BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP HASIL BELAJAR KETERAMPILAN DASAR SEPAKBOLA. Iyan Nurdiyan Haris, M.Pd.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

2016 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT DALAM PEMBELAJARAN PERMAINAN BOLA BESAR TERHADAP KERJASAMA SISWA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari

BAB I PENDAHULUAN. Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Hamalik,1995:57) dalam ( memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu, sehingga dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Pembelajaran kooperatif adalah bagian dari strategi pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kompleks perbuatan yang sistematis untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh orang-orang yang lebih

2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TULISAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI SISWA KELAS XI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran seni musik. Hal ini terlihat dari kurangnya aktivitas siswa secara

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini merupakan proses yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu kata efektif juga dapat

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang belajar.

BAB I PENDAHULUAN. pada model pembelajaran yang di lakukan secara masal dan klasikal, dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang menanamkan. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa sejarah dapat

BAB I PENDAHULUAN. individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu anak mempunyai hak

BAB 1 PENDAHULUAN. Asep Saputra, 2014 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

II. KAJIAN TEORI. 2.1 Belajar dan Pembelajaran Pengertian Belajar dan Pembelajaran. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui

BAB II KAJIAN PUSTAKA. awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Sementara itu, bangsa Indonesia masih mengalami hambatan dalam menciptakan

I. PENDAHULUAN. Setiap negara menganggap penting pendidikan. Pendidikan berperan penting bagi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia juga akan menjadi baik. Pendidikan juga merupakan aspek

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku siswa akibat adanya

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional menyatakan. bahwa:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ayu Pipit Fitriyani, 2013

2016 IMPLEMENTASI MODEL COOPERATIVE LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PERMAINAN BOLAVOLI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wahyu Tristian Pribadi, 2013

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mia Rosalina, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. mendorong terjadinya belajar. Pembelajaran dikatakan berhasil apabila tujuantujuan

BAB I PENDAHULUAN. menentukan dalam pembinaan sumber daya manusia.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dari kelas 1 samapai kelas 6. Adapun ruang lingkup materinya sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan dewasa ini bukan hanya untuk memenuhi target kurikulum semata, namun menuntut adanya pemahaman kepada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembelajaran IPA di SMP Negeri 3 Pacitan khususnya pada

BAB I PENDAHULUAN. kelas, penggunaan metode mengajar, strategi belajar mengajar, maupun sikap

I. PENDAHULUAN. Setiap negara menganggap penting pendidikan. Pendidikan berperan penting bagi

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Menurut Nurhadi (2004: 112), pembelajaran kooperatif adalah pendekatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. lemah menjadi kuat, dari tidak bisa menjadi bisa. Seperti diakatakan oleh Slameto

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) SD. social studies, seperti di Amerika. Sardjiyo (repository. upi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hamalik (2001, 37) belajar adalah memperoleh. pengetahuan melalui alat indra yang disampaikan dalam bentuk perangsang

BAB II LANDASAN TEORI. yang berdasarkan faham konstruktivis. 1 Menurut Hamid Hasan, kooperatif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Annie Resmisari, 2013

BAB II KAJIAN PUATAKA. tujuan (Mc. Donald dalam Sardiman A.M, 2001:73-74). Menurut Mc. Donald. motivasi mengandung 3 elemen penting, yaitu:

LANDASAN TEORI. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada prinsipnya proses belajar yang dialami manusia berlangsung sepanjang

1. PENDAHULUAN. dibahas dalam bab ini yaitu rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Menulis berkaitan erat dengan keterampilan mendengarkan, gagasan secara runtut. Menulis memiliki peranan yang sangat penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) tanggung jawab, kejujuran, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembukaan UUD 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan dari

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk menunjang keberhasilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyatuan materi, media, guru, siswa, dan konteks belajar. Proses belajar

MEIDITA CAHYANINGTYAS K

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan merupakan mata

*keperluan Korespondensi, HP: , ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang terjadi. Melalui bahasa, setiap individu dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. wajib dilaksanakan di lingkungan persekolahan formal seperti di SD, SMP, dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu aspek yang sangat berpengaruh terhadap kemajuan SDM (Sumber Daya Manusia)

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI TERHADAP KREATIVITAS SISWA

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran. dasar untuk pengembangan materi lebih lanjut.

