Kelemahan Arc view terletak pada kemampuannya yanghanya dapat mengolah data berbentuk digital. Apabila data yang ada bukan bersifat digital, maka perlu dilakukan pendigitasian. Selain itu, penggunaan layout pada Arc view tidak dapat dipisahkan hubungannya dengan view. Oleh karena itu untuk mengubah penampilan layout, maka harus melakukan pengubahan pada view terlebih dahulu (Budiyanto,2002).

Sistem Satelit IKONOS IKONOS adalah satelit milik Space Imaging (USA) yang diluncurkan Bulan September 1999 dan menyediakan data untuk tujuan komersial pada awal 2000. Ikonos merupakan satelit komersial pertama yang dapat membuat image beresolusi tinggi 1x1 m. Dengan kedetilan/resolusi yang cukup tinggi ini membuat satelit ini akan menyaingi pembuatan foto udara. Satelit berada pada 681 km di atas permukaan bumi. Waktu revolusinya 98 menit dan resolusi temporalnya sekitar 3 hari. IKONOS adalah satelit dengan resolusi spasial tinggi yang merekam data multispektral 4 kanal pada resolusi 4 m (citra berwarna) dan sebuah kanal pankromatik dengan resolusi 1 m (hitam-putih) yang lebih detailnya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1. Karakteristik satelit Ikonos Kelas Panjang Gelombang Resolusi Spasial Pankromatik 0.45-0.90µm 1 x 1 meter Band 1 0.45-0.53µm (biru) 4 x 4 meter Band 2 0.52-0.61µm (hijau) 4 x 4 meter Band 3 0.64-0.72µm (merah) 4 x 4 meter Band 4 0.77-0.88µm (infra merah dekat) 4 x 4 meter (Badan Geologi Jawa Timur, 2007). Setiap tipe-tipe penggunaan lahan di permukaan bumi memiliki karakteristik reflektansi spektral yang dapat dideteksi oleh satelit. Radiasi yang dideteksi oleh sistem ini umumnya berupa refleksi cahaya (energi) matahari, panas yang dipancarkan oleh setiap obyek yang mempunyai suhu lebih besar dari 0 0 K, dan refleksi gelombang mikro. Karakteristik reflektansi dari tipe-tipe umum permukaan bumi dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 1. Karakteristik Reflektansi Spektral Permukaan Bumi Sumber : Jaya (1997). Satelit IKONOS memiliki empat band multispektral pada sinar tampak (biru, hijau dan merah) dan inframerah dekat, sehingga satelit ini dapat mendeteksi permukaan bumi seperti tanah, air jernih, tanah kering dan tanah lembab. Band penyerap klorofil terletak pada daerah sinar biru dan merah sedangkan reflektansi yang cukup signifikan terjadi pada daerah sinar hijau 0,5 µm 0,6 µm. Pada inframerah dekat, reflektansi dikendalikan oleh interaksi antara radiasi dan struktur sel daun. Tanaman berumur tua, atau berdaun lebat atau diselimuti oleh bulu daun yang rapat akan mempunyai reflektansi yang lebih tinggi (Jaya, 1997). Keberadaan satelit IKONOS tidak terlepas dari karakteristik resolusinya. Resolusi dapat diartikan sebagai kerincian info dari data penginderaan jauh. Dalam konsep penginderaan jauh dikenal beberapa resolusi dari suatu satelit yaitu resolusi spasial, resolusi spektral, resolusi radiometrik dan resolusi temporal.

