II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penyebaran dan Morfologi Kemiri (Aleurites sp.) Tanaman kemiri sudah menyebar luas di daerah tropik. Di Indonesia pohon ini hampir dijumpai diseluruh daerah. Pohon kemiri dapat tumbuh pada ketinggian 0-800 m dpl, pada tempat-tempat yang bervariasi keadaan topografinya. Pada tanah yang berkapur, berpasir maupun pada tanah-tanah podsolik yang kurang subur, jenis tanaman ini masih dapat tumbuh dengan baik. Pada daerah-daerah yang beriklim kering seperti Sulawesi maupun beriklim basah seperti di Jawa Barat merupakan daerah penyebaran yang baik bagi pertumbuhan kemiri (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1998). Tanaman kemiri termasuk dalam family Euphorbiaceae (jarak-jarakan). Secara sistematis klasifikasinya sebagai berikut: Divisi Sub divisi Class Ordo Famili Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledonaea : Archihlamydae : Euphorbiaceae : Aleurites : Aleurites moluccana WILLD Menurut para ahli botani, genus Aleurites termasuk kecil karena hanya memiliki enam spesies. Sampai saat ini hanya lima spesies yang telah di budidayakan dan dikembangkan dengan baik yaitu: A. moluccana Willd,
A. trisperma Blanco, A. fordii Hemsley, A. montana Wilson, A. cordata R.Br. (Paimin, 1997). Kemiri (muncang, kemiling) merupakan tanaman tahunan, pohonnya tinggi, besar, tingginya mencapai 10-40 meter, dengan diameter 110 cm. Daunnya tersusun berseling dan sering kali bergerombol hampir diujung ranting, panjang kira-kira 10 cm, bertangkai panjang. Lembaran daun berbentuk bundar telur melebar, bercuping 3,5 atau 7, berujung runcing, berpangkal bentuk jantung, berbulu tebal. Bunga berwarna putih kekuning-kuningan, buah berdaging, berdiameter 5-6 cm, berlekuk 3-4, berisi 1 biji (disebut buah jantan) 2 biji (buah betina), kadang-kadang 3 biji. Bijinya terbungkus oleh tempurung yang tebalnya 3-5 mm, berukuran besar, berbentuk runcing diujung, agak rata dipangkal, berbisul kasar. Biji yang telah tergeletak di tanah berwarna hitam. Bobot biji 10-14 g/butir, atau 1 kg berisi 80-90 butir dan mengandung minyak (Badan Pengelolaan Gedung Manggala Wanabakti, 1995). Musim berbunga atau berbuah bagi pohon kemiri tergantung pada iklim setempat. Musim berbunga biasanya terjadi pada permulaan musim penghujan, sedangkan musim berbuah terjadi setelah 3-4 bulan dari tumbuhnya bunga atau pada akhir musim hujan. Dengan demikian, musim berbunga dan berbuah bagi tanaman kemiri berlainan untuk tiap daerah (Sunanto, 1994).
B. Syarat Tumbuh Tanaman kemiri cukup toleran terhadap berbagai tipe tanah dan iklim. Bahkan ditempat yang berpasir dengan unsur hara yang minimum, di tanah berbatu atau tebing, tanaman kemiri dapat tumbuh dengan baik, asalkan tidak bercadas. Hal ini disebabkan karena perkembangan akar kemiri bersifat progresif, dapat menarik dan menyerap air tanah serta unsur hara dalam lingkungan yang luas (Paimin, 1997). Meskipun kemiri tidak banyak menuntut syarat lingkungan, tetapi pertumbuhannya akan maksimal jika ditanam dilokasi yang mempunyai lingkungan, seperti berikut ini: a. Iklim, tanaman kemiri akan tumbuh baik pada suhu 21-27 C. Pada suhu seperti itu proses pembungaan dan pembuahan tanaman akan berhasil lebih baik dibandingkan pada kisaran suhu yang lain. Dengan demikian akan memungkinkan tanaman berproduksi maksimal. b. Curah hujan, yaitu 1000-2400 mm dengan hari hujan 80-110 hari per tahun. Hari hujan terutama diperlukan pada saat tanaman masih berusia muda, tetapi tidak sampai air tergenang. c. Kelembaban, kelembaban rata-rata yang dibutuhkan tanaman kemiri adalah 75%. d. Tanah, tanah yang cocok untuk tanaman kemiri adalah tanah yang subur dan bertekstur gembur sehingga mudah ditembus oleh akar. Pada tanah padat, selain sukar ditembus oleh akar tanaman, juga mudah digenangi air sehingga tanaman mudah diserang penyakit cendawan. Jenis tanah yang sesuai untuk ini adalah tanah lempung berpasir atau lempung liat.