LANDASAN TEORI. hasil belajar. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan berbagai pihak yang terkait secara bersama-sama dan bersinergi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT)

KAJIAN PUSTAKA. Dalam kegiatan belajar mengajar siswa melakukan aktivitas. Pengajaran yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran (Oemar Hamalik, 2002: 57) dalam

I. PENDAHULUAN. Dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang mengalami krisis, yang harus dijawab oleh dunia pendidikan. Jika proses-proses

BAB I PENDAHULUAN. Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan telah dilakukan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan belajar tidak akan tercapai begitu saja jika pembelajaran tidak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan bakat serta kepribadian mereka. Pendidikan membuat manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS Model Pembelajaran Cooperative Learning Pengertian Model Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan filosofi yang mendasari pendidikan jasmani. Pendidikan

Dijelaskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 dalam (Haryanto 2012) disebutkan bahwa :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertanya, mengajukan pendapat, dan menimbulkan diskusi dengan guru.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan aktifitas yang berupaya untuk mengembangkan

BAB II. Pada umumnya belajar adalah suatu kegiatan mengumpulkan sejumlah. pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari seseorang yang lebih tahu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan moral bukanlah sebuah gagasan baru. Sebetulnya, pendidikan moral sama tuanya dengan pendidikan itu sendiri. Sejarah di negara-negara di seluruh dunia, pendidikan memiliki dua tujuan besar: membantu anak-anak menjadi pintar dan membantu mereka menjadi baik, (Lickona 2012, hlm. 7). Kecenderungan yang terjadi pendidikan di sekolah hanya membuat siswa pintar, akan tetapi masih banyak diantara siswa melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang, itu artinya pendidikan di sekolah tidak mencapai tujuan yang sebenarnya. Keberadaan Pendidikan Jasmani telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai pelajaran wajib sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 42. Pelajaran pendidikan jasmani sebagai mata pelajaran yang wajib diberikan di sekolah mulai tingkat SD sampai dengan SLTA. Dengan demikian pendidikan jasmani merupakan mata pelajaran yang sangat penting. Pernyataan tersebut diperkuat oleh pakar kurikulum pendidikan jasmani, yaitu Jewet (l994) bahwa Pendidikan Jasmani adalah satu fase dari proses pendidikan secara menyeluruh yang peduli terhadap perkembangan dan kemampuan gerak individu yang bersifat sukarela serta bermakna dan terhadap reaksi yang langsung berhubungan dengan mental, emosional dan sosial. Sekolah dasar (SD) merupakan fondasi awal untuk memulai pendidikan yang berkualitas. Melalui pembelajaran pendidikan jasmani, tujuan pendidikan dapat dicapai karena itu dalam prakteknya pendidikan jasmani memiliki empat tujuan. Tujuan tersebut diutarakan oleh Bucher 1964 (dalam Suherman 2009, hlm. 7) yaitu:

2 1. Perkembangan fisik. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan melakukan aktivitas-aktivitas yang melibatkan kekuatan-kekuatan fisik dari berbagai organ tubuh seseorang (physical fitnees). 2. Perkembangan gerak. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan melakukan gerak secara efektif, efisien, halus, indah, dan sempurna (skill full). 3. Perkembangan mental. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan berpikir dan menginterpretasikan keseluruhan pengetahuan tentang pendidikan jasmani ke dalam lingkungannya sehingga menumbuh kembangkan pengetahuan, sikap, dan tanggung jawab siswa. 4. Perkembangan sosial. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan siswa dalam menyesuaikan diri pada suatu kelompok atau masyarakat. Dari pernyataan Bucher dapat disimpulkan bahwa, pendidikan jasmani tidak hanya terpusat pada aktivitas fisik semata, tetapi juga aktivitas psikis. Pendidikan jasmani secara menyeluruh melibatkan pembelajaran gerak, dimana pembelajaran gerak tersebut terdapat muatan nilai-nilai sosial seperti disiplin, kerjasama, tanggung jawab, saling tolong-menolong dan bersahabat. Menyimak pernyataan Bucher, seharusnya melalui pembelajaran pendidikan jasmani dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Namun kenyataannya di sekolah pembelajaran pendidikan jasmani, cenderung hanya mengembangkan fisik dan penguasaan keterampilan olahraga kecabangan, ketimbang mengarahkan peserta didik pada dimensi afektif, termasuk pengembangan perilaku moral dan partisipasi siswa. Selain itu, guru juga sering mengabaikan bagaimana memaksimalkan partisipasi siswa dalam pembelajaran pendidikan jasmani. Kecenderungan tersebut boleh jadi akibat dalam penerapan model pembelajaran tidak optimal, hingga domain kognitif, afektif, psikomotor, dan perkembangan perilaku moral siswa relatif kurang mendapat perhatian. Implementasi pembelajaran pendidikan jasmani sebagai upaya menumbuhkembangkan watak dan pembinaan moral dalam suasana kerjasama, disiplin, tanggung jawab, bersahabat, saling tolong menolong akan mengurangi potensi munculnya perselisihan. Oleh sebab itu pendidikan jasmani sebagai wahana pembinaan kepribadian dan perkembangan moral siswa akan berkontribusi besar terhadap perubahan sikap dan perilaku dalam berinteraksi