1. Resolusi Spasial Resolusi spasial adalah unit terkecil dari suatu bentuk (feature) permukaan bumi yang bisa dibedakan berdasarkan bentuk permukaan di sekitarnya atau yang ukurannya bisa diukur. Pada potret udara, resolusi adalah fungsi dari ukuran grain film (jumlah pasangan garis yang bisa dibedakan per mm) dan skala. Skala adalah fungsi dari panjang fokus dan tinggi terbang. Grain film yang halus memberikan detail obyek lebih banyak (resolusi yang lebih tinggi) dibandingkan dengan grain yang kasar. Demikian pula, skala yang lebih besar memberikan resolusi yang lebih tinggi. 2. Resolusi spektral Resolusi spektral merupakan interval panjang gelombang khusus pada spektrum elektromagnetik yang direkam oleh sensor, dimensi dan jumlah daerah panjang gelombang yang sensitif terhadap sensor. Semakin sempit lebar interval spektrum elektromagnetik maka resolusi spektral semakin tinggi. Resolusi spektral berbanding terbalik dengan resolusi spasial. Semakin tinggi nilai resolusi spektral, maka nilai resolusi spasialnya akan semakin kecil dan sebaliknya. 3. Resolusi radiometrik Resolusi radiometrik merupakan jumlah nilai data yang dimungkinkan pada tiap band, ukuran sensitivitas sensor untuk membedakan aliran radiasi yang dipantulkan atau diemisikan dari suatu obyek pada permukaan bumi. 4. Resolusi Temporal Resolusi temporal merupakan frekwensi suatu sistem sensor dalam merekam suatu areal yang sama, dengan kata lain resolusi temporal merupakan lamanya suatu sistem sensor untuk merekam kembali bagian daerah yang sama.

Meskipun benar bahwa resolusi yang tinggi akan memberikan data yang lebih banyak, tetapi itu tidak sinonim dengan meningkatnya jumlah informasi yang diperoleh. Dari segi teknis, pemakai dihadapkan pada pilihan untuk mengoptimalkan resolusi (spasial, temporal, spektral dan radiometrik), biaya untuk mendapatkan data dan pengolahan data tersebut. Meningkatnya resolusi membawa konsekwensi meningkatnya jumlah data yang harus diperoleh (Jaya,1997). Interpretasi Citra Satelit Dalam analisis citra dikenal 8 macam unsur interpretasi yaitu : 1. Warna dan rona Warna dan rona merupakan tingkat kecerahan atau kegelapan suatu objek. Kontras warna dan sinar yang tegas dalam foto udara penting untuk identifikasinya dan tanpa kontras unsur-unsur pengenalan yang lain yaitu ukuran, bentuk, tekstur dan pola tidak akan bermanfaat. 2. Ukuran Objek pada foto udara akan bervariasi sesuai dengan skala foto, sebab apabila skala citra berbeda maka ukuran sesuatu objek yang sama akan menjadi berbeda. Suatu objek dapat dibedakan dengan objek yang lain berdasarkan ukurannya, sebab pada dasarnya ukuran setiap objek yang terdapat di permukaan bumi adalah berbeda. 3. Bentuk Merupakan kualitatif yang memberikan konfigurasi atau kerangka suatu objek, sehingga bentuk dan ukuran sering berasosiasi sangat erat. Bentuk suatu objek sangat dipengaruhi juga oleh skala potret udara yang dipergunakan.

Semakin kecil skala potret udara maka akan semakin sukar mengenali suatu objek demikian juga sebaliknya. 4. Bayangan Bayangan terjadi karena adanya sinar, bayangan yang terjadi sedikit banyak akan mengikuti bentuk objeknya. Jadi bayangan dapat digunakan untuk membedakan jenis suatu objek. 5. Tekstur Tekstur adalah frekwensi perubahan rona dalam citra foto, atau pengulangan rona kelompok objek yang terlalu kecil untuk dibedakan, sehingga sering dinyatakan dalam halus dan kasar. Tekstur merupakan hasil bentuk, ukuran, pola, bayangan dan rona individual. Apabila skala foto diperkecil maka tekstur suatu objek menjadi semakin halus dan bahkan tidak tampak. 6. Pola Merupakan sebuah karakteristik makro yang digunakan untuk mendeskripsi tata ruang pada citra, termasuk di dalamnya pengulangan penampakan-penampakan alami. Pola sering diasosiasikan dengan topografi, tanah, iklim dan komonitas tanaman. Contohnya, susunan pohon-pohon menjadi suatu tegakan, apabila susunannya teratur maka objek baru yang terbentuk berupa tegakan hutan tanaman, atau kemungkinan perkebunan pohon-pohon besar. 7. Lokasi/situs Setiap objek umumnya berlokasi atau di tempatkan pada lokasi yang sesuai. Oleh karena itu ada hubungan antara lokasi dengan sesuatu jenis objek tertentu. Contohnya, semua bangunan yang melintas di atas sungai akan dinamakan jembatan.