C. Perkecambahan Benih Perkecambahan adalah serangkaian peristiwa-peristiwa penting yang terjadi sejak benih dorman sampai ke tahap pertumbuhan bibit dimana tergantung pada viabilitas benih, kondisi lingkungan yang cocok dan pada beberapa tanaman tergantung pada usaha pemecahan dormansi (Harjadi 1993). Menurut Sutopo (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan meliputi faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam yang berperan dalam mempengaruhi perkecambahan antara lain adalah: 1. Tingkat kemasakan benih, benih yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya tercapai tidak mempunyai viabilitas tinggi, bahkan pada beberapa tanaman benih yang demikian tidak akan berkecambah. 2. Ukuran benih, di dalam jaringan penyimpanan benih terdapat karbohidrat, protein, lemak dan mineral. Dimana bahan-bahan ini diperlukan sebagai bahan baku dan energi bagi embrio pada saat perkecambahan. Diduga benih yang berukuran besar dan berat mengandung cadangan makanan yang lebih banyak dibandingkan benih yang ukurannya kecil. Makin besar atau berat ukuran benih maka kandungan proteinnya makin meningkat pula. 3. Dormansi, periode dormansi dapat berlangsung musiman atau dapat juga selama beberapa tahun tergantung pada jenis benih dan tipe dormansinya. 4. Zat-zat penghambat perkecambahan, banyaknya zat-zat yang diketahui dapat menghambat perkecambahan benih dikenal antara lain: larutan dengan osmotik tinggi, bahan-bahan yang mengganggu metabolisme, herbisida, auksin dan bahan-bahan yang terkandung dalam buah.
Menurut Sutopo (2004), faktor luar yang mempengaruhi perkecambahan antara lain adalah: 1. Air, merupakan salah satu syarat penting bagi berlangsungnya proses perkecambahan benih. Dua faktor penting yang berperan dalam penyerapan air oleh benih adalah sifat dari benih itu sendiri terutama kulit perlindungannya dan jumlah air yang tersedia pada medium di sekitarnya. 2. Temperatur, merupakan syarat penting kedua bagi perkecambahan benih. Tanaman pada umumnya dapat diklasifikasikan berdasarkan kebutuhan akan temperatur yaitu: a. Tanaman yang benihnya hanya akan berkecambah pada temperatur yang relatif rendah b. Tanaman yang benihnya hanya akan berkecambah pada temperatur yang relatif tinggi c. Tanaman yang mampu berkecambah pada kisaran temperatur dari rendah sampai tinggi. 3. Cahaya, kebutuhan benih terhadap cahaya untuk perkecambahannya berbedabeda tergantung pada jenis tanamannya. 4. Oksigen, pada saat perkecambahan berlangsung proses respirasi akan meningkat disertai pula meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan karbon dioksida, air dan energi yang berupa panas. 5. Medium, medium yang baik untuk perkecambahan benih haruslah mempunyai sifat fisik yang baik, gembur dan mempunyai kemampuan menyimpan air serta bebas dari organisme penyakit terutama cendawan.