3 dengan lingkungannya. Dengan demikian program pendidikan jasmani dapat dimaksimalkan sebagai upaya untuk menumbuhkan perkembangan moral siswa. Orientasi Kurikulum 2013 adalah terjadinya peningkatan dan keseimbangan antara kompetensi sikap (attitude), keterampilan (skill) dan pengetahuan (knowledge) (Blogspot.com). Sebagaiman amanat UU No. 20 Tahun 2003 dalam penjelasan Pasal 35: kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati. Hal ini telah dilakukan pada kurikulum berbasis kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu. Senada dengan paparan di atas, Suherman juga memaparkan dalam seminar Nasional pendidikan jasmani (2013) bahwa, implementasi pembelajaran pendidikan jasmani materinya disusun seimbang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran pendidikan jasmani dalam proses pembelajaran mengarah ketiga ranah yaitu: afektif, kognitif, dan psikomotor. Dalam upaya untuk mencapai tujuan kurikulum 2013, model pembelajaran kooperatif disarankan untuk diterapkan di dalam kelas pendidikan jasmani, karena menurut Lickona (2012:276) pembelajaran kooperatif mengajarkan nilai moral dan pengetahuan akademis secara bersamaan, sebagaimana yang dikatakan bahwa: Ambillah apa yang biasanya anda ajarkan, ajarkan dengan cara belajar kooperatif paling sedikit pada satu bagian dari hari atau periode, dan anda akan mengajarkan nilai moral dan akademik pada waktu yang bersamaan. Slavin (2005, hlm. 10) memandang model pembelajaran kooperatif menyumbangkan ide bahwa siswa yang bekerjasama dalam belajar dan bertanggung jawab terhadap teman satu timnya mampu membuat mereka belajar sama baiknya. Lebih lanjut Slavin menyatakan, model student team learning menekankan penggunaan tujuan-tujuan tim dan sukses tim, yang hanya akan dapat dicapai apabila semua anggota tim bisa belajar mengenai pokok bahasan