8. Asosiasi Keterkaitan antara objek yang satu dengan yang lain dan adanya suatu objek merupakan petunjuk adanya objek yang lain. Sering bentuk, rona, pola, tekstur dan lokasi diasosiasikan dengan satu kelas objek yang tidak terekam atau kurang jelas tergambar pada citra (Hardjoprajitno dan Saleh, 1995). Penghijauan Kota Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 35 Tahun 2002 Tentang Dana Reboisasi, penghijauan dapat didefinisikan sebagai upaya pemulihan lahan kritis di luar kawasan hutan secara vegetatif dan sipil teknis untuk mengembalikan fungsi lahan. Sedangkan menurut Setiawan (2000), penghijauan adalah suatu usaha yang meliputi kegiatan-kegiatan penanaman tanaman keras, rerumputan, serta pembuatan teras dan bangunan pencegah erosi lainnya diareal yang tidak termasuk areal hutan negara atau areal lain yang berdasarkan rencana tata guna tanah tidak diperuntukkan sebagai hutan. Penghijauan dilakukan di tanah milik perorangan atau masyarakat. Usaha penghijauan ini merupakan tanggung jawab masyarakat sendiri. Namun, dalam pelaksanaannya biasanya terjalin kerjasama yang baik antara masyarakat dengan pihak pemerintah melalui Dinas Kehutanan atau Dinas Pekerjaan Umum. Penghijauan kota dapat didefinisikan sebagai penghijauan yang dilaksanakan di daerah perkotaan yang menjadi usaha dari masyarakat sendiri yang bekerjasama dengan pihak pemerintah setempat. Penghijauan kota dapat juga diartikan sebagai suatu upaya untuk menanggulangi berbagai penurunan kualitas lingkungan.

Pelaksanaan penghijauan di perkotaan bukan asal jadi, tujuan pelaksanaannya harus jelas sehingga diperlukan suatu pemikiran dan kerja keras perencana penghijauan di perkotaan agar terwujud suatu kota yang berwawaskan lingkungan. Penghijauan kota bertujuan mewujudkan suatu kawasan hunian yang berwawasan lingkungan, suasana lingkungan yang asri, serasi dan sejuk berusaha ditampilkan kembali. Gedung perkantoran, rumah hunian, sarana umum, daerah aliran sungai, jalan raya, dan tempat lain di kota ditanami dengan aneka pepohonan. Hal ini dapat terjadi bila ada keseimbangan antara ketersediaan ruang terbuka hijau dengan ketersediaan ruang terbangun (Nazaruddin, 1996). Ruang terbuka hijau merupakan areal yang dapat dimanfaatkan untuk penanaman tanaman, sedangkan ruang terbangun merupakan bagian areal yang disiapkan untuk pembangunan gedung. Perbandingan pembangunan gedung dengan ruang terbuka harus seimbang. Untuk kategori penghijauan kota, persentase luas penghijauan paling sedikit 10% dari wilayah perkotaan dan atau disesuaikan dengan kondisi setempat (PP RI No.63, 2002). Manfaat dan Bentuk-Bentuk Penghijauan Kota Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.63 Tentang Hutan Kota, penghijauan kota memiliki beberapa manfaat yaitu : 1. memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika 2. meresapkan air 3. menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota 4. Mendukung pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia

Menurut Setiawan (2000) ada manfaat dari penghijauan yang dapat dirasakan dalam kehidupan bermasyarakat perkotaan baik secara langsung maupun tidak langsung, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Estetis Manfaat estetis atau keindahan dapat diperoleh dari tanaman-tanaman yang disengaja ditata sehingga tampak menonjol keindahannya. Warna hijau dan aneka bentuk dedaunan serta bentuk susunan tajuk berpadu menjadi suatu pemandangan yang menyejukkan. 2. Manfaat Orologis Perpaduan antara tanah dan tanaman merupakan kesatuan yang saling memberi manfaat. Pepohonan yang tumbuh diatas tanah akan mengurangi erosi. Manfaat orologis ini penting untuk mengurangi tingkat kerusakan tanah, terutama longsor, dan menyangga kestabilan tanah. 3. Manfaat Hidrologis Struktur akar tanaman mampu menyerap kelebihan air apabila turun hujan sehingga tidak mengalir dengan sia-sia melainkan dapat terserap oleh tanah. Hal ini sangat mendukung daur alami tanah sehingga daerah hijau menjadi sangat penting sebagai daerah persediaan air tanah. 4. Manfaat Klimatologis Iklim yang sehat dan normal penting untuk keselarasan hidup manusia. Faktor-faktor iklim seperti kelembapan, curah hujan, ketinggian tempat, dan sinar matahari akan membentuk suhu harian maupun bulanan yang sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan manusia. Efek rumah kaca akan dikurangi oleh