D. Dormansi Benih Menurut Sadjad (1994), benih dorman ialah benih yang mengalami istirahat total yang dalam keadaan media tumbuh optimum benih tidak menunjukkan gejala atau fenomena tumbuh. Dormansi biji terdapat luas di alam tetapi tidak mudah mendeteksikannya secara tepat. Kalau suatu biji tidak berkecambah bila diberi air cukup dan suhu yang tinggi, ia mungkin mati atau dorman. Benih rekalsitran adalah benih yang tidak dapat disimpan dalam waktu lama, tidak tahan atau mati jika disimpan pada suhu dingin, dan tidak tahan disimpan bila kadar airnya diturunkan sampai dibawah kadar air kritis. Benih rekalsitran dimiliki oleh pohon-pohonan. Beberapa spesies tanaman tropis yang mempunyai sifat rekalsitran atau peka terhadap suhu rendah adalah kemiri, kayu manis, pala, kelapa dan palma lainnya. Kelompok tanaman ini menghasilkan benih yang tidak pernah kering pada tanaman induknya, bila gugur benih masih dalam kondisi lembab dan akan mati bila kadar air kritis. Walau benih disimpan pada kondisi lembab daya hidupnya relatif pendek, dari beberapa minggu sampai beberapa bulan tergantung spesiesnya (Hasanah, 2002). Proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian kompleks dari perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia. Tahap pertama suatu perkecambahan benih dimulai dengan proses penyerapan air oleh benih, melunaknya kulit benih dan hidrasi dari protoplasma. Tahap kedua dimulai dengan kegiatan-kegiatan sel dan enzim-enzim serta naiknya tingkat respirasi benih. Tahap ketiga merupakan tahap dimana terjadi penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan
ditranslokasikan ketitik-titik tumbuh. Tahap keempat adalah asimilasi dari bahanbahan yang telah diuraikan tadi di daerah meristematik untuk menghasilkan energi bagi kegiatan pembentukan komponen dan pertumbuhan sel-sel baru. Tahap kelima adalah pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran dan pembagian sel-sel pada titik-titk tumbuh. Sementara daun belum dapat berfungsi sebagai organ untuk fotosintesa maka pertumbuhan kecambah sangat tergantung pada persediaan makanan yang ada dalam biji (Sutopo, 2004). Kemiri dapat diperbanyak secara generatif melalui benih atau secara vegetatif melalui sambungan, tempelan atau cangkokan. Perbanyakan melalui benih tidak menyebabkan menurunnya sifat unggul tanaman induknya, kecuali adanya dormansi biji tidak ada masalah lain pada pengembangannya (Badan Pengelolaan Gedung Manggala Wanabakti, 1995). E. Pengaruh KNO 3 Terhadap Pematahan Dormansi Menurut Abidin (1991), terdapat berbagai penyebab terjadinya dormansi, yaitu: adanya permeabilitas kulit biji terhadap gas (permeable seed coat), kulit biji yang keras, sehingga tahan terhadap perlakukan-perlakuan mekanis, perlakuan rudimenter (Rudimentary embryo), embrio yang mengalami dormansi karena belum mencapai pematangan secara fisiologis dan terdapatnya zat penghambat di dalam biji. Dormansi pada benih kemiri disebabkan oleh kulit benih yang keras sehingga perlu dilakukan usaha untuk mematahkan dormansinya. Salah satu cara untuk mengatasi dormansi pada benih kemiri adalah merendam dalam air selama 15 hari
atau dalam larutan KNO 3 selama 30 menit setelah itu dibilas dengan air sebelum disemaikan pada medium perkecambahan (Sutopo, 2002). Dari hasil penelitian Nuraeni dan Maemunah (2003), perendaman dalam air 10 hari dan aplikasi 0,2% KNO 3 telah dapat memecahkan dormansi benih kemiri dan menghasilkan bobot kering tanaman yang tinggi yakni sebesar 0,393 g. Perendaman yang lebih lama (20 hari) dan tanpa KNO 3 menghasilkan bobot kering tajuk (0,412 g) dan bobot kering tanaman yang tinggi (0,492 g). Hal ini mungkin disebabkan perendaman dengan air mendorong proses pemasakan embrio dan meningkatnya permeabilitas kulit benih sehingga memungkinkan penyerapan ataupun imbibisi dan gas-gas yang diperlukan dalam proses perkecambahan. Dormansi struktural adalah dormansi yang disebabkan oleh kedapnya kulit benih terhadap air atau O 2, adanya penghambat, adanya resistensi mekanis. Kedapnya kulit benih terhadap air atau O 2 karena kulit benih tersebut terlalu keras, terliputi gabus atau lilin. Kerasnya kulit benih menyebabkan resistensi mekanis dan ini menyebabkan embrio yang memiliki daya untuk berkecambah tidak dapat menyobek kulit yang berarti pula tidak dapat keluar untuk tumbuh sebagaimana mestinya. Penggunaan zat kimia dalam perangsangan perkecambahan seperti KNO 3 adalah sebagai pengganti fungsi cahaya dan suhu serta untuk mempercepat penerimaan benih akan O 2 (Kartasapoetra, 2003). F. Pengaruh Lama Perendaman Terhadap Perkecambahan Benih Air di dalam proses perkecambahan berfungsi untuk mencairkan zat-zat makanan yang berada dalam keping biji yang disalurkan di dalam lembaga.