4 yang telah diajarkan. Oleh sebab itu, dalam model student team learning setiap siswa harus mampu bekerja dan menyelesaikan tugas yang telah diberikan oleh guru agar mampu membuat timnya menjadi sukses. Tiga konsep penting pada model student team learning yang dipaparkan oleh Slavin (2005 hlm. 10) : 1. Penghargaan tim, maksudnya ialah tim akan mendapatkan sertifikat atau penghargaan-penghargaan tim lainnya jika mereka berhasil melampaui kriteria tertentu yang telah ditetapkan. 2. Tanggung jawab individu, bahwa kesuksesan tim bergantung pada pembelajaran individual dari semua anggota. Tanggung jawab difokuskan pada kegiatan anggota tim dalam membantu satu sama lain untuk belajar dan memastikan bahwa tiap orang dalam tim siap untuk mengerjakan kuis atau bentuk penilaian lainnya yang dilakukan siswa tanpa bantuan teman satu timnya. 3. Kesempatan sukses yang sama maksudnya, bahwa semua siswa memberikan kontribusi kepada timnya dengan cara meningkatkan kinerja mereka dari yang sebelumnya. Ini akan memastikan bahwa siswa dengan prestasi tinggi, sedang, dan rendah semuanya sama-sama ditangtang untuk melakukan yang terbaik, dan semua kontribusi dari semua anggota tim ada nilainya. Belajar berkelompok tidak dikatakan sebagai pembelajaran kooperatif, karena boleh jadi belajar kelompok guru hanya membagi siswa ke dalam beberapa kelompok tetapi tidak memberikan arahan sesuai dengan teknik dari pembelajaran kooperatif. Untuk memaksimalkan pembelajaran kooperatif menurut Johnson dan Holubec (dalam Metzler, 2000, hlm. 223) ada beberapa elemen yang mesti diterapkan, salah satunya adalah tanggung jawab individu. Pertanggungjawaban ini muncul jika dilakukan pengukuran terhadap keberhasilan kelompok. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah membentuk semua anggota kelompok menjadi pribadi yang kuat. Tanggung jawab individu adalah kunci untuk menjamin semua anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama. Artinya, setelah mengikuti kelompok belajar bersama, anggota kelompok harus dapat menyelesaikan tugas yang sama (Suprijono, 2009, hlm. 59). Beberapa cara menumbuhkan tanggung jawab individu menurut Johnson (2010, hlm. 53) adalah: 1. Kelompok belajar jangan terlalu besar.

5 2. Melakukan assesmen terhadap setiap siswa. 3. Memberi tugas kepada siswa, yang dipilih secara random untuk mempresentasikan hasil kelompoknya kepada guru maupun seluruh peserta didik di depan kelas. 4. Mengamati setiap kelompok dan mencatat ferkuensi individu dalam membantu kelompok. 5. Menugasi seorang peserta didik untuk berperan sebagai pemeriksa di kelompoknya. Senada dengan pernyataan di atas, Slavin (2005, hlm. 81) menyatakan bahwa, tujuan kelompok dan tanggung jawab individu merupakan dua faktor yang menentukan sukses tidaknya pembelajaran kooperatif. Pentingnya tujuan kelompok dan tanggung jawab individu adalah memberikan insentif kepada siswa untuk saling membantu satu sama lain dan untuk saling mendorong dalam melakukan usaha yang maksimal. Dari beberapa penelitian yang dilakukan pembelajaran kooperatif yang menggunakan tujuan kelompok dan tanggung jawab individual jauh lebih baik daripada yang tidak menggunakan. Seperti yang dilakukan Huber 1982 (dalam Slavin, 2005, hlm. 86) dalam penelitiannya membandingkan sebuah bentuk STAD dengan kelompok kerja tradisional yang meniadakan tujuan kelompok atau tanggung jawab dan hasilnya kelompok STAD menunjukkan skor secara yang lebih baik daripada kelompok tradisional. Dari paparan diatas, dapat diasumsikan bahwa ketika siswa diberi tanggung jawab individu dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD, secara otomatis dapat mengembangkan sikap tanggung jawab siswa. Dari beberapa kajian tersebut, dapat diasumsikan bahwa pembelajaran model kooperatif mampu meningkatkan sikap moral siswa dalam hal sikap tanggung jawab. Stahl 1994 (dalam Juliantine dkk. 2012, hlm. 63) menyatakan bahwa: proses pembelajaran dengan model kooperatif mampu merangsang dan menggugah siswa secara optimal dalam suasana belajar kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari dua sampai enam orang siswa. Lebih lanjut dikatakan Stahl bahwa, model pembelajaran kooperatif membuat iklim belajar berlangsung dalam suasana keterbukaan dan demokratis sehingga memberikan kesempatan yang