banyaknya tanaman dalam suatu daerah dan menambah kesejukan dan kenyamanan lingkungan. 5. Manfaat Edaphis Manfaat edaphis berhubungan erat dengan lingkungan hidup satwa diperkotaan yang semakin terdesak lingkungannya dan semakin berkurang tempat huniannya. Lingkungan hijau akan memberi tempat yang nyaman bagi satwa tanpa terusik. 6. Manfaat Ekologis Keserasian lingkungan bukan hanya baik untuk satwa, tanaman atau manusia saja. Kesemua makhluk ini dapat hidup nyaman apabila ada kesatuan. Walaupun diberi tanggung jawab untuk menguasai alam, namun manusia tidak bisa sewenang-wenang merusaknya. Kehidupan makhluk hidup di alam ini saling ketergantungan. Apabila salah satunya musnah maka makhluk hidup lainnya akan terganggu hidupnya. 7. Manfaat Protektif Pohon dapat menjadi pelindung dari teriknya sinar matahari di siang hari sehingga manusia memperoleh keteduhan. Pohon juga dapat menjadi pelindung dari terpaan angin kencang dan peredam dari suara kebisingan. 8. Manfaat Hygienis Lambat laun udara perkotaan semakin tercemar yang dikenal juga dengan polusi. Dengan adanya tanaman, bahaya polusi ini mampu dikurangi karena dedaunan tanaman mampu menghasilkan oksigen, menyaring debu dan menghisap kotoran di udara. Semakin besar jumlah tanaman yang ada, maka semakin besar pula bahaya polusi yang dapat dikurangi.

9. Manfaat Edukatif Semakin langka pepohonan yang hidup di perkotaan membuat sebagian warganya tidak mengenalnya lagi. Karena langkanya pepohonan tersebut maka generasi manusia yang akan datang tidak mengenal lagi sosok tanaman yang pernah ada. Sehingga penanaman kembali pepohonan di perkotaan dapat bermanfaat sebagai laboratorium alam. Menurut Nazaruddin (1996), beberapa lokasi di perkotaan yang menjadi perhatian utama untuk dihijaukan ialah daerah yang baru dibuka, jalan umum, lokasi kosong yang belum dibangun, daerah aliran sungai, halaman perkantoran dan perumahan, serta daerah kumuh yang umumnya tidak lagi memiliki ruang terbuka hijau. Umumnya kegiatan penghijauan untuk mewujudkan lingkungan kota yang hijau dan asri dapat dilakukan dengan banyak cara. Cara-cara ini disesuaikan dengan lingkungan daerah yang akan dihijaukan. Oleh karena itu ada beberapa bentuk penghijauan kota yaitu diantaranya : 1. Hutan Kota Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota, hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat didalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Luas hutan kota dalam satu hamparan yang kompak paling sedikit 0.25 hektar. Hutan kota merupakan suatu kawasan dalam kota yang didominasi oleh pepohonan yang habitatnya dibiarkan tumbuh secara alami. Pengertian alami