Dalam lembaga telah tersedia bahan baku auxin dalam bentuk asam amino, yang dalam perkembangan pertumbuhan kecambah berubah menjadi auxin. Penyebarluasan auxin kedalam tubuh kecambah akan berlangsung hingga ke pucuk akar. Untuk kelangsungan penyebaran ini secara mutlak dibutuhkan cukup air, tanpa air pertumbuhan kecambah akan gagal total (Rismunandar, 1999). Perendaman yang lama berpengaruh pada kecepatan perkecambahan. Hasil penelitian Sarmauli (2006), menunjukkan hasil indeks perkecambahan tertinggi pada benih Acacia mangium adalah perendaman benih dengan air selama 24 jam dengan hasil 2,21% dibandingkan dengan waktu 16 jam dengan nilai kecepatan berkecambah 0,48%. Penelitian Siringo-ringo (2004), menunjukkan bahwa perendaman air selama 6 jam pada benih Tanjung (Mimusop elingi L.) merupakan perlakuan yang terbaik dengan meningkatkan persentase perkecambahan sebesar 83,33% dibandingkan perendaman benih tanjung dengan air selama 4 jam atau selama 2 jam. Menurut Nuraeni dan Maemunah (2003), perendaman dengan air mendorong proses pemasakan embrio dan meningkatkan permeabilitas kulit benih sehingga memungkinkan penyerapan ataupun imbibisi dan gas-gas yang diperlukan dalam proses perkecambahan. Imbibisi berlangsung jika potensial osmotik larutan di sekitar benih lebih rendah daripada osmotik di dalam sel-sel benih. Peningkatan konsentrasi zat-zat terlarut di luar benih dapat memperlambat kecepatan imbibisi benih. Benih dapat mengalami kekeringan fisiologis, bahkan jika konsentrasi larutan luar sel benih lebih tinggi, maka dapat terjadi pergerakan air dalam benih mengalami plasmolisis (Mugnisjah, 1994).
Imbibisi terjadi pada waktu biji kering yang tidak mempunyai kulit biji yang kedap diletakkan dalam kontak dengan air sebagaimana biji dalam tanah. Sementara air masuk, bahan-bahan koloid, terutama protein cenderung untuk menggembung dan penggembungan ini sering kali bertanggungjawab dalam pemecahan kulit biji. Derajat kontak antara tanah dan biji adalah penting untuk laju imbibisi karena air dalam tanah yang tak jenuh terdapat selaput tipis disekitar partikel-partikel tanah dan hanya bagian kulit biji yang berhubungan dengan selaput tersebut untuk pengambilan air (Goldsworthy dan Fisher, 1996). Benih kemiri adalah termasuk rekalsitran dimana untuk mempertahankan viabilitasnya memerlukan kadar air lebih tinggi dengan lingkungan yang sejuk, tetapi daya simpannya pendek. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan air yang dapat diimbibisi benih dari sekitarnya untuk dapat berkecambah. Karena itu, potensial osmotik larutan dalam substrak pengecambahan menentukan kecepatan berkecambah atau muncul benih (Mugnisjah, 1994).