6 optimal bagi siswa untuk memperoleh informasi yang lebih banyak mengenai materi yang dibelajarkan dan sekaligus melatih sikap dan keterampilan sosialnya sebagai bekal dalam kehidupannya di masyarakat, sehingga perolehan hasil belajar yang lebih baik. Penelitian Snider 1986 (dalam Solihatin dan Raharjo, 2011, hlm. 13) menemukan bahwa, penggunaan model cooperative learning sangat mendorong peningkatan prestasi belajar siswa hingga perbedaan hampir 25% dengan kemajuan yang dicapai oleh siswa yang diajar dengan menggunakan system kompetisi. Selain itu, Slavin (2005, hlm. 11) menyatakan bahwa, model pembelajaran kooperatif dengan memakai konsep penghargaan tim dan tanggung jawab individu, dapat meningkatkan prestasi kemampuan dasar. Berkaitan dengan hasil belajar keterampilan dasar sepakbola, model pembelajaran kooperatif tipe STAD bertujuan agar siswa saling bekerjasama, saling membantu, bergotong royong, berdiskusi, dan memberi kesempatan kepada mereka untuk membangun pengetahuannya secara aktif serta menerapkan ide dan strategi mereka sendiri dalam belajar. Hal tersebut senada dengan pernyataan Ibrahim (2000, hlm. 7) Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran penting, yakni: prestasi akademik, penerimaan terhadap keragaman atau perbedaan yang ada, dan pengembangan keterampilan sosial. Pembelajaran kooperatif tipe STAD memberi kesempatan kepada siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering mengekspresikan ide. Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan secara komprehensif dalam kelompoknya. Dengan demikian, melalui model pembelajaran kooperatif diyakini dapat meningkatkan hasil belajar siswa Menyimak pendapat para ahli dan hasil penelitian terdahulu, maka penulis ingin menguji model pembelajaran Kooperatif tipe STAD yang akan diterapkan dalam pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah dasar untuk mengembangkan sikap tanggung jawab dan hasil belajar siswa. Student Team-Achievment Division

7 (STAD) menurut Slavin 1980 (dalam Dyson dan Grineski, 2001, hlm. 28), memberikan kesempatan siswa berbagi kepemimpinan, peran tanggung jawab, dan menggunakan keterampilan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok. dengan demikian pembelajaran kooperatif tipe STAD, membuat siswa menjadi aktif dan siswa juga dapat belajar tentang nilai-nilai moral seperti kerjasama, disiplin, tanggung jawab, saling tolong-menolong dan nilai moral lainnya. Sekolah Dasar Negeri 6 Watampone yang terletak di Kabupaten Bone Sulawesi Selatan, berdasarkan pengamatan sekilas dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani, masih menekankan kepada keterampilan kecabangan olahraga dan masih menggunakan model pembelajaran konvensional, sehingga membuat siswa kurang antusias atau termotivasi dalam mengikuti proses pembelajaran. Penulis menganggap strategi yang dipakai guru kurang menarik artinya siswa tidak berperan secara aktif dalam proses pembelajaran, dengan kata lain siswa hanya menjadi sebagai pendengar setia. Masalah-masalah ini bisa terjadi karena disebabkan kurang pahamnya guru terhadap konsep pendidikan jasmani itu sendiri yang pada proses pembelajarannya harus mencakup ketiga domain yaitu: afektif, kognitif, dan psikomotor. Selain itu, dari hasil pengamatan penulis guru pendidikan jasmani di sekolah tersebut sama sekali belum mengetahui tentang model pembelajaran dalam pendidikan jasmani. Berdasarkan permasalahan diatas, penulis mencoba meneliti dua model pendekatan pembelajaran dalam pendidikan jasmani di tingkat sekolah dasar yakni model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan konvensional. Diantara kedua model tersebut akan dilihat mana yang lebih cocok untuk dikembangkan dalam rangka meningkatkan sikap tanggung jawab dan hasil belajar keterampilan dasar permainan sepakbola siswa di tingkat sekolah dasar. B. Identifikasi Masalah Penelitian Kenyataanya dilapangan, masih banyak guru pendidikan jasmani yang belum mampu menerapkan model-model pembelajaran yang tepat, termasuk guru pendidikan jasmani di SD negeri 6 Watampone. Padahal kita ketahui proses

8 pembelajaran dan hasil belajar siswa sangat ditentukan oleh kreativitas seorang guru dalam memilih model pembelajaran yang tepat. Penelitian yang dilakukan Webb 1985 (dalam Solihatin dan Raharjo, 2011, hlm. 13), sebagai bukti bahwa dalam pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning, sikap dan perilaku siswa berkembang kearah suasana demokratis di dalam kelas, karena penggunaan kelompok kecil mendorong siswa lebih bergairah dan termotivasi. Untuk itu, diharapkan guru penjas mampu menerapkan model atau strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan sikap kerjasama, disiplin, bertanggung jawab dan membuat siswa lebih antusias dalam mengikuti proses pembelajaran sehingga pada akhirnya juga dapat meningkatkan hasil belajarnya. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dipilih karena model pembelajaran ini diyakini mampu mengembangkan sikap positif siswa dan dapat meningkatkan keterampilan gerak siswa secara bersamaan. Dari beberapa kajian di atas, penulis mengidentifikasi masalah penelitiannya sebagai berikut: 1. Pembelajaran pendidikan jasmani di SD Negeri 6 Watampone hanya menitikberatkan kepada keterampilan kecabangan saja. 2. Pada proses pembelajaran pendidikan jasmani guru masih mendominasi (teacher centered) tidak memberikan tanggung jawab, kesempatan kepada siswa untuk saling bekerjasama dan bekerja secara kolaboratif. 3. Guru pendidikan jasmani SD Negeri 6 Watampone belum mengetahui model pembelajaran yang dapat mengembangkan sikap siswa, termasuk sikap tanggung jawab dan meningkatkan hasil belajar keterampilan dasar sepakbola dalam pembelajaran pendidikan jasmani diwaktu yang bersamaan. C. Rumusan Masalah Berangkat dari latar belakang penelitian dan identifikasi masalah diatas maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian yaitu "Seberapa besar pengaruh model Cooperative Learning tipe STAD dalam pembelajaran penjas terhadap peningkatan sikap tanggung jawab dan hasil belajar keterampilan dasar sepakbola

9 siswa? Rumusan masalah penelitian tersebut, dapat dirinci kedalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah model Cooperative Learning tipe STAD berpengaruh terhadap sikap tanggung jawab siswa SD Negeri 6 Watampone? 2. Apakah model Cooperative Learning tipe STAD berpengaruh terhadap hasil belajar keterampilan dasar sepakbola siswa SD Negeri 6 Watampone? 3. Manakah yang lebih berpengaruh antara model Cooperative Learning tipe STAD dan model pembelajaran konvensional terhadap sikap tanggung jawab siswa SD Negeri 6 Watampone? 4. Manakah yang lebih berpengaruh antara model Cooperative Learning tipe STAD dan model pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar keterampilan dasar sepakbola siswa SD Negeri 6 Watampone? D. Tujuan penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggali informasi melalui berbagai aspek yang terkait dengan pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan konvensional pada sikap tanggung jawab dan hasil belajar siswa SD kelas IV. Berikut merupakan tujuan secara khusus dalam penelitian ini: 1. Mengetahui pengaruh model Cooperative Learning tipe STAD terhadap sikap tanggung jawab siswa SD Negeri 6 Watampone. 2. Mengetahui pengaruh model Cooperative Learning tipe STAD terhadap hasil belajar keterampilan dasar sepakbola siswa SD Negeri 6 Watampone. 3. Mengetahui manakah yang lebih berpengaruh antara model Cooperative Learning tipe STAD dan model pembelajaran konvensional terhadap sikap tanggung jawab siswa SD Negeri 6 Watampone. 4. Mengetahui manakah yang lebih berpengaruh antara model Cooperative Learning tipe STAD dan model pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar keterampilan dasar sepakbola siswa SD Negeri 6 Watampone.

10 E. Manfaat Penelitian 1. Teoritis Diharapkan penelitian ini menjadi landasan pengetahuan dan mampu melengkapi penelitian sebelumnya dan juga dapat berguna bagi guru pendidikan jasmani serta lembaga yang terkait untuk dijadikan sebagai informasi dan bahan referensi. 2. Praktis Hasil penelitian ini diharapkan menjadi pedoman bagi guru penjas khususnya di Kabupaten Bone dalam penerapan model pembelajaran kooperatif guna meningkatkan efektivitas pembelajaran penjas dalam rangka meningkatkan sikap tanggung jawab dan hasil belajar siswa. Secara spesifik manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Sebagai pedoman bagi para guru pendidikan jasmani dalam menerapkan model-model pembelajaran. b. Sebagai referensi untuk pengembangan model-model pembelajaran pendidikan jasmani yang akan diterapkan di sekolah. c. Sebagai sarana untuk mencapai tujuan belajar pendidikan jasmani secara komprehensif.