disini bukan berarti hutan yang tumbuh menjadi hutan besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur seperti taman. Lokasi hutan kota umumnya di daerah pinggiran, dibuat sebagai daerah penyangga kebutuhan air, lingkungan alami, serta pelindung flora dan fauna di perkotaan. Hutan kota dapat dibuat berbentuk jalur, mengelompok, dan menyebar. 2. Taman Umum Taman umum merupakan taman yang diperuntukkan sebagai ruang terbuka hijau untuk umum. Masyarakat dapat memanfaatkan taman umum untuk aneka keperluan, diantaranya sebagai tempat bersantai, berjalan-jalan, membaca dan sebagainya. Lokasi taman umum biasanya digelar di lokasi strategis yang banyak dilalui orang, seperti di pusat kota, dekat perkantoran, atau bahkan ditengah pemukiman penduduk. Jenis tanaman yang dapat ditanam di taman umum dapat berupa pepohonan dan tanaman hias yang memberikan keindahan bagi setiap orang yang melihatnya. 3. Taman Halaman Perkantoran Perkantoran di daerah pemukiman yang cukup baik umumnya memiliki halaman yang cukup luas. Bila ditata dengan baik, halaman tersebut dapat dijadikan taman yang indah. Taman perkantoran umumnya lebih mengutamakan keindahan fisiknya dan didomonasi oleh tanaman perdu dan tanaman hias. Adanya taman tersebut membuat penampilan gedung perkantoran menjadi lebih megah. 4. Penghijauan Pemukiman Penduduk Halaman atau pekarangan rumah penduduk merupakan ruang terbuka hijau yang cocok untuk dilakukan penghijauan. Lokasi ini sesuai apabila ruang

terbuka tersebut memadai untuk dilakukan penanaman pepohonan atau tanaman hias. Pemukiman penduduk yang padat dan sarat tanpa ada halaman atau pekarangan dapat melakukan penghijauan dengan cara melakukan penanaman tanaman di dalam pot.tanaman yang dapat ditanam umumnya tergolong tanaman berukuran kecil dan tanaman hias. 5. Jalur Hijau di Jalan Umum Penghijauan di jalan umum biasanya berbentuk penanaman pohon dibagian jalan yang disebut jalur hijau. Jalur hijau dapat berada di tengah jalan untuk jalan raya maupun di kanan kiri jalan. Jalan protokol umumnya lebar dan terang dengan pandangan tidak terhalang. Biasanya di jalan protokol dilengkapi lampu jalan yang tidak boleh terhalangi oleh pepohonan yang terlalu rimbun, sehingga jalan protokol tidak boleh ditanami dengan vegetasi secara penuh. Jenis tanaman yang biasa di lokasi ini dapat berupa rumput, bunga-bungaan, atau tanaman hias kecil. 6. Penghijauan Daerah Aliran Sungai Penghijauan daerah aliran sungai dilakukan pada tepian sungai. Penghijauan ini bermanfaat dalam penguat tebing sungai dan penanaman pepohonan akan terlihat lebih rapi dan indah sehingga dapat dimanfaatkan sebagai tempat rekreasi (Nazaruddin, 1996).

Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) Dalam Perencanaan Penghijauan Kota Meskipun secara keilmuan penginderaan jauh sering dipandang sebagai cabang ilmu geografi dengan penekanan pada pengamatan vegetasi dari suatu kejauhan, adanya kepentingan di bidang-bidang lainnya seperti kehutanan, menyebabkan aplikasi penginderaan jauh berkembang pesat pada sektor tersebut (Jaya,1997). Untuk tujuan perencanaan hutan, penginderaan jauh dan SIG dapat digunakan sebagai sarana yang membantu pelaksanaan kegiatan penataan hutan, tata guna lahan dan tata ruang kota. Penghijauan kota sebagai salah satu dari bagian kegiatan tata guna lahan dan tata ruang kota dapat dilaksanakan dengan berbasiskan SIG dan penginderaan jauh terutama dalam penentuan lokasi penghijauan dengan menggunakan citra satelit. Manajemen dan sistem pengelolaan data harus mampu menyediakan data yang siap dan mudah digunakan sesuai dengan kebutuhan penyusunan rancangan rencana pengembangan perkotaan (Wikantiyoso, 2000). Kemampuan SIG dalam pemrosesan data anatara lain ; pendigitan, update data digital, penghasil peta dan pemaparan informasi dalam peta, kajian lapangan, foto udara dan citra satelit. Penggunaan SIG memungkinkan variasi data dari berbagai sumber ini dipadukan di dalam informasi geografis (mapping) yang sama dan memberikan informasi terbaru untuk tujuan perencanaan dan perancangan kota (Wikantiyoso, 2